• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

USER TOTAL Kimbo Farmhouse

Merek yang dipilih (Bila Kimbo Rp. 25.000/25 Batang & Farmhouse Rp.

25.000/25 Batang) Jml % Jml %

Jml %

Kimbo 83 83 4 10.81 87 63.5

Farmhouse 17 17 33 89.19 50 36.5

Total 100 100 37 100.00 137 100.0

Jika dilihat pada Tabel 5, secara umum menunjukkan bahwa konsumen merek Kimbo dan merek Farmhouse masih cukup loyal dengan mereknya masing-masing. Sejumlah 83,00% konsumen merek Kimbo masih setia mengkonsumsi sosis merek Kimbo, dan sejumlah 89,19% konsumen merek Farmhouse, juga masih setia mengkonsumsi sosis merek Farmhouse. Namun apabila diperhatikan secara keseluruhan, merek sosis Kimbo menjadi pilihan utama, jika kedua produk sosis (Kimbo dan Farmhouse) berada pada tingkat harga yang sama. Sosis merek Kimbo dipilih oleh 63,50% responden, sedangkan sosis merek Farmhouse hanya 36,50% rresponden.

Pada pengukuran harga optimum selanjutnya, seluruh responden ditanya informasi mengenai kesediaannya untuk membeli produk sosis merek Kimbo dan

dengan rentang lima titik. Hasil pengukurannya dapat dilihat pada Lampiran 23. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan menunjukkan bahwa tingkat harg optimum yang dimiliki oleh sosis merek Kimbo, dimana konsumen masih bersedia untuk membayar, adalah pada tingkat harga Rp. 26.000/25 batang. Pada tingkat harga tersebut jumlah responden yang setuju masih tinggi dibandingkan yang tidak setuju. Jika harga yang ditawarkan lebih dari Rp.26.000, responden sudah keberatan untuk membeli sosis merek Kimbo.

Untuk sosis merek Farmhouse, belum memiliki harga yang optimum, karena di pasaran harganya sudah melebihi harga sosis merek Kimbo, yakni Rp.27.000/25 batang. Karena itu, mungkin bagi konsumen harga tersebut sudah menjadi harga optimum, dan jika dinaikkan lagi, konsumen sudah tidak bersedia lagi untuk membelinya. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 23, dimana pada tingkat harga Rp.28.000/25 batang, jumlah konsumen yang setuju lebih kecil dibandingkan jumlah konsumen yang tidak setuju.

Selanjutnya pengukuran brand loyalty, akan ditinjau dari segi karakteristik pembeli. Karakteristik pembeli ini dibagi menjadi switcher / price buyer, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand, dan commited buyer. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 24, 25, 26, 27, dan 28.

Menurut Durianto et. al (2004b), menyatakan bahwa switcher buyer merupakan pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.

Pada Lampiran 24 dapat dilihat hasil perhitungan switcher buyer dari kedua merek sosis, baik Kimbo maupun Farmhouse. Untuk mendapatkan informasi mengenai switcher buyer ini, maka dalam kuesioner diajukan pertanyaan “Apakah Anda setuju bahwa alasan membeli merek produk sosis yang terakhir Anda makan adalah faktor harga?”. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tingkat konsumen merek Kimbo yang merupakan switcher buyer adalah

sebesar 35,00%, dan tingkat konsumen merek Farmhouse yang merupakan switcher buyer adalah sebesar 48,65%. Jumlah ini memperlihatkan bahwa cukup banyak konsumen kedua merek yang membeli produk sosis karena faktor harga. Sehingga jika ada merek sosis lain yang harganya lebih murah, besar kemungkinan mereka akan berpindah ke merek lain. Nilai rata-rata responden switcher baik untuk merek sosis Kimbo maupun merek sosis Farmhouse masuk dalam kategori cukup (rentang skala 2,6-3,4).

Tingkatan selanjutnya adalah habitual buyer , pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini (Durianto et. al, 2004b).

Pada Lampiran 25 dapat dilihat hasil perhitungan habitual buyer dari kedua merek sosis, baik Kimbo maupun Farmhouse. Untuk mendapatkan informasi mengenai habitual buyer ini, maka dalam kuesioner diajukan pertanyaan “Apakah Anda setuju bahwa alasan membeli merek produk sosis yang terakhir Anda makan adalah faktor kebiasaan?”. Berdasarkan hasil perhitungan habitual buyer kedua merek sosis tersebut, tingkat habitual buyer yang dimiliki oleh sosis merek Kimbo adalah sebesar 50,00%, dan merek sosis Farmhouse sebesar 40,54%. Jumlah ini memperlihatkan bahwa setengah dari user merek Kimbo mengkonsumsi sosis merek Kimbo karena kebiasaan, hal ini mungkin dikarenakan sosis merek Kimbo yang sudah ada cukup lama (sekitar 11 tahun) dan dikonsumsi secara turun-temurun, serta sosis Kimbo memiliki jaringan distribusi yang cukup luas, sehingga konsumen terbiasa untuk mengkonsumsi sosis merek Kimbo. Hal ini didukung pula pada perhitungan persepsi kualitas dan asosiasi sebelumnya, sosis merek Kimbo memiliki pengakuan yang baik dalam hal ‘produknya mudah diperoleh”. Untuk nilai rata-rata habitual buyer sosis merek Kimbo masuk dalam skala baik (rentang skala 3,4-4,2).

Untuk sosis merek Farmhouse yang memiliki persentase habitual buyer sebesar 40,54%, memperlihatkan bahwa masih sedikit jumlah konsumennya yang mengkonsumsi sosis merek Farmhouse karena faktor kebiasaan. Hal ini

dikarenakan pada pengukuran harga optimum sebelumnya sosis merek Farmhouse memiliki harga di pasaran yang cukup tinggi yakni Rp.27.000/ 25 batang, sehingga sedikit konsumen yang menjadikan kebiasaan untuk mengkonsumsinya. Untuk nilai rata-rata habitual buyer sosis merek Farmhouse masuk dalam skala cukup (rentang skala 2,6-3,4).

Pada tingkatan satisfied buyer, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. Untuk dapat menarik minat pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal) (Durianto et. al, 2004b).

Pada Lampiran 26 dapat dilihat hasil perhitungan satisfied buyer. Untuk mendapatkan informasi mengenai satisfied buyer ini, maka dalam kuesioner diajukan pertanyaan “Apakah Anda setuju kalau Anda mendapatkan kepuasaan di dalam mengkonsumsi produk sosis tersebut sebelumnya?”. Berdasarkan hasil perhitungan, sosis merek Kimbo memperoleh persentase sebesar 58,00% dan sosis merek Farmhouse memperoleh persentase sebesar 75,68%. Secara umum, user dari kedua merek sosis baik itu Kimbo maupun Farmhouse setuju memperoleh kepuasan dalam mengkonsumsi kedua merek tersebut. Ini membuktikan bahwa kedua user menemukan kepuasan dalam mengkonsumsi kedua merek tersebut. Untuk nilai rata-rata satisfied buyer sosis merek Kimbo masuk dalam skala baik (rentang skala 3,4-4,2). Sedangkan, Untuk nilai rata-rata satisfied buyer sosis merek Farmhouse masuk dalam skala baik juga (rentang skala 3,4-4,2).

Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas liking the brand ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisas saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. Meskipun

demikian sering kali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik (Durianto et. al, 2004b).

Pada Lampiran 27 dapat dilihat hasil perhitungan liking the brand. Untuk mendapatkan informasi mengenai liking the brand ini, maka dalam kuesioner diajukan pertanyaan “Apakah Anda setuju bahwa Anda benar-benar menyukai merek produk sosis yang terakhir Anda makan?”. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dilihat bahwa sosis merek Kimbo memiliki jumlah konsumen yang merupakan liking the brand sebesar 61,00%, dan merek sosis Farmhouse sebesar 67,57%. Secara keseluruhan untuk nilai liking the brand sosis merek Farmhouse lebih unggul dibandingkan sosis merek Kimbo.

Meskipun kalah dari sosis merek Farmhouse, nilai rata-rata sosis merek Kimbo masuk ke dalam skala baik (rentang skala 3,4-4,2). Nilai persentasi liking the brand yang diperoleh sosis merek Kimbo juga cukup tinggi (61,00%), hal ini dikarenakan sosis merek Kimbo benar-benar disukai oleh konsumennya. Sosis merek Kimbo disukai oleh konsumennya, karena berdasarkan hasil persepsi kualitas sebelumnya sosis merek Kimbo dipersepsikan sebagai sosis yang bergizi, dan aman untuk dikonsumsi (dengan nilai rata-rata baik, yakni 3,99), dan dari segi rasa konsumen memiliki persepsi bahwa sosis merek Kimbo memiliki rasa yang enak, nikmat, dan aromanya wangi (dengan nilai rata-rata baik, yakni 3,96). Selain itu, dalam pengukuran asosiasi sebelumnya, dalam benak konsumen, sosis merek Kimbo telah memiliki image bahwa produknya pasti halal, dan sosisnya serbaguna (dapat diolah menjadi apa saja).

Untuk sosis merek Farmhouse, telah memiliki nilai yang tinggi untuk liking the brand yakni sebesar, 67,57%, ini menandakan bahwa hampir semua user Farmhouse, membeli produknya karena benar-benar menyukai produk Farmhouse tersebut. Sosis merek Farmhouse disukai oleh konsumennya, karena berdasarkan hasil perhitungan persepsi kualitas sebelumnya, sosis merek Farmhouse telah dipersepsikan sebagai sosis yang rasanya enak, nikmat, dan produknya wangi (dengan nilai rata-rata baik, yakni 3,74), dan sosis yang aman serta bergizi untuk dikonsumsi (dengan nilai rata-rata baik, yakni 3,77). Dalam perhitungan asosiasi merek, sosis merek Farmhouse, juga telah dipercaya oleh

konsumennya sebagai sosis yang halal, serta serbaguna (dapat diolah menjadi apa saja). Untuk nilai rata-rata liking the brand sosis merek Farmhouse masuk dalam skala baik (rentang skala 3,4-4,2).

Pada tahapan commited buyer pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain (Durianto et. al, 2004b).

Pada Lampiran 28dapat dilihat hasil perhitungan commited buyer. Untuk mendapatkan informasi mengenai commited buyer ini, maka dalam kuesioner diajukan pertanyaan, “Apakah Anda setuju untuk menyarankan atau mempromosikan kepada orang lain untuk membeli merek produk sosis yang terakhir Anda makan?”. Hasil perhitungan commited buyer menunjukkan bahwa user merek Kimbo yang termasuk adalah sebesar 53,00%, dan user merek Farmhouse yang termasuk adalah sebesar 45,95%. Secara keseluruhan, merek sosis Kimbo memiliki nilai user yang termasuk dalam commited buyer lebih tinggi dibandingkan merek sosis Farmhouse. Artinya, pengguna sosis merek Kimbo cukup loyal, sehingga mereka mempromosikan merek yang mereka gunakan kepada orang lain, walaupun mereka sensitif terhadap harga. Mereka mungkin akan tetap loyal selama tidak ada produk berkualitas dengan harga murah di pasaran. Untuk nilai rata-rata commited buyer sosis merek Kimbo dan Farmhouse masuk dalam skala baik (rentang skala 3,4-4,2).

Berikutnya adalah pengukuran Switching cost, pengukuran terhadap variabel ini dapat mengindikasikan loyalitas pelanggan terhadap suatu merek. Pada umumnya jika biaya untuk berganti merek sangat mahal, pelanggan akan enggan untuk berganti merek sehingga laju penyusutan dari kelompok pelanggan dari waktu ke waktu akan rendah.

Dalam analisis switching cost ini digunakan brand switching pattern matrix, untuk menghitung ProT (Possibility Rate of Transition = kemungkinan

perpindahan merek) dari berbagai merek produk sejenis yang beredar di pasar. Rumusnya adalah sebagai berikut:

ProT = -1/1 Ln(ALx / Atx x 100% x t) Keterangan :

ProT : Kemungkinan tingkat perpindahan suatu merek. ALx : Konsumen yang tetap setia/loyal terhadap merek X. Atx : Total konsumen yang diteliti dari merek X.

t : Banyaknya penelitian.

Semakin besar nilai ProT yang diperoleh, diperkirakan tingkat loyalitas pelanggan semakin mengecil (Durianto et. al, 2004b).

Untuk mengetahui perpindahan merek dari merek sosis Kimbo dan merek sosis Farmhouse ke merek lain, diajukan pertanyaan, “Selain merek terakhir yang Anda makan, merek produk sosis apa yang paling ingin Anda coba di masa mendatang?”, pada kuesioner. Informasi yang didapatkan dari hasil tabulasi kuesioner dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Tabel Perhitungan Brand Switching Matrix

Brand Switching Matrix

Dari \ Ke Kimbo Farmhouse Merek Lain Total %

Kimbo 68 9 23 100 73

Farmhouse 6 17 14 37 27

Total 74 26 37 137 100

Berdasarkan perhitungan pada Tabel 6, menunjukkan bahwa merek produk sosis yang paling ingin dicoba di masa datang adalah produk sosis merek Kimbo. Selain itu, sebagian besar (68 orang) dari konsumen Kimbo masih cukup loyal dengan memilih untuk tidak pindah ke merek lain. Akan tetapi, berbeda dengan konsumen sosis merek Farmhouse, dimana cukup banyak konsumennya yang ingin pindah ke merek lain yakni sejumlah 14 orang, sementara yang tetap loyal sejumlah 17 orang. Dapat disimpulkan bahwa konsumen Farmhouse kurang loyal terhadap mrerek yang digunakannya.

Dari hasil perhitungan yang didapat pada Tabel 6, maka dihitung nilai ProT masing-masing merek, Kimbo dan Farmhouse, yang hasilnya disajikan pada

Tabel 7. Dapat dilihat pada Tabel 7, bahwa nilai ProT yang dimiliki oleh Farmhouse lebih besar daripada nilai ProT yang dimiliki oleh sosis merek Kimbo, ini menunjukkan kecenderungan konsumen Farmhouse untuk tidak loyal lebih besar dibandingkan konsumen merek Kimbo.

Tabel 7. Tabel Perhitungan Possibility Rate of Transition

PRoT/Merek PRoT (%) Percentage of Unloyal (%) Attrition Rate (%) Switcher (%) Kimbo 38.57 32.00 6.57 35 Farmhouse 77.77 54.05 23.72 48.65

Dapat dilihat pada Tabel 7, nilai dari percentage of unloyal yang dimiliki oleh konsumen sosis merek Farmhouse juga cukup tinggi, dibandingkan konsumen sosis merek Kimbo. Sementara itu nilai attrition rate memperlihatkan bahwa dari seluruh konsumen merek Farmhouse, akan ada sebanyak 23,72% yang akan berpindah ke merek lain, hal ini berbeda sangat jauh dengan merek Kimbo, yang memiliki nilai attrition rate hanya 6,57%. Data switcher menguatkan indikasi bahwa keinginan untuk berpindah merek adalah karena faktor harga (sensitif terhadap harga).

Rangkuman dari pengukuran brand loyalty konsumen terhadap sosis merek Kimbo dan Farmhouse dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar 20. Gambar tersebut memperlihatkan bentuk piramida yang terbalik, hal ini bertujuan menjelaskan bahwa semakin banyak jumlah commited buyer, maka tingkat loyalitas merek tersebut semakin baik (Durianto et. al, 2004a).

Dapat dilihat pada piramida loyalitas merek sosis Kimbo bentuk piramidanya hampir menbentuk segitiga terbalik (bentuk yang ideal), jumlah persentasenya mengalami kenaikan hingga tahap liking the brand, akan tetapi mengalami penurunan pada tahap commited buyer. Hal ini dapat disimpulkan bahwa konsumen merek sosis Kimbo sudah loyal terhadap merek Kimbo selama ini. Terlihat dari secara umum merek telah mencapai tahap liking the brand (sebesar 61,00%), bahkan masih banyak juga konsumen yang sangat loyal terlihat dari besarnya presentase commited buyer yang tidak terlalu jauh dengan liking the

Kimbo, terlihat dari nilai ProT yang telah disajikan sebelumnya, tidak terlalu besar, dan tingkat perpindahannya ke merek lain pun tidak besar (Attrition rate).

Gambar 19. Piramida Loyalitas Sosis Merek Kimbo.

Untuk konsumen Farmhouse, jika dilihat pada Gambar 20, terlihat bahwa gambar piramidanya belum membentuk segitiga yang terbalik (bentuk yang ideal), nilai persentasenya mengecil pada tahap habitual buyer, liking the brand, dan commited buyer. Secara umum konsumen Farmhouse belum atau kurang loyal terhadap merek Farmhouse, karena sebagian besar dari mereka termasuk dalam tahap satisfied buyer, yang artinya mereka sudah puas akan tetapi masih memungkinkan terjadinya perpindahan ke merek lain dengan adanya biaya peralihan (switching cost), meskipun perbedaannya tidak terlalu jauh dengan tahap liking the brand. Hal ini didukung pula, dengan nilai ProT dari sosis merek Farmhouse yang cukup besar, serta nilai tingkat perpindahan (attrition rate) yang besar, sehingga jika biaya peralihan yang ditawarkan cukup rendah, mereka akan berpindah ke merek lain. Tingkat switcher buyer pada merek Farmhouse juga cukup tinggi, artinya jika ada produk sejenis yang lain dengan harga yang lebih rendah, akan banyak konsumen Farmhouse yang berpindah ke merek lain.

53.00% 61.00% 58.00% 50.00% 35.00% Commited Buyer

Liking The Brand

Satisfied Buyer

Habitual Buyer

Gambar 20. Piramida Loyalitas Sosis Merek Farmhouse.

5. Cause Marketing (Tingkat Kepedulian Merek, dan Hubungan Konsumen Dengan Merek)

Menurut Jed Pearsall, di dalam Kertajaya (2004) menyatakan bahwa, semakin lama banyak orang yang cenderung resisten terhadap iklan. Tidak hanya itu, mereka justru menuntut agar perusahaan mau terlibat dalam isus-isu penting dalam masyarakat. Prinsip cause marketing ini selaras dengan emotional branding. Pada akhirnya, cause marketing dapat meningkatkan ekuitas merek, sekaligus menciptakan forum yang membuat hubungan antara pelanggan dan perusahaan semakin dalam (Kertajaya, 2004).

Pengukuran cause marketing ini dilakukan kepada seluruh responden (200 orang), untuk melihat sejauh mana hubungan suatu merek sosis (Kimbo atau Farmhouse) dengan para konsumen di wilayah Cibubur. Pengukuran cause marketing ini juga dilakukan melalui dua tahapan yakni menghitung nilai brand care (tingkat kepedulian suatu merek terhadap konsumen), dan brand relationship (seberapa jauh dan bagaimana hubungan yang terjalin antara merek dengan konsumen). Pengukuran ini melibatkan seluruh responden, karena masalah kepedulian dan relationship ini merupakan hubungan antara suatu merek dengan suatu masyarakat, terutama di wilayah Cibubur.

45.95% 67.57% 75.68% 40.54% 48.65% Commited Buyer

Liking The Brand

Satisfied Buyer

Habitual Buyer

Untuk hasil perhitungan brand care dapat dilihat pada Tabel 8, dimana dapat dilihat bahwa produk sosis merek Kimbo mendapatkan nilai paling tinggi, yani sekitar 40,87% konsumen di wilayah Cibubur memilihnya sebagai merek paling peduli. Kemudian diikuti oleh merek sosis Farmhouse dan merek sosis Sozzis, dengan nilai masing-masing yakni, 26,01%, dan 17,96%. Ini berarti, sosis merek Kimbo telah dianggap peduli terhadap konsumennya oleh para responden di wilayah Cibubur, karena sosis merek Kimbo, sebagai produk makanan, telah meyakinkan para konsumennya bahwa produknya halal, terlihat pada kemasannya yang mencantumkan logo halal, kemudian mutu dan kualitasnya yang dipercaya oleh konsumen, sehingga produk sosis merek Kimbo aman serta bergizi untuk dikonsumsi.

Tabel 8. Tabel Tingkatan Merek Yang Paling Peduli

Merek Yang Perduli Terhadap Konsumen Total % of Total Kimbo 132 40.87 Farmhouse 84 26.01 Sozzis 58 17.96 Winners 7 2.17 Fiesta 22 6.81 Kemchick 5 1.55 Bernardi 14 4.33 Doux 1 0.31 Total 323 100.00

Berikutnya untuk perhitungan brand relationship, antara merek sosis Kimbo dan merek sosis Farmhouse, hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 29. Kedua produk sosis secara umum, dianggap memiliki hubungan yang biasa-biasa saja oleh para konsumen di wilayah Cibubur, dengan masing-masing nilainya adalah 35,00% untuk sosis merek Kimbo, dan 41,50% untuk sosis merek Farmhouse. Jumlah persentase responden yang sudah memiliki hubungan yang erat dan sangat erat dengan sosis merek Kimbo, sudah cukup bagus yakni masing-masing sebesar 27,50% dan 24,50%, sementara jumlah persentase responden yang sudah memiliki hubungan yang erat dan sangat erat dengan sosis merek Farmhouse, masih relatif sedikit yakni masing-masing sebesar 27,50% dan 24,50%.

Oleh karena itu, merek sosis Kimbo dan Farmhouse harus terus mengembangkan aktivitas-aktivitas pemasaran yang berorientasi pada konsumen, sehingga mendapatkan dukungan, dipercaya, serta diyakini dapat menghasilkan sebuah hubungan yang tidak hanya dengan perusahaan, tetapi dengan konsumen.

II.Analisis Nilai Ekuitas Merek Dengan Metode Structural Equation Modelling.

Ekuitas merek adalah salah satu aset yang ada dapat membangun sebuah merek. Adapun aset-aset yang dapat membangun merek tersebut, terdiri dari aset tangible, yang meliputi atribut fungsional (mengedepankan kelebihan fungsi dan kegunaan suatu merek dari merek yang lain), dan aset intangible, yang meliputi atribut emosional (sebuah merek mampu memenuhi harapan-harapan emosi dari konsumen). Ekuitas merek dapat menimbulkan dampak positif dan negatif, dampak positif tersebut dapat dibangun dengan pelaksanaan strategi promosi yang efektif serta konsistensi sebuah merek dalam memenuhi dan melayani harapan para pelanggan atau konsumen, sedangkan dampak negatif terjadi karena sistem manajemen yang buruk (Kamus Wikipedia, 2006).

Menurut Durianto et.al (2004a), konsumen memiliki kepedulian, penerimaan, maupun preferensi yang tinggi terhadap merek yang dipandang “bereputasi” atau, dalam bahasa ilmiahnya, yang memiliki ekuitas merek yang tinggi. Merek yang prestisius memiliki ekuitas merek yang tinggi. Dengan demikian merek memegang peran yang amat penting bagi perusahaan mengingat ekuitas merek yang kuat memunculkan banyak keuntungan bagi perusahaan. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, semakin kuat daya tariknya untuk menggiring konsumen mengonsumsi produk tersebut, yang selanjutnya akan mengantar perusahaan memanen keuntungan dari waktu ke waktu (Durianto et.al., 2004).

Analisis brand equity merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi untuk menyusun strategi agar merek tersebut menjadi merek yang kuat. Kegiatan penyusunan strategi tersebut meliputi kegiatan menciptakan, mengembangkan mengimplementasikan, dan mengelola merek secara terus-menerus sampai merek tersebut menjadi kuat (Rangkuti, 2002). Menurut Kapferer dalam Rangkuti

(2002), apabila suatu konsep merek yang kuat dapat dikomunikasikan secara baik kepada pasar sasaran yang tepat, maka merek tersebut akan menghasilkan brand image yang dapat mencerminkan identitas merek yang jelas.

Analisis ekuitas merek pada penelitian ini menggunakan metode structural equation modelling (SEM). SEM adalah sebuah teknik analisis statistika yang mengkombinasikan beberapa aspek yang terdapat pada analisis jalur dan analisis faktor konfirmatori untuk mengestimasi beberapa persamaan secara simultan (Hisyam, 2003 dalam w ww.olahdat a.com ). SEM atau LISREL (Linear Structural Relations) juga merupakan pendekatan yang terintegrasi antara analisis data dengan konstruksi konsep. Di dalam SEM peneliti dapat melakukan tiga kegiatan secara serempak, yaitu pemeriksaan validitas dan reliabilitas instrumen (setara dengan faktor analisis konfirmatori), pengujian model hubungan antar variabel laten (setara dengan analisis path), dan mendapatkan model yang bermanfaat untuk prakiraan (setara dengan model struktural atau analisis regresi) (Solimun, 2002).

Untuk input data digunakan software SPSS versi 13.0 dan untuk perhitungan Structural Equation Modelling-nya digunakan software LISREL versi

Dokumen terkait