• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

C. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang sudah teredia atau didapatkan dari pihak lain, berupa dokumentasi atau data laporan. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: PDRB ekonomi kreatif 5 Provinsi (Sumatera Utara, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali) selama tahun 2010-2016 yang diperoleh dari Badan Ekonomi Kreatif, data sektor pariwisata dari Kementerian Pariwisata dan BPS provinsi, data tingkat pendidikan dari BPS Pusat, data regulasi pemerintah daerah dari website JDIH (Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum) provinsi, serta data jumlah pengguna internet dari Statistik Telekomunikasi Indonesia BPS Pusat.

42 D. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif yang bersifat deskriptif statistik. Menurut Bungin (2010:36; dalam Ilyan, 2016), statistik deskriptif bertujuan untuk menjelaskan dan meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau beberapa variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi, kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tersebut.

1. Analisis Sektor Basis

Aktivitas ekonomi suatu daerah digolongkan menjadi aktivitas basis dan non-basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang memiliki kemampuan ekspor, dimana hasil produksi barang dan jasa dikirim ke luar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Kegiatan non-basis merupakan kegiatan produksi dengan pemasaran secara secara lokal, yaitu memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam wilayah yang bersangkutan. Aktivitas basis berperan penting sebagai penggerak utama (primer mover) tumbuhnya perekonomian di suatu wilayah, semakin besar ekspornya, maka akan semakin tumbuh ekonominya, yang kemudian dapat menciptakan efek multiplier dalam perekonomian nasional (Ridwan dan Nashar, 2017:91).

Hal yang perlu dilakukan dalam perencanaan pengembangan sektor ekonomi adalah melakukan identifikasi terhadap sektor-sektor basis atau unggulan dan sektor yang potensial di suatu daerah, yaitu menentukan sektor ekonomi yang unggul dan berdaya saing dalam beberapa tahun terakhir, dan menentukan sektor yang berpotensi unggul untuk dikembangkan di masa mendatang. Untuk mengidentifikasi sektor basis suatu wilayah, teknik yang digunakan adalah Location Quotient (LQ).

a. Location Quotient (LQ)

Location Quotient (LQ) merupakan metode yang digunakan untuk mengukur spesialisasi relatif suatu sektor dari suatu wilayah terhadap wilayah lain yang lebih tinggi tingkatannya, juga untuk mengetahui kapasitas ekspornya. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan

43 metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val sebagai berikut (Tarigan, 2007):

LQ

= =

๐‘ฟ๐’“โ„๐‘น๐‘ฝ๐’“

๐‘ฟ๐’โ„๐‘น๐‘ฝ๐’

Keterangan:

Xr = Pendapatan suatu sektor i di wilayah studi RVr = Total PDRB di wilayah studi

Xn = Pendapatan suatu sektor i di wilayah referensi RVn = Total PDB di wilayah referensi

Nilai LQ kemudian diinterpretasi dengan ketentuan sebagai berikut:

๏‚ง Jika nilai LQ>1, maka peranan sektor di wilayah studi lebih menonjol dari pada sektor di wilayah referensi.

๏‚ง Jika nilai LQ=1, maka peranan sektor di wilayah studi maupun peranan sektor tersebut di wilayah referensi sama baiknya.

๏‚ง Jika nilai LQ<1, maka peranan sektor di wilayah studi lebih kecil daripada peranan sektor tersebut di wilayah referensi.

Formula tersebut diterapkan dalam penelitian ini untuk mengetahui subsektor ekonomi kreatif apa saja yang menjadi subsektor basis di masing-masing provinsi. Analisis LQ diolah dengan menggunakan Microsoft Excel. Adapun formula LQ Ekonomi Kreatif sebagai berikut.

LQ =๐‘ƒ๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘› ๐‘†๐‘ข๐‘๐‘ ๐‘’๐‘˜๐‘ก๐‘œ๐‘Ÿ ๐ธ๐‘˜๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘“ ๐‘– ๐‘ƒ๐‘Ÿ๐‘œ๐‘ฃ๐‘–๐‘›๐‘ ๐‘– ๐‘‡๐‘œ๐‘ก๐‘Ž๐‘™ ๐‘ƒ๐ท๐‘…๐ต ๐ธ๐‘˜๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘“ ๐‘ƒ๐‘Ÿ๐‘œ๐‘ฃ๐‘–๐‘›๐‘ ๐‘– ๐‘–โ„ ๐‘ƒ๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘› ๐‘†๐‘ข๐‘๐‘ ๐‘’๐‘˜๐‘ก๐‘œ๐‘Ÿ ๐ธ๐‘˜๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘“ ๐‘– ๐‘๐‘Ž๐‘ ๐‘–๐‘œ๐‘›๐‘Ž๐‘™ ๐‘‡๐‘œ๐‘ก๐‘Ž๐‘™ ๐‘ƒ๐ท๐ต ๐ธ๐‘˜๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘“ ๐‘๐‘Ž๐‘ ๐‘–๐‘œ๐‘›๐‘Ž๐‘™โ„

b. Dynamic Location Quotient (DLQ)

Dynamic Location Quotient (DLQ) merupakan perkembangan dari analisis Location Quotient. DLQ digunakan untuk melihat perkembangan suatu sektor tertentu apakah mengalami penurunan atau peningkatan (Tarigan, 2009; dalam Hidayat dan Rimadewi, 2014). DLQ memperbandingkan laju pertumbuhan PDRB dan pertumbuhan pendapatan suatu sektor dari waktu ke waktu, sehingga dapat diketahui proporsi antara laju pertumbuhan sektor terhadap laju pertumbuhan PDRB suatu daerah dibandikan dengan laju pertumbuhan suatu sektor yang sama terhadap laju PDB wilayah acuan (wilayah yang lebih luas).

DLQ memiliki asumsi bahwa nilai tambah sektoral dan PDRB

44 mempunyai rata-rata laju pertumbuhan sendiri-sendiri dalam kurun waktu antara tahun dasar (0) dan tahun akhir (t) (Widodo 2006; dalam Astiartie, 2010).

DLQ =

[(๐Ÿ+๐’ˆ๐’Š๐’) (๐Ÿ+๐’ˆโ„ ๐’)

(๐Ÿ+๐‘ฎ๐’Š) (๐Ÿ+๐‘ฎโ„ ๐’)]๐’• Keterangan:

gin = Rata-rata pertumbuhan nilai sektor i di wilayah studi gn = Rata-rata pertumbuhan nilai semua sektor di wilayah studi Gi = Rata-rata pertumbuhan nilai sektor i di wilayah referensi Gn = Rata-rata pertumbuhan nilai semua sektor di wilayah referensi t = Selisih tahun akhir dan tahun awal

Nilai DLQ kemudian diinterpretasi dengan ketentuan sebagai berikut:

๏‚ง DLQ >1, artinya laju pertumbuhan sektor i terhadap laju pertumbuhan total di wilayah studi lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan sektor yang sama terhadap laju pertumbuhan total di wilayah referensi.

๏‚ง DLQ =1, artinya laju pertumbuhan sektor i terhadap laju pertumbuhan total di wilayah studi sebanding dengan laju pertumbuhan sektor yang sama terhadap laju pertumbuhan total di wilayah referensi.

๏‚ง DLQ <1, artinya laju pertumbuhan sektor i terhadap laju pertumbuhan total di wilayah studi lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan sektor yang sama terhadap laju pertumbuhan total di wilayah referensi.

Tabel 3.1

Klasifikasi Subsektor Berdasarkan Gabungan LQ & DLQ

Kriteria LQ > 1 LQ < 1

DLQ > 1 Subsektor Unggulan Subsektor Andalan DLQ < 1 Subsektor Prospektif Subsektor Tertinggal

Sumber: Kuncoro et. al 2009 (dalam Hidayat dan Rimadewi, 2014)

2. Analisis Data Panel

Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi data panel. Data panel atau data pool diperkenalkan oleh Howles tahun 1950, yaitu gabungan antara data seksi silang (cross section) dan data runtut waktu (time series).

Sedangkan data pool sendiri merupakan bagian dari data panel, kecuali masing-masing kelompok dipisahkan berdasarkan objeknya (Winarno,

45 2015:9.1) Data panel secara substansial mampu menurunkan masalah omitted variable, yaitu model yang mengabaikan variabel yang relevan.

Untuk mengatasi interkorelasi di antara variabel-variabel bebas yang pada akhirnya dapat mengakibatkan tidak tepatnya penaksiran regresi, maka metode data panel lebih tepat digunakan (Griffithts, 2001; dalam Widyantoro, 2014:61; dalam Hidayati, 2016).

a. Metode Analisis Data Panel

Untuk mengestimasi parameter model dengan data panel, terdapat beberapa teknik, antara lain: (Nachrowi dan Usman, 2006:311; dalam Hidayati, 2016).

1) Common Effect Model (CEM)

Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data berbentuk pool, sering disebut pula dengan Pooled Least Square (PLS). Model untuk teknik regresi adalah sebagai berikut:

Y = b1 + b2 X2 + b3 X3it + โ€ฆโ€ฆ. + bn Xnit + ยตit

2) Fixed Effect Model (FEM)

Fixed Effect Model menambahkan dummy pada data panel, pendekatannya memperhitungkan kemungkinan bahwa penelitian menghadapi masalah omitted-variable, yang mungkin membawa perubahan pada intercept time series atau cross-section. Model ini menambahkan variabel dummy untuk mengizinkan adanya perubahan intercept. Model ini sering disebut dengan model Least Square Dummy Variable (LSDV). Model data panel untuk teknik regresi adalah sebagai berikut:

๐‘Œ๐‘–๐‘ก = ๐‘Ž1 + ๐‘Ž2๐ท2 + โ€ฆ + ๐‘Ž๐‘› ๐ท๐‘› + b2๐‘‹2๐‘–๐‘ก + โ€ฆ + b๐‘› ๐‘‹๐‘›๐‘–๐‘ก + ฮผ๐‘–๐‘ก

3) Random Effect Model (REM)

Memperhitungkan error dari data panel dengan metode least square, pendekatan REM memperbaiki efisiensi proses least square dengan memperhitungkan error dan cross-section dan time series.

Model RE adalah variasi dari estimasi Generalized Least Square

46 (GLS). Model data panel untuk teknik regresi adalah sebagai berikut:

๐‘Œ๐‘–๐‘ก = b1 + b2 ๐‘‹2๐‘–๐‘ก + โ€ฆ+ b๐‘› ๐‘‹๐‘›๐‘–๐‘ก + ๐›ผ๐‘–๐‘ก + ฮผ๐‘–๐‘ก

b. Pemilihan Model Data Panel

Ada 3 tahap dalam memilih metode dalam data panel. Pertama, kita harus melakukan Uji Chow (membandingkan CEM dengan FEM) terlebih dahulu, jika hasil menunjukkan model CEM yang diterima, maka model CEM lah yang akan dianalisa. Tapi jika model FEM yang diterima, maka tahap kedua dijalankan, yakni melakukan Uji Hausman (membandingkan lagi FEM dengan REM), jika hasil menunjukkan model FEM yang diterima, maka FEM lah yang akan dianalisa. Namun jika REM yang diterima, maka dilakukan Uji Lagrange Multiplier (membandingkan REM dengan CEM).

1) Uji Chow (CEM vs FEM)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah model Pooled Least Square (PLS) atau Common Effect Model (CEM) yang akan digunakan dalam estimasi. Relatif terhadap Fixed Effect Model, Pooled Least Square adalah restricted model dimana menerapkan intercept yang sama untuk seluruh individu. Padahal asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit tersebut memiliki perilaku yang berbeda. Untuk mengujinya dapat digunakan restricted F-test, dengan hipotesis sebagai berikut.

H0 : Common Effect Model (Restricted) H1 : Fixed Effect Model (Unrestricted)

Dasar penolakan terhadap hipotesis nol tersebut adalah dengan menggunakan F Statistic seperti yang dirumuskan oleh Chow:

CHOW =(๐‘น๐‘บ๐‘บ๐‘บโˆ’๐‘ผ๐‘น๐‘บ๐‘บ) (๐‘ตโˆ’๐Ÿ)โ„

๐‘ผ๐‘น๐‘บ๐‘บ (๐’๐’•โˆ’๐‘ตโˆ’๐‘ฒ)โ„ ~ ๐‘ญ๐’‚ (๐‘ต โˆ’ ๐Ÿ, ๐‘ต๐‘ป โˆ’ ๐‘ต โˆ’ ๐‘ฒ) Dimana:

RRSS = Restricted Residual Sum Square (PLS) URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Fixed)

47 N = Jumlah data cross section

T = Jumlah data time series K = Jumlah variabel independen

Dimana pengujian ini mengikuti distribusi F yaitu F K (Nโ€“1, NTโ€“N โ€“ K). Jika nilai Chow Statistics (F statistic) hasil pengujian lebih besar dari F tabel, maka cukup bukti bagi kita untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang kita gunakan adalah Fixed Effect Model, begitu juga sebaliknya.

2) Uji Hausman (FEM vs REM)

Hausman Test digunakan untuk memilih apakah menggunakan Fixed Effect Model atau Random Effect Model. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Random Effect Model H1 : Fixed Effect Model

Sebagai dasar penolakan H0, maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

๐‘ฏ = (๐œท๐‘น๐‘ฌ๐‘ดโˆ’ ๐œท๐‘ญ๐‘ฌ๐‘ด)โ€ฒ (๐‘ด๐‘ญ๐‘ฌ๐‘ดโˆ’ ๐‘ด๐‘น๐‘ฌ๐‘ด)โˆ’๐Ÿ (๐œท๐‘น๐‘ฌ๐‘ดโˆ’ ๐œท๐‘ญ๐‘ฌ๐‘ด)~๐‘ฟ๐Ÿ(๐’Œ)

Dimana M adalah matriks kovarians untuk parameter ฮฒ, dan k adalah derajat bebas yang merupakan jumlah variabel independen. Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari X2 (k), maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect Model, begitu juga sebaliknya.

3) Uji Lagrange Multiplier (REM vs CEM)

Lagrange Multiplier Test adalah pengujian untuk memilih apakah menggunakan Random Effect Model atau Common Effect Model. Uji signifikasi Random Effect ini dikembangkan oleh Breusch Pagan, dengan didasarkan pada nilai residual dari metode OLS. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Common Effect Model H1 : Random Effect Model

48 Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-squares dengan degree of freedom sebesar jumlah variabel independen. Jika nilai LM statistik lebih besar dari nilai kritis statistik chi-squares maka kita menolak hipotesis nul, yang artinya estimasi yang tepat untuk model regresi data panel adalah metode Random Effect dari pada metode Common Effect, dan sebaliknya (Widarjono, 2009).

Penelitian ini menggunakan analisis pendekatan secara sederhana dengan menggabungkan seluruh data time series dan cross-section dengan mengestimasi data panel. Model data panel untuk teknik regresi diformulasikan sebagai berikut:

EKRAFit = ฮฒ0 + ฮฒ1 TOURISMit + ฮฒ2 EDUit + ฮฒ3 D1it + ฮฒ4 INETit + ฮตit

Keterangan:

EKRAF = PDRB Ekonomi Kreatif

TOURISM = Perkembangan Sektor Pariwisata EDU = Tingkat Pendidikan

INET = Jumlah Pengguna Internet ฮฒ0 = Konstanta

ฮฒ1, ฮฒ2, ฮฒ3, ฮฒ4 = Koefisien masing-masing variabel D1 = Dummy Regulasi Pemerintah Daerah

(0=Tidak terdapat regulasi; 1=Terdapat regulasi)

ฮต = Error Terms

i = Provinsi i

t = Tahun t

3. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Salah satu asumsi dalam analisis statistika adalah data berdistribusi normal. Dalam analisis multivariat, para peneliti menggunakan pedoman jika setiap variabel terdiri atas 30 data, maka data sudah berdistribusi normal. Meskipun demikian, untuk menguji dengan lebih akurat, diperlukan alat analisis E-Views menggunakan dua cara, yaitu dengan histogram dan Uji Jarque-Bera, dengan hipotesis:

H0 : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusi normal

49 Jika nilai Prob JB > 0,05 (tidak signifikan), maka terima H0, tolak H1. Artinya data terdistribusi normal, dan begitu pula sebaliknya.

Apabila data tidak terdistribusi normal, menurut Rosadi (2012:36, dalam Ilyan, 2016), salah satu hal yang dapat dilakukan adalah melakukan transformasi terhadap data.

b. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat nilai varians antar nilai Y, apakah sama atau heterogen. Menurut Ariefianto (dalam Rolis, 2014:67; dalam Ilyan, 2016) asumsi penting (asumsi Gauss Markov) dalam penggunaan OLS adalah varians residual yang konstan. Varians dari residual tidak berubah dengan berubahnya satu atau lebih variabel bebas. Jika asumsi ini terpenuhi, maka residual disebut homokedastis.

Jika tidak, disebut heteroskedastis. Sementara itu, menurut Winarno (2011:5.8), ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas. Beberapa metode tersebut adalah dengan metode grafik, Uji Park, Uji Glejser, Uji Korelasi Spearman, Uji Goldfeld Quandt, Uji Bruesch-Pagan-Godfrey dan Uji White.

c. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas dikemukakan pertama kali oleh Ragner Frish.

Frish menyatakan bahwa multikolinier adalah adanya lebih dari satu hubungan linier yang sempurna. Menurutnya, apabila terjadi multikolinier apalagi kolinier yang sempurna (koefisien korelasi antar variabel bebas=1), maka koefisien regresi dari variabel bebas tidak dapat ditentukan dan standar error-nya tidak terhingga (Suharyadi dan Purwanto, 2013:231). Sedangkan menurut Winarno (2011:5.1) multikolinieritas adalah adanya hubungan linier antarvariabel independen. Karena melibatkan beberapa variabel independen, maka multikolinieritas tidak akan terjadi pada persamaan regresi sederhana (yang terdiri dari satu variabel dependen dan satu variabel independen).

50 d. Uji Autokorelasi

Autokorelasi dikenalkan oleh Maurice G. Kendall dan William R.

Buckland. Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota observasi yang disusun menurut urutan waktu. Ada beberapa penyebab autokorelasi yaitu (a) kelembaman, kelembaman biasanya terjadi dalam fenomena ekonomi dimana sesuatu akan memengaruhi suatu yang lain dengan mengikuti siklus bisnis saling berkaitan. (b) terjadinya bias spesifikasi, yaitu ada beberapa variabel yang tidak termasuk dalam model, dan (c) bentuk fungsi yang digunakan tidak tepat, misalnya seharusnya bentuk non-linier tetapi digunakan linier atau sebaliknya (Suharyadi dan Purwanto, 2013:232).

Pendeteksian autokorelasi dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

a) Metode grafik yang menghubungkan antara error (e) atau residu dengan waktu, apabila terdapat hubungan yang sistematis, baik meningkat atau menurun, menunjukkan adanya autokorelasi.

b) Uji Durbin Watson, pada uji DW adanya autokorelasi positif jika nilai DW berada diantara 0 sampai dengan 1,10, serta autokorelasi negatif jika nilai DW berada diatas 2,90. Sedangkan jika model terbebas dari masalah autokorelasi, nilai DW berada diantara 1,54 sampai dengan 2,46. Model tidak dapat diputuskan terdapat autokorelasi atau tidak jika nilai DW berada diantara 1,10 sampai dengan 1,54 dan 2,46 sampai dengan 2,90.

4. Pengujian Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi adalah bagian dari keberagaman total variabel terikat Y (variabel yang dipengaruhi atau dependen) yang dapat diterangkan atau diperhitungkan oleh keragaman variabel bebas X (variabel yang memengaruhi/ independen). Semakin besar koefisien determinasi menunjukkan semakin baik kemampuan X menerangkan Y. Besarnya koefisien determinasi adalah kuadrat dari koefisien korelasi (Suharyadi dan Purwano, 2013:162). Bila R2 = 0, artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variasi dari

51 Y, 100% dapat diterangkan oleh X, dengan kata lain bila R2 =1, maka semua titik pengamatan berada pada garis regresi. Dengan demikian, ukuran goodness of fit dari suatu model ditentukan oleh R2 yang nilainya antara nol sampai dengan satu (Nachrowi dan Usman, 2002:21).

5. Pengujian Hipotesis

a. Uji Signifikansi Simultan (Uji-F)

Uji global disebut juga uji signifikansi serentak atau Uji F, digunakan untuk melihat kemampuan menyeluruh dari variabel bebas (X1, X2,โ€ฆXk) dalam menjelaskan tingkah laku atau keragaman variabel terikat (Y). Uji global dimaksudkan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas memiliki koefisien regresi sama dengan nol (Suharyadi dan Purwanto, 2013:228). Pengujian ini akan memperlihatkan hubungan atau pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen, dengan hipotesis sebagai berikut:

๏‚ง Jika F-hitung < F tabel atau nilai probabilitas > dari 0,05 maka H0

gagal diterima yang berarti secara bersama-sama variabel independen tidak dipengaruhi variabel dependen secara signifikan.

๏‚ง Jika F-hitung > F tabel atau nilai probabilitas < dari 0,05 maka H0

ditolak yang berarti secara bersama-sama variabel dependen memengaruhi variabel dependen secara signifikan.

b. Uji Parsial (Uji-t)

Uji signifikansi parsial atau individual digunakan untuk menguji apakah suatu variabel bebas berpengaruh atau tidaknya terhadap variabel terikat. Pada regresi berganda Y = a + b1X1 + b2X2 + โ€ฆ bkXk, mungkin variabel X1 sampai Xk secara bersama-sama berpengaruh nyata. Namun demikian, belum tentu secara individu atau parsial seluruh variabel X1 sampai Xk berpengaruh nyata terhadap variabel terikatnya (Y). Untuk mengetahui apakah suatu variabel secara parsial berpengaruh nyata atau tidak digunakan uji t atau t student (Suharyadi dan Purwanto, 2013:228).

52 Menurut Widarjono (2010: 28), signifikan tidaknya sebuah variabel independen di dalam analisis regresi bisa dilihat dari nilai ฯ dibandingkan dengan nilai ฮฑ. Jika nilai probabilitas ฯ lebih kecil dari nilai ฮฑ yang dipilih maka kita menolak hipotesis nol (H0) atau menerima hipotesis alternatif (H1) dan sebaliknya jika nilai probabilitas ฯ lebih besar dari nilai ฮฑ maka kita menerima hipotesis nol atau menolak hipotesis alternatif.

Pengujian ini dilakukan untuk mengukur tingkat signifikansi setiap variabel bebas terhadap variabel terikatnya dalam model regresi.

๏‚ง Jika t statistik < t tabel atau nilai probabilitas > dari 0,05 maka H0

gagal ditolak artinya tidak ada pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen.

๏‚ง Jika t statistik > t tabel atau nilai probabilitas < dari 0,05 maka H0

ditolak, artinya ada pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen.

Pengujian ini dilakukan pada taraf signifikan tertentu, yaitu 5%, yang artinya tingkat kesalahan satu variabel adalah 5% atau 0,05. Sedangkan tingkat keyakinannya adalah 95% atau 0,95. Jadi, apabila tingkat kesalahan suatu variabel lebih dari 5% atau 0,05 berarti variabel itu tidak signifikan, dan sebaliknya, apabila kurang dari 5% atau 0,05 maka variabel tersebut signifikan.

E. Operasional Variabel Penelitian

Batasan operasional variabel penelitian digunakan untuk mendefinisikan seluruh variabel yang digunakan dalam penelirian, agar tidak ada kesamaan makna atas suatu variabel. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB Sektor Ekonomi Kreatif, sedangkan variabel independennya adalah Perkembangan Sektor Pariwisata, Tingkat Pendidikan, Regulasi Pemerintah Daerah, dan Jumlah Pengguna Internet.

1. PDRB Sektor Ekonomi Kreatif

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Ekonomi Kreatif merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir sektor ekonomi kreatif

53 yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu wilayah atau daerah pada suatu periode tertentu, biasanya satu tahun, tanpa memperhitungkan kepemilikan produksi. Berdasarkan KBLI 2015, Sektor Ekonomi Kreatif memiliki 16 subsektor yang terdiri dari: (1) Arsitektur; (2) Desain Interior; (3) Desain Komunikasi Visual; (4) Desain Produk; (5) Film, Animasi & Video; (6) Fotografi; (7) Kriya; (8) Kuliner; (9) Musik;

(10) Fashion; (11) Aplikasi & Game Developer; (12) Penerbitan; (13) Periklanan; (14) Televisi dan Radio; (15) Seni Pertunjukkan; dan (16) Seni Rupa. Data yang digunakan adalah PDRB sektor ekonomi kreatif (harga konstan) setiap provinsi selama 2010-2016, dengan satuan miliar rupiah.

2. Perkembangan Sektor Pariwisata

Penelitian ini bertujuan untuk melihat keterkaitan antara sektor pariwisata dengan sektor ekonomi kreatif, namun data sektor pariwisata setiap provinsi belum tersedia (hanya terdapat data jasa perhotelan), sehingga data yang lebih cocok dipakai dalam penelitian ini adalah data jumlah seluruh kunjungan wisatawan (mancanegara dan domestik) ke setiap provinsi. Penentuan variabel ini didukung oleh penelitian terdahulu dan juga hasil survei Kementerian Pariwisata yang menyatakan sebesar 4,94โ€“6,54%

pengeluaran wisatawan dihabiskan untuk membeli cenderamata (souvenir), dan 2,65โ€“5,47% untuk jasa seni budaya, menonton pertunjukan, dll (Nesparnas Kemenpar, 2017), yang mana item-item tersebut termasuk dalam ruang lingkup ekonomi kreatif. Oleh karena tidak semua provinsi menyediakan data kunjungan wisatawan domestik, maka data yang digunakan hanyalah jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dengan satuan jiwa.

3. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan, diharapkan mampu memunculkan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan, penguasaan teknologi, dan ide-ide kreatif yang berguna untuk meningkatkan perkembangan perekonomian di suatu wilayah. Tingkat Pendidikan dalam penelitian ini

di-54 proxy dengan data rata-rata lama sekolah di setiap provinsi. Satuan yang digunakan adalah jumlah tahun yang ditamatkan.

4. Regulasi Pemerintah Daerah

Regulasi Pemerintah Daerah merupakan regulasi/ peraturan atau kebijakan terkait sektor ekonomi kreatif yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi dan berlaku di provinsi tersebut. Variabel ini menggunakan Dummy kategori, dimana jika tidak terdapat regulasi = 0, dan jika terdapat regulasi = 1. Apabila pada tahun sebelumnya terdapat regulasi yang masih berlaku, maka di tahun selanjutnya tetap ditulis โ€œ1โ€.

5. Jumlah Pengguna Internet

Internet merupakan salah satu infrastruktur bagi ekonomi kreatif, terutama subsektor terkait video, desain, animasi, musik, aplikasi, game, dll., yang menggunakan layanan internet sebagai media utama, seperti Google Play, AppStore, Youtube, Instagram dan Social Media lainnya.

Internet juga dapat berfungsi sebagai sarana promosi/ pemasaran, dan proses transaksi jual-beli melalui fasilitas internet banking atau aplikasi dompet digital seperti Dana, Ovo, Go-Pay, dll. Variabel Jumlah Pengguna Internet di-proxy dengan persentase jumlah penduduk usia 5 tahun ke atas yang pernah mengakses internet dalam 3 bulan terakhir menurut provinsi dan klasifikasi daerah yang diperoleh dari Statistik Telekomunikasi Indonesia, BPS Pusat.

Tabel 3.2

Definisi Operasional Variabel

Jenis Variabel Pengertian/ Indikator Pengukuran

Dependen

Sektor Pariwisata di-proxy dengan jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke setiap provinsi

Banyaknya orang/ jiwa Tingkat

Pendidikan

Tingkat Pendidikan di-proxy

dengan rata-rata lama sekolah di setiap provinsi

Jumlah Tahun

55 Regulasi

Pemerintah Daerah (Dummy

Variable)

Regulasi Pemerintah Daerah adalah regulasi terkait ekonomi kreatif yang ditetapkan dan berlaku di provinsi tersebut.

Tidak terdapat regulasi = 0;

Terdapat regulasi = 1

Jumlah Pengguna

Internet

Jumlah Pengguna Internet di-proxy dengan persentase jumlah pendu-duk usia 5 tahun ke atas yang pernah mengakses internet dalam 3 bulan terakhir menurut provinsi dan klasifikasi daerah.

Proporsi (%)

56 BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Ekonomi kreatif merupakan sektor yang sangat potensial bagi perekonomian Indonesia dengan pendapatan sebesar Rp 922.587,3 Miliar pada tahun 2016, berkontribusi sebesar 7,44% terhadap PDB, dan nilai ekspor sebesar 19,99 Miliar US$. Tenaga kerja ekonomi kreatif yang terserap sebanyak 16,91 juta jiwa atau sebanyak 14,28% terhadap tenaga kerja nasional, dengan pertumbuhan rata-rata 692.000 orang per tahun. Potensi tersebut tersebar di berbagai daerah, namun perkembangannya didominasi oleh 5 provinsi (Sumatera Utara, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali) dimana nilai gabungan PDRBnya sebesar 48,8% (Rp 434.435,15 miliar), sangat timpang jika dibandingkan dengan total share 29 provinsi lainnya yang hanya sebesar 51,2% (Rp 455.744,85 miliar) dari total pendapatan ekonomi kreatif nasional (Bekraf, 2017). Gambaran singkat kelima provinsi tersebut adalah sebagai berikut (dalam Provinsi Dalam Angka, BPS, 2016).

1. Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 1ยฐโ€“4ยฐ Lintang Utara dan 98ยฐโ€“100ยฐ Bujur Timur. Provinsi Sumut berbatasan dengan daerah perairan dan laut serta dua provinsi lain: sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Aceh; di sebelah timur dengan Malaysia di Selat Malaka; di sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 1ยฐโ€“4ยฐ Lintang Utara dan 98ยฐโ€“100ยฐ Bujur Timur. Provinsi Sumut berbatasan dengan daerah perairan dan laut serta dua provinsi lain: sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Aceh; di sebelah timur dengan Malaysia di Selat Malaka; di sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan