UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA
JALAN JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 9 APRIL – 8 JUNI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
LUCKY ANDREAN SAPUTRA, S. Farm 1106047114
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA
JALAN JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 9 APRIL – 8 JUNI 2012
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
LUCKY ANDREAN SAPUTRA, S. Farm 1106047114
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh : Nama : Lucky Andrean Saputra, S. Farm
NPM : 1106047114
Program Studi : Apoteker – Departemen Farmasi FMIPA UI
Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma Jalan jend. A. Yani, Pulomas Jakarta Periode 9 april – 8 juni 2012
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dra. Yeni Suciani, Apt. ( ... )
Pembimbing II : Drs. Hayun, M. Si., Apt ( ... )
Penguji I : Dr. Harmita, Apt. ( ... )
Penguji II : Dra. Rosmala Dewi, Apt. ( ... )
Penguji III : Drs. Mawardinur, Apt. ( ... )
Ditetapkan di : Depok Tanggal : 23 Juni 2012
KATA PENGANTAR
“Selangkah demi selangkah, walau kecil tapi ku yakin ini bagi peradaban bangsa”
Segala puji dan syukur hanyalah untuk Tuhan atas limpahan nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan ini tepat waktu. Salam senantiasa tercurah kepada Tuhan beserta keluarga dan sahabatnya. Dalam ruang yang terbatas ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada :
1. Drs. Mohammad Sumarno, Apt selaku Plant Director PT Aventis Pharma atas izin dan kesempatan yang diberikan sehingga terlaksananya Prkatek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma.
2. Dra. Yeni Suciani, Apt selaku Head of Industrial Quality and Compliance (IQC) atas bimbingan, kesempatan, dan fasilitas yang telah diberikan untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma.
3. Dra. Rica Sri Rahmawati, Apt selaku Production Manager atas bimbingan dalam pengerjaan tugas khusus serta pembelajaran selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.
4. Nina Kurniawaty, S.Si, Apt., selaku Quality Assurance Manager PT Aventis Pharma atas bimbingan dalam pengerjaan tugas khusus serta pembelajaran selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.
5. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah memberi ijin dan kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
6. Dr. Harmita, Apt, selaku Ketua Program Profesi Apoteker yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
7. Drs. Hayun, M.Si, Apt, selaku pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, saran dan wawasan selama penulisan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.
8. Seluruh karyawan di PT Aventis Pharma, khususnya di bagian Quality Assurance (Mas Bambang, Kak Kathie, Kak Agus, dan Mba Ika) atas ilmu, arahan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini.
9. Seluruh dosen dan staf tata usaha Departemen Farmasi, FMIPA UI atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker.
10. Keluarga tercinta.
11. Rekan-rekan PKPA di PT Aventis Pharma (Offi, Imel, Andre, Indah, Astrid, Vita dan Nico) yang telah berbagi ilmu, pengalaman dan juga menghibur selama pelaksanaan PKPA.
12. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker, Departemen Farmasi, FMIPA UI selaku teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan semangat.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tidak ada yang penulis harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.
Penulis
2012
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ...x
BAB 1 PENDAHULUAN ...1
1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Tujuan ...2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...3
2.1 Industri Farmasi ...3
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik...5
2.2.1 Manajemen Mutu...6
2.2.2 Personalia ...6
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas ...8
2.2.4 Peralatan ...8
2.2.5 Sanitasi dan Higiene ...9
2.2.6 Produksi ...9
2.2.7 Pengawasan Mutu ...10
2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu ...11
2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali ...11
Produk, dan Produk Kembalian ...11
2.2.10 Dokumentasi ...12
2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ...13
2.2.12 Kualifikasi dan Validasi ...13
BAB 3 TINJAUAN UMUM PT AVENTIS PHARMA ...15
3.1 Sejarah PT Aventis Pharma ...15
3.2 Visi dan Misi PT Aventis Pharma ...17
3.2.1 Visi PT Aventis Pharma ...17
3.2.2 Misi PT Aventis Pharma ...17
3.3 Lokasi dan Sarana Produksi ...17
3.4 Karyawan PT Aventis Pharma ...18
3.5 Struktur Organisasi PT Aventis Pharma ...19
3.6 Produk PT Aventis Pharma ...19
BAB 4 TINJAUAN KHUSUS DIVISI INDUSTRIAL AFFAIRS ...21
4.1 Industrial Quality and Compliance Department ...21
4.2.1 Quality Assurance Unit (Unit Pemastian Mutu) ...22
4.1..1 Penanganan personel ...22
4.1..2 Penanganan dan Pengaturan Sistem Dokumentasi ...23 4.1..3 Penyusunan dan Pengendalian Prosedur Tetap
(Protap) ...24
4.1..4 Validasi ...26
4.1..5 Pengadaan Audit terhadap Pemasok (Vendor Audit) .28 4.1..6 Inspeksi Diri (Self Inspection) ...30
4.1..7 Penolakan dan Pelulusan Obat Jadi ...32
4.1..8 Penanganan Hasil Uji di Luar Spesifikasi (Out of Specification) ...33
4.1..9 Penanganan Penyimpanan ...34
4.1.1.10 Pengkajian/ Penilaian Tahunan terhadap Produk (Annual Product Review/ APR) ...36
4.1.1.11 Penanganan Obat Kembalian ...38
4.1.1.12 Penanganan Keluhan ...38
4.1.1.13 Penarikan Kembali Obat Jadi ...40
4.1.1.14 Pengendalian terhadap Perubahan (Change Control) ...41
4.1.1.15 Penanganan Obat di Distributor ...42
4.1.1.14 Penanganan Transfer Proses Pengolahan dan atau Pengemasan...43
4.2.1 Quality Control Unit ... 4.1.2.1 Chemical and Physical Control (Pengawasan secara Kimia dan Fisika) ...44
4.1.2.2 Packaging Material and Other Material Control, and Calibration ...47
4.1.2.3 Microbiological control ...48
4.1.2.4 Stability Study ...51
4.2 Production Department ...53
4.2.1 Processing ...53
4.2.2 Packaging ...56
4.2.2.1 Meminta konfirmasi pemeriksaan catatan pengemasan bets ke Processing Supervisor ...56
4.2.2.2 Persiapan Dokumen (Prosedur Pengemasan Induk) ...56
4.2.2.3 Permintaan Bahan – Bahan (Pengemas dan Produk Ruahan) ...57
4.2.2.4 Penanganan Bahan Pengemas dan Produk Ruahan...57
4.2.2.5 Penanganan Kunci Lemari Penyimpanan Folding Box dan Packing Insert ...58
4.2.2.6 Persiapan Mesin dan Peralatan ...58
4.2.2.7 Pemeriksaan Jalur Pengemasan ...58
4.3 Technical Services Department and Health, Safety, and Environment Department ...61
4.3.1 Technical Services Department ...61
4.3.1.1 Kualifikasi Peralatan, Fasilitas dan Sistem Penunjang (utility) ...61
4.3.1.2 Air Handling Unit (AHU) ... 63
4.3.1.3 Water Generation Plant (WGP) ...65
4.3.1.4 Perawatan Fasilitas, Peralatan, dan Sarana Penunjang (utility) ...68
4.3.2 Health, Safety, and Environment Department ...69
4.3.2.1 Health (Kesehatan) ...71
4.3.2.2 Safety (Keselamatan Kerja) ... 73
4.3.2.3 Environment ...77
4.4 Plant Logistics Department ...80
4.4.1 Export Section, Intercompany Section ...82
4.4.1.1 Export Section ...82
4.4.1.2 Intercompany Section ...82
4.4.2 Warehouse (Gudang) ...83
4.4.2.1 Ruangan Cold Storage ...83
4.4.2.2 Ruangan Cool Storage ...84
4.4.2.3 Ruangan dengan Suhu Kamar (Ambient Temperature)...84
4.4.3 Purchasing Department ...93
BAB 5 PEMBAHASAN ...94
5.1 Manajemen Mutu ...96
5.2 Personalia ...97
5.3 Bangunan dan Fasilitas ...98
5.4 Peralatan ...101
5.5 Sanitasi dan Higiene ...102
5.6 Produksi ...104
5.7 Pengawasan Mutu ...106
5.8 Inspeksi Diri dan Audit Internal ...107
5.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian ...108
5.10 Dokumentasi ...110
5.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ...110
5.12 Kualifikasi dan Validasi ...111
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ...113
6.1 Kesimpulan ...113
6.2 Saran ...113
DAFTAR ACUAN ...114
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi ruangan PT Aventis Pharma ...116
Tabel 2. Spesifikasi pemeriksaan portable water, purified water dan . purified water MilliQ plus ...117
Tabel 3. Jenis – jenis Air Handling Unit ...118
Tabel 4. Tingkatan Occupational Exposure Band (OEB) ...119
Tabel 5. Kategori produk PT Aventis Pharma berdasarkan OEB ...119
Tabel 6. Parameter baku mutu air kategori D...120
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta akses PT Aventis Pharma ...122
Lampiran 2. Peta lokasi PT Aventis Pharma ...123
Lampiran 3. Struktur organisasi PT Aventis Pharma ...124
Lampiran 4. Struktur organisasi Industrial Affairs ...125
Lampiran 5. Struktur organisasi Departemen Industrial Quality and Compliance ...126
Lampiran 6. Diagram pengambilan keputusan terhadap hasil di luar spesifikasi ...127
Lampiran 7. Contoh – contoh label ...128
Lampiran 8. Alur pemeriksaan bahan baku ...129
Lampiran 9. Persyaratan jumlah bakteri, total koliform, dan koliform tinja pada masing – masing jenis air ...130
Lampiran 10. Pembagian iklim, tipe pemeriksaan, kondisi penyimpanan dan waktu pemeriksaan pada uji stabilitas ...131
Lampiran 11. Skema purified water plant ...132
Lampiran 12. Alur pengumpulan dan penyimpanan MSDS bahan produk PT AventisPharma ...133
Lampiran 13. Alur penanganan limbah ...134
Lampiran 14. Skema waste water treatment plant ...135
Lampiran 15. Denah warehouse ...136
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Kesehatan memegang peranan penting dalam pengembangan pembangunan Indonesia. Kesehatan sangat erat kaitannya dengan dunia obat- obatan. Penyediaan obat adalah kewajiban pemerintah, institusi pelayanan kesehatan baik publik dan swasta, karena obat bukanlah semata komoditas perdagangan tapi juga memiliki fungsi sosial. Obat merupakan komponen essensial dari suatu pelayanan kesehatan dan sudah merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Untuk itu industri farmasi di Indonesia saling berkompetisi untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat dengan cara meningkatkan kuantitas dan kualitas obat yang di produksi. Sebagai produk dari industri farmasi, obat tentunya tidak lepas dari aspek ekonomi dan teknologi maka diperlukan suatu innovasi produk melalui pengembangan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh industri farmasi. Semua obat-obatan yang beredar harus dapat dijamin keamanan, khasiat dan mutunya. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman yang meliputi seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu sehingga setiap obat yang dihasilkan selalu memenuhi ketentuan mutu yang telah ditetapkan.
Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB menyangkut keseluruhan aspek produksi dan pengendalian mutu. Semua industri farmasi harus menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat (Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik ( Pedoman CPOB, 2006).
Sumber daya manusia menjadi faktor penting dalam pembentukkan dan penerapan sistem pemastian mutu. Oleh karena itu Industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang memenuhi kualifikasi dalam jumlah yang memadai. Seorang apoteker adalah SDM kunci dalam penerapan aspek–
aspek yang tercantum dalam CPOB, sehingga pemenuhan kualifikasi apoteker menjadi hal paling utama. Apoteker tidak hanya membutuhkan pengetahuan teoritis, tetapi sangat dibutuhkan juga pengalaman praktis dilapangan. Untuk
mewujudkan hal tersebut dijalin kerjasama dengan industri farmasi untuk menyelenggarakan praktek kerja apoteker.
Dilatarbelakangi oleh hal tersebut, maka seorang calon Apoteker harus memahami tanggung jawab profesinya secara nyata. Melalui teori yang dibekali sebelumnya, calon Apoteker diharapkan memiliki pemahaman awal mengenai penerapannya di dunia nyata. Pemahaman tersebut dapat diperoleh melalui sebuah praktek kerja profesi di industri farmasi. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI mengadakan kerjasama dengan PT Aventis Pharma dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) agar dapat menjadi sarana pembelajaran di industri farmasi bagi para calon Apotekernya. Praktek kerja profesi ini dijalankan dari periode 9 April – 8 Juni 2012.
1.2. Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi bertujuan untuk mengetahui penerapan ketentuan CPOB di industri Farmasi, khususnya pada PT Aventis Pharma, serta untuk mengetahui tugas dan tanggung jawab apoteker di industri Farmasi terutama sebagai penanggung jawab produksi, pemastian mutu, dan pengawasan mutu.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Farmasi
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 Bab 1 pasal 1, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Suatu industri farmasi wajib mempunyai izin usaha industri farmasi sebelum memulai proses produksinya. Proses pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan yang menghasilkan suatu obat yang meliputi produksi dan pengawasan mutu mulai dari pengadaan bahan awal, proses pengolahan, pengemasan sampai obat jadi dan siap untuk didistribusikan. Obat jadi adalah sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi. Adapun yang dimaksud dengan bahan baku obat adalah bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengelolaan obat dengan standar mutu sebagai bahan farmasi.
Setiap industri farmasi wajib memiliki izin usaha dari Menteri Kesehatan.
Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai dengan persyaratan CPOB. Untuk mendapatkan izin usaha industri farmasi, sebelumnya harus melalui tahap persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip ini diberikan kepada industri farmasi untuk melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan dan pemasangan instalasi peralatan. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan setiap tahun perusahaan yang bersangkutan menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya kepada Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan. Bagi industri farmasi yang melakukan penambahan kapasitas produksi atau penambahan bentuk sediaan tidak memerlukan izin perluasan. Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri farmasi yang bersangkutan berproduksi.
Izin usaha industri farmasi yang diberikan dapat berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri farmasi yang bersangkutan berproduksi dan tidak
melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/MENKES/SK/V/1990.
Beberapa persyaratan yang diperlukan industri farmasi dalam mendapatkan Izin Usaha adalah:
a. Dilakukan oleh Perusahaan U mum, Badan Hukum berbentuk Perseroan Terbatas, atau Koperasi.
b. Memiliki Rencana Investasi.
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
d. Memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai ketentuan Pedoman CPOB 2006 (current GMP).
e. Mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya tiga Apoteker warga negara Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab produksi, pemastian mutu dan pengawasan mutu, sesuai persyaratan CPOB.
f. Obat jadi yang diproduksi oleh perusahaan farmasi hanya dapat diedarkan setelah memperoleh persetujuan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan farmasi yang telah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi, yaitu:
a. Membuat jumlah laporan dan nilai produksinya sekali dalam 6 (enam) bulan. Sedangkan untuk laporan lengkap wajib dilaporkan sekali dalam setahun.
b. Menyalurkan produksinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
c. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian serta mencegah pencemaran lingkungan.
d. Melaksanakan keamanan dan keselamatan alat, bahan baku, proses, hasil produksi, pengangkutan dan keselamatan kerja.
e. Melakukan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi dilakukan bila Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi:
a. Melakukan pindah tangan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan tanpa izin.
b. Tidak menyampaikan informasi industri tiga kali berturut-turut atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.
c. Melakukan pemindahan lokasi industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
d. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).
e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi
2.2. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006)
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan penggunaannya. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki. Bila perlu dapat dilakukan penyesuaian dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai. Selain itu, CPOB merupakan bagian dari sistem pemastian mutu yang mengatur dan memastikan obat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara konsisten sehingga produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaan poduk disamping persyaratan lainnya.
Tidaklah cukup jika produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personel yang terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat.
Ruang lingkup CPOB 2006 meliputi: manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, proses produksi,
pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat dan obat kembalian, dokumentasi, pembuatan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi.
2.2.1. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya dan memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) serta tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif.
Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui suatu kebijakan, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor.
Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.
Tindakan yang sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
2.2.2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Jumlah karyawan untuk semua tingkatan hendaknya cukup, serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Mereka hendaknya juga memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan sebagaimana mestinya serta mempunyai kesadaran tinggi untuk mewujudkan tujuan CPOB. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas.
Seluruh personel hendaknya memahami dan melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Selain itu, mereka harus memahami prinsip
CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan. Program pelatihan CPOB secara periodik dilakukan agar para karyawan terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan dengan tugasnya, sedikitnya satu kali dalam setahun, baik untuk karyawan lama (sebagai kursus penyegar) ataupun untuk karyawan baru. Program pelatihan tersebut sebaiknya mencakup: orientasi umum, latihan kerja di tempat (on the job training), dan pendidikan di kelas. Latihan sebaiknya diberikan oleh atasan yang bersangkutan, tenaga ahli, atau pelatih CPOB. Setiap karyawan mempunyai catatan pelatihan untuk menilai kualifikasi masing-masing karyawan.
Struktur organisasi perusahaan sedemikian rupa sehingga bagian produksi, pemastian mutu, dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing- masing diberi wewenang penuh dan sarana pendukung yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Personel tersebut tidak mempunyai kepentingan lain di luar organisasi yang dapat menghambat atau membatasi kewajibannya dalam melaksanakan tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial.
Kepala bagian produksi, pemastian mutu dan kepala bagian pengawasan mutu harus seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang industri farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional.
Kepala bagian produksi memiliki wewenang serta tanggung jawab penuh untuk mengelola produksi obat. Kepala bagian pengawasan mutu adalah satu-satunya yang memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan.
Industri farmasi memberikan pelatihan bagi seluruh personel yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personel teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personel lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.
Disamping pelatihan dasar mengenai CPOB, personel baru mendapat pelatihan
sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan juga diberikan dan efektivitas penerapannya dinilai secara berkala tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing- masing.
2.2.3. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan untuk pembuatan obat memiliki ukuran, rancang bangun, konstruksi, serta letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Tiap sarana kerja memadai, sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat, dapat dihindarkan. Lokasi bangunan sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekitarnya seperti pencemaran dari udara, tanah, air, maupun kegiatan di dekatnya. Bangunan dan fasilitas dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat dengan tepat agar memperoleh perlindungan maksimal dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarangnya serangga, burung, binatang pengerat, kutu, atau hewan lain. Bangunan dirawat secara teratur agar senantiasa bersih dan rapi. Setiap pelaksanaan perbaikan dilakukan diluar waktu kegiatan produksi.
2.2.4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat.
Hal ini dilakukan agar mutu obat terjamin serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan didesain dan dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.
Peralatan didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama. Peralatan dipasang sedemikian rupa untuk menghindari risiko kekeliruan atau pencemaran. Peralatan dirawat
sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian produk.
2.2.5. Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personel, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Selain itu, prosedur sanitasi dan higiene hendaknya divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa prosedur yang diterapkan cukup efektif dan memenuhi persyaratan.
Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan personel, personel mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Kontak langsung antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk perlu dihindari.
2.2.6. Produksi
Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.
Aspek produksi mencakup spesifikasi bahan awal; validasi proses (pembersihan, sterilisasi, dan lainnya); prosedur tetap; sistem penomoran bets/lot produk ruahan atau produk jadi; penimbangan dan penyerahan bahan baku obat;
pengembalian bahan baku obat; pengolahan bahan baku menjadi produk obat jadi;
monitoring; dan dokumentasi.
Penimbangan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi dan rekonsiliasi yang lengkap. Sebelum melakukan penimbangan dilakukan pemeriksaan kebenaran penandaan bahan baku termasuk label pelulusan. Kapasitas, ketepatan dan ketelitian alat timbangan dan alat ukur yang digunakan harus sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang.
Semua prosedur produksi hendaknya divalidasi dengan tepat, sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya hendaknya didokumentasikan. Perubahan yang penting dalam proses, baik itu penggantian alat maupun penggantian asal bahan baku, hendaknya dilakukan validasi ulang.
Hal ini untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
2.2.7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu adalah bagian yang essensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sistem pengawasan mutu hendaklah dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan yang benar dengan mutu dan jumlah yang telah ditetapkan, dibuat pada kondisi yang tepat dan mengikuti prosedur standar sehingga obat tesebut senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan untuk identitas, kadar, kemurnian, mutu, dan keamanannya.
Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisis yang dilakukan di laboratorium termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi. Pengawasan mutu meliputi juga program uji stabilitas, pemantauan lingkungan kerja, validasi, dokumentasi suatu bets, program penyimpanan contoh dan penyusunan serta penyimpanan spesifikasi yang berlaku dari tiap bahan dan produk termasuk metode pengujiannya.
Bagian pengawasan mutu hendaklah melakukan validasi terhadap prosedur penetapan kadar, kalibrasi instrumen dan juga memberi bantuan yang diperlukan atau mengambil bagian dalam pelaksanaan validasi berkala oleh
bagian lain terutama bagian produksi untuk menjamin bahwa setiap produk yang dihasilkan selalu memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Untuk menjamin keseragaman bets dan keutuhan obat jadi, prosedur tertulis mengenai pengambilan contoh, pengawasan dan pengujian atau pemeriksaan terhadap produk selama proses dari tiap bets hendaklah ditetapkan dan diikuti. Prosedur pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil produksi dan melakukan validasi terhadap kemampuan produksi yang mungkin menjadi penyebab dari variabilitas produk dalam proses
2.2.8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Ada manfaatnya bila juga menggunakan auditor luar yang independen. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus, misalnya dalam hal penarikan obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.
Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.
2.2.9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.
Laporan dan keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh keluhan mengenai mutu yang berupa kerusakan fisik, kimiawi, atau biologis dari produk atau
kemasannya. Keluhan lainnya adalah karena reaksi yang merugikan seperti alergi, toksisitas, reaksi fatal, dan reaksi medis lainnya, serta keluhan mengenai efek terapetik seperti produk tidak berkhasiat atau respon klinis yang rendah.
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran.
Penarikan kembali produk dilakukan jika ditemukan produk yang cacat mutu atau jika ada laporan mengenai reaksi merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali produk dapat berakibat penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. Produk yang ditarik kembali diberi identifikasi dan disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut.
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah, dan keamanan obat yang bersangkutan.
Penanganan produk kembalian dan tindaklanjutnya didokumentasikan dan dilaporkan. Bila produk harus dimusnahkan, dokumentasi mencakup berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personel yang melaksanakan dan saksi
2.2.10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personel menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Keterbacaan dokumen sangat penting.
Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Prosedur berisi cara untuk
melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan.
Dokumen didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat.
Dokumen dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Bila suatu dokumen direvisi, dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja.
2.2.11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.
Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
2.2.12. Kualifikasi dan Validasi
CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengruhi mutu produk divalidasi.
Pendekatan dengan kajian risiko digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.
Seluruh kegiatan validasi harus direncanakan terlebih dahulu. Unsur utama program validasi dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (Validation Master Plan). Protokol validasi tertulis merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Lalu, dibuat laporan yang mengacu pada protokol kualifikasi/validasi yang memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Setelah kualifikasi selesai dilakukan, maka diberikan
persetujuan tertulis untuk dapat melakukan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya.
BAB III TINJAUAN UMUM PT AVENTIS PHARMA 3.1. Sejarah PT Aventis Pharma
PT Aventis Pharma merupakan perusahaan farmasi global yang merupakan hasil penggabungan/merger antara dua perusahaan besar kimia- farmasi yaitu PT Rhone Poulenc Rorer dengan PT Hoechst Marion Roussel Indonesia. PT Hoechst Marion Roussel Indonesia (merupakan pendahulu PT Aventis Pharma) berasal dari Hoechst AG yang didirikan pada tahun 1863 di Frankfurt, Jerman dan bergerak di bidang kimia. Hoechst AG mulai memasuki bidang farmasi pada tahun 1883 dan memberikan kontribusi dengan penemuan obat seperti Novalgin, Novocain, dan Salvarsan.
Tahun 1950 Hoechst AG mulai melakukan kegiatan penjualan obat di Indonesia dengan membuka perwakilan perdagangannya yang berpusat di Hotel Des Indes (sekarang Duta Merlin/Carrefour), Jakarta. Tahun 1954 perwakilan perdagangan Hoechst di Indonesia ini berlanjut dengan nama PT Hoechst Indonesia dan berkantor di sebuah paviliun Gedung Jasa Indonesia Jl. Nusantara (sekarang Jl. Majapahit), Jakarta. Pada tahun 1957 atas lisensi dari Hoechst AG, beberapa produk Hoechst AG mulai diproduksi oleh PT Abdi yang beralamat di Jl. Percetakan Negara II, Jakarta. Sementara itu kantor PT Hoechst Indonesia pindah ke Jl. Cikini Raya No 97 Jakarta.
Pada tahun 1969, Hoechst AG membentuk perusahaan patungan bersama dengan Bapak Zainil Abidin (Alm.) dengan nama Hoechst Pharmaceuticals of Indonesia PT (HPI PT) yang berlokasi di Pulo Mas Jakarta Timur, yaitu lokasi kantor dan pabrik PT Aventis Pharma sekarang. Perusahaan ini memperoleh izin dari Departemen Kesehatan RI pada tanggal 3 Juni 1972 untuk memproduksi dan memasarkan obat-obat yang diproduksinya. Pabrik HPI PT diresmikan pada tanggal 3 Mei 1973 dan pembuatan obat yang selama ini diproduksi oleh PT Abdi dialihkan ke HPI PT.
Sejak 1974, Hoechst AG semakin berkembang dan berhasil menjadi pemilik saham terbesar dari Roussel Uclaf. Pada tahun 1977 hingga tahun 1978 HPI PT membangun sebuah pabrik serba guna untuk membuat bahan baku
farmasi. Bahan baku yang diproduksi adalah garam kinin dipiron dengan bahan dasar kinin sulfat. Produksi garam kinin dipiron dihentikan pada tahun 1982 dan mulai memproduksi tetrasiklin basa dari tetrasiklin kasar yang diimpor dari Hoechst AG. Produksi tetrasiklin basa ini juga akhirnya dihentikan karena dinilai tidak efisien dan terlalu mahal.
Pada tahun 1992 dalam rangka penyederhanaan, perusahaan ini mengganti nama menjadi PT Hoechst Pharma Indonesia (PT HPI). Pada tahun 1995 Hoechst AG mengakuisisi Marion Merrel Dow, yaitu suatu perusahaan farmasi Amerika Serikat dan bersamaan dengan itu Hoechst AG mendirikan perusahaan divisi farmasinya, yaitu Hoechst Marion Roussel AG (HMR AG).
Karena perubahan tersebut, setahun kemudian PT HPI berubah nama menjadi PT Hoechst Marion Roussel Indonesia
Pada akhir tahun 1999 Hoechst AG (pemilik Hoechst Marion Roussel AG) bergabung dengan Rhone-Poulenc Rorer SA, suatu perusahaan kimia- farmasi Perancis, membentuk Aventis SA (suatu Holding Company) yang b e r kedudukan di Strassbourg, Perancis. Aventis SA mempunyai anak-anak perusahaan baru, antara lain Aventis Pharma AG yang berkedudukan di Frankfrut, Jerman. Di Indonesia, penggabungan antara PT Hoechst Marion Roussel Indonesia dengan PT Rhone-Poulenc Rorer diresmikan pada tanggal 3 Mei 2001 dengan nama PT Aventis Pharma. Beroperasinya PT Aventis Pharma disahkan oleh Menteri Kesehatan Indonesia yang pada awalnya diberikan kepada PT Hoechst Pharmaceutical Indonesia melalui Surat Keputusan Menkes No.
5880/A/SK/PAB/72 tanggal 30 Juni 1972, kepada PT Hoechst Marion Roussel Indonesia melalui Surat Keputusan Menkes No. PO.01.01.2.0183 tanggal 22 Januari 1997, kemudian kepada PT Aventis Pharma melalui Surat Keputusan No. C-00397 HT 01.04.TH 2001 pada tanggal 27 April 2001. Saat ini saham Aventis Global 95,47% telah dimiliki oleh Sanofi-Synthelabo, dengan nama baru Sanofi Group.
3.2. Visi dan Misi PT Aventis Pharma (Sanofi Aventis, 2007) 3.2.1. Visi PT Aventis Pharma
Visi PT Aventis Pharma adalah menjadi perusahaan terkemuka yang didorong oleh inovasi, mampu memanfaatkan kesempatan-kesempatan dalam bidang ilmu kehidupan (Life Sciences) yang tengah berkembang pesat saat ini, bertekad untuk berperan utama dalam. peningkatan kualitas kehidupan manusia dan turut bersumbangsih kepada pembangunan dunia, khususnya dengan mengatasi dan menangani berbagai penyakit melalui teknik diagnosa, terapi vaksin, dan cara pengobatan yang inovatif.
3.2.2. Misi PT Aventis Pharma
Misi PT Aventis Pharma yaitu Aventis Pharma adalah perusahaan farmasi global yang memiliki tekad untuk member arti bagi para pasien, pemilik saham, karyawan, dan masyarakat luas dengan menemukan, mengembangkan, dan memasarkan produk-produk farmasi inovatif yang akan dapat memenuhi kebutuhan medis yang belum teratasi serta menuju pelayanan kesehatan dengan biaya lebih rendah. Perusahaan juga mempunyai tekad untuk menjadi pemimpin dalam era di mana perubahan-perubahan terjadi dengan cepat di industri ini.
3.3. Lokasi dan Sarana Produksi (Sanofi Aventis, 2007)
PT Aventis Pharma Site berlokasi di Jalan Jendral Ahmad Yani, Pulo Mas Jakarta, berdiri di atas tanah seluas 37.500 m2 atau 150 x 250 m, dan berupa lapangan rumput seluas 24.000 m2 eks milik PT Clarient. Di kawasan ini terdapat beberapa gedung utama:
1. Factory building yang terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian produksi (processing dan packaging) dan warehouse, seluas 3160 m2. Peluasan warehouse dibangun dan diperbaiki mengukuti synergi project factory upgrade (SPFU). Factory building terdiri dari dual anta yaitu:
a. Ground floor yang digunakan untuk warehouse, solid processing, cream and ointment processing, primary and secondary packaging, dan aktivitas penunjang lainnya. Warehouse memiliki satu incoming airlock dan satu outgoing airlock. Antara warehouse dan area processing terdapat dua airlock
dua airlock, yaitu airlock untuk mentransfer secondary packaging material dari warehouse ke secondary packaging area dan untuk mentransfer finished goods dari secondary packaging area ke warehouse. Layout dan design di ground floor diatur sedemikian rupa untuk myediakan alur kerja dan urutan lalu lintas bahan satu arah untuk menghindari resiko mixed up.
b. First floor terutama digunakan untuk fasilitas-fasilitas seprti loker, ruang ganti pakaian, dan technical area.
2. Office building 1, seluas 540 m2 3. Office building 2, seluas 540 m2
4. Multi purpose building, digunakan untuk office, bagian quality operation seluas 450 m2
5. Energy building and workshop, seluas 485 m2
3.4. Karyawan PT Aventis Pharma
Dari 65.000 karyawan di 100 negara, lebih dari 500 orang karyawan PT Aventis Pharma berada di Indonesia, mereka berprestasi bersama mendukung dan membentuk Aventis Pharma untuk menjadi salah satu perusahaan farmasi terkemuka di dunia. PT Aventis Pharma mengangkat calon-calon karyawan dari lulusan terbaik dan berbakat dari berbagai universitas dan institusi pendidikan lain di Indonesia. Mereka kemudian mendapat kesempatan untuk dilatih diberbagai disiplin industri, seperti teknik, kesehatan, keuangan, pemasaran, dan teknologi informasi. Perusahaan juga mendorong budaya kewirausahawan yang berorientasi pada pasar dan yang diinspirasi oleh fleksibilitas, kerjasama, dan pembuatan keputusan berdasarkan data, bukan tradisi.
Kelangsungan kegiatan operasi merupakan hal yang diutamakan di PT Aventis Pharma. Demikian juga dengan pengakuan terhadap kepentingan yang sejajar antara pelanggan dan kesejahteraan karyawan. Di samping mempertahankan hubungan yang baik dengan serikat pekerja, kesejahteraan karyawan juga dijamin oleh berbagai program menarik, seperti penggantian biaya kesehatan karyawan, kompensasi yang kompetitif, bonus, serta paket tunjangan hari tua. Penghargaan diberikan berdasarkan keberhasilan individu dan tim.
Semua ini menciptakan lingkungan kerja yang menyajikan tantangan sekaligus
produktif dan membanggakan.
3.5. Struktur Organisasi PT Aventis Pharma (Sanofi Aventis, 2007)
PT Aventis Pharma dipimpin oleh seorang Presiden Direktur yang membawahi 3 Business Unit (BU) dan 5 Divisi, yaitu:
1. Business Unit terdiri dari:
a. Hospital and Oncology BU
b. Cardiovascular and Metabolism BU c. Respiratory and Antiinflamatory BU 2. Divisi yaitu:
a. Medical and Regulatory Division
b. Finance and Information System Division c. Human Resource Division
d. Industrial Affairs Division
e. Institution, Market Development and Sales Training Division.
Bagan struktur organisasi PT Aventis Pharma dapat dilihat pada Lampiran 3.
3.6. Produk PT Aventis Pharma
PT Aventis Pharma dikenal sebagai perusahaan farmasi yang menghasilkan obat-obat sesuai dengan kebutuhan bidang kesehatan di Indonesia.
Aventis Pharma Global akan mendukung dan mempertahankan predikat tersebut melalui penerapan teknologi tinggi dalam pengembangan solusi untuk menghadapi berbagai penyakit yang diderita masyarakat Indonesia. Melalui penelitian di bidang kardiovaskuler, penyakit infeksi, asma, alergi, diabetes, radang sendi, kanker serta di bidang vaksin dan protein terapetik (therapeutic proteins), Aventis Pharma yakin bahwa produk-produk yang dihasilkan akan memainkan peranan penting dalam membantu masyarakat Indonesia mengatasi masalah kesehatan di Indonesia.
Produk PT Aventis Pharma diperoleh dengan berbagai cara, antara lain dengan memproduksi obat tersebut menggunakan fasilitas produksi yang tersedia, kontrak dengan perusahaan farmasi lain (toll manufacturing), dan mengimpor baik produk ruahan untuk dikemas akhir (re-pack) maupun produk
stiker). Produk PT Aventis Pharma secara garis besar dapat dibagi menjadi enam, yaitu:
1. Produk yang diproduksi sendiri di pabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal (dalam negeri) dan eksport (luar negeri).
2. Produk impor dari Aventis Global yang dikemas ulang (repackaging) di pabrik (Jakarta site)
3. Produk impor yang berupa finished goods.
4. Produk yang bulk-nya diimpor dan kemudian dikemas di pabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal dan ekspor.
5. Produk toll manufacturing yang dibuat oleh PT Boehringer-Ingelheim Indonesia untuk PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma telah menghasilkan serangkaian obat-obat inovatif untuk pengobatan pasien yang menderita beraneka ragam penyakit serius. Hal ini terlaksana berkat dukungan dari sumber daya yang profesional, manajemen dan pimpinan perusahaan yang penuh komitmen, serta dengan research and development anggaran terbesar di industri farmasi. Upaya riset Aventis Pharma difokuskan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan medis yang belum teratasi dan diarahkan pada 7 bidang utama, yaitu:
1. Anti infeksi, dengan pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur
2. Radang sendi/tulang , dengan pengobatan untuk radang sendi dan osteoporosis
3. Kardiologi/thrombosis, untuk pengobatan infark jantung, penyakit jantung koroner dan kelainan jantung lainnya
4. Sistem saraf pusat, untuk pengobatan berbagai penyakit degeneratif otak dan tulang belakang
5. Metabolisme , untuk pengobatan diabetes dan penyakit metabolisme lainnya
6. Onkologi, untuk pengobatan tumor ganas 7. Respiratori, untuk pengobatan asma dan alergi.
BAB 4
TINJAUAN KHUSUS DIVISI INDUSTRIAL AFFAIRS
Berdasarkan struktur organisasi, Divisi Industrial Affairs (Industrial Affairs/IA Division) berada langsung dibawah Presiden Direktur PT Aventis Pharma, yang dikepalai oleh Head of Industrial Affairs Division. Berikut ini adalah departemen yang dibawahi oleh IA Division:
a. Industrial Quality and Compliance Department b. Production Department
c. Technical Services Department dan Health, Safety, and Environment Department (TSD & HSE Dept.)
d. Plant Logistic Department
Struktur organisasi Industrial Affairs Division dapat dilihat pada Lampiran 4.
4.1. Industrial Quality and Compliance Department (Prosedur Tetap IQC, 2012)
Industrial Quality and Compliance (IQC) Department adalah salah satu bagian dari IA Division yang bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu menyeluruh dalam arti pengendalian mutu terhadap produk yang dihasilkan sejak bahan awal, produk setengah jadi (termasuk In Process Control/IPC), sampai dengan produk jadi yang siap digunakan, termasuk didalamnya penilaian terhadap pemasok dan distributor. Untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan serta menjamin ketelitian pemeriksaan perlu dilakukan pengecekan, validasi, dan kalibrasi dari alat dan ruangan yang digunakan untuk memeriksa produk. IQC Department juga perlu melakukan pemeriksaan stabilitas untuk memonitor secara tidak langsung mutu obat yang telah beredar. Departemen ini dipimpin oleh seorang Head of IQC Department yang membawahi dua unit kerja, yaitu Quality Assurance Unit (QA Unit) dan Quality Control Unit (QC Unit). Struktur organisasi dari IQC Department dapat dilihat pada Lampiran 5. Berikut ini penjelasan mengenai QA Unit dan QC Unit.
4.1.1. Quality Assurance Unit (Unit Pemastian Mutu)
Unit ini bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi konsumen, termasuk didalamnya pemilihan pemasok dan distributor. Sistem mutu di PT Aventis Pharma ditetapkan berdasarkan CPOB, Aventis Global Quality Standards dan Global IQC Directive. Pengendalian mutu dilakukan terhadap semua faktor yang dapat mempengaruhi mutu obat yaitu mulai dari bahan awal, bahan pengemas, proses pembuatan, bangunan, peralatan, dan personalia. Unit ini dipimpin oleh seorang QA Manager yang bertanggung jawab kepada Head of IQC Department. Aspek-aspek yang ditangani oleh unit ini adalah:
4.1.1.1 Penanganan personel
Unit Pemastian Mutu bertanggung jawab terhadap koordinasi perencanaan dan penyelenggaraan pelatihan karyawan bidang operasional. Menurut CPOB, seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk ke daerah pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB. Sejalan dengan hal itu, standar Health, Safety, and Environment juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang HSE (HSE Department). Secara garis besar pelatihan dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Pelatihan dasar, meliputi teori dan praktek CPOB, pengenalan mikroorganisme, keselamatan kerja, dan lain-lain.
b. Pelatihan tambahan, misalnya keluar masuk di cold storage room yang ada di warehouse, pelatihan khusus tentang pengoperasian suatu alat/mesin.
Tanggung jawab lain QA adalah untuk memastikan bahwa program pelatihan yang disiapkan sesuai dengan aturan-aturan pemerintah maupun Global HSE Standard serta memonitor pelaksanaannya. Pelatihan dilakukan secara kontinu untuk menjamin personel terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan dengan tugasnya dan untuk menjaga agar sistem yang telah ditetapkan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Setiap awal tahun masing-masing departemen harus merencanakan program pelatihan untuk satu tahun mendatang untuk departemennya yang mencakup topik pelatihan, waktu pelaksanaan, peserta, serta instrukturnya.
Pelatihan yang dilakukan diutamakan untuk prosedur tetap (protap) baru atau protap yang diubah atau direvisi karena suatu temuan pada saat inspeksi diri atau temuan pada suatu failure investigation (penyelidikan terhadap kegagalan), kecelakaan kerja, dan sebagainya. Khusus untuk karyawan baru selain mengikuti pelatihan dasar mengenai teori dan praktek dari CPOB atau HSE, mereka juga harus menerima pelatihan yang sesuai atau berkaitan dengan tugasnya baik umum maupun khusus. Untuk mengevaluasi efektifitas dari pelatihan, dilakukan dengan pelatihan pemahaman karyawan terhadap materi pelatihan dengan menggunakan metode scoring (berdasarkan hasil tertulis) maupun dengan pengamatan langsung terhadap karyawan dalam melaksanakan SOP tersebut. Contohnya: pada saat pelatihan pengunaan alat tertentu, karyawan langsung diminta untuk mendemonstrasikan cara menggunakan alat. Hal ini kemudian dinilai oleh pelatih.
4.1.1.2 Penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi
Tugas QA Unit adalah menangani dokumen yang berlaku, baik dalam hal penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, serta penanganan dokumen yang sudah tidak berlaku. Dokumen adalah segala sesuatu berupa catatan tertulis atau tercetak, seperti instruksi, raw data, formulir, panduan dan kebijakan yang berhubungan dengan proses pengembangan, pembuatan, pemeriksaan, distribusi obat, yang diperlukan untuk pemenuhan persyaratan CPOB, Sanofi Aventis directives dan peraturan pemerintah yang berhubungan yang digunakan di PT Aventis Pharma. Dokumennya antara lain adalah General Manufacturing Instruction, Test method (produk, bahan baku dan bahan pengemas), Test Method Validation, Stability Study, Global IQC Directive, Global HSE, Drug Surveillance Action Plan (DSAP), dan dokumen registrasi. Termasuk di dalamnya pula adalah dokumen pembuatan obat yang merupakan bagian manajemen sistem informasi yang meliputi spesifikasi, prosedur pembuatan, metode pemeriksaan, serta laporan lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi
seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat atau seluruh dokumen yang dipersyaratkan dalam CPOB. Jenis dokumen ada 2 macam, yaitu:
a. Batch related document, contohnya: PPI (Prosedur pengolahan atau pengemasan induk); catatan pengolahan/pengemasan bets; Spesifikasi dan catatan hasil pemeriksaan bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, obat jadi (termasuk kromatogramnya); raw data; test method, protap, catatan distribusi obat.
b. Non batch related document, contohnya: kualifikasi dan validasi, penelitian terhadap kegagalan (FIR), catatan pembersihan dan sanitasi, program stabilitas, pengendalian hama, audit, registrasi, change control, gambar tekhnik, pemeriksaan dan kalibrasi alat, penanganan keluhan dan obat kembalian, pemantauan lingkungan, log book, pelatihan pegawai, technical agreement, dan dokumen lainnya.
4.1.1.3 Menyusun dan mengendalikan prosedur tetap (protap)
Menurut CPOB dan ketentuan dari Global IQC Directives maupun Global Health Safety and Environment (HSE) untuk setiap kegiatan yang dilakukan hendaklah disiapkan suatu prosedur tertulis berupa Protap. Prosedur Tetap (Protap), atau yang juga dikenal sebagai Standard Operating Procedure (SOP), adalah prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi untuk pelaksanaan tugas yang tidak khusus berkaitan dengan suatu produk atau bahan tertentu, tetapi lebih bersifat umum, misalnya pengoperasian, pemeliharaan dan pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pembersihan gudang dan pengendalian kondisi lingkungan, pengambilan contoh (sampling), dan inspeksi diri. Protap dimaksudkan untuk:
a. Memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas.
b. Memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB dan HSE.
c. Memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlaku.
d. Membantu melatih karyawan baru.
Protap ada dua macam, yaitu:
1) Protap umum, yang berisi hal-hal umum
a) Berguna untuk menjelaskan dan mendokumentasikan sistem QA pada IA Division dalam bidang CPOB dan HSE.
b) Suatu bagian dari buku pedoman dari sistem penjaminan mutu atau protap panduan mutu.
c) Sangat tidak cocok digunakan sebagai protap di “lapangan” meskipun berbagai operasi yang dilukiskan adalah bersifat umum.
2) Protap khusus, yang berisi hal-hal khusus
a) Berguna untuk menjelaskan dan mendokumentasikan sistem QA dan HSE dalam masing-masing lingkungan departemen dan lingkungan kelompok pada IA Division.
b) Mengatur seluruh kegiatan yang berkaitan dengan CPOB dan HSE yang bersifat spesifik bagi departemen atau kelompok unit tertentu.
c) Bermanfaat sebagian untuk digunakan sebagai protap di “lapangan” apabila protap tersebut merinci departemen terkait.
Pada dasarnya tiap protap dibuat oleh departemen atau unit yang bersangkutan dengan bekerjasama dan berkonsultasi dengan IQC Department atau QA Unit dan departemen lain yang berhubungan. IQC Department bertanggung jawab mengkoordinir penyiapan, penerbitan, dan implementasi semua protap yang ada. Protap dikaji ulang minimal setiap tiga tahun sekali. Protap diperiksa oleh QA Manager, Department Manager yang bersangkutan dan Department Manager yang berkaitan, serta disetujui oleh Head of IQC Department. Bila penerbitan protap dimaksudkan untuk mengganti protap yang telah ada, maka Department Manager yang bersangkutan harus menarik dokumen lama dan salinannya dengan Formulir Penarikan Salinan Protap. Salinan protap kemudian dimusnahkan seluruhnya dengan membuat Berita Acara Pemusnahan Protap, sedangkan protap asli disimpan dalam dokumen khusus. Protap yang berhubungan dengan produk selama sepuluh tahun dan protap yang tidak berhubungan dengan produk selama 2 edisi. Selama lima tahun sebelum akhirnya dimusnahkan oleh QA Unit. Formulir
Penarikan Salinan Protap dan Berita Acara Pemusnahan Protap dilampirkan pada protap asli yang berlaku.
4.1.1.4 Validasi
Menurut CPOB, validasi berarti suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.
a. Validasi proses
Menurut Aventis Pharma, validasi proses adalah cara pemastian dan memberi pembuktian terdokumentasi bahwa proses berlangsung dalam parameter desain yang telah ditentukan mampu dan dapat dipercaya menghasilkan produk sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan memiliki tingkat keterulangan yang tinggi. Validasi proses dilakukan dengan cara yang berbeda tergantung pada status produk, yaitu dapat dilakukan dengan cara:
1) Prospective
Validasi yang dilakukan terhadap produk baru sebelum dipasarkan atau bila ada perubahan (pada pabrik atau proses pembuatan) yang akan mempengaruhi kualitas produk. Untuk validasi ini, minimal dilakukan terhadap 3 bets sebelum produk tersebut dipasarkan.
2) Concurrent
Validasi ini hampir sama dengan validasi prospective kecuali pemasaran produk tidak menunggu proses validasi hingga selesai. Validasi ini dilakukan bila terdapat perubahan yang direncanakan yang sedikit berpengaruh terhadap produk.
3) Retrospective
Validasi yang didasarkan pada pengumpulan data yang diperoleh dalam proses produksi dan pemeriksaan pada produk yang sudah dipasarkan/dibuat.
Validasi dari proses ini tetap memerlukan protokol yang memanfaatkan data historis sehingga bukti terdokumentasi. Jenis validasi ini tidak dianjurkan untuk digunakan dan PT Aventis Pharma tidak menggunakan validasi ini.
4) Revalidasi
Validasi yang dilakukan secara internal dalam bentuk evaluasi kembali.
Revalidasi dapat dilakukan jika terjadi perubahan:
a) Bahan baku (sifat fisik misalnya viskositas, ukuran partikel, dan lain-lain).
b) Pabrik pembuat bahan baku.
c) Bahan pengemas primer, misal botol, alutube.
d) Proses, misalnya waktu pencampuran, suhu pengeringan.
e) Peralatan, misalnya alat menjadi otomatis.
f) Area produksi dan sistem penunjang, misalnya tata letak berubah.
Validation Steering Team yang telah dibentuk IQC Manager yang akan menyusun protokol validasi untuk produk yang akan divalidasi. Protokol validasi merupakan bagian dari validasi yang berupa panduan kerja dalam melakukan validasi. Tim validasi bekerja sama dengan departemen yang bersangkutan akan menyusun rincian kegiatan validasi mencakup kualifikasi peralatan (Installation/Operational/Performance Qualification), validasi metode analisis, dan pelatihan karyawan yang terlibat dalam kegiatan validasi. Kegiatan validasi akan dilakukan oleh departemen yang bersangkutan, dimonitor, dan didokumentasikan oleh tim validasi. Setiap akhir validasi harus dibuat suatu laporan validasi sebagai pertanggungjawaban. Protokol validasi dibuat berdasarkan data-data dari laporan optimalisasi/pengembanagan produk (jika ada) atau prosedur pengolahan, dengan harus memperhatikan aspek penting dari suatu validasi sebagai berikut:
a) Karakteristik produk b) Spesifikasi produk
c) Desain pabrik dan keterbatasannya
d) Desain proses, kemungkinan dan keterbatasannya e) Metoda analisis dan spesifikasi
f) Mikrobiologi g) Pembersihan h) Quality Assurance
b. Validasi pembersihan untuk ruangan dan peralatan
Ruangan dan peralatan setelah selesai digunakan untuk membuat atau mengemas akan segera dibersihkan. Untuk mendapatkan ruangan dan peralatan yang bersih dan memenuhi syarat yang sudah ditetapkan, maka cara pembersihan, deterjen, dan desinfektan yang digunakan, serta frekuensi desinfeksi harus sesuai dengan protap pembersihan dan sanitasi yang sudah ditetapkan. Untuk itu prosedur pembersihan dan sanitasi yang digunakan tersebut harus divalidasi.
Validasi pembersihan ruangan dan peralatan bertujuan untuk memastikan dan membuktikan bahwa prosedur untuk pembersihan yang dilakukan sesuai dengan protap yang telah ditetapkan dapat menghilangkan residu bahan aktif dan deterjen serta mengurangi jumlah cemaran mikroba sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam melakukan validasi ini adalah:
1) Karakteristik bahan aktif 2) Desain ruangan
3) Jenis/tipe desinfektan yang digunakan 4) Prosedur pembersihan dan sanitasi 5) Metode analisis yang digunakan
Head of IQC Department bersama QA manager akan menetapkan prioritas ruangan yang akan divalidasi berdasarkan jenis produk yang dibuat (sukar larut dalam air, dosis rendah, toksisitasnya lebih besar, sering dibuat). Di samping itu, ruangan baru dan lama perlu juga diperhatikan dalam prioritas.
Untuk ruangan baru, harus dilakukan pembersihan sebelum digunakan dan proses harus diverifikasi. Siapkan prosedur pembersihan dan lakukan validasi.
Sedangkan untuk ruangan lama, perhatikan apakah prosedur pembersihan dibedakan antara pembersihan setelah ganti bets atau ganti produk, mulai produksi / setelah pemeliharaan / pembersihan. Hal ini semua perlu diperhatikan dalam proses validasi.
4.1.1.5 Mengadakan audit terhadap pemasok (Vendor Audit)
Pemasok yang dimaksud meliputi pabrik pembuat, pemasok bahan yang mempunyai gudang, atau pemasok yang tidak mempunyai gudang (sale agent /
broker). Penilaian terhadap pemasok dilakukan oleh tim yang terdiri dari wakil – wakil Quality Assurance dan Purchasing, serta kepala tim adalah Quality Assurance Manager. Pada kasus tertentu anggota tim dapat diperluas dengan mengikutsertakan QC unit, Techinal Services Department dan Medical and Regulatory Affairs dan departemen lain yang terkait. Hal – hal yang perlu dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku, proses pembuatan, perujukan dan pemeriksaan bahan baku dan produk jadi, penanganan sisa, dokumentasi, serta prosedur dan persyaratan.
Sertifikasi pemasok dimulai dari urutan status “not approved”,
“approved”, dan “certified”. Sertifikasi status “not approved” atau belum disetujui merupakan sertifikasi untuk pemasok yang baru yang akan dijadikan pemasok tetap. Sertifikasi status “approved” atau disetujui diberikan kepada pemasok yang telah memenuhi persyaratan menurut standar kualitas PT Aventis Pharma dan menjadi pemasok tetap. Sedangkan sertifikasi status “certified” atau tersertifikasi diberikan kepada pemasok tetap yang konsisten dalam hal kualitasnya. Pemasok dengan status belum disetujui, masih dalam tahap penilaian mengenai kualitas produk yang akan dipasok. Pada saat proses pre-approval, maka supplier harus menyerahkan minimum tiga bets material untuk diperiksa oleh Sanofi Aventis.
Setelah pre-approval, status pemasok dapat meningkat menjadi approved supplier yang telah disetujui secara formal sebagai pemasok yang dapat memasok material atau servis tertentu. Untuk selanjutnya bahan awal hanya boleh didapatkan dari pemasok berstatus disetujui ini. Selanjutnya pemasok yang telah disetujui ini dimasukkan dalam Daftar Pemasok Disetujui atau List Approved Supplier.
Apabila suatu pemasok yang disetujui menunjukkan kualitas serta kinerja yang konsisten, maka pemasok tersebut dapat ditingkatkan statusnya menjadi
“pemasok tersertifikasi” atau “certified supplier”. Pemasok Tersertifikasi diputuskan melalui program evaluasi terhadap hasil analisa dan penerapan aspek kualitas, regulasi dan penilaian kinerja. Evaluasi tersebut dilakukan terhadap setiap pengiriman pemasok yang menggambarkan konsistensi pemasok untuk menghasilkan material yanng memenuhi syarat yang ditentukan. Penilaian ini dilakukan oleh divisi QA, QC, pembelian dan produksi. Pemasok yang dapat menjadi pemasok tersertifikasi adalah pemasok yang telah disetujui minimal