• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

B. Analisis dan Pembahasan

3. Estimasi Model Data Panel

Analisis model data panel menggunakan tiga macam pendekatan estimasi yaitu, (a) pendekatan kuadrat terkecil/ Pooled Least Square (PLS) atau Common Effect Model (CEM); (b) pendekatan efek tetap/ Fixed Effect Model (FEM); (c) pendekatan efek acak/ Random Effect Model (REM).

Dimana untuk memilih metode terbaik dalam data panel menggunakan Uji Chow (CEM vs FEM) dan Uji Hausman (REM vs FEM).

88 a. Uji Chow (CEM vs FEM)

Pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square Model atau Fixed Effect Model, maka digunakan uji F Restricted dengan membandingkan nilai cross-section F. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Common Effect Model H1 : Fixed Effect Model

Pengujian dilakukan dengan kriteria jika nilai probabilitas cross-section F > α (0,05) maka terima H0 tolak H1. Sebaliknya, jika nilai probabilitas cross-section F < α (0,05) maka terima H1 tolak H0.

Tabel 4.18 Uji Chow

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 3709.957922 (4,26) 0.0000

Cross-section Chi-square 222.205345 4 0.0000

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

Pada Tabel 4.18 Uji Chow di atas diperoleh nilai probabilitas cross-section F sebesar 0,0000 yang nilainya < 0,05 artinya terima H1 tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa model FEM lebih tepat dibandingkan dengan model CEM.

b. Uji Hausman (REM vs FEM)

Pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan Fixed Effect Model atau Random Effect Model, sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan nilai Chi-square. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Random Effect Model H1 : Fixed Effect Model

Pengujian dilakukan dengan kriteria jika nilai probabilitas cross-section random > α (0,05) maka terima H0 tolak H1. Sebaliknya, jika nilai probabilitas cross-section random < α (0,05) maka terima H1 tolak H0.

89 Tabel 4.19

Uji Hausman

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 14839.831687 4 0.0000

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

Pada Tabel 4.19 di atas diperoleh nilai probabilitas cross-section random sebesar 0,0000 yang nilainya lebih kecil dari 0,05 artinya terima H1 tolak H0. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini model FEM lebih tepat untuk digunakan dibandingkan dengan model REM.

c. Fixed Effect Model (FEM)

Dari hasil pengujian ketepatan model, maka model terbaik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Fixed Effect Model. Pengolahan estimasi model ini menggunakan program E-Views 8 dan didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.20 Fixed Effect Model

Variable Coefficient Prob.

C 3.651117 0.0064

TOURISM 0.045880 0.0382

EDU 2.765516 0.0007

DREG 0.000946 0.9588

INET 0.135259 0.0429

R-squared 0.999661

Adjusted R-squared 0.999556

F-statistic 9577.721

Prob (F-statistic) 0.000000

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

Model data panel dengan menggunakan Fixed Effect Model pada Tabel 4.20, dapat dijelaskan melalui persamaan sebagai berikut:

EKRAF = 3.651117 + 0.045880 (TOURISM)+ 2.765516 (EDU) + 0.000946 (DREG) + 0.135259 (INET) + e

Dimana:

EKRAF = PDRB Ekonomi Kreatif

TOURISM = Perkembangan Sektor Pariwisata EDU = Tingkat Pendidikan

DREG = Dummy Regulasi Pemerintah Daerah INET = Jumlah Pengguna Internet

e = error terms

90 Dari persamaan regresi di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Konstanta sebesar 3,651117 menyatakan bahwa jika Perkembangan Sektor Pariwisata (TOURISM), Tingkat Pendidikan (EDU), Regulasi Pemerintah (DREG), dan Jumlah Pengguna Internet (INET) dianggap konstan, maka PDRB Ekonomi Kreatif sebesar 3,651117.

2) Nilai koefisien regresi Perkembangan Sektor Pariwisata (TOURISM) sebesar 0,045880; artinya jika terjadi penambahan sektor pariwisata sebesar 1% maka PDRB ekonomi kreatif akan bertambah sebesar 4,5%.

3) Nilai koefisien regresi Tingkat Pendidikan (EDU) sebesar 2,765516;

artinya jika terjadi peningkatan Tingkat Pendidikan sebesar 1%

maka PDRB ekonomi kreatif akan bertambah sebesar 276,5%.

4) Nilai koefisien Dummy Regulasi Pemerintah Daerah (DREG) sebesar 0,000946.

5) Nilai koefisien regresi Jumlah Pengguna Internet (INET) sebesar 0,135259; artinya jika terjadi peningkatan jumlah Pengguna Internet sebesar 1% maka PDRB ekonomi kreatif akan bertambah sebesar 13,52%.

d. Cross-section Effect dari Fixed Effect Model

Estimasi Fixed Effect Model menghasilkan nilai intersep yang berbeda untuk setiap individu atau wilayah, seperti ditunjukkan oleh Tabel 4.18. Nilai PDRB Ekonomi Kreatif didapatkan dengan menjumlahkan nilai koefisien-C pada persamaan umum dengan nilai koefisien-C pada setiap wilayah.

Tabel 4.21 Cross-section Effect

Variable Coefficient Nilai PDRB

C 3.651117

Fixed Effects (Cross)

BALI--C -0.872842 2.77828

DIY--C -1.314403 2.33671

JABAR--C 1.360859 5.01198

JATIM--C 1.640401 5.29152

SUMUT--C -0.814014 2.83710

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

91 Interpretasi Cross-section Effect pada Tabel 4.21 sebagai berikut:

1. Jika Perkembangan Sektor Pariwisata (TOURISM), Tingkat Pendidikan (EDU), Regulasi Pemerintah (DREG), dan Jumlah Pengguna Internet (INET) yang ada pada model adalah 0, maka PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi Sumatera Utara sebesar 2,83710 satuan.

2. Jika Perkembangan Sektor Pariwisata (TOURISM), Tingkat Pendidikan (EDU), Regulasi Pemerintah (DREG), dan Jumlah Pengguna Internet (INET) yang ada pada model adalah 0, maka PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi Jawa Barat sebesar 5,01198 satuan.

3. Jika Perkembangan Sektor Pariwisata (TOURISM), Tingkat Pendidikan (EDU), Regulasi Pemerintah (DREG), dan Jumlah Pengguna Internet (INET) yang ada pada model adalah 0, maka PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi D.I. Yogyakarta sebesar 2,33671 satuan.

4. Jika Perkembangan Sektor Pariwisata (TOURISM), Tingkat Pendidikan (EDU), Regulasi Pemerintah (DREG), dan Jumlah Pengguna Internet (INET) yang ada pada model adalah 0, maka PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi Jawa Timur sebesar 5,29152 satuan.

5. Jika Perkembangan Sektor Pariwisata (TOURISM), Tingkat Pendidikan (EDU), Regulasi Pemerintah (DREG), dan Jumlah Pengguna Internet (INET) yang ada pada model adalah 0, maka PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi Bali sebesar 2,77828 satuan.

4. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan melihat nilai Jarque-Bera pada output E-Views, dengan hipotesis:

H0 : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusi normal

92 Jika nilai Prob Jarque-Bera > 0,05 (tidak signifikan), maka terima H0, tolak H1. Hasil perhitungan (Tabel 4.22), didapatkan nilai Jarque-Bera sebesar 2,919583 dengan nilai probabilitas sebesar 0,232285 yang artinya nilai probabilitas lebih besar dari nilai signifikansi (0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini terdistribusi normal.

Tabel 4.22 Uji Normalitas

Jarque-Bera 2.919583

Probability 0.232285

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

b. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu dengan observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul pada data yang bersifat runtut waktu, karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi data masa sebelumnya. Meskipun demikian, tetap dimungkinkan autokorelasi dijumpai pada data yang bersifat antar objek (Winarno, 2015:5.31, dalam Hidayati, 2016). Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dengan menggunakan nilai Durbin-Watson dengan penjelasan sebagai berikut:

 Bila nilai DW terletak antara batas atas (du) dan (4 – du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi.

 Bial nilai DW lebih rendah daripada batas bawah (dl), maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.

 Bila nilai DW lebih besar daripada (4 – dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.

 Bila nilai DW terletak di antara batas atas (du) dan batas bawah (dl) maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.

 Bila nilai DW terletak antara (4 – du) dan (4 – dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.

93 Tabel 4.23

Uji Durbin-Watson

DL DU

Durbin-Watson stat 4 – DU 4 – DL

1.28330 1.65282 1.78619 2.34718 2.71670

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder & Tabel DW (K=4, T=35, α=5%)

Nilai DL dan DU terdapat pada Tabel DW, dengan melihat jumlah variabel independen dalam penelitian ini (K) sebanyak 4, dan jumlah observasi (T) sebanyak 35, dengan tingkat α = 5%, maka nilai DL pada Tabel DW adalah 1,28330 dan nilai DU 1,65282. Dari hasil pengujian regresi data panel ini diperoleh nilai DW sebesar 1,78619 dimana nilai ini berada di antara nilai DU (1,65282) dan 4-DU (2,34718), sehingga dapat diketahui bahwa model ini tidak terdapat autokorelasi.

c. Uji Heteroskedastisitas

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas, di antaranya adalah dengan menggunakan uji Glejser. Uji Glejser yaitu dengan meregresi semua variabel, sebagai variabel dependennya menggunakan nilai absolut residual (Winarno, 2015, dalam Hidayati, 2016). Dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Tidak terjadi heteroskedastisitas H1 : Terjadi heteroskedastisitas

Jika nilai probabilitas variabel independen < 0,05 atau secara signifikan memengaruhi reabs, maka ada indikasi heteroskedastisitas, sebaliknya jika nilai probabilitas variabel independen > 0,05 atau tidak memengaruhi reabs maka tidak ada indikasi heteroskedastisitas.

Tabel 4.24 Uji Glejser

Variable Prob.

C 0.5156

TOURISM 0.9226

EDU 0.4987

DREG 0.0924

INET 0.3874

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

94 Dari hasil Uji Glejser pada Tabel 4.28 dapat diketahui nilai probabilitas semua variabel independen tidak signifikan atau lebih dari 0,05 maka terima H0 tolak H1. Sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisistas.

d. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas merupakan kondisi adanya hubungan linier antar variabel independen. Multikolinieritas dapat diketahui atau dilihat dari nilai correlation matrix dari semua variabel bebas. Jika correlation matrix semua variabel bebas lebih besar dari 0,8 maka terjadi multikolinieritas, dan sebaliknya jika nilai correlation matrix semua variabel bebas kurang dari 0,8 maka tidak terjadi multikolinieritas.

Tabel 4.25 Uji Multikolinieritas

TOURISM EDU DREG INET

TOURISM 1 -0.072458 0.036642 0.253062

EDU -0.072458 1 -0.668429 0.455706

DREG 0.036642 -0.668429 1 -0.074473

INET 0.253062 0.455706 -0.074473 1

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

Hasil uji multikolinieritas pada Tabel 4.25 di atas menunjukkan bahwa nilai korelasi TOURISM terhadap EDU= -0,072458; TOURISM terhadap DREG= 0,036642; TOURISMterhadap INET= 0,253062;

EDU terhadap DREG= -0,668429; EDU terhadap INET= 0,455706;

dan DREG terhadap INET= -0,074473. Correlation matrix dari semua variabel tidak melebihi 0,8 yang berarti model ini terbebas dari masalah multikolinieritas.

5. Pengujian Koefisien Determinasi

Uji koefisien determinasi ini menunjukkan seberapa besar semua variabel bebas dalam menjelaskan varian dari variabel terikatnya. Dalam penelitian ini variabel bebasnya antara lain: Perkembangan Sektor Pariwisata, Tingkat Pendidikan, Regulasi Pemerintah, dan Jumlah Pengguna Internet. Sedangkan variabel terikatnya adalah PDRB Ekonomi Kreatif.

95 Tabel 4.26

Koefisisen Determinasi

R-squared 0.999661

Adjusted R-squared 0.999556

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel 4.26, diperoleh nilai Adjusted R-squared sebesar 0,999556. Hal ini menunjukan bahwa 99,95%

perkembangan PDRB Ekonomi Kreatif di 5 Provinsi (Sumatera Utara, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali) dapat dijelaskan oleh perkembangan sektor pariwisata, tingkat pendidikan, regulasi pemerintah daerah, dan jumlah pengguna internet. Sedangkan sisanya 0,05% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

6. Pengujian Hipotesis

a. Uji F-Statistik (Simultan) dan Analisis Interpretasi

Untuk menguji apakah terdapat pengaruh variabel bebas (perkembangan sektor pariwisata, tingkat pendidikan, regulasi pemerintah, dan jumlah pengguna internet) secara simultan atau bersama-sama terhadap variabel terikat (PDRB Ekonomi Kreatif), maka digunakan Uji-F dengan cara membandingkan Statistik dengan F-Tabel, dengan hipotesis sebagai berikut.

H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara semua variabel bebas terhadap variabel terikatnya.

H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara semua variabel bebas terhadap variabel terikatnya.

Jika nilai probabilitas (F-statistik) lebih kecil dari nilai signifikansi 0,05 maka tolak H0 dan terima H1 dan jika probabilitas (F-statistik) lebih besar dari nilai signifikansi 0,05 maka terima H0 tolak H1.

Tabel 4.27

Nilai Probabilitas (F-statistik)

F-statistic 9577.721

Prob (F-statistic) 0.000000

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

96 Nilai probabilitas F-statistik pada Tabel 4.27 di atas sebesar 0.00 lebih kecil dari 0,05 maka tolak H0 dan terima H1. Artinya, variabel perkembangan sektor pariwisata, tingkat pendidikan, regulasi pemerintah daerah, dan jumlah pengguna internet secara bersama-sama atau secara simultan berpengaruh signifikan terhadap PDRB Ekonomi Kreatif 5 provinsi.

b. Uji t-statistik (Parsial) dan Analisis Interpretasi

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas (perkembangan sektor pariwisata, tingkat pendidikan, regulasi pemerintah, dan jumlah pengguna internet) secara parsial atau secara individu berpengaruh terhadap variabel terikat (perkembangan PDRB Ekonomi Kreatif). Dengan kriteria membandingkan nilai probabilitas masing-masing variabel. Jika nilai probabilitas masing-masing variabel lebih kecil dari nilai signifikansi (0,05) maka tolak H0 dan terima H1 dan jika nilai probabilitas masing-masing variabel lebih besar dari nilai signifikansi (0,05) maka terima H0 tolak H1.

Tabel 4.28

Nilai Probabilitas (t-Statistik)

Variable Prob.

C 0.0064

TOURISM 0.0382

EDU 0.0007

DREG 0.9588

INET 0.0429

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

1) Perkembangan Sektor Pariwisata (TOURISM)

Pengujian signifikansi secara parsial Perkembangan Sektor Pariwisata (yang di-proxy dengan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara) terhadap PDRB Ekonomi Kreatif, dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Perkembangan Sektor Pariwisata tidak berpengaruh signifikan terhadap PDRB Ekonomi Kreatif

H1 : Perkembangan Sektor Pariwisata berpengaruh signifikan terhadap PDRB Ekonomi Kreatif

97 Dari hasil estimasi pada Tabel 4.28, nilai probabilitas TOURISM sebesar 0,0382 < 0,05. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Perkembangan Sektor Pariwisata terhadap PDRB Ekonomi Kreatif, yang artinya peningkatan pertumbuhan sektor pariwisata akan meningkatkan PDRB Ekonomi Kreatif 5 provinsi.

Penemuan ini turut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Can-Seng Ooi, Ph.D (2006) dari Copenhagen Business School, yang mengkaji tentang “Tourism and the Creative Economy in Singapore”.

Ooi menjelaskan bahwa ekonomi kreatif dan sektor wisata merupakan dua hal yang saling berpengaruh dan dapat saling bersinergi jika dikelola dengan baik. Sektor pariwisata akan mendukung dan juga mendapat manfaat dari sektor ekonomi kreatif. Wisatawan akan mengonsumsi banyak produk kreatif, terutama yang terdapat dalam sektor seni dan budaya. Dan ekonomi kreatif yang bergairah dan menarik juga akan mempromosikan citra suatu daerah tersebut dan pada akhirnya akan menarik lebih banyak wisatawan.

Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif memiliki keterkaitan yang cukup erat. Pemerintah Indonesia sendiri telah menyadari pentingnya sinergitas antara kedua sektor tersebut. Pada tahun 2011, di periode kedua kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terjadi perubahan nama dan ruang lingkup Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), dimana Menteri yang menjabat di Kementerian tersebut adalah Mari Elka Pangestu. Ia menilai sektor pariwisata memiliki kaitan erat dengan ekonomi kreatif, dengan mengasumsikan bahwa setiap wisatawan yang datang ke suatu daerah akan membeli cenderamata atau oleh-oleh produk industri kreatif.

Pernyataan tersebut kemudian didukung dengan survei Kemenpar (dalam Neraca Satelit Pariwisata Nasional/ Nesparnas 2017), dimana rata-rata wisatawan menghabiskan 4,94 – 6,54% untuk membeli cenderamata (souvenir), dan 2,65 – 5,47% untuk jasa seni budaya, menonton pertunjukan, dll., yang mana hal tersebut termasuk dalam

98 ruang lingkup ekonomi kreatif. Kini, pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, tepatnya pada 20 Januari 2015 melalui Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015, urusan ekonomi kreatif di Kemenparekraf dipisahkan menjadi lembaga tersendiri yaitu Badan Ekonomi Kreatif yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui Menteri Pariwisata.

2) Tingkat Pendidikan (EDU)

Pengujian signifikansi secara parsial Tingkat Pendidikan (yang di-proxy dengan rata-rata lama sekolah) terhadap PDRB Ekonomi Kreatif, dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Tingkat Pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap PDRB Ekonomi Kreatif

H1 : Tingkat Pendidikan berpengaruh signifikan terhadap PDRB Ekonomi Kreatif

Dari hasil estimasi pada Tabel 4.28, nilai probabilitas EDU sebesar 0,0007 < 0.05. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Tingkat Pendidikan terhadap PDRB Ekonomi Kreatif, yang artinya peningkatan Tingkat Pendidikan akan meningkatkan PDRB Ekonomi Kreatif 5 provinsi. Penemuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Awalia et. al (2013), yang menganalisis pengaruh tingkat Pendidikan (yang di-proxy dengan jumlah SMK/ Sekolah Menengah Kejuruan yang ada di Indonesia) terhadap PDB industri kreatif periode 2006-2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap PDB industri kreatif dengan koefisien sebesar 2,09e-08.

Penemuan ini juga turut mendukung penelitian yang dilakukan Jianpeng Zhang dan Kloudova tentang faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan industri kreatif di 23 daerah di China pada tahun 2007, dimana variabel tingkat pendidikan (yang di-proxy dengan jumlah mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi) memiliki pengaruh yang siginifikan dan linier terhadap pertumbuhan industri kreatif.

99 3) Regulasi Pemerintah Daerah (DREG)

Pengujian signifikansi secara parsial Regulasi Pemerintah Daerah (dummy variable) terhadap PDRB Ekonomi Kreatif, dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Regulasi Pemerintah Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap PDRB Ekonomi Kreatif

H1 : Regulasi Pemerintah Daerah berpengaruh signifikan terhadap PDRB Ekonomi Kreatif

Dari hasil estimasi pada Tabel 4.28, nilai probabilitas DREG sebesar 0,9588 > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Regulasi Pemerintah Daerah terhadap PDRB Ekonomi Kreatif. Artinya, ada atau tidaknya Regulasi Pemerintah Daerah pada periode tersebut tidak memiliki pengaruh yang berbeda dalam meningkatkan PDRB Ekonomi Kreatif 5 provinsi. Penemuan ini berlainan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Awalia et. al (2013), yang menyatakan bahwa kebijakan pemerintah (dengan variabel dummy sebelum dan sesudah terbentuknya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) berpengaruh signifikan terhadap PDB industri kreatif selama periode 2006-2013, dengan koefisien sebesar 0,514356, yang artinya beda rata-rata antara PDB industri kreatif sebelum dan sesudah pembentukan Kemenparekraf adalah sebesar 0,541356 miliar rupiah.

Koefisien yang bernilai positif menandakan bahwa PDB industri kreatif lebih tinggi setelah pembentukan Kemenparekraf.

Hal ini dikarenakan peraturan atau regulasi pemerintah daerah yang ada pada periode penelitian belum menyentuh pada level substansial dan teknis, seperti aspek bantuan permodalan, penguatan kapasitas produksi, distribusi, promosi, perlindungan kekayaan intelektual, dan sebagainya. Saksono (Badan Penelitian dan Pengembangan – Kementerian Dalam Negeri, 2012) menilai ekonomi kreatif di Indonesia belum sepenuhnya didukung regulasi/ kebijakan yang memadai, sehingga kondisinya relatif jauh dari kondusif. Implikasinya, berbagai kesulitan seringkali dialami stakeholders ekonomi kreatif. Suka tidak

100 suka dan mau tidak mau, Pemerintah maupun pemerintahan daerah dihadapkan pada pilihan untuk segera mereduksi sejumlah kendala dimaksud melalui terobosan, sehingga dapat menghemat waktu untuk lebih mengoptimalkan pengembangan ekonomi kreatif.

Pada kenyataannya, tidak semua daerah/ provinsi memiliki regulasi atau peraturan pemerintah daerah terkait ekonomi kreatif. Berdasarkan data yang ada, hanya provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur saja yang sudah memiliki peraturan daerah untuk ekonomi kreatif selama periode 2010-2016, yaitu: (1) Keputusan Gubernur No. 500/Kep.146-Bapp/2012 tentang Komite Pengembangan Ekonomi Kreatif Provinsi Jawa Barat; (2) Keputusan Gubernur No. 188/427/ KPTS/013/2011 tentang Tim Koordinasi Pengembangan Ekonomi Kreatif (PEK) Provinsi Jawa Timur; dan Perda No. 8 tahun 2014 tentang Pembangunan dan Pemberdayaan Perfilman Jawa Timur.

Sementara itu, peraturan dan kebijakan yang lebih substansial muncul pada tahun 2017 (setelah periode penelitian ini), antara lain:

 MoU antara Badan Ekonomi Kreatif dan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tentang Riset, Edukasi, dan Pengembangan Ekonomi Kreatif

 Perda D.I. Yogyakarta No. 9 tahun 2017 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Industri Kreatif, Koperasi, dan Usaha Kecil

 Perda Jawa Barat No. 15 tahun 2017 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif

 Perda Jawa Barat No. 10 tahun 2018 tentang Pengelolaan Kekayaan Intelektual

 MoU antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Badan Ekonomi Kreatif, pada 7 November 2018 tentang Pembentukan Badan Ekonomi Kreatif Daerah Jawa Barat

4) Jumlah Pengguna Internet (INET)

Pengujian signifikansi secara parsial Jumlah Pengguna Internet (yang di-proxy dengan persentase jumlah penduduk usia 5 tahun ke atas

101 yang pernah mengakses internet dalam 3 bulan terakhir menurut provinsi dan klasifikasi daerah) terhadap PDRB Ekonomi Kreatif, dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Jumlah Pengguna Internet tidak berpengaruh signifikan terhadap PDRB Ekonomi Kreatif

H1 : Jumlah Pengguna Internet berpengaruh signifikan terhadap PDRB Ekonomi Kreatif

Dari hasil estimasi pada Tabel 4.28, nilai probabilitas INET sebesar 0,0429 < 0,05. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Perkembangan Pengguna Internet terhadap PDRB Ekonomi Kreatif, yang artinya peningkatan jumlah Pengguna Internet akan meningkatkan PDRB Ekonomi Kreatif 5 provinsi. Hasil temuan pengaruh jumlah pengguna internet dalam perekonomian ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitan dan Pelatihan Ekonomi dan Bisnis (P2EB) Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2017, menyatakan bahwa setiap 10% peningkatan jumlah total pengguna internet seluler akan meningkatkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 0,4% (dalam Kompas.com/ Yoga H.W., 2017).

Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Septianti (2018) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh jaringan internet terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN. Variabel yang digunakan adalah Fixed Broadband, Mobile Subcription dan Dummy Subcription.

Sementara lebih spesifik pada sektor ekonomi kreatif, hasil temuan dalam penelitian ini sejalan dengan hasil temuan Tripurwanta (2017), yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh jumlah pengguna internet terhadap pendapatan subsektor industri kreatif Aplikasi dan Game Developer, dengan koefisien sebesar 9,411e-06, yang berarti setiap peningkatan jumlah pengguna internet sebanyak 1 jiwa akan menaikkan PDB subsektor industri kreatif Aplikasi dan Game Developer sebesar 0,00000099411 miliar rupiah atau sebesar 994,11 rupiah.

102 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Hasil analisis Location Quotient (LQ) menunjukkan bahwa terdapat subsektor unggulan di setiap provinsi selama periode 2010-2016. Provinsi Sumatera Utara memiliki 3 subsektor basis: Arsitektur; Kriya; dan Kuliner.

Provinsi Jawa Barat hanya memiliki 1 subsektor basis, yaitu Fashion.

Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki 5 subsektor basis: Film, Animasi, dan Video; Kuliner; Aplikasi dan Game Developer; Seni Pertunjukan; dan Seni Rupa. Provinsi Jawa Timur memiliki 2 subsektor basis: Kriya; dan Kuliner.

Provinsi Bali memiliki 4 subsektor basis: Kriya; Kuliner; Seni Pertunjukan;

dan Seni Rupa.

2. Hasil analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) menunjukkan bahwa Provinsi Sumatera Utara miliki subsektor dengan nilai DLQ>1 sebanyak 3 subsektor: Desain Produk; Kuliner; dan Seni Rupa. Provinsi Jawa Barat memiliki 3 subsektor: Arsitektur; Desain Interior; dan Kuliner. Provinsi D.I.

Yogyakarta memiliki 6 subsektor: Desain Produk; Film, Animasi dan Video; Fotografi; Kuliner; Fashion; Aplikasi dan Game Developer; dan Penerbitan. Provinsi Jawa Timur memiliki 3 subsektor: Film; Animasi dan Video; Kuliner; dan Periklanan. Dan Provinsi Bali memiliki 4 subsektor:

Fotografi; Kriya; Kuliner; dan Penerbitan. Nilai DLQ>1 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan subsektor ekonomi kreatif di tingkat provinsi terhadap laju PDRB Ekonomi Kreatif Provinisi, lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan subsektor yang sama di tingkat nasional terhadap PDB (Nasional).

3. Hasil Klasifikasi LQ dan DLQ menunjukkan bahwa subsektor Kuliner telah menjadi subsektor unggulan di semua provinsi, kecuali Provinsi Jawa Barat dimana Kuliner masih menjadi subsektor yang berpotensi menjadi unggul di masa yang akan datang. Provinsi Jawa Barat adalah satu-satunya yang memiliki subsektor unggulan Fashion, namun berpotensi menjadi tidak

103 unggul di masa mendatang. Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki 2 subsektor unggulan lainnya yaitu Film, Animasi dan Video; dan Aplikasi dan Game Developer. Provinsi Bali juga memiliki subsektor unggulan kedua yaitu Kriya.

4. Hasil analisis data panel dengan menggunakan Fixed Effect Model menyatakan bahwa PDRB Ekonomi Kreatif dapat dijelaskan sebesar 99%

oleh perkembangan sektor pariwisata, tingkat pendidikan, regulasi pemerintah daerah, dan jumlah pengguna internet.

a. Secara simultan, variabel perkembangan sektor pariwisata, tingkat pendidikan, regulasi pemerintah daerah, dan jumlah pengguna internet berpengaruh signifikan terhadap PDRB ekonomi kreatif.

b. Pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel perkembangan

b. Pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel perkembangan