• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

D. Ekuitas Merek

Ekuitas merek (brand equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan perusahaan. Agar aset dan liabilitas mendasari ekuitas merek, aset dan liabilitas harus berhubungan dengan nama atau simbol sebuah merek (Deperindag, 2003). Menurut Aaker (1991) dalam Durianto (2004a) ekuitas merek dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu:

1. Kesadaran merek (brand awareness) 2. Asosiasi merek (brand association)

3. Persepsi kualitas merek (brand perceived quality) 4. Loyalitas merek (brand loyalty)

Menurut Durianto et.al (2004b), konsumen memiliki kepedulian, penerimaan, maupun preferensi yang tinggi terhadap merek yang dipandang “bereputasi” atau, dalam bahasa ilmiahnya, yang memiliki ekuitas merek yang tinggi. Merek yang prestisius memiliki ekuitas merek yang tinggi. Dengan demikian merek memegang peran yang amat penting bagi perusahaan mengingat ekuitas merek yang kuat memunculkan banyak keuntungan bagi perusahaan. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, semakin kuat daya tariknya untuk menggiring konsumen mengonsumsi produk tersebut, yang selanjutnya akan mengantar perusahaan memanen keuntungan dari waktu ke waktu (Durianto et.al., 2004b).

Analisis brand equity merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi untuk menyusun strategi agar merek tersebut menjadi merek yang kuat. Kegiatan penyusunan strategi tersebut meliputi kegiatan menciptakan, mengembangkan mengimplementasikan, dan mengelola merek secara terus-menerus sampai merek tersebut menjadi kuat (Rangkuti, 2002). Aaker (1996) dalam Durianto (2004a), mengembangkan keempat sumber riset ekuitas merek menjadi lima variabel yang diusulkan sebagai indikator dalam mengukur ekuitas merek. Ke-5 variabel tersebut adalah :

1. Ukuran loyalitas : premi harga dan kepuasan/loyalitas. 2. Ukuran kepemimpinan/persepsi kualitas : persepsi kualitas. 3. Ukuran asosiasi/diferensiasi : persepsi nilai, kepribadian merek. 4. Ukuran kesadaran : kesadaran merek.

5. Ukuran perilaku pasar : pangsa pasar.

Aaker mengatakan bahwa loyalitas merek adalah aset yang paling penting dalam membangun ekuitas merek yang kuat. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Sumber : Aaker (1997) di dalam Rangkuti (2002).

Gambar 6.Konsep Ekuitas Merek Menurut David A. Aaker.

Menurut Knapp (2000), metodologi yang konsisten dapat diterapkan untuk menentukan, mengukur, dan memonitor ekuitas merek, berdasarkan hasil-hasil kumulatif yang dikumpulkan dari sejumlah faktor inti yang relevan seperti:

1. Kepemimpinan harga. 2. Kualitas yang dirasakan.

3. Perbandingan visual (kepribadian).

4. Kepercayaan (kebanggaan dan penghargaan). 5. Kesadaran.

6. Pangsa pasar.

7. Keinginan untuk membeli (konversi). 8. Kepuasan.

Ekuitas Merek (Nama, simbol)

Kesadaran Merek Persepsi Kualitas Asosiasi Merek

Aset-Aset merek lainnya

Memberikan nilai kepada pelanggan dengan memperkuat :

1. Interpretasi / proses informasi 2. Rasa percaya diri dalam pembelian. 3.Pencapaian kepuasan dari pelanggan

Memberikan nilai kepada perusahaan dengan memperkuat :

1. Efisien dan efektivitas program pemasaran. 2. Brand loyalty. 3. Harga/laba. 4. Perluasan Merek. 5. Peningkatan perdagangan. 6. Keuntungan kompetitif. Loyalitas Merek

I. Brand Awareness

Menurut Aaker (1996:90) dalam Rangkuti (2002), menyatakan bahwa kesadaran merek artinya adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Kesadaran merek juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek merupakan key of brand assets atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah (Durianto et al, 2004a).

Peran brand awareness dalam keseluruhan brand equity tergantung dari sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu merek. Piramida kesadaran merek dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah sebagai berikut :

1. Unaware of brand (tidak menyadari merek).

Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.

2. Brand recognition (pengenalan merek).

Tingkat minimal dari kesadaran merek.Hal ini penting pada saat seseorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian. Pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali dengan aided recall (lewat bantuan).

3. Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek).

Pengingatan kembali terhadap merek dengan unaided recall (tanpa bantuan). Pengingatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk.

4. Top of mind (puncak pikiran).

Merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen.

Upaya meraih kesadaran merek, baik dalam tingkat pengenalan maupun pengingatan kembali, melibatkan dua kegiatan yaitu berusaha memperoleh

identitas merek dan berusaha mengkaitkannya dengan kelas produk tertentu (Durianto et al, 2004b, dan Rangkuti, 2002).

Tingkatan kesadaran merek secara berurutan dapat digambarkan sebagai suatu piramida seperti berikut:

Gambar 7.Piramida Tingkat Brand Awareness (Durianto et al, 2004a dan Rangkuti, 2002).

Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai (Durianto et al, 2004a). Menurut Durianto et. al (2004b), sebuah merek dengan kesadaran konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Diiklankan secara luas.

2. Eksistensi yang sudah teruji oleh waktu. 3. Jangkauan distribusi yang luas.

4. Merek tersebut dikelola dengan baik.

II. Brand Association

Asosiasi merek adalah bagaimana sebuah merek dikenal oleh konsumen. Orang akan cenderung memilih mengonsumsi produk/jasa yang dia kenal baik dan dia tahu kualitasnya. Semakin dalam pemahaman orang mengenai sebuah merek, semakin tinggi kecenderungannya memilih produk/jasa itu. Semua proses ini terjadi di otak manusia, dimana konsumen secara naluri melakukan

Top Of Mind

Unaware of Brand Brand Recognition

perbandingan antar beberapa pilihan yang dia kenal. Dalam proses inilah, asosiasi yang melekat pada sebuah merek menjadi penentu pilihan (Majalah SWA Sembada no.15/21 Juli-3 Agustus 2005, hal.66, tahun 2005).

Menurut Aaker (1996) dalam Rangkuti (2002), pengertian asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakkan untuk mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek atau brand image di dalam benak konsumen.

Secara sederhana, pengertian brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk di benak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image atau hal ini disebut juga dengan brand personality (kepribadian merek) (Rangkuti, 2002).

Gambar 8.Nilai Asosiasi Merek (Rangkuti, 2002).

III. Brand Perceived Quality

Menurut David A. Aaker dalam Durianto et.al (2004a), menyatakan bahwa persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkan. Persepsi kualitas adalah salah satu kunci dimensi ekuitas merek.

Membantu proses/penyusunan informasi.

Diferensiasi/posisi.

Alasan untuk membeli

Menciptakan sikap positif

Brand Association

Persepsi kualitas memiliki atribut penting yang dapa diaplikasikan dalam berbagai hal, seperti:

1. Kualitas aktual atau obyektif.

Perluasan ke suatu bagian dari produk/jasa yang memberikan pelayanan lebih baik.

2. Kualitas isi produk.

Karakteristik dan kuantitas unsur, bagian, atau pelayanan yang disertakan. 3. Kualitas proses manufaktur.

Kesesuaian dengan spesifikasi; hasil akhir yang tanpa cacat (zero defect). (Durianto et.al, 2004a).

Mengacu pada pendapat David A. Garvin dalam Durianto et.al (2004b), dimensi perceived quality dibagi menjadi tujuh, yaitu:

1. Kinerja : melibatkan berbagai karakteristik operasional utama.

2. Pelayanan : Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut.

3. Ketahanan : Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.

4. Keandalan : Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya.

5. Karakteristik poduk : Bagian-bagian tambahan dari suatu produk.

6. Kesesuaian dengan spesifikasi : merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji. 7. Hasil : mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam

dimensi sebelumnya. (Durianto et.al, 2004b).

IV. Brand Loyalty

Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga maupun

atribut yang lain. (Durianto et. al, 2004b). Loyalitas merupakan hasil akumulasi pengalaman penggunaan produk. Tingkatan loyalitas merek adalah sebagai berikut :

1. Switcher / Price Buyer (Pembeli yang berpindah-pindah).

Merupakan tingkat loyalitas yang paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal semua merek dianggap memadai.

2. Habitual Buyer (Pembeli yang bersifat kebiasaan).

Pembeli yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi suatu merek produk. Mereka membeli suatu merek karena faktor kebiasaan.

3. Satisfied Buyer (Pembeli yang puas dengan biaya peralihan).

Adalah kategori pembeli yang puas dengan merek yang mereka konsumsi. Namun mereka dapat saja berpindah merek dengan menanggung switching cost (biaya peralihan).

4. Likes the Brand (Menyukai merek).

Adalah kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. 5. Commited Buyer (Pembeli yang berkomitmen).

Adalah kategori pembeli yang setia. Mereka mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa sebenarnya penggunanya. (Duriato et. al, 2004b).

Fungsi brand loyalty bagi perusahaan adalah, reduced marketing cost (mengurangi biaya pemasaran), trade leverage (meningkatkan perdagangan), attracting new customers (menarik minat pelanggan baru), dan provide time to respond to competitive threats (memberi waktu untuk menghadapi ancaman persaingan) (Durianto et. al, 2004a).

V. Cause Marketing

Menurut Kertajaya (2004), ada elemen lain yang dapat meningkatkan ekuitas suatu merek, yakni cause marketing. Cause marketing adalah aktivitas pemasaran yang mencakup segala hal yang terkait dengan upaya mengetahui siapa

sebenarnya pelanggan perusahaan, apa yang sebenarnya penting bagi mereka, dan menunjukkan diri bahwa perusahaan merasakan hal yang sama. Banyak perusahaan yang memang mendapatkan manfaat yang besar dari cause marketing yang mereka lakukan. Menurut survei yang dilakukan oleh Cone/Rope di Amerika Serikat tahun 1999 dalam Kertajaya (2004), menyatakan bahwa terdapat 83% warga AS yang memiliki citra positif terhadap perusahaan yang peduli terhadap isu-isu penting yang terdapat di masyarakat. 2/3 dari warga AS menyatakan, apabila produk dan harganya sebanding, mereka akan memilih merek-merek yang peduli isu-isu penting yang mereka hadapi. Bahkan 68% dari mereka tidak keberatan membayar lebih untuk merek-merek yang peduli isu-isu penting.

Menurut Jed Pearsall, di dalam Kertajaya (2004) menyatakan bahwa, semakin lama banyak orang yang cenderung resisten terhadap iklan. Tidak hanya itu, mereka justru menuntut agar perusahaan mau terlibat dalam isus-isu penting dalam masyarakat. Prinsip cause marketing ini selaras dengan emotional branding. Pada akhirnya, cause marketing dapat meningkatkan ekuitas merek, sekaligus menciptakan forum yang membuat hubungan antara pelanggan dan perusahaan semakin dalam (Kertajaya, 2004).

Dokumen terkait