• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

5. Provinsi Bali

Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang dikenal dengan sebutan Pulau Dewata (Paradise Island). Provinsi kepulauan dengan luas wilayah terkecil di Indonesia, yang hanya seluas 5.636,66 km (0,29% dari luas kepulauan Indonesia), namun dengan keindahan budaya dan alamnya, Bali terpilih sebagai Pulau Terbaik DestinAsian Readers Choice Awards selama 12 tahun berturut-turut, dan sebagai Destinasi Terbaik di Dunia 2017 versi Trip Advisor.

Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Secara geografis, Bali terletak di antara Provinsi Nusa Tenggara Barat di bagian timur, Jawa Timur di sebelah barat, Samudera Hindia di bagian selatan, dan Laut Bali di bagian utaranya. Secara astronomis, Provinsi Bali terletak pada

168,888

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

8.97 10.65

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

66 08°03’40”–08°50’48” Lintang Selatan dan 114°25’53”–115°42’40” Bujur Timur yang membuatnya beriklim tropis layaknya wilayah lain di Indonesia. Provinsi Bali diresmikan pada tahun 1959, dengan Ibukota berada di Kota Denpasar. Provinsi Bali terbagi dari 8 kabupaten dan 1 kota, yang memuat 57 kecamatan dan 716 desa/ kelurahan. Meliputi Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung, Bangli, Buleleng, Karangasem, dan Kota Denpasar.

Berdasarkan angka proyeksi penduduk tahun 2016 tercatat jumlah penduduk di Bali sebanyak 4.200,1 ribu jiwa yang terdiri dari 2.115,0 ribu jiwa (50,36%) penduduk laki-laki dan 2.085,1 ribu jiwa (49,64%) penduduk perempuan (sex ratio: 101,43). Dengan luas wilayah 5.636,66 km2, maka kepadatan penduduk di Bali telah mencapai 745 jiwa/km2. Pada tahun 2016, penduduk usia kerja di Bali sebanyak 2.463.039 orang, terdiri dari penduduk yang sudah bekerja 2.416.555 orang (98,11%) dan jumlah pengangguran terbuka mencapai 46.484 orang (1,89%).

Berdasarkan data Dinas Pendidikan Provinsi Bali, selama tahun 2016/2017 jumlah murid SD/MI mencapai 418.444 siswa, jumlah guru 27.655 orang (rasio: 15,13; artinya, tiap guru SD/MI dapat mengajar rata-rata 15 murid). Pada tingkat SLTP/MTs, jumlah murid sebanyak 204.789 orang, jumlah guru 13.387 orang (rasio: 15,30). Jumlah murid SMU/MA mencapai 88.937 orang, jumlah guru 4.969 orang (rasio: 17,90). Jumlah murid pada jenjang SMK sebanyak 92.088 orang, jumlah guru 3.681 orang (rasio: 25,02).

Berdasarkan hasil Susenas, jumlah penduduk miskin pada September 2016 bertambah 43,85 ribu orang jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada September 2015. Pada tahun 2016, garis kemiskinan perkotaan sebesar Rp 357.427 dan pedesaan Rp 328.033. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Bali pada tahun 2015 mencapai 73,27, lalu meningkat pada tahun 2016 menjadi 73,6. Jika dilihat dari komponen penyusunnya, angka harapan hidup sebesar 71,41 tahun, harapan lama sekolah sebesar 13,04 tahun, rata-rata lama sekolah sebesar 8,36 tahun, dan rata-rata pengeluaran per kapita disesuaikan sebesar Rp 13,28 juta.

67 Realisasi penerimaan Pemprov Bali selama tahun anggaran 2016 mencapai Rp 5,25 triliun, dengan belanja daerah mencapai Rp 5,42 triliun.

Pada tahun anggaran 2016, PAD Bali sebesar Rp 3,04 triliun, atau memberi kontribusi sekitar 57,90% dari total penerimaan. Sedangkan pengeluaran tertinggi digunakan untuk belanja tidak langsung yang mencapai Rp 3,86 triliun (71,22%), sisanya sebanyak Rp 1,56 triliun (28,78%) digunakan untuk belanja langsung.

Gambar 4.9

Kunjungan Wisatawan Mancanegara Ke Bali 2010-2016 (Jiwa)

Sumber: BPS Provinsi

Wisatawan mancanegara yang datang ke Bali (Gambar 4.9) selalu meningkat setiap tahunnya, dan menjadikan provinsi Bali sebagai destinasi wisata utama dengan jumlah wisatawan mancanegara terbanyak di antara 4 provinsi, dan 29 provinsi lainnya di Indonesia. Pada tahun 2016, kunjungan wisman ke Bali mencapai 4,92 juta orang, atau meningkat 23,13% dari tahun 2015 yang sebanyak 4 juta orang (Provinsi Bali Dalam Angka, BPS, 2016).

Gambar 4.10

Pengguna Internet Bali 2010-2016 (%)

Sumber: Statistik Telekomunikasi Indonesia, BPS.

Pertumbuhan pengguna internet di Bali selama 2010-2016 cukup pesat (pada Gambar 4.10), dari hanya 13,13% pada tahun 2010, menjadi sebanyak 33,87% pada tahun 2016.

2,576,142 2,826,709 2,949,332 3,278,598

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

13.13 15.23

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

68 B. Analisis dan Pembahasan

1. Perkembangan Ekonomi Kreatif Daerah a. Provinsi Sumatera Utara

Pertumbuhan ekonomi kreatif di Provinsi Sumatera Utara dibandingkan dengan ekonomi kreatif di tingkat nasional ditunjukkan oleh Gambar 4.11, dimana pertumbuhan provinsi Sumatera Utara berada di angka 4,93% pada tahun 2011 dan terus mengalami peningkatan hingga 6,64% pada tahun 2016 dan melebihi pertumbuhan ekraf nasional. Sementara pertumbuhan ekraf tingkat nasional cenderung menurun sejak 2011-2015, dan kemudian meningkat lagi pada tahun 2016.

Gambar 4.11

Pertumbuhan Ekraf Sumatera Utara (ADHK) 2011-2016

Sumber: Bekraf, 2017, diolah

Tabel 4.1 menunjukkan PDRB sektor ekonomi kreatif Provinsi Sumatera Utara cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan pada tahun 2016 nilainya sebesar Rp 29.923,8 miliar, atau berkontribusi sebesar 4,76% terhadap total PDRB Provinsi Sumatera Utara. Distribusi PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi Sumatera Utara secara konsisten didominasi oleh 3 subsektor, yakni: Kuliner senilai Rp 19.970,52 miliar (66,73% ); Kriya senilai Rp 5.290,72 miliar (17,68%), dan; Penerbitan Rp 1.311,79 miliar (4,38%) pada tahun 2016.

Tabel 4.1

PDRB Ekraf Sumatera Utara (ADHB) 2013-2016 (Miliar Rp)

No. Subsektor 2013 2014 2015 2016

2011 2012 2013 2014 2015 2016

%

Ekraf Sumut Ekraf Nasional

69

6 Fotografi 80,74 88,37 96,47 105,79

7 Kriya 3.976,75 4.389,93 4.832,38 5.290,72

8 Kuliner 14.339,90 16.410,40 18.253,06 19.970,52

9 Musik 79,05 90,09 100,28 109,21

10 Fashion 708,22 762,51 833,07 901,87

11 Aplikasi dan Game Developer 185,83 201,37 221,28 241,40

12 Penerbitan 965,29 1.065,80 1.193,63 1.311,79

13 Periklanan 135,61 151,59 165,02 180,32

14 Televisi dan Radio 612,58 656,20 692,79 732,35

15 Seni Pertunjukan 42,45 47,33 50,97 54,60

16 Seni Rupa 35,07 37,43 40,18 43,09

a. PDRB Ekraf SUMUT 21.863,40 24.702,10 27.363,10 29.923,80

b. PDRB Non-Ekraf SUMUT 447.600,60 497.252,80 544.358,90 598.470,30

c. PDRB PROV SUMUT 469.464,00 521.955,00 571.722,00 628.394,20

d. Kontribusi Ekraf/PDRB Prov (%) 4,66 4,73 4,79 4,76

Sumber: Bekraf, 2017, diolah.

Dari sisi ketenagakerjaan, ditunjukkan oleh Tabel 4.2, pada tahun 2016 sektor ekonomi kreatif mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 543.179 orang atau senilai 3,21% terhadap total tenaga kerja ekraf di tingkat nasional, atau senilai 9,07% terhadap total tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara. Dimana angka jumlah tenaga kerja ekonomi kreatif tersebut mengalami penurunan sebanyak 62.940 orang (10,38%) dibandingkan tahun 2015.

Tabel 4.2

Tenaga Kerja Ekraf Sumatera Utara 2011-2016 (Jiwa)

Tahun Ekraf

Sumber: BPS dan Bekraf, 2017, diolah.

Dilihat dari sisi ekspor, (Gambar 4.12) ekspor ekraf provinsi Sumatera Utara cenderung mengalami penurunan, dari sebesar Rp 83.191.025 US$ pada tahun 2010, menjadi Rp 54.025.861 US$ pada tahun 2015. Namun meningkat kembali pada tahun 2016 menjadi sebesar Rp 56.810,908 US$, dengan distribusi subsektor: Kriya (81,4%), Kuliner (14,48) Fashion (4,11%), dan Penerbitan (0,0073%).

70 Gambar 4.12

Ekspor Ekraf Sumatera Utara (US$)

Sumber: Bekraf, 2017, diolah.

Pada tahun 2016, tercatat jumlah usaha/ perusahaan ekonomi kreatif di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 401.105, dimana sebanyak 16,45% telah menerapkan e-commerce (Bekraf, 2017).

b. Provinsi Jawa Barat

Pertumbuhan ekonomi kreatif di Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan ekonomi kreatif di tingkat nasional ditunjukkan oleh Gambar 4.13, dimana pertumbuhan provinsi Jawa Barat berada dari titik yang hampir sama dengan ekraf nasional, yaitu di angka 6,35% pada tahun 2011, namun mengalami penurunan yang cukup tajam pada tahun 2012 menjadi 4,12%.

Kemudian terus mengalami peningkatan kembali hingga mencapai 6,66%

pada tahun 2016 dan melebihi pertumbuhan ekraf nasional.

Gambar 4.13

Pertumbuhan Ekraf Jawa Barat (ADHK) 2011-2016

Sumber: Bekraf, 2017, diolah.

Tabel 4.3 menunjukkan PDRB sektor ekonomi kreatif Provinsi Jawa Barat cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan pada tahun 2016 nilainya sebesar Rp 191.338,31 miliar, atau berkontribusi sebesar

83,191,025

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

6.35

2011 2012 2013 2014 2015 2016

%

Ekraf Jabar Ekraf Nasional

71 11,58% terhadap total PDRB Provinsi Jawa Barat. Distribusi PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi Jawa Barat menunjukkan secara konsisten didominasi oleh 3 subsektor, yakni: Pada tahun 2016, Kuliner senilai Rp 78.389,58 miliar (40,96%), meskipun nilainya sangat besar namun kontribusinya terhadap PDRB lebih kecil dibandingkan dengan 4 provinsi lainnya yang berkontribusi di atas 60%; sebaliknya, Fashion dengan nilai Rp 66.399,46 miliar (34,7%) menjadikan Jawa Barat sebagai provinsi dengan nilai fashion terbesar dibandingkan dengan 4 provinsi lainnya yang hanya di bawah 8% terhadap PDRB. Selanjutnya, Kriya dengan nilai Rp 28.685,24 miliar (14,99%) pada tahun 2016.

Tabel 4.3

PDRB Ekraf Jawa Barat (ADHB) 2013-2016 (Miliar Rp)

No. Subsektor 2013 2014 2015 2016

1 Arsitektur 1.493,91 1.689,43 1.89820 2.021,66

2 Desain Interior 121,90 128,12 138,22 149,14

3 Desain Komunikasi Visual 15,47 17,28 19,13 21,02

4 Desain Produk 68,27 72,91 77,04 81,07

5 Film, Animasi, dan Video 213,74 238,88 264,46 292,01

6 Fotografi 174,21 189,34 205,53 224,23

7 Kriya 22.411,73 24.790,46 26.710,90 28.685,24

8 Kuliner 51.902,74 59.777,75 68.798,15 78.389,58

9 Musik 451,72 514,08 581,52 658,31

10 Fashion 49.338,99 56.190,80 61.851,30 66.399,46

11 Aplikasi dan Game Developer 758,37 845,63 942,84 1.069,28

12 Penerbitan 5.763,71 6.226,38 6.692,13 7.279,84

13 Periklanan 374,91 425,06 462,56 501,26

14 Televisi dan Radio 3.528,13 3.985,13 4.428,28 4.922,97

15 Seni Pertunjukan 314,29 353,89 392,85 437,87

16 Seni Rupa 166,17 176,46 189,26 205,36

a. PDRB Ekraf JABAR 137.098,26 155.621,60 173.652,36 191.338,31

b. PDRB Non-Ekraf JABAR 1.121.891,07 1.230.203,48 1.351.179,84 1.461.251,13

c. PDRB PROV JABAR 1.258.989,33 1.385.825,03 1.524.832,20 1.652.589,44

d. Kontribusi Ekraf/PDRB Prov (%) 10,89 11,23 11,39 11,58

Sumber: Bekraf, 2017, diolah.

Dari sisi ketenagakerjaan, ditunjukkan oleh Tabel 4.4, pada tahun 2016, sektor ekonomi kreatif mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 3.808.368 orang atau senilai 22,52% terhadap total tenaga kerja ekraf di tingkat nasional, atau senilai 19,83% terhadap total tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat.

72 Tabel 4.4

Tenaga Kerja Ekraf Jawa Barat 2011-2016 (Jiwa)

Tahun Ekraf

Sumber: BPS dan Bekraf, 2017, diolah.

Dilihat dari sisi ekspor, (Gambar 4.14) ekspor ekonomi kreatif provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan sepanjang 2010-2014 dari sebesar 4.916.765.635 US$ menjadi 6.559.144.042 US$. Namun pada tahun 2015-2016 terjadi penurunan ekspor ekraf menjadi 6.387.752.133 US$ pada tahun 2016, dengan distribusi subsektor: Fashion (72,88% terhadap total ekspor), Kriya (18,37% terhadap total ekspor), Kuliner (8,5% terhadap total ekspor), Penerbitan (0,22%) terhadap total ekspor, Seni Rupa (0,0045% terhadap total ekspor), dan Musik (2,97e-7% terhadap total ekspor).

Gambar 4.14

Ekspor Ekraf Jawa Barat (US$)

Sumber: Bekraf, 2017, diolah.

Pada tahun 2016, tercatat jumlah usaha/ perusahaan ekonomi kreatif di Provinsi Jawa Barat sebanyak 1.504.069, dimana sebanyak 49,84% telah menerapkan e-commerce (Bekraf, 2017).

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

73 c. Provinsi D.I. Yogyakarta

Pertumbuhan ekonomi kreatif di Provinsi D.I. Yogyakarta dibandingkan dengan ekonomi kreatif di tingkat nasional ditunjukkan oleh Gambar 4.15, dimana pertumbuhan provinsi D.I. Yogyakarta berada di angka 5,25% pada tahun 2011, kemudian turun menjadi 4,49% pada tahun 2012, dan pada tahun 2013 meningkat kembali sebesar 7,39%. Selanjutnya, perkembangan ekraf D.I. Yogyakarta cenederung mengalami penurunan seiring dengan ekraf level nasional, namun masih lebih tinggi (5,83%) dibandingkan dengan level nasional yang sebesar 4,95% pada tahun 2016.

Gambar 4.15

Pertumbuhan Ekraf DI Yogyakarta (ADHK) 2011-2016

Sumber: Bekraf, 2017, diolah.

Tabel 4.5 menunjukkan PDRB sektor ekonomi kreatif Provinsi D.I.

Yogyakarta cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan pada tahun 2016 nilainya sebesar Rp 17.751,3 miliar, atau berkontribusi sebesar 16,12% terhadap total PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta. Distribusi PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi D.I. Yogyakarta secara konsisten didominasi oleh 3 subsektor, yaitu: Kuliner senilai Rp 11.774,7 miliar (66,33% terhadap PDRB Ekraf); Kriya senilai Rp 1.593,9 miliar (8,98% terhadap PDRB Ekraf);), dan; Aplikasi dan Game Developer sebesar Rp 1.305 miliar (7,35% terhadap PDRB Ekraf);) dan Fashion Rp 1.278,7 (7,2% terhadap PDRB Ekraf);) pada tahun 2016.

5.25

2011 2012 2013 2014 2015 2016

%

Ekraf DIY Ekraf Nasional

74 Tabel 4.5

PDRB Ekraf D.I. Yogyakarta (ADHB) 2013-2016 (Miliar Rp)

No. Subsektor 2013 2014 2015 2016

11 Aplikasi dan Game Developer 872,30 1.019,60 1.173,10 1.305,00

12 Penerbitan 586,40 624,20 657,20 712,90

13 Periklanan 13,30 15,10 16,20 17,90

14 Televisi dan Radio 278,90 292,10 304,60 331,70

15 Seni Pertunjukan 59,70 65,30 72,90 80,40

16 Seni Rupa 196,60 214,50 233,90 262,10

a. PDRB Ekraf DIY 13.163,60 14.808,20 16.291,40 17.751,30

b. PDRB Non-Ekraf DIY 71.760,90 78.034,20 85.156,30 92.347,00

c. PDRB PROV DIY 84.924,50 92.842,50 101.447,70 110.098,30

d. Kontribusi Ekraf/PDRB Prov (%) 15,50 15,95 16,06 16,12

Sumber: Bekraf, 2017, diolah.

Dari sisi ketenagakerjaan, ditunjukkan oleh Tabel 4.6, pada tahun 2016, sektor ekonomi kreatif mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 391.044 orang atau senilai 2,31% terhadap total tenaga kerja ekraf di tingkat nasional, atau senilai 19,15% terhadap total tenaga kerja di Provinsi D.I.

Yogyakarta. Dimana angka jumlah tenaga kerja ekonomi kreatif tersebut mengalami peningkatan sebanyak 34.836 orang (9,77%) dibandingkan tahun 2015.

Tabel 4.6

Tenaga Kerja Ekraf D.I. Yogyakarta 2011-2016 (Jiwa) Tahun Ekraf

Sumber: BPS dan Bekraf, 2017, diolah.

Dilihat dari sisi ekspor, (Gambar 4.16) ekspor ekraf provinsi D.I.

Yogyakarta mengalami peningkatan sepanjang 2010-2015 dari sebesar

75 157.155.344 US$ menjadi 243.280.375 US$. Namun pada tahun 2016 terjadi penurunan ekspor ekraf menjadi 238.002.466 US$, dengan distribusi subsektor: Fashion (72,8%), Kriya (26,97), Kuliner (0,14%), Penerbitan (0,0005%), dan Musik (2,1e-6 %).

Gambar 4.16

Ekspor Ekraf D.I. Yogyakarta (US$)

Sumber: Bekraf, 2017, diolah.

Pada tahun 2016, tercatat jumlah usaha/ perusahaan ekonomi kreatif di Provinsi D.I. Yogyakarta sebanyak 172.230, dan menjadi provinsi dengan proporsi penerapan e-commerce terbanyak pada usaha ekonomi kreatif di Indonesia yaitu sebanyak 75,70% (Bekraf, 2017). Hal ini sangat wajar karena proporsi jumlah pengguna internet penduduk di D.I. Yogyakarta mencapai 38,84%, tertinggi dibandingkan 4 provinsi lainnya.

d. Provinsi Jawa Timur

Pertumbuhan ekonomi kreatif di Provinsi Jawa Timur dibandingkan dengan ekonomi kreatif di tingkat nasional ditunjukkan oleh Gambar 4.17, dimana pertumbuhan provinsi Jawa Timur berada di angka 7,33% pada tahun 2011, kemudian turun tajam ke angka 4,43% pada tahun 2012, dan pada tahun 2013-2014 meningkat kembali sebesar 6,7%. Selanjutnya, perkembangan ekraf Jawa Timur cenederung mengalami penurunan dan peningkatan seiring dengan ekraf level nasional, namun masih lebih tinggi (5,67%) dibandingkan dengan level nasional yang sebesar 4,95% pada tahun 2016.

157,155,344

160,511,739 194,951,054

205,008,545 230,861,702

243,280,375

238,002,466

150,000,000 200,000,000 250,000,000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

76 Gambar 4.17

Pertumbuhan Ekraf Jawa Timur (ADHK) 2011-2016

Sumber: Bekraf, 2017, diolah.

Tabel 4.7 menunjukkan PDRB sektor ekonomi kreatif Provinsi Jawa Timur cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan pada tahun 2016 nilainya sebesar Rp 170.858,7 miliar, atau berkontribusi sebesar 9,21% terhadap total PDRB Provinsi Jawa Timur. Distribusi PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi Jawa Timur secara konsisten didominasi oleh 3 subsektor, yaitu: subsektor Kuliner senilai Rp 109.337,4 miliar (atau berkontribusi sebanyak 66,99% terhadap PDRB Ekraf Jawa Timur); Kriya senilai Rp 33.948,9 miliar (atau berkontribusi sebesar 19,86%), dan;

Fashion sebesar Rp 12.869,4 miliar (atau berkontribusi sebesar 7,53%) pada tahun 2016.

Tabel 4.7

PDRB Ekraf Jawa Timur (ADHB) 2013-2016 (Miliar Rp)

No. Subsektor 2013 2014 2015 2016

8 Kuliner 72.315,30 83.076,90 95.391,60 109.337,40

9 Musik 402,50 427,60 459,70 487,50

10 Fashion 10.027,50 11.371,90 12.135,00 12.869,40

11 Aplikasi dan Game Developer 1.811,80 1.896,50 1.983,30 2.070,40

12 Penerbitan 2.621,80 2.885,80 29.985,50 3.176,20

13 Periklanan 643,50 720,80 815,20 916,00

14 Televisi dan Radio 3.688,80 3.981,30 4.272,30 4.577,50

15 Seni Pertunjukan 190,50 205,60 218,90 226,30

16 Seni Rupa 181,40 191,00 204,30 215,30

a. PDRB Ekraf JATIM 120.760,80 137.565,80 153.840,10 170.858,70

b. PDRB Non-Ekraf JATIM 1.261.740,70 1.400.381,83 1.539.062,90 1.684.184,00

c. PDRB PROV JATIM 1.382.501,50 1.537.947,63 1.692.903,00 1.855.042,70

d. Kontribusi Ekraf/PDRB Prov (%) 8,73 8,94 9,09 9,21

2011 2012 2013 2014 2015 2016

%

Ekraf Jatim Ekraf Nasional

77 Dari sisi ketenagakerjaan, ditunjukkan oleh Tabel 4.8, sektor ekonomi kreatif mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 2.752.814 orang atau senilai 16,28% terhadap total tenaga kerja ekraf di tingkat nasional, atau senilai 14,4% terhadap total tenaga kerja di Provinsi Jawa Timur. Dimana angka jumlah tenaga kerja ekonomi kreatif tersebut mengalami peningkatan sebanyak 136.957 (5,23%) dibandingkan tahun 2015.

Tabel 4.8

Tenaga Kerja Ekraf Jawa Timur 2011-2016 (Jiwa) Tahun Ekraf

Sumber: BPS dan Bekraf, 2017, diolah.

Dilihat dari sisi ekspor, (Gambar 4.18) ekspor ekraf provinsi Jawa Timur cenderung mengalami peningkatan yang cukup pesat sepanjang 2010-2016 dari sebesar 1.229.306.376 US$ pada tahun 2011, menjadi 4.869.590.274 US$ pada tahun 2016, dengan distribusi subsektor: Kriya (89,76%), Fashion (6,44%), Kuliner (3,88%), Penerbitan (0,013%), Seni Rupa (0,0033%), dan Musik (2,91e-6).

Gambar 4.18

Ekspor Ekraf Jawa Timur (US$)

Sumber: Bekraf, 2017, diolah.

Pada tahun 2016, tercatat jumlah usaha/ perusahaan ekonomi kreatif di Provinsi Jawa Timur sebanyak 1.495.148, dimana sebanyak 48,99% telah menerapkan e-commerce (Bekraf, 2017).

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

78 e. Provinsi Bali

Pertumbuhan ekonomi kreatif di Provinsi Bali dibandingkan dengan ekonomi kreatif di tingkat nasional ditunjukkan oleh Gambar 4.19, dimana pertumbuhan ekraf provinsi Bali cenderung meningkat selama 2011-2014, dari sebesar 4,63% pada tahun 2011, menjadi 8,09% pada tahun 2014.

Namun kemudian mengalami penurunan pada 2015-2016, menjadi sebesar 7,33% pada tahun 2016. Sementara itu, pertumbuhan ekraf tingkat nasional cenderung menurun sejak 2011-2015, dan kemudian meningkat pada level 4,95% di tahun 2016.

Gambar 4.19

Pertumbuhan Ekraf Bali (ADHK) 2011-2016

Sumber: Bekraf, 2017, diolah.

Tabel 4.9 menunjukkan PDRB sektor ekonomi kreatif Provinsi Bali cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan pada tahun 2016 nilainya sebesar Rp 24.582,79 miliar, atau berkontribusi sebesar 12,58%

terhadap total PDRB Provinsi Bali. Distribusi PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi Bali secara konsisten didominasi oleh 3 subsektor yang sama dengan Provinsi Jawa Timur, yaitu: subsektor Kuliner senilai Rp 16.539,1 miliar (atau berkontribusi sebesar 67,28% terhadap PDRB Ekraf Bali);

Kriya senilai Rp 4.718,65 miliar (atau berkontribusi sebesar 19,86%

terhadap PDRB Ekraf Bali), dan; Fashion sebesar Rp 1.333,36 miliar (atau berkontribusi sebesar 5,4% terhadap PDRB Ekraf Bali) pada tahun 2016.

4.63 5.14 5.44

8.09

7.6

7.33

6.34

5.73 5.76

5.2

4.41

4.95

4 5 6 7 8

2011 2012 2013 2014 2015 2016

%

Ekraf Bali Ekraf Nasional

79 Tabel 4.9

PDRB Ekraf Bali (ADHB) 2013-2016 (Miliar Rp)

No. Subsektor 2013 2014 2015 2016

8 Kuliner 11.478,65 13.143,88 14.754,81 16.539,10

9 Musik 29,40 33,03 37,19 41,05

10 Fashion 985,98 1.108,56 1.246,13 1.333,36

11 Aplikasi dan Game Developer 192,73 208,15 228,76 242,75

12 Penerbitan 652,08 709,86 774,28 831,78

13 Periklanan 51,17 56,05 63,97 71,98

14 Televisi dan Radio 144,19 156,45 171,34 184,24

15 Seni Pertunjukan 89,41 101,61 117,36 132,39

16 Seni Rupa 83,45 96,15 109,15 121,27

a. PDRB Ekraf Bali 17.309,46 19.741,12 22.216,38 24.582,79

b. PDRB Non-Ekraf Bali 117.098,07 136.654,61 154.939,96 170.793,52

c. PDRB PROV Bali 134.407,53 156.395,73 177.156,34 195.376,31

d. Kontribusi Ekraf/PDRB Prov (%) 12,88 12,62 12,54 12,58

Sumber: Bekraf, 2017, diolah.

Dari sisi ketenagakerjaan, ditunjukkan oleh Tabel 4.10, pada tahun 2016, sektor ekonomi kreatif mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 557.126 orang atau senilai 3,29% terhadap total tenaga kerja ekraf di tingkat nasional, atau senilai 23,05% terhadap total tenaga kerja di Provinsi Bali.

Dimana angka jumlah tenaga kerja ekonomi kreatif tersebut mengalami peningkatan sebanyak 91.861 orang (19,74%) dibandingkan tahun 2015.

Tabel 4.10

Tenaga Kerja Ekraf Bali 2011-2016 (Jiwa) Tahun Ekraf Bali Ekraf

Sumber: BPS dan Bekraf, 2017, diolah.

80 Dilihat dari sisi ekspor, (Gambar 4.20) ekspor ekraf provinsi Bali cenderung mengalami penurunan sepanjang 2010-2016 dari sebesar 336.167.550 US$ pada tahun 2011, menjadi 247.337.582 US$ pada tahun 2016, dengan distribusi subsektor: Kriya (63,25%), Fashion (35,84), Seni Rupa (0,59%), Kuliner (0,18%), dan Penerbitan (0,11%).

Gambar 4.20

Ekspor Ekraf Bali (US$)

Sumber: Bekraf, 2017, diolah.

Pada tahun 2016, tercatat jumlah usaha/ perusahaan ekonomi kreatif di Provinsi Bali sebanyak 196.999, dimana sebanyak 44,31% telah menerapkan e-commerce (Bekraf, 2017).

2. Identifikasi Subsektor Basis Ekonomi Kreatif a. Location Quotient (LQ)

Identifikasi subsektor basis dilakukan dengan menggunakan formula LQ, yakni membandingkan secara relatif nilai tambah suatu subsektor ekonomi kreatif terhadap nilai tambah total ekonomi kreatif provinsi (PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi) dibandingkan dengan nilai tambah subsektor ekonomi kreatif yang sama di tingkat nasional terhadap nilai tambah total ekonomi kreatif nasional (PDB Ekonomi Kreatif). Berdasarkan hasil perhitungan LQ, terdapat subsektor unggulan di setiap provinsi dan konsisten selama tahun 2010-2016, kecuali provinsi Jawa Barat, dimana terdapat perubahan subsektor basis. Perhintungan LQ pada tahun 2016 ditunjukkan pada Tabel 4.11, dan hasil perhitungan lengkap untuk tahun 2010-2016 terdapat pada Lampiran 1.

336,167,550

345,631,598

309,135,594

282,711,259

281,743,785

256,294,459

247,337,582 200,000,000

250,000,000 300,000,000 350,000,000 400,000,000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

81 Tabel 4.11

Nilai LQ 5 Provinsi

No. Subsektor Provinsi

SUMUT JABAR DIY JATIM BALI

1 Arsitektur 1,39* 0,50 0,41 0,65 0,38

2 Desain Interior 0,40 0,54 0,29 0,22 0,57

3 Desain Komunikasi Visual 0,68 0,18 0,35 0,37 0,42

4 Desain Produk 0,36 0,18 0,06 0,28 0,13

5 Film, Animasi, dan Video 0,60 0,93 4,92* 0,54 0,46

6 Fotografi 0,84 0,27 0,63 0,34 0,88

7 Kriya 1,07* 0,98 0,60 1,33* 1,26*

8 Kuliner 1,53* 0,92 1,44* 1,41* 1,50*

9 Musik 0,82 0,70 0,54 0,74 0,37

10 Fashion 0,15 1,89* 0,38 0,40 0,29

11 Aplikasi dan Game Developer 0,46 0,30 4,78* 0,81 0,61

12 Penerbitan 0,68 0,63 0,78 0,35 0,67

13 Periklanan 0,81 0,34 0,12 0,65 0,35

14 Televisi dan Radio 0,32 0,31 0,24 0,35 0,10

15 Seni Pertunjukan 0,74 0,86 1,73* 0,58 1,89*

16 Seni Rupa 0,75 0,51 7,06* 0,66 2,16*

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder untuk LQ tahun 2016.

Provinsi Sumatera Utara memiliki 3 subsektor basis (LQ>1) yang konsisten selama tahun 2010-2016, yaitu: (1) Kuliner dengan nilai LQ terbesar pada tahun 2016 yaitu 1,53; (2) Arsitektur dengan nilai LQ sebesar 1,39; dan (3) Kriya dengan nilai LQ 1,07. Hasil perhitungan ini sesuai dengan data jumlah usaha/ perusahaan yang berada di Pulau Sumatera pada tahun 2016, dimana paling banyak adalah subsektor Kuliner dengan jumlah 1.065.482; Arsitektur sebanyak 893; dan Kriya sebanyak 137.051 unit usaha (Bekraf, 2017). Sementara itu, subsektor non-basis (LQ<1) dengan nilai LQ terendah adalah subsektor Fashion sebesar 0,15 pada tahun 2016.

Provinsi Jawa Barat memiliki 1 subsektor basis (LQ>1) yang konsisten selama tahun 2010-2016, yaitu Fashion dengan nilai LQ terbesar pada tahun 2016 yaitu 1,89. Hal ini sesuai dengan data jumlah usaha/ perusahaan Fashion di Jawa Barat yang tercatat paling banyak dibandingkan dengan provinsi lainnya, yaitu sebanyak 228.848 unit usaha. Fashion juga berkontribusi sebesar 34,7% terhadap PDRB Ekonomi Kreatif Jawa Barat, lebih besar dibandingkan dengan provinsi lainnya yang hanya di bawah 6%.

Sementara itu, terjadi penurunan nilai LQ, dimana subsektor basis menjadi subsektor non-basis dalam 2 tahun terakhir (Lihat Lampiran 1), yaitu: (1)

82 Film, Animasi, & Video yang memiliki nilai LQ>1 sepanjang tahun 2010-2014, kemudian pada tahun 2015-2016 menjadi 0,98 dan 0,93; (2) Kriya dengan nilai LQ>1 pada tahun 2010-2014, kemudian menurun menjadi 0,98 pada tahun 2015-2016; angka tersebut menjadikan subsektor Film, Animasi,

& Video, dan Kriya tidak lagi termasuk dalam subsektor basis ekonomi kreatif Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, terlihat bahwa hanya provinsi Jawa Barat yang tidak memiliki subsektor basis Kuliner. Meskipun pada tahun 2016 pendapatan Kuliner senilai Rp 78.389,58 miliar, namun kontribusinya hanya 40,96% terhadap PDRB Ekraf Jawa Barat, lebih kecil dibandingkan dengan 4 provinsi lainnya yang masing-masing berkontribusi di atas 60%.

Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki 5 subsektor basis (LQ>1) yang konsisten selama tahun 2010-2016, yaitu: (1) Seni Rupa dengan nilai LQ terbesar pada tahun 2016 yaitu 7,06; (2) Film, Animasi, & Video dengan nilai LQ sebesar 4,92; (3) Aplikasi & Game Developer dengan nilai LQ 4,78; (4) Seni Pertunjukan dengan nilai LQ 1,73; dan (5) Kuliner dengan nilai LQ 1,44. Sementara itu, subsektor non-basis (LQ<1) yang memiliki nilai LQ terendah adalah subsektor Desain Produk sebesar 0,06 dan Periklanan 0,12 pada tahun 2016.

Provinsi Jawa Timur memiliki 2 subsektor basis (LQ>1) yang konsisten selama tahun 2010-2016, yaitu: (1) Kuliner dengan nilai LQ terbesar pada tahun 2016 yaitu 1,41; dan (2) Kriya dengan nilai LQ sebesar 1,33.

Sementara itu, subsektor non-basis (LQ<1) dengan nilai LQ terendah adalah subsektor Desain Interior sebesar 0,22 dan Desain Produk 0,28 pada tahun 2016.

Provinsi Bali memiliki 4 subsektor basis (LQ>1) yang konsisten selama tahun 2010-2016, yaitu: (1) Seni Rupa dengan nilai LQ terbesar pada tahun 2016 yaitu 2,16; (2) Seni Pertunjukan dengan nilai LQ sebesar 1,89; (3) Kuliner dengan nilai LQ sebesar 1,50; dan (4) Kriya dengan nilai LQ sebesar 1,26. Hasil perhitungan ini sesuai dengan data jumlah usaha/

perusahaan yang ada di Bali, dimana subsektor Seni Rupa adalah yang terbanyak dibandingkan dengan provinsi lainnya dengan jumlah sebanyak

83 3.643 unit usaha, dan Kriya sebanyak 162.318 unit usaha (Bekraf, 2017).

Sementara itu, subsektor non-basis (LQ<1) dengan nilai LQ terendah adalah subsektor Televisi & Radio sebesar 0,1 dan Desain Produk 0,13 serta Fashion 0,29 pada tahun 2016.

b. Dynamic Location Quotient (DLQ)

Dynamic Location Quotient (DLQ) digunakan untuk mengetahui proporsi antara laju pertumbuhan subsektor terhadap laju pertumbuhan PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi, dibandingkan dengan laju pertumbuhan subsektor yang sama di tingkat nasional terhadap PDB (Nasional). Hasil perhitungan DLQ ditunjukkan pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Nilai DLQ 5 Provinsi

No. Subsektor Nilai DLQ Provinsi

SUMUT JABAR DIY JATIM BALI

1 Arsitektur 0,966 1,052* 0,902 0,957 0,892

2 Desain Interior 0,888 1,009* 0,923 0,816 0,911

3 Desain Komunikasi Visual 0,857 0,905 0,939 0,860 0,814

4 Desain Produk 1,001* 0,918 1,238* 0,920 0,969

5 Film, Animasi, dan Video 0,775 0,916 1,043* 1,030* 0,824

6 Fotografi 0,969 0,959 1,050* 0,997 1,008*

7 Kriya 0,959 0,966 0,887 0,956 1,049*

8 Kuliner 1,081* 1,119* 1,024* 1,103* 1,048*

9 Musik 0,903 0,957 0,908 0,849 0,887

10 Fashion 0,856 0,951 1,057* 0,918 0,960

11 Aplikasi dan Game Developer 0,926 0,975 1,360* 0,847 0,883

12 Penerbitan 0,914 0,898 1,077* 0,875 1,003*

13 Periklanan 0,911 0,955 0,951 1,049* 0,852

14 Televisi dan Radio 0,718 0,893 0,673 0,701 0,715

15 Seni Pertunjukan 0,844 0,945 0,883 0,818 0,873

16 Seni Rupa 1,052* 0,951 0,997 0,898 0,981

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

Berdasarkan hasil perhitungan DLQ, Provinsi Sumatera Utara memiliki subsektor dengan nilai DLQ>1 sebanyak 3 subsektor: Desain Produk;

Kuliner; dan Seni Rupa. Provinsi Jawa Barat memiliki 3 subsektor:

Arsitektur; Desain Interior; dan Kuliner. Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki 6 subsektor: Desain Produk; Film, Animasi dan Video; Fotografi; Kuliner, Fashion, Aplikasi dan Game Developer, dan Penerbitan. Provinsi Jawa Timur memiliki 3 subsektor: Film, Animasi dan Video; Kuliner; dan Periklanan. Dan Provinsi Bali memiliki 4 subsektor: Fotografi; Kriya;

84 Kuliner; dan Penerbitan. Nilai DLQ>1 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan subsektor ekonomi kreatif di tingkat provinsi terhadap laju PDRB Ekonomi Kreatif Provinsi, lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan subsektor yang sama di tingkat nasional terhadap PDB (Nasional).

c. Gabungan LQ dan DLQ

Berdasarkan gabungan nilai Location Quotient (LQ) dan Dynamic Location Quotient (DLQ) maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

Tabel 4.13

Klasifikasi LQ dan DLQ Sumatera Utara

Kriteria LQ > 1 LQ < 1

DLQ > 1 1. Kuliner 1. Desain Produk

2. Seni Rupa

DLQ < 1 1. Arsitektur

2. Kriya

1. Desain Interior

2. Desain Komunikasi Visual 3. Film, Animasi, dan Video 4. Fotografi

5. Musik 6. Fashion

7. Aplikasi dan Game Developer 8. Penerbitan

9. Periklanan 10. Televisi dan Radio 11. Seni Pertunjukan Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

Berdasarkan klasifikasi LQ & DLQ Sumatera Utara pada Tabel 4.13, terlihat bahwa subsektor Kuliner merupakan subsektor ekonomi kreatif unggulan di provinsi Sumatera Utara dan masih akan terus unggul di masa mendatang karena memiliki nilai LQ>1 dan DLQ>1. Subsektor Arsitektur dan Kriya adalah subsektor unggulan yang berpotensi tidak menjadi unggul lagi di Sumatera Utara karena miliki nilai LQ>1 namun DLQ<1.

Sebaliknya, subsektor Desain Produk dan Seni Rupa adalah subsektor non-basis yang memiliki potensi untuk menjadi subsektor non-basis/ unggulan di masa mendatang karena memiliki LQ<1 dan DLQ>1. Sisanya, 11 subsektor lainnya merupakan subsektor non-basis yang belum memiliki potensi menjadi unggulan di masa mendatang karena memiliki nilai LQ<1 dan DLQ<1.

85 Tabel 4.14

Klasifikasi LQ dan DLQ Jawa Barat

Kriteria LQ > 1 LQ < 1

Kriteria LQ > 1 LQ < 1