• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 TINJAUAN KHUSUS DIVISI INDUSTRIAL AFFAIRS

4.3 Technical Services Department and Health, Safety, and Environment

4.3.2 Health, Safety, and Environment Department

4.3.2.3 Environment

Dalam bidang lingkungan, tanggung jawab HSE department adalah dalam hal:

a. Environmental Management System (EMS)

Meliputi seluruh sistem pendokumentasian standar lingkungan yang berada di PT Aventis Pharma Indonesia. Laporan implementasi Rencana Kegiatan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan lingkungan (RPL) disusun oleh perusahaan untuk dilaporkan ke Badan Pemeriksa Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) tiap 3 bulan sekali.

b. Environmental Risk Assessment (ERA)

Environmental Risk Assessment (ERA) merupakan program yang mencakup analisis dampak lingkungan hidup bagi seluruh karyawan PT Aventis Pharma. Program ini mencakup segala kegiatan dan aspek-aspeknya, fasilitas, dan lingkungan yang dapat memberikan dampak bagi kesehatan dan keselamatan karyawan.

c. Waste Management System

Merupakan usaha dalam pengelolaan sampah, dengan melakukan waste minimizing maupun reduction dengan cara eliminasi/reduksi, daur ulang, dan disposal (insinerasi atau ditanam). Limbah yang dihasilkan ini harus dikelola agar tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Jenis limbah dari PT Aventis Pharma adalah limbah padat, limbah cair, limbah suara, dan limbah gas. Alur penanganan limbah dapat dilihat pada Lampiran 13. Limbah padat ada dua macam, yaitu:

1. Limbah padat B3

Pengelolaan limbah padat B3 (misalnya hasil pemeriksaan laboratorium, produk expired, produk rejected, bahan padat yang kontak langsung dengan bahan obat maupun obat jadi, dan debu obat dari dust collector), dilakukan oleh PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri). Limbah tersebut disimpan di waste storage, kemudian dibawa ke PPLI setelah 90 hari.

2. Limbah padat non B3 (bahan berbahaya dan beracun)

Limbah padat non B3, misalnya sampah dari kantor, pengelolaannya adalah dengan dijual atau dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir oleh petugas seminggu 2 kali.

Limbah cair ada tiga macam, yaitu:

1. Limbah cair B3

Limbah cair B3 seperti limbah dari laboratorium berupa zat organik, anorganik, alkohol, asam, garam, juga dari TSD seperti NaOH untuk pembuatan purified water, air aki, dan sodium metabisulfit dikelola di PPLI. Limbah cair B3 disimpan dalam waste storage. Limbah cair B3 yang beratnya <50 kg/hari boleh disimpan lebih dari 90 hari, tetapi jika beratnya >50 kg/hari tidak boleh disimpan lebih dari 90 hari.

2. Limbah cair non B3

Limbah cair non B3 seperti limbah cair domestik (air cucian, septic tank, kantin, dan kantor) dikelola melalui IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau waste water treatment plant (WWTP), karena menurut peraturan pemerintah limbah cair harus diolah dulu sebelum dibuang.

3. Limbah cair berupa oli

Limbah cair berupa oli yang digunakan untuk perawatan kompresor dan genset disimpan dalam waste storage untuk kemudian dikirimkan ke pengolah limbah PT Nirmala Tipa. Pengolah limbah cair yang lain adalah PT Dongwoo, tapi PT Dongwoo juga mengirimkan limbah padat hasil olahannya ke PPLI sebagai satu-satunya pengolah limbah B3 maupun non B3 baik cair maupun padat. Menurut Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta No. 582/1995 tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Baku Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta N0.299/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta, maka ditetapkan buangan limbah cair PT Aventis Pharma Indonesia dibuang ke kali Sunter dimana peruntukannya adalah untuk pertanian dan usaha perkantoran. Buangan limbah cair tersebut sebelum dibuang harus diperiksa dan parameternya harus memenuhi persyaratan yang dapat dilihat pada Tabel 6.

IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau WWTP (Waste Water Treatment Plant) digunakan untuk mengolah air (limbah cair non B3) sebelum dibuang ke lingkungan. Air yang berasal dari pabrik ini harus diolah terlebih dahulu karena masih mengandung zat-zat yang berbahaya yang dapat mencemari lingkungan. Bagan WWTP dapat dilihat pada Lampiran 14. Pada intinya, prinsip dari WWTP adalah sebagai berikut:

1) Limbah dari office building 1 dan 2 akan masuk ke dalam septic tank, kemudian airnya dialirkan masuk ke Collecting pit (CP) 1. Limbah dari Multi Purpose Building (MPB), Quality control (QC), dan Workshop akan masuk septic tank, kemudian airnya dialirkan masuk CP 2. Limbah dari factory masuk ke dalam septic tank kemudian airnya dialirkan ke CP 3. Air dari CP 1, CP 2, dan CP 3 akan masuk dengan menggunakan switch level, jika tinggi permukaan cairan di masing-masing CP sudah mencapai batas maka pompa akan secara otomatis mengalirkan cairan ke equalization tank (di atasnya terdapat perforated screen/penyaring kotoran seperti daun, plastik, dan lain-lain).

2) Di equalization tank, dimana air dengan berbagai konsentrasi dan kondisi dari ketiga collecting pit tersebut mengalami ekualisasi sehingga parameter variatif dapat disetarakan untuk meringankan beban aerasi. Kapasitas equalization tank adalah 50 m3 dan aliran yang terjadi per harinya adalah 100 m3, proses ini memakan waktu 8 jam, sementara total pengolahan air adalah 24 jam.

3) Selanjutnya, air masuk ke dalam aeration tank dengan menggunakan switch level dimana terjadi aerasi untuk memberikan udara (oksigen) yang cukup bagi bakteri pengurai (sebagai syarat aerasi) dan menghilangkan bau. Dalam proses aerasi ini digunakan proses biologik aerobik dengan menggunakan bakteri aerob (pembiakan bakteri sebesar 50 m3 yang dibiakkan dan dibiarkan selama kurang lebih 10 jam).

4) Selanjutnya aliran limbah menuju sedimentation tank. Bakteri yang mati, kotoran, tanah, partikel padat akan tersedimentasi (proses overflow tanpa pompa) menjadi sludge dan diendapkan dalam sedimentation tank yang berbentuk kerucut di dasar, sludge mengendap ke bawah sementara air

bersih berada di atas. Dari sedimentation tank, air akan dialirkan ke clean water tank yang sebelumnya telah mengalami klorinasi dengan hipoklorit NaOCl 12% untuk membunuh sisa bakteri yang belum tersedimentasi (kecepatan tetesan diatur) kemudian dialirkan ke sungai. Sebelum air dibuang ke sungai, harus dilakukan pemeriksaan BOD, COD, pH, total nitrogen, TSS (Total Suspended Solid), KMnO4, antibiotika, dan kadar fenol terlebih dahulu setiap 24 jam sekali. Pemeriksaan dilakukan menggunakan instrumen dan reagen khusus sesuai protap.

5) Sludge (lumpur) yang telah diendapkan dalam sedimentation tank akan masuk ke sludge tank dengan menggunakan pompa. Kemudian sludge dikeringkan dalam sludge drying bed. Sludge kering selanjutnya dibawa ke PPLI untuk proses lebih lanjut.

6) Khusus untuk limbah cair yang berasal dari sisa mencuci alat yang mengandung antibiotik dipisahkan, kemudian diproses terlebih dahulu dalam pre-treatment tank untuk merusak struktur molekul antibiotik sehingga tidak mengganggu proses aerasi karena antibiotik dapat membunuh bakteri yang ditumbuhkan dalam aeration tank.

4.4 Plant Logistic Department (Prosedur Tetap Plant Logistic, 2010) Plant Logistic Department ini terdiri dari 2 bagian, yaitu warehouse dan planning. Planning membawahi Inter-company Section, Export Section, dan External manufacturing Section. Plant Logistic Department di PT Aventis Pharma Indonesia ini dapat dipahami fungsinya sebagai departemen yang menjembatani komunikasi antara bagian produksi dan pemasaran. Plant Logistic Department bertugas untuk melakukan perencanaan pengadaan material yang akan dipakai pada proses produksi obat, penyusunan jadwal proses produksi di pabrik, dan mengendalikan persediaan bahan baku dan produk jadi yang ada di gudang. Tugas Plant Logistic adalah menerima forecast yang telah dibuat oleh bagian pemasaran untuk kemudian dianalisis dengan mempertimbangkan prioritas, Plant Cycle Time, dan Track Record dari pemasaran, kemudian bersama bagian produksi menyusun rencana produksi. Demikian pula dengan pengadaan barang di gudang dibuat dengan dasar perkiraan (forecast) terhadap penjualan obat jadi atau

distribusi obat jadi ke supplier atau Pedagang Besar Farmasi (PBF). Rencana produksi disusun berdasarkan kebutuhan pasar akan barang-barang, stok barang di gudang, dan berdasarkan jadwal penggunaan mesin untuk produksi obat lain.

Forecast dari pemasaran tidak diterima begitu saja oleh Plant Logistic, pemasaran harus memberikan presentasi dan argumen yang kuat berkaitan dengan forecast yang dibuatnya serta estimasi kemampuannya untuk memasarkan produk.

Karena tidak selamanya forecast yang diberikan pemasaran disertai kemampuan untuk memasarkannya, perlu bagi Plant Logistic untuk menganalisis lebih lanjut.

Jumlah permintaan berdasarkan forecasting sangat tergantung dari kegiatan pemasaran bulan itu misalnya sedang ada kegiatan sosial atau advertising dimana dimungkinkan jumlah penjualan besar yang harus ditunjang oleh produksi. Tetapi harus tetap dijaga untuk mencegah terjadinya over stock. Sosialisasi forecast dijabarkan dalam Sales and Operation Planning (S&OP) yang terbagi menjadi 2 level yaitu:

a. S&OP Level Satu, merupakan pertemuan dengan pemasaran yang mempertimbangkan pengaruh eksternal (pemasaran)

1) S&OP level 1A

Data permintaan atau forecast serta rencana penjualan didasarkan pada informasi stok dari distributor (ex distributor)

2) 2) S&OP level 1B

Forecast didasarkan pada stok yang ada di factory (ex factory).

b. S&OP Level Dua, merupakan pertemuan yang mempertimbangkan masalah internal secara umum, yang berkaitan dengan industrial pada bulan tertentu.

Pertemuan ini bersifat strategik, yang dilakukan untuk mengoptimalkan faktor-faktor yang ada di produksi. S&OP level II merupakan meeting yang dihadiri oleh seluruh kepala dan Manager yang termasuk dalam Industrial Affairs dan dipimpin oleh Plant Logistic Department.

Hasil pertemuan ini dibawa ke pertemuan mingguan dalam weekly meeting, dihadiri oleh production department, technical service department, industrial quality and complience. Pertemuan ini dipimpin oleh Plant Logistic untuk membahas penjabaran yang bersifat operasional untuk menetapkan weekly schedule. Plant Logistic memimpin pertemuan ini dengan membawa semua data

yang dimiliki (posisi persediaan di gudang maupun di distributor, yang statusnya harus released) untuk kemudian membicarakan final forecasting yang harus dipenuhi oleh bagian produksi. Di sini juga dibicarakan isu-isu yang berkaitan dengan produksi, misalnya akan adanya mesin/ alat baru atau renovasi yang dapat menyebabkan kegiatan produksi berhenti dan pabrik juga kosong, juga jika ada trial terhadap mesin atau kondisi baru di pabrik dan kapan pabrik bisa beroperasi lagi. Jika ada masalah yang tidak bisa ditemukan solusinya, masalah dapat dibawa ke rapat S&OP.

4.4.1 Export Section, Inter-company Section 4.4.1.1 Export Section

Seksi ini menangani produk-produk yang akan diekspor ke berapa negara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Tujuan ekspor adalah selalu interco Aventis di negara-negara yang dimaksud. Kinerja seksi ini dilihat dari Customer Service Level (CSL). Jika delivery date (yang telah disepakati antara PT Aventis Pharma Jakarta site dan interco tujuan) di salah satu negara tersebut tidak tepat/terlambat akan berakibat menurunnya nilai CSL (missed). Customer Level Service dari PT Aventis Pharma Indonesia diukur oleh Aventis Global berdasarkan delivery date within minus 7 dalam bulan yang sama (working days). Jika keterlambatan terus terjadi, dapat mengakibatkan site Jakarta tidak lagi dipercaya oleh interco di negara-negara tersebut yang kemudian dapat mengalihkan pesanannya ke site Aventis lain selain Indonesia.

4.4.1.2 Intercompany Section

Seksi ini melakukan tugasnya dalam hal procurement receptionist, dan menangani produk-produk yang didatangkan dari Aventis site yang lain (intercompany atau sering disebut sebagai interco) mulai dari pemesanan sampai dengan barang datang. Produk-produk yang sering didatangkan dari interco adalah active materials. Interco yang dituju sebagai produsen active materials yang dimaksud, merupakan site rujukan yang telah ditetapkan oleh mother company dalam rangka menjamin konsistensi mutu dan kualitas produk yang

dihasilkan. Untuk produk yang dibeli dari pihak luar (third party) ditangani oleh Purchasing Department. Intercompany PT Aventis Pharma Indonesia antara lain:

a. Aventis Limited India

b. Aventis Pharma Deutschland GmbH c. Aventis Pharma Inc. Kansas City, USA d. Aventis Pharma SA

e. Aventis Pharma Sp A, Scoppito Italia f. Aventis Pharma, Doma France g. Fison Pharmaceutical

h. HMR Interphar

i. Hoescht Procurement Int. Trading & Services (HPI, T&S) j. Nippon Aventis Service

4.4.2 Warehouse (Gudang)

Gudang adalah tempat penerimaan, penyimpanan, dan distribusi barang berupa bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, obat jadi, dan bahan lain yang dibutuhkan untuk membantu kelancaran proses produksi maupun proses pengemasan, yang mempunyai nilai ekonomis, sehingga perlu ditangani secara khusus agar barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif antara stok secara fisik (aktual) dengan stok secara administratif (stok di SAP).

Mutu suatu produk sangat dipengaruhi oleh cara penanganan bahan awal, mulai dari penerimaan, penyimpanan, dan distribusi ke bagian pengolahan maupun pengemasan. Alur keluar masuknya barang di Warehouse PT Aventis Pharma diatur sedemikian rupa sehingga berjalan satu arah. Barang masuk dan barang keluar melalui pintu yang berbeda dan begitu barang masuk akan langsung berada di area karantina. Setiap ada penerimaan barang dari supplier, selalu dilakukan pengecekan fisik barang dan dokumen yang menyertainya termasuk ada tidaknya label supplier pada master box. Demikian juga untuk distribusi barang, baik internal (Processing, Packaging, QC) maupun eksternal (distributor), harus diperiksa kelengkapan dokumennya (Material Request Note dan Sales Order).

Denah warehouse PT Aventis Pharma dapat dilihat pada Lampiran 15.

Gudang PT Aventis Pharma termasuk dalam area kelas 1 (setara dengan kelas E pada CPOB 2006) yang menurut suhunya dibagi menjadi tiga daerah yaitu:

4.4.2.1 Ruangan cold storage

Ruangan ini mempunyai suhu antara 2°-8°C. Ruangan ini digunakan untuk penyimpanan bahan-bahan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi seperti vaksin (produk Aventis Pasteur). Jika pegawai masuk ke ruangan ini harus dilengkapi dengan pakaian khusus yang melindungi karyawan dari suhu ini. Ruangan ini dikunci dengan pengawasan khusus. Pada ruangan ini terdapat alat kontrol khusus, dimana jika suhu di bawah 2°C atau di atas 8°C maka alarm akan berbunyi secara otomatis.

4.4.2.2 Ruangan cool storage

Ruangan ini merupakan ruangan dengan suhu terkendali yaitu antara 16°-25° C. Ruangan dengan suhu ini terdapat dua area yaitu:

a. Starting material cool storage untuk menyimpan raw material (bahan baku dan bahan pengemas primer) dan semi finished goods.

b. Finished material cool storage untuk menyimpan produk jadi.

4.4.2.3 Ruangan dengan suhu kamar (ambient temperature)

Ruangan ini mempunyai suhu sesuai dengan kondisi ruangan tanpa adanya pengendalian suhu. Ruangan yang temasuk pada kategori ruangan dengan suhu kamar adalah:

a. Ruang penerimaan barang, dimana ruangan ini berfungsi untuk penerimaan barang dari distributor maupun supplier yang lain.

b. Ruang pengeluaran barang, dimana ruangan ini berfungsi khusus untuk pengeluaran barang.

c. Ruang khusus rejected material untuk menyimpan barang yang direject.

Ruangan ini dibatasi dari ruangan lain dengan teralis besi dengan warna merah. Ruangan ini dikunci dengan pemegang kunci hanyalah orang-orang tertentu yang bertanggung jawab terhadap barang yang ada di dalamnya.

d. Rak returned goods untuk menyimpan produk-produk kembalian yang dikarantina.

e. Rak untuk pengemas sekunder, rak ini digunakan untuk menyimpan bahan-bahan pengemas sekunder. Area ini dibagi menjadi area karantina dengan batas garis berwarna kuning dan area released dengan batas garis berwarna hijau.

f. Lemari terkunci untuk menyimpan packing insert. Packing insert ini dimasukkan dalam lemari terkunci agar tidak tertukar satu dengan yang lain.

g. Ruang transit 1 untuk mengirim bahan baku dari gudang ke bagian pengolahan (kawasan kelas 3).

h. Ruang transit 2 untuk mengirim produk ruahan dan pengemas primer dari gudang ke bagian pengemasan yang ada pada kawasan kelas 3.

i. Ruang transit 3 untuk mengirim pengemas sekunder (folding box dan master box), packing insert, dan produk repacking dari gudang ke bagian pengemas di kawasan kelas 2.

j. Ruang transit 4 untuk mengirim finished goods dari bagian pengemasan di kawasan kelas 2 ke bagian gudang untuk disimpan.

Selain ruangan-ruangan tersebut masih ada ruang untuk pengambilan contoh atau disebut ruang sampling. Ruangan ini merupakan ruangan dengan kategori kelas 3, dimana suhu, tekanan, dan kelembabannya diatur sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan untuk ruang kelas 3 dan dilengkapi dengan LAF.

Ruang sampling digunakan oleh bagian QC untuk mengambil contoh bahan baku dan bahan pengemas primer. Sedangkan untuk bahan baku yang disimpan di gudang ruang cold storage, pengambilan contoh dilakukan di ruangan cold storage. Sedangkan untuk pengambilan contoh pengemas sekunder dilakukan pada ruang dengan suhu kamar.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di gudang, antara lain:

a. Penerimaan barang

1) Penerimaan barang dari pemasok

Pada saat penerimaan barang dari pemasok, dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen, antara lain surat pengantar pemasok, invoice, CoA. Bahan yang tidak terdapat dalam Purchase Order (PO) dari PT Aventis Pharma hanya

dapat diterima jika ada persetujuan dari Plant Logistic dan selanjutnya dibuatkan Goods Receipt Slip (GRS) ke dalam SAP setelah dibuatkan PO oleh purchasing.

Bahan yang datang dicocokkan dengan PO, apakah sesuai dengan jumlah dan waktu pemesanan. Bahan yang datang diperiksa keutuhan kemasan dan kebenaran label yang melekat pada wadahnya, antara lain nama bahan, nomor batch atau lot dari pabrik atau supplier, nama pembuat/pemasok, jumlah bahan, nomor PO, tanggal kadaluwarsa.

Untuk memeriksa kuantitasnya, dilakukan pemeriksaan berat atau jumlah dengan menimbang atau menghitung. Apabila terdapat dokumen yang tidak lengkap, kemasan rusak, berat/jumlah tidak sesuai, harus memberitahukan ke Plant Logistic, IQC, dan purchasing, serta diinformasikan dalam GRS yang dibuat. Untuk bahan baku, produk ruahan, produk jadi impor, dan produk toll manufacturing diperiksa setiap wadahnya. Untuk bahan pengemas diperiksa sejumlah √n+1, dengan n adalah jumlah wadah yang diterima. Dalam penerimaan bahan aktif, bulk, semi finished goods, dan finished goods harus dilakukan pemeriksaan silang oleh foreman. Untuk produk yang disimpan dalam gudang dingin dimasukkan ke gudang dingin dan diperiksa di sana. Surat pengantar dari pemasok ditandatangani dan diberi stempel perusahaan. Barang pengantar yang sudah diperiksa diberi label karantina dengan ketentuan:

a) Untuk raw material, semi finished goods import dan packaging material siapkan label sesuai dengan jumlah wadah yang diterima.

b) Untuk finished goods dan repacked semi finished goods, setiap pallet ditutup dengan penutup atau jaring kemudian diberi satu label per pallet.

Tempatkan bahan pada area karantina atau rak karantina dengan memperhatikan persyaratan penyimpanan. Untuk barang yang belum diberi label karantina tetapi harus masuk ruang karantina karena alasan tertentu, misalnya:

karena barang datang pada malam hari maka dapat dimasukkan atau disimpan di area karantina dan diberi label karantina sementara. Kemudian alamat bahan dicatat pada buku penerimaan atau karantina.

2) Penerimaan bahan dan produk jadi dari processing dan packaging

Pemeriksaan dokumen yang menyertai penyerahan produk yaitu GRS.

Produk jadi yang diserahkan harus ditutup dengan jaring untuk menghindari

terjatuh atau bercampur/tertukar dengan produk jadi yang lain. Dilakukan pemeriksaan penandaan label pada wadah yang mencakup nama produk, nomor bets, berat bersih/jumlah satuan kemasan, label ”SAMPLE TAKEN” dari QC, petunjuk penyimpanan khusus. Produk yang diterima diperiksa dengan menghitung atau menimbang satu persatu kemudian disimpan di rak penyimpanan.

3) Penerimaan obat kembalian

Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan dari PT Aventis Pharma ke pihak ke tiga (distributor, ekspedisi) dan dikembalikan lagi ke gudang PT Aventis Pharma dengan alasan:

a) Masalah keabsahan atau salah kirim

b) Penarikan produk dan/atau pack size dari pasaran

c) Kerusakan obat dan pengemasnya (setelah keluar dari gudang PT Aventis Pharma) selama pengiriman atau penyimpanan

d) Kelainan dari segi kualitas obat (kualitas obat/kualitas bahan pengemas) PT. Aventis Pharma menerima obat kembalian yang berasal dari gudang yang sudah diawasi oleh PT Aventis Pharma, gudang distributor yang sudah diawasi oleh PT Aventis Pharma, dan gudang distributor yang tidak diawasi oleh PT Aventis Pharma termasuk lembaga rumah sakit, apotek, dan lain-lain. Adapun prosedur dalam penanganan obat kembalian adalah:

a) Surat pengantar dari distributor ditandatangani sebagai bukti bahwa barang telah diterima di gudang.

b) Data dimasukkan dalam SAP kemudian dilakukan posting goods issue untuk mencatat obat kembalian yang diterima ke dalam SAP, selanjutnya penyerahan surat jalan berupa GRS sebagai bukti penerimaan obat kembalian kepada QC setelah ditambahkan semua informasi yang diperlukan QC.

c) Tempelkan label QUARANTINE pada produk yang bersangkutan dan disimpan pada area karantina, terpisah dari produk lain (dalam keranjang yang terkunci) sesuai dengan kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan.

b. Penyimpanan bahan dan produk jadi

Sistem penyimpanan menggunakan zoning system, dimana material disimpan dengan memperhatikan:

1) Sebelum penyimpanan material, periksa petunjuk mengenai cara penyimpanan dengan melihat status, jenis material, dan suhu penyimpanan.

2) Tempatkan material pada rak penyimpanan sesuai jumlah yang diperlukan dan dilakukan pencatatan alamat rak bahan, nama produk, jumlah, nomor batch pada buku alamat (address card).

3) Pisahkan pallet berisi bahan yang sedang ditahan (blocked) dan ditempatkan pada area karantina sambil menunggu penanganan lanjut sesuai disposisi dari IQC Departemen atau Purchasing Department.

4) Tempatkan bahan yang ditolak (rejected) pada material rejected area.

5) Tempatkan debu produksi (garbage) pada waste area.

6) Penyimpanan produk Toll-in diberi tanda pada rak.

c. Pengeluaran barang

1) Pengeluaran bahan baku

Warehouse pharmacist/ foreman mencari dan menentukan bahan/bets yang akan dikeluarkan dengan prebatch determination pada sistem SAP. Untuk bahan baku yang akan diproses dan bahan pengemas, harus ada label ”RELEASED” yang disahkan dengan adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC Unit. Bahan yang lebih dulu waktu kadaluarsanya (First Expired First Out/FEFO) merupakan pilihan pertama yang lebih dulu dikeluarkan dan barang yang lebih dulu diterima (First In First Out/FIFO) merupakan pilihan kedua. Bilamana kedua hal di atas sama maka bahan dalam jumlah terkecil harus dikeluarkan lebih dahulu. Petugas mengambil bahan yang disimpan dengan mencari alamat di address card.

Warehouse pharmacist/ foreman mencari dan menentukan bahan/bets yang akan dikeluarkan dengan prebatch determination pada sistem SAP. Untuk bahan baku yang akan diproses dan bahan pengemas, harus ada label ”RELEASED” yang disahkan dengan adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC Unit. Bahan yang lebih dulu waktu kadaluarsanya (First Expired First Out/FEFO) merupakan pilihan pertama yang lebih dulu dikeluarkan dan barang yang lebih dulu diterima (First In First Out/FIFO) merupakan pilihan kedua. Bilamana kedua hal di atas sama maka bahan dalam jumlah terkecil harus dikeluarkan lebih dahulu. Petugas mengambil bahan yang disimpan dengan mencari alamat di address card.