• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konstitusi dan Negara Hukum

Keberadaan teori konstitusi dilandasi pemahaman pengertian paham “konstitualisme” yang memiliki arti “pembatasan terhadap kekuasaan penguasa oleh aturan hukum agar pemerintahan tidak sewenang-wenang”. Dalam pemahaman “pembatasan kekuasaan”, maka harus dimaknai bahwa kekuasaan negara sebagai masyarakat politik berada di bawah supremasi hukum dan konstitusi memberikan jaminan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM).

Konsekuensi dari pengakuan terhadap HAM di dalam undang-undang dasar, maka Negara Indonesia harus benar-benar didasarkan pada kedaulatan hukum, sehingga menjadi negara hukum (rechsstaat).18

Konsepsi ini merupakan hakekat dari “negara hukum”. Berdasarkan sudut pandang paham “konstitusionalisme” maka sebuah negara yang memiliki konstitusi berarti ada negara hukum. Dengan demikian, konvegensi atau penyatuan pembahasan antara konstitusi dan negara hukum menjadi keniscayaan. Oleh karena itu, studi konstitusi berupa

“Teori Konstitusi dan Negara Hukum” menjadi relevan.

18 Buyung Nasution. 1995. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia Studi Socio-Legal atas Konstituante 1956-1959. Grafitti. Jakarta. Hlm. 177

18

Nama “Teori Konstitusi” memiliki makna yang lebih luas dari pada istilah “Teori Hukum Konstitusi” maupun “Teori UUD”. Sudut Pandang Teori Hukum Konstitusi hanya legal-domatik (dogmatika hukum), sedangkan “Teori Konstitusi” selain metode kajiannya legal-dogmatik (hanya fokus pada UUD), tetapi juga mempertimbangkan faktor-faktor non hukum meliputi faktor –faktor kekuatan-kekuatan politik real (riillepolitiek machtsfactoren, istilah Hoeting), seperti Partai Politik, Kelompok Kepentingan, Kelompok Penekan, Parlemen dan Presiden;

faktor budaya dan lingkungan sosial (kultuur und bedingungen, istilah Herman Heller).

Pengertian “Teori Undang-Undang Dasar” dikatakan lebih sempit dari “Teori Konstitusi”, karena kajiannya hanya fokus pada dokumen konstitusi dalam bentuk tertulis. Sedangkan, Teori Konstitusi fokus kajiannya lebih luas, yang meliputi hukum dasar tertulis maupun hukum dasar tidak tertulis. Sebab, “konstitusi” mencakup makna hukum dasar tertulis (UUD) dan hukum dasar tidak tertulis. Dengan demikian, nama teori konstitusi didalamnnya tersurat dan tersirat uraian negara hukum.

Sejalan dengan itu, pengertian “teori” dalam Teori Konstitusi, sama halnya dengan paham ilmu pengetahuan, dimana “teori” merupakan penjelasan yang bersifat ilmiah.19 Bandingkan dengan definisi teori Malcom Wiliam secara singkat menulis:

19 Djokosoetono. 1982. Hukum Tata Negara. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hlm. 52

19

“A theory is a logical proposition, or set of proposition about relationships between phenomena”.20 Teori dalam Teori Hukum, dicermati definisi J.J.H.Bruggink, Teori Hukum dalam arti luas adalah teori-teori hukum lain yang memiliki sifat-sifat yang relatif berbeda. Dengan perkataan lain, teori hukum dalam arti luas adalah “keseluruhan pernyataan ilmiah mengenai fenomena hukum”.

Menurut Arief Sidharta, Teori Hukum dalam arti sempit adalah keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan dengan sistem konseptual, yakni aturan-aturan hukum dan putusan hukum yang sebagian dipositifkan. Dari defenisi Bruggink tentang teori hukum dalam arti sempit, tampak bahwa terkait dengan pernyataan ilmiah-konseptual mengenai peraturan-peraturan hukum dan keputusan hukum.

Bernandus Arief Sidharta mendefinisikan istilah teori ilmu hukum

“sebagai ilmu atau disiplin hukum, yang dalam perspektif interdisipliner dan eksternal secara kritis mempelajari berbagai aspek gejala hukum, baik tersendiri maupun dalam kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi teoritisnya maupun pengewajantahan praktisnya, dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan memberikan penjelasan sejernih mungkin tentang bahan hukum yang tersaji dan kegiatan yuridis dalam kenyataan kemasyarakatan”. Definisi di atas lebih dekat dengan pengertian teori yang merujuk pemahaman Teori Konstitusi dari Djokosoetono, karena “teori” yang dimaksud bercorak interdisipliner dan memberikan penjelasan yang bersifat ilmiah. Beranjak dari pengertian itu, maka dapat diartikan, bahwa “Teori Konstitusi dan

20 Herman Bakir. 2005. Kastil Teori Hukum. PT. Indek Kelompok Gramedia. Jakarta. Hlm. 18

20

Negara Hukum” adalah proposisi yang menjelaskan secara ilmiah saling keterkaitan antara konstitusi dan konteks pembatasan kekuasaan penguasa oleh hukum.

Konsepsi Negara hukum lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan yang seirama dengan perkembangan kehidupan manusia, karena itu meskipun konsep negara hukum dianggap universal, pada tataran implementasi ternyata memiliki karakteristik yang beragam yang dipengaruhi oleh situasi kesejarahan, falsafah bangsa, ideologi negara dan lain-lain. Dengan dasar ini secara historis dan praktis, konsep negara hukum tumbuh dalam berbagai model, seperti negara hukum berdasar Al-Qur’an dam Sunnah atau nomokrasi islam, negara hukum berdasarkan konsep Eropa Kontinental yang dikenal dengan

“rechtsstaat”, negara hukum yang berdasar konsep Anglo Saxon yang dikenal dengan “rule of law”, konsep negara hukum “socialist legality”, dan konsep negara hukum Pancasila.21 Dewasa ini dikenal konsep Rechtsstaat di Eropa Kontinental; atau The Rule of Law di negara-negara Anglo Saxon, di negara-negara-negara-negara sosialis dikembangkan pula suatu konsep yang disebut Socialist Legality.22

Sejarah pertumbuhan negara hukum lahir dan tumbuh dari perkembangan dan pemikiran ummat manusia yang sejalan dengan perkembangan kesejahteraan ummat manusia itu sendiri, karena itu

21 Ridwan HR. 2006. Hukum Administrasi Negara. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm. 1-2

22 Ismail Suny. 1981. Mencari Keadilan. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hlm. 131

21

asumsi dan berkembangnya suatu negara hukum didasarkan pada tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Konsep negara hukum berlaku secara universal, karena disesuaikan dengan kondisi kesejahteraan masyarakat yang akhirnya konsep dan persepsi negara hukum muncul dengan berbagai model dan tipologinya.23

Gagasan negara hukum memiliki kaitan langsung dengan ilmu Hukum Administrasi Negara. Dalam perkembangannya konsepsi negara hukum tersebut kemudian mengalami penyempurnaan, yang secara umum dapat dilihat diantaranya:

a. Sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat;

b. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan;

c. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara);

d. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara;

e. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle) yang bebas dan mandiri, dalam arti lembaga

23 Marwati Riza. 2009. Perlindungan Hukum Pekerja Migran Indonesia Di Luar Negeri. As Publishing. Makassar. Hlm. 33-34

22

peradilan tersebut benar-benar tidak memihak dan tidak berada di bawah pengaruh eksekutif;

f. Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah;

g. Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata sumber daya yang diperlukan bagi kemakmuran warga negara.24

Dalam Kepustakaan berbahasa Indonesia sudah sangat populer dengan menggunakan istilah negara hukum, namun seringkali menjadi permasalahan, apakah sebenarnya konsep negara hukum itu. Apakah konsep negara hukum itu sama dengan konsep Rechtsstaat dan apakah negara hukum itu sama dengan konsep The Rule of Law, ataukah sama dengan konsep Socialist Legality, sehinga dalam mempermasalahkan Indonesia sebagai negara hukum seringkali pula mengaitkan pada kriteria Rechstaat atau kriteria The Rule of Law dengan begitu saja.25

Menurut M. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan

24 Ridwan HR. 2006. Op.cit, Hlm. 3

25 Achmad Ruslan. 2013. Teori dan Panduan Praktik Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia. Rangkang Education. Yogyakarta. Hlm 19

23

kepada warga negaranya,26 Kemudian Sudargo Gautama berpendapat bahwa dalam suatu negara hukum, terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap perseorangan. Sehingga sebuah negara tidak maha kuasa dan tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Tindakan-tindakan negara terhadap warganya dibatasi oleh hukum. Sedangkan R. Djokosutono berpendapat bahwa negara hukum menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah negara yang berdasarkan pada kedaulatan hukum,27 Hukumlah yang berdaulat atas negara tersebut.

Negara merupakan subjek hukum dalam arti Rechtstaat (badan hukum publik). Di zaman modern, konsep negara hukum di Eropa Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The Rule of Law”.

Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen penting, yaitu:

a. perlindungan hak asasi manusia;

26 Kusnardi, Moh dan Harmaily Ibrahim. 1988. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. PSHTN FH UI dan Sinar Bakti. Jakarta. Hlm 153

27 Budiyanto. 1999. Dasar-dasar Ilmu Tata Negara. PT. Gelora Aksara Pratama. Jakarta. Hlm. 50-51

24

b. pembagian kekuasaan;

c. pemerintahan berdasarkan undang-undang;

d. peradilan tata usaha negara.

Unsur-unsur utama konsep “rechtsstaat” diatas, tampaknya banyak dipengerahui oleh pemikiran John Locke tentang “hak-hak asasi manusia secara alamiah” (hak hidup, kemerdekaan dan hak milik) serta “asas pemisahan kekuasaan negara” ke dalam organ legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang dalam Montesqeiue, Blackstone, dan Jean Jacques Rousseau.28

A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah “The Rule of Law”, Menurut A.V. Dicey, the rule of law memiliki tiga unsur pokok berikut:

a. Supremacy of the law, memiliki kedudukan yang paling tinggi (kedaulatan hukum), baik penguasa maupun rakyat harus tunduk pada hukum.

b. Equality before the law, yaitu semua warga negara memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum.

c. Constitution based on Human Rights, yaitu adanya jaminan hak-hak asasi warga negara di dalam konstitusi (Budiyanto, 1999 : 52).

28 Abdul Razak. 2012. Peraturan Kebijakan (Beleidsregels). Republik Institute dengan Rankang Educatuion. Yogyakarta. Hlm. 39

25

Keempat prinsip “rechtsstaat” yang dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut di atas pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip ‘Rule of Law’ yang dikembangkan oleh A.V.

Dicey untuk menandai ciri-ciri negara hukum modern di zaman sekarang. Bahkan, oleh “The International Commission of Jurist”, prinsip-prinsip negara hukum itu ditambah lagi dengan prinsip peradilan bebas dan tidak memihak (independence and impartiality of judiciary) yang di zaman sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam setiap negara demokrasi. Prinsip-prinsip yang dianggap ciri penting negara hukum menurut “The International Commission of Jurists” itu adalah:

a. negara harus tunduk pada hukum;

b. pemerintah menghormati hak-hak individu;

c. peradilan yang bebas dan tidak memihak.

Utrecht membedakan antara negara hukum formil atau negara hukum klasik, dan negara hukum material atau negara hukum modern. Negara hukum formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang kedua, yaitu negara hukum materiil yang lebih mutakhir mencakup pula pengertian keadilan di dalamnya. Karena itu, Wolfgang Friedman membedakan antara ‘rule of law’ dalam arti formil yaitu dalam arti

26

‘organized public power’, dan ‘rule of law’ dalam arti materiel yaitu

‘the rule of just law’.

Pembedaan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa dalam konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak serta-merta akan terwujud secara substantif, terutama karena pengertian orang mengenai hukum itu sendiri dapat dipengaruhi oleh aliran pengertian hukum formil dan dapat pula dipengaruhi oleh aliran pikiran hukum material.

Jika hukum dipahami secara kaku dan sempit dalam arti peraturan perundang-undangan semata, niscaya pengertian negara hukum yang dikembangkan juga bersifat sempit dan terbatas serta belum tentu menjamin keadilan substantif. Karena itu, di samping istilah ‘the rule of law’ oleh Friedman juga dikembangikan istilah ‘the rule of just law’ untuk memastikan bahwa dalam pengertian kita tentang ‘the rule of law’ tercakup pengertian keadilan yang lebih esensial daripada sekedar memfungsikan peraturan perundang-undangan dalam arti sempit.

Kalaupun istilah yang digunakan tetap ‘the rule of law’, pengertian yang bersifat luas itulah yang diharapkan dicakup dalam istilah

27

‘the rule of law’ yang digunakan untuk menyebut konsepsi tentang negara hukum di zaman sekarang.29