• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

a. Penerapan aspek-aspek CPOB di PT Aventis Pharma perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan untuk menjamin konsistensi mutu produk yang dihasilkan.

b. Dilakukan pengembangan produk dapat dilakukan oleh manufaktur di Indonesia dengan membentuk bagian penelitian dan pengembangan atau Research & Development (R&D) di PT Aventis Pharma.

DAFTAR ACUAN

Aventis Pharma. (2005). Prosedur Tetap Purchasing Department. Jakarta:

Aventis Pharma.

Aventis Pharma. (2012). Prosedur Tetap IQC Department : Quality Assurance &

Quality Control Unit. Jakarta: Aventis Pharma.

Aventis Pharma. (2009). Prosedur Tetap Technical Service Department. Jakarta:

Aventis Pharma.

Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Plant Logistic Department. Jakarta:

Aventis Pharma.

Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Production Department : Processing and Packaging Unit. Jakarta

Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap HSE Department.

Jakarta: Aventis Pharma.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, Edisi 2006. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Sanofi Aventis. (2010). Sanofi Aventis. http://www.sanofi-aventis.co.id. diakses pada tanggal 4 Agustus 2010.

TABEL

Tabel 1. Klasifikasi ruangan PT. Aventis Pharma

Tabel 2. Spesifikasi pemeriksaan portable water, purified water dan purified water MilliQ

Potable water Purified water Purified water MilliQ - plus Pemeriksaan Spesifikasi Pemeriksaan Spesifikasi Pemeriksaan Spesifikasi Pemerian

Tabel 3. Jenis – jenis AHU

Jenis AHU Ruang yang Disuplai

AHU – FA 01 Mensuplai AHU – 01, AHU – 02, dan AHU – 06

AHU – FA 02 Mensuplai AHU – 03, AHU – 04, AHU – 05A, AHU – 05B AHU 01 Secondary packaging (area kelas 2)

AHU 02 Corridor, staging bulk, workshop & tools, primary packaging material transit, staging primary packaging material transit, primary packaging line 1, primary packaging line 2, primary packaging line 3, primary packaging line 4, LAF, corridor class 3 between line 3 & 4, corridor class between line 1 & 2.

AHU 03 Coating, technical area of coating, dirty container staging and washing

AHU 04 Corridor production wet granulation, lubrication, washing, semisolid, sundry, office (processing), production manager, punches and die.

AHU 05 A Weighing, remaining material, broken material, staging AHU 05 B IPC, tabletting korsch, tableting fette 1200, granulating and

staging, filling suppository

AHU 06 Gowning area

AHU 07 dan 08 Warehouse

DX AHU 01 Quarantine raw and packaging material cool storage (< 25

°C)

DX AHU 02 Released raw and packaging material cool storage (< 25

°C)

DX AHU 03 Airlock sampling area, sampling raw material, change room, airlock & personal entrance/ exit

Tabel 4. Tingkatan Occupational Exposure Band

Kategori Nilai OEL (mcg/m3) Karakteristik Senyawa

OEB 1 1000- 5000 tidak berbahaya, tidak iritatif dan/atau memiliki aktivitas farmakologi yang rendah

OEB 2 100 – 1000 berbahaya/iritatif dan/atau dengan aktivitas farmakologi sedang

OEB 3 10 – 100 agak toksik dan/atau dengan aktivitas farmakologi tinggi

OEB 4 1 -10 toksik, mungkin korosif atau

genotoksik dan/atau dengan aktivitas farmakologi sangat tinggi

OEB 5 <1 sangat toksik, mungkin korosif atau genotoksik dan/atau dengan aktivitas farmakologi yang sangat tinggi

Tabel 5. Kategori produk PT. Aventis Pharma berdasarkan OEB

Kategori Contoh nama produk

OEB 1 Batrafen (Ciclopirox olamine)

Trental (Pentoxyfyline)

OEB 2 Avil (Pheniramine maleat)

Lasix (Furosemide)

Tabel 6. Parameter Baku Mutu Air Kategori D

Parameter sintesis formulasi

kadar max (mg/L) beban limbah max (kg/L)

kadar max (mg/L) BOD (5 hari,

20ºC)

75 1,875 75

COD (bichromat) 100 2,5 100

TSS (padatan tersuspensi total)

60 1,5 60

fenol 0,5 0,0125 0,5

total nitrogen 30 0,75 30

pH 6-9 - 6-9

zat organik (KmnO4)

85 2,125 85

tes antibiotik - - -

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Akses PT. Aventis Pharma

Lampiran 2. Peta Lokasi PT. Aventis Pharma

Lampiran 3. Struktur Organisasi PT. Aventis Pharma

General Manager

General Manager - Vaccine Division

Business Unit Director

Human Resources Director Medical & Regulatory Director

Chief Financial Officer Business Support Director

Sales Director Marketing Director

Communication &

Government Relation Director

Business Development Director

Plant Director

Executive Assistant

Lampiran 4. Struktur Organisasi Industrial Affairs

Lampiran 5. Struktur Organisasi Industrial Quality & Compliance

Lampiran 6. Diagram Pengambilan Keputusan Terhadap Hasil di Luar Spesifikasi Hasil TMS

Periksa kondisi analisis (Gunakan daftar periksa)

Ditemukan kesalahan Tidak ditemukan kesalahan

Lakukan Perbaikan

Lampiran 7. Contoh-contoh Label

Lampiran 8. Alur Pemeriksaan Bahan Baku

Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat

Released

OOS

Penyelidikan

Perbaikan

Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat

Rejected Released

Lampiran 9. Persyaratan Jumlah Bakteri, Total Koliform, dan Koliform Tinja pada pengolahan awal. Air sumur diperiksa setiap 6 bulan sekali.

2. Air PAM adalah air yang berasal dari olahan PAM city water. Air PAM diperiksa setiap 1 bulan sekali.

3. Potable water adalah air yang diperoleh dari pengolahan air

sumur/PAM. Air ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk purified water. Potable water diperiksa setiap 1 bulan sekali.

4. Purified water adalah air yang diperoleh dari hasil pengolahan potable water dengan cara deionisasi, reverse osmosis, polishing (mixed bed procedure), electro-deionisasi/kombinasi, reverse osmosis dengan electrto-deionisasi. Purified water diperiksa setiap 1 minggu sekali.

5. Purified water MiliQ-Plus adalah air yang diperoleh dari hasil pengolahan purified water dengan alat MiliQ-Plus.

Lampiran 10. Pembagian Iklim, Tipe Pemeriksaan, Kondisi Penyimpanan dan Waktu Pemeriksaan Pada Uji Stabilitas

Pada dasarnya pembagian zona iklim dibagi atas:

Zona iklim Zona I

a. Untuk perbandingan pengujian pada umumnya dilakukan follow up stability test pada climatic zone II dan IV.

b. Periode pengujian tergantung pada daluarsa atau sesuai dengan rencana pemeriksaan yang dibuat

c. Kondisi penyimpanan (suhu dan RH) sesuai dengan kondisi yang sebenarnya d. *) sesuai dengan rata-rata data suhu dan kelembaban ruang penyimpanan

contoh pertinggal

Follow Up Stability Testing (Tipe V) Zona

a. Pengujian dilakukan hingga batas waktu daluarsa

b. Zona II : untuk produk yang akan dipasarkann di zona I dan II c. Zona IV : untuk produk yang akan dipasarkan di zona II dan IV

129

Lampiran 11. Skema Purified Water Plant

Potable water or

Lampiran 12. Alur pengumpulan dan penyimpanan MSDS bahan produk PT.Aventis Pharma

Daftar Bahan (Masih diproduksi)

Daftar Bahan (Produk Baru)

Informasikan kepada HSE staff dan QA unit

Cari MSDS dari intranet, internet/HSE

global

Simpan file elektronik MSDS

Print MSDS

Kirim copy MSDS ke QA

Simpan file MSDS di folder I

Update daftar bahan kimia dan distribusikan ke manager

departemen yang berkaitan

Dilakukan oleh HSE staff

131

Lampiran 14. Skema waste water treatment plant

Office building, security, packaging, warehouse,

Multi purpose building

Production, purified water

Antibiotik waste

Collecting pit 1 Collecting pit 2 Collecting pit 3

Perforated bath stream

Equalization tank

Aeration tank

Sedimentation tank

Sludge Water

Sludge tank Clean water tank

Sludge drying bed River Connect to WWTP

operator room for sampling purposes

Dry sludge Effluent/water

PPLI

Lampiran 15. Denah Warehoue

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANALISA PERMASALAHAN PROSES PERBESARAN BETS

PRODUK A DI PT. AVENTIS PHARMA INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LUCKY ANDREAN SAPUTRA, S.Farm.

1106047114

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK

JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANALISA PERMASALAHAN PROSES PERBESARAN BETS

PRODUK A DI PT. AVENTIS PHARMA INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Apoteker

LUCKY ANDREAN SAPUTRA, S.Farm.

1106047114

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK

HALAMAN JUDUL ... ii DAFTAR ISI ... iii DAFTAR LAMPIRAN ... iv 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 2 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1.OEE (Overall Equipment Effectiveness) ... 3 2.2. Granulasi ... 4 2.3. Granulasi Basah ... 6 2.4. Instrumentasi ... 7 2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Granulasi ... 10 2.6. Penentuan Titik Akhir Granulasi ... 11 2.7. Proses Pemanasan pada Fluid Bed Dryers (FBD) ... 13 2.8. Proses Perbesaran Bets ... 14 3. METODOLOGI PENELITIAN ... 16 3.1. Lokasi ... 16 3.2. Bahan ... 16 3.3. Alat ... 16 3.4. Cara Kerja ... 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19 4.1. Penimbangan Bahan... 19 4.2. Proses Pre-mixing ... 19 4.3. Penyiapan Larutan Pembasah ... 21 4.4. Penambahan Larutan Pembasah ... 22 4.5. Proses Mixing ... 22 4.6. Proses Pengeringan ... 27 4.7. Lubrikasi ... 28 4.8. Pencetakan ... 28 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 30 5.1. Kesimpulan ... 30 5.2. Saran ... 30 DAFTAR ACUAN ... 31

Lampiran 1. Gambar Insrumen yang Digunakan dalam Penelitian ... 32

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

PT. Aventis Pharma Indonesia merupakan salah satu industri farmasi yang mengedepankan program lean manufacturing dalam proses produksinya. Program lean manufacturing dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi kinerja pabrik. Prinsip dasar dari efisiensi adalah mengupayakan seminimal mungkin sumber daya yang digunakan dalam suatu proses untuk mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin, namun tetap memenuhi spesifikasi tertentu (Vorne, 2008). Dengan proses pengolahan yang efisien, diharapkan biaya produksi yang dibutuhkan untuk memproduksi produk dalam suatu bets dapat ditekan, sehingga profit yang didapatkan perusahaan dapat bertambah.

Salah satu parameter yang dijadikan tolak ukur PT. Aventis Pharma Indonesia dalam menilai efisiensi pabriknya adalah OEE (Overall Equipment Efficiency). OEE pada PT. Aventis Pharma dinilai berdasarkan yield yang dihasilkan oleh suatu mesin. PT. Aventis Pharma Indonesia telah memiliki nilai standar OEE tertentu untuk setiap mesin. Nilai OEE yang didapat pada setiap bulannya diupayakan tidak berada di bawah standar. Pada setiap bulan nilai OEE dihitung dan disosialisasikan kepada seluruh personel produksi. Jika terdapat nilai OEE yang terletak di bawah standar, maka faktor-faktor yang menyebakan nilai OEE rendah dianalisa dan dikaji.

Upaya untuk menaikan nilai OEE salah satunya adalah melalui proses perbesaran bets. Proses perbesaran bets dilakukan dengan mempertimbangkan faktor kapasitas mesin, terutama mesin high-shear mixer. Jika kapasitas mesin lebih besar daripada formula dalam satu bets, maka perbesaran bets mungkin dapat dilakukan. Dengan bets yang diperbesar, maka diharapkan yield yang dihasilkan dalam satu kali proses produksi akan lebih besar daripada bets normal.

Sejak awal tahun 2012, PT.Aventis Pharma Indonesia telah memproduksi lima bets produk A ukuran normal. Produk A termasuk obat golongan diuretik yang diproduksi oleh PT.Aventis Pharma Indonesia. Pada bets keenam pada tahun 2012, PT.Aventis Pharma Indonesia berencana untuk melakukan validasi proses

perbesaran produk A. Bets produk A keenam pada tahun 2012 diperbesar 25%, di mana pada bets normal formula yang digunakan sebanyak 90 kg, sedangkan pada bets yang diperbesar digunakan formula 120 kg. Pada proses perbesaran bets, salah satu titik kritis proses pencampuran yang perlu divalidasi adalah proses penentuan titik akhir pencampuran (Rajeev, Yichun, & Shukla, 2005). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui arus listrik yang optimum guna menjadi parameter penentuan titik akhir pencampuran produk A dengan bets yang diperbesar.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter arus listrik yang optimum guna menghasilkan granul yang sesuai untuk produksi A dengan bets yang diperbesar 25%.

2.1. OEE (Overall Equipment Effectiveness)

OEE merupakan cara yang terbaik untuk mengawasi dan meningkatkan keefektivan proses pembuatan suatu produk. OEE menganalisa sebab-sebab penting yang mengakibatkan hilangnya produktifitas dan efektivitas pabrik. OEE didapatkan dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi OEE termasuk faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketersediaan, performa, dan kualitas dari produk yang dihasilkan di pabrik. OEE dihitung berdasarkan waktu, adapun istilah waktu yang digunakan dalam perhitungan OEE antara lain (Vorne, 2008):

a. Waktu operasi pabrik

Merupakan seluruh waktu yang digunakan oleh pabrik untuk beroperasi, yaitu ketika pabrik mulai dibuka dan mesin-mesin siap beroperasi untuk memproduksi produk.

b. Planned shut down

Waktu ketika pabrik sedang beroperasi, tapi tidak sedang melakukan produksi, seperti: saat istirahat makan, perawatan mesin berkala, dan waktu-waktu tertentu ketika pabrik tidak memproduksi barang.

c. Waktu produksi terencana pabrik

Analisa OEE dimulai ketika pabrik mulai melakukan produksi. OEE menghitung secara teliti efisiensi dan produktivitas yang hilang selama proses produksi terjadi.

Tujuan dari OEE adalah mereduksi dan membuang penyebab hilangnya efisiensi dan produktivitas. Secara garis besar, penyebab hilangnya efisiensi dan produktivitas dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Hilang waktu 2. Hilang kecepatan 3. Hilang kualitas

Faktor-faktor yang mempengaruhi OEE, antara lain:

a. Availability time

Availability time mencerminkan kejadian yang berpengaruh terhadap waktu yang dibutuhkan oleh pabrik untuk memproduksi suatu barang, termasuk setiap kejadian yang menghentikan proses produksi yang sudah direncanakan. Hal-hal yang mempengaruhi availability time termasuk kerusakan mesin, kurangnya stok material, dan waktu pergantian (Vorne, 2008).

b. Performance time

Performance time menggambarkan terbuangnya waktu karena berkurangnya kecepatan mesin, termasuk setiap faktor yang dapat mengakibatkan proses produksi berjalan tidak pada kecepatan maksimal yang mungkin. Hal-hal yang dapat mempengaruhi performa antara lain: waktu untuk penyetelan mesin, material yang di bawah standar, dan ketidakefisienan operator (Vorne, 2008).

c. Quality time

Quality time menggambarkan hilangnya waktu karena pabrik menghasilkan produk yang tidak memenuhi standar kualitas, termasuk produk yang memerlukan proses pengerjaan ulang.

Waktu produksi terencana pabrik setelah dikurangi availability time, performance time, dan quality time, selanjutnya disebut sebagai waktu produktif penuh. Tujuan utama dari OEE adalah memaksimalkan waktu produktif penuh (Vorne, 2008).

2.2. Granulasi

Perkembangan proses granulasi pada bidang farmasi dipengaruhi oleh perkembangan teknologi pencetakan tablet oleh W. Brockedon pada tahun 1843.

Perkembangan ini semakin pesat ketika sejumlah mesin tablet mulai dipatenkan di Amerika oleh J. A. Mcferran (1874), T. J. Young (1874), dan J. Dunton (1876).

Kebutuhan proses granulasi semakin bertambah pada tahun 1970-an ketika mesin pencetakan tablet dan pengisi kapsul yang dapat dikendalikan secara otomatis ditemukan (Parikh, 2005). Persyaratan sediaan yang semakin bertambah, seperti sediaan dosis kecil yang harus memenuhi syarat keseragam kandungan, juga

menuntut ditemukannya pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan karakteristik granul yang memenuhi syarat.

Secara garis besar, metode granulasi dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu metode granulasi basah dan metode granulasi kering. Pada metode granulasi basah sejumlah cairan tertentu ditambahkan untuk mengikat partikel primer, sedangkan pada granulasi kering tidak dilakukan penambahan cairan. Adapun proses granulasi yang dapat digunakan pada metode granulasi basah dan kering dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Proses Granulasi Pada Metode Granulasi Basah Dan Kering [Sumber: Parikh, 2005]

2.2.1. Definisi dan Tujuan

Granulasi merupakan setiap proses di mana partikel-partikel kecil digabungkan menjadi partikel yang lebih besar, membentuk suatu masa yang masih dapat dibedakan partikel primernya (Parikh, 2005). Tujuan dari proses granulasi, antara lain untuk:

1. Meningkatkan keseragamaan distribusi zat aktif dalam produk 2. Mengubah berat jenis material

Granulasi

Granulasi Basah Granulasi Kering

Low-shear Mixer

High-shear Mixer

Fluid Bed Granulator

Extrusion

Direct Comprasion

Slugging

Roller Compactor

3. Meningkatkan laju alir dan keseragaman aliran 4. Mengubah volume material

5. Mengurangi terbentuknya fines 6. Meningkatkan penampilan produk

2.3. Granulasi Basah

Granulasi basah merupakan serangkaian proses perbesaran partikel, yang melibatkan setiap proses di mana partikel-partikel primer diaglomerasi, diikat dengan cairan tertentu, atau digabungkan sehiingga ukurannya menjadi lebih besar, namun partikel-partikel primer penyusunnya masih dapat dibedakan.

Mekanisme granulasi basah dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu (Ennis, 2005):

a. Wetting

Pembasahan memicu terbentuknya inti pada serbuk fines (nuclei). Cairan pengikat akan melapisi fines sehingga partikel-partikel fines bergabung dengan cairan pengikat membentuk suatu partikel dengan ukuran yang lebih besar (nuclei).

Tahap awal pembasahan (wetting) partikel-partikel primer dengan cairan pengikat dipengaruhi oleh kecepatan distribusi pengikat, formulasi, dan mekanis pengadukan.

b. Growth

Pada tahap growth, sebagian nuclei yang sudah dibasahi akan berkoalesens dengan nuclei lain membentuk granul yang terdiri dari beberapa partikel nuclei.

c. Consolidation

Bersamaan dengan timbulnya granul pada tahap growth, terjadi proses consolidation. Bentuk proses consolidation yang terjadi adalah gesekan dan tertekannya granul karena proses agitasi yang dilakukan mesin. Tahap consolidation berpengaruh terhadap porositas granul, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kekerasan, keregasan, dan disolusi tablet.

d. Breakage

Proses gesekan yang terus-menerus antara granul yang sudah terbentuk dengan agitator mesin dapat menyebabkan ikatan partikel lepas, sehingga granul pecah

kembali. Adapun keempat tahap yang terlibat dalam proses granulasi dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Empat Tahap yang Terlibat dalam Proses Granulasi [Sumber: Ennis, 2005]

2.4. Instrumentasi

Berdasarkan kekuatan pengadukaannya, instrumentasi mixer yang digunakan dalam proses granulasi dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok besar, yaitu (Rajeev, Yichun, & Shukla, 2005):

1. Low-shear granulators 2. Medium-shear garanulators 3. High-shear granulators

Granulasi dengan menggunakan high-shear granulator merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk memproduksi granul sejak awal 1980-an. High-shear granulator pada umumnya terdiri dari sebuah mixing bowl, three-bladed impeller, auxiliary chopper. Pada bagian mixing bowl dapat dilapisi dengan suatu jaket yang memanaskan atau mendinginkan produk dengan menyirkulasikan air panas atau dingin ke dalam jaket. Impeller bertugas untuk mencampurkan serbuk kering dan menyebarkan cairan pembasah. Impeller pada high-shear granulator biasanya berputar pada keceptan antara seratus sampai 500

rpm. Chopper berfungsi untuk menghancurkan massa yang terbentuk menjadi massa liat yang lebih kecil dan gembur. Chopper biasanya berputar pada kecepatan seribu sampai dengan 3000 rpm. Berdasarkan posisi letak impeller, shear granulator dapat diklasifikasikan menjadi vertikal dan horizontal high-shear granulator. Berdasarkan letak motor penggerak, vertikal high-high-shear granulator dapat diklasifikasikan kembali menjadi top-driven dan bottom-driven high-shear granulator (Rajeev, Yichun, & Shukla, 2005). Adapun bentuk dari top-driven dan bottom-driven high-shear granulator dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan 2.4.

Gambar 2.3. Top-driven High-Shear Granulator [Sumber: Rajeev, Yichun, & Shukla, 2005]

Gambar 2.4. Bottom-driven High-Shear Granulator

Secara garis besar, proses granulasi menggunakan high-shear granulator terbagi menjadi enam tahap, yaitu (Rajeev, Yichun, & Shukla, 2005):

1. Proses memasukkan bahan ke dalam mixing bowl, dapat dilakukan dengan menggunakan metode berikut: gravitasi, katup manual atau pneumatic, dan vakum.

2. Pencampuran bahan-bahan kering seperti API, pengisi, dan disintegran, pada kecepatan impeller dan chopper yang tinggi untuk jangka waktu yang singkat (dua sampai lima menit)

3. Penambahan cairan pengikat ke dalam campuran serbuk, ketika impeller dan chopper bergerak pada kecepatan rendah.

4. Pembentukkan massa gembur yang basah dengan menggerakan impeller dan chopper pada kecepatan tinggi.

5. Pemindahan granul basah dari granulator bowl, dilanjutkan proses pengeringan dengan mengguanakan Fluid Bed Dryer (FBD) atau tray dryer.

6. Pengayakan granul kering

Granulasi basah dengan menggunakan high-shear granulator memiliki beberapa keuntungan dan kekurangan jika dibandingkan dengan proses granulasi yang lain.

Adapun perbandingan keuntungan dan kekurangan metode granulasi basah dengan mengguanakan high-shear granulator adalah sebagai berikut:

Keuntungan Kekurangan

1. Waktu proses yang lebih singkat 2. Menggunakan lebih sedikit

larutan pengikat

3. Dapat menghasilkan granul dengan daya koshesif yang besar, yang tidak dapat dicapai dengan proses low-shear granulation

4. Menghasilkan granul dengan distribusi ukuran partikel yang seragam

1. Menghasilkan lebih sedikit granul yang dapat dikompres jika dibandingkan dengan metode low-shear granulation 2. Perubahan parameter operasi

yang dapat dilakukan lebih sempit

5. Menghasilkan granul dengan masa jenis yang besar dan menghasilkan lebih sedikit granul yang rapih

6. Mengurangi debu yang dihasilkan selama proses 7. Penentuan titik akhir granulasi

yang dapat diprediksi

2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Granulasi

Bentuk dan sifat fisik tablet yang dicetak bergantung pada sifat granul yang dihasilkan selama proses granulasi. Sifat granul yang dihasilkan selama proses granulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat granul yang dihasilkan selama proses granulasi antara lain (Rajeev, Yichun, & Shukla, 2005):

2.5.1. Komponen Formulasi

Selain bahan aktif, eksipien seperti pengisi, disintegran, dan pengikat ikut menentukan sifat granul dalam formulasi tablet. Oleh karena itu, sifat fisik bahan aktif, jumlah eksipien yang digunakan, dan tipe eksipien yang digunakan harus dirancang sedemikian rupa untuk dapat menghasilkan profil granul yang sesuai.

2.5.2. Pengaruh Material Awal

Sifat fisik dari granul dipengaruhi oleh sifat fisik dari material awal. Sifat fisik seperti distribusi ukuran partikel, bentuk partikel, morfologi, luas permukaan, dan kelarutan baik zat aktif maupun eksipien dapat bervariasi. Oleh karena itu sifat fisik material awal yang digunakan harus dipertimbangkan untuk dapat menghasilkan profil granul yang sesuai.

2.5.3. Pengaruh Jumlah dan Tipe dari Pengikat yang Digunakan

Pengikat diperlukan dalam proses granulasi basah. Pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk serbuk kering, kemudian baru diikuti dengan penambahan cairan pembasah atau ditambahkan ke dalam formulasi dalam bentuk larutan pengikat. Pada umumnya peningkatan konsentrasi pengikat akan mengakibatkan ukuran granul yang dihasilkan menjadi bertambah besar.

Penambahan konsentrasi pengikat menyebabkan semakin besarnya tegangan permukaan cairan pembasah, hal ini mungkin yang menjadi alasan mengapa jumlah dan tipe pengikat dapat berpengaruh terhadap sifat fisik granul yang dihasilkan.

2.5.4. Pengaruh dari Variabel Proses

Variabel proses memiliki peran yang penting dalam proses granulasi, karena variabel proses mempengaruhi distribusi larutan pengikat dan berat jenis granul yang dibentuk. Oleh karena itu, variabel proses dapat mempengaruhi sifat fisika seperti distribusi ukuran partikel dan keseragaman kandungan obat dalam granul. Variabel proses yang dapat mempengaruhi proses granulasi dan sifat fisik dari granul yang dibentuk antara lain:

1. Kapasitas dari granulator bowl 2. Kecepatan impeller

3. Metode penambahan larutan 4. Kecepatan penambahan larutan 5. Kecepatan chopper

6. Waktu pembasahan

2.6. Penentuan Titik Akhir Granulasi

Penentuan titik akhir granulasi merupakan tahapan kritis yang harus memperhatikan beberapa paramenter. Tujuan dari penentuan titik akhir granulasi adalah untuk mendapatkan granul dengan karakteristik fisik yang sesuai, seperti ukuran rata-rata granul dan porositas granul. Pengukuran parameter yang dilakukan selama proses granulasi merupakan dasar penentuan titik akhir granulasi. Untuk menentukan titik akhir granulasi biasanya digunakan dua metode, yaitu (Rajeev, Yichun, & Shukla, 2005):

2.6.1. Metode tidak langsung

Pada metode tidak langsung, parameter elektrik dan karakteristik dari motor diawasi untuk menentukan titik akhir granulasi. Parameter elektrik yang diukur meliputi arus listrik dan konsumsi daya dari motor.

Konsumsi daya dari motor granulator menggambarkan tahanan yang ditimbulkan antara pisau impeller dengan campuran bahan. Konsumsi daya yang

digunakan untuk menentukan titik akhir granulasi berhubungan dengan tingkat kejenuhan serbuk terhadap kelembaban, massa jenis granul, dan pertumbuhan granul. Hubungan antara konsumsi daya dengan jumlah pelarut atau waktu dapat digambarkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Grafik Hubungan antara Konsumsi Daya vs Jumlah Pelarut atau Waktu

[Sumber: Rajeev, Yichun, & Shukla, 2005] Keterangan:

Tahap I : serbuk dilembabkan oleh larutan granulasi, namun belum terjadi ikatan partikel

Tahap II : ikatan partikel mulai terbentuk, sehingga mesin memerlukan

Tahap II : ikatan partikel mulai terbentuk, sehingga mesin memerlukan