• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI SEKTOR EKONOMI KREATIF DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA (Studi Kasus 5 Provinsi di Indonesia Tahun ) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI SEKTOR EKONOMI KREATIF DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA (Studi Kasus 5 Provinsi di Indonesia Tahun ) SKRIPSI"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI SEKTOR EKONOMI KREATIF DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

(Studi Kasus 5 Provinsi di Indonesia Tahun 2010-2016)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

MUH. ABDUL FARID NIM 1112084000045

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/ 2019 M

(2)

ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

IDENTIFIKASI SEKTOR EKONOMI KREATIF DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

(Studi Kasus 5 Provinsi di Indonesia Tahun 2010-2016)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Muh. Abdul Farid NIM 1112084000045

Di Bawah Bimbingan:

Arief Fitrijanto, M.Si NIP 197111182005011003

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/ 2019 M

(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini Jumat, 8 April 2016 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas Mahasiswa:

1. Nama : Muh. Abdul Farid

2. NIM : 1112084000045

3. Jurusan : Ekonomi Pembangunan

4. Judul Skripsi : Identifikasi Sektor Ekonomi Kreatif dan Faktor- faktor yang Memengaruhinya (Studi Kasus 5 Provinsi di Indonesia Tahun 2010-2016)

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 8 April 2016

1. Dr. Lukman, M.Si ( __________________ )

NIP 196406072003021002 Penguji I

2. Zuhairan Y. Yunan, S.E., M.Sc ( __________________ ) NIP 198004162009121002 Penguji II

(4)

iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Muh. Abdul Farid

NIM : 1112084000045

Jurusan : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini saya:

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan

2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah orang lain

3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya

4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini

Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 25 Maret 2019

Muh. Abdul Farid NIM 1112084000045

(5)

v

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hari ini Senin, 25 Maret 2019 telah dilakukan Ujian Skripsi atas Mahasiswa:

1. Nama : Muh. Abdul Farid

2. NIM : 1112084000045

3. Jurusan : Ekonomi Pembangunan

4. Judul Skripsi : Identifikasi Sektor Ekonomi Kreatif dan Faktor- faktor yang Memengaruhinya (Studi Kasus 5 Provinsi di Indonesia Tahun 2010-2016)

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 25 Maret 2019

1. Dr. Sofyan Rizal, M.Si ( __________________ )

NIP 197604302011011002 Ketua

2. Arief Fitrijanto, M.Si ( __________________ ) NIP 197111182005011003 Sekretaris

3. Arief Fitrijanto, M.Si ( __________________ ) NIP 197111182005011003 Pembimbing

4. Fahmi Wibawa, S.E., MBA ( __________________ ) Penguji Ahli

(6)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Identitas Pribadi

Nama Lengkap : Muh. Abdul Farid Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 6 Juni 1994

Alamat : Kp. Bojong Indah RT 02/06 No. 79 Desa Putat Nutug Kec. Ciseeng

Kab. Bogor, 16120

Nomor Handphone : (+62) 856 9194 8575

E-mail : muh.abdulfarid@gmail.com

Blog : abdulfarid.net

Latar Belakang Keluarga

Nama Ayah : Muh. Yusuf

Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 17 Agustus 1966

Nama Ibu : Rosidah

Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 28 Maret 1977

Alamat : Kp. Bojong Indah RT 02/06 No. 79 Desa Putat Nutug Kec. Ciseeng

Kab. Bogor, 16120

Anak ke- dan dari- : 2 dari 3 bersaudara Pendidikan Formal

1. SDN Kamulyaan Kab. Bogor Tahun 2001-2006 2. SMPN 1 Ciseeng Kab. Bogor Tahun 2006-2009 3. SMAN 1 Ciseeng Kab. Bogor Tahun 2009-2012 4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012-2019 Pengalaman Organisasi

1. Ketua OSIS SMAN 1 Ciseeng, 2009-2010 & 2010-2011.

2. Kerani Putra Pramuka SMAN 1 Ciseeng, 2010-2011.

3. Dept. Pendidikan HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013-2014.

4. PSDM Lab. Pasar Modal FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

5. Sekretaris Umum HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015-2016.

6. Wakil Ketua Umum Ikatan Alumni SMAN 1 Ciseeng, 2015-2017.

Pendidikan Non-Formal, Seminar dan Workshop

1. Pembinaan “Bela Negara Bagi Generasi Muda dan Pelajar” oleh Pemerintah Kabupaten Bogor. Cisarua, 13-14 April 2010.

2. Workshop “IT Security dan Aplikasi” oleh Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN). Ciseeng, Juli 2010.

3. Seminar Motivasi dan Kewirausahaan “Burn Your Spirit! Be a Super Student” oleh KOMUS dan LDK Komda FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 6 September 2012.

4. Kuliah Umum Kementerian ESDM “Sosialisasi Hemat Energi” oleh BEM FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 8 November 2012.

(7)

vii 5. Roadshow Seminar Asuransi Syariah “Merajut Masa Depan Penuh Berkah Bersama Asuransi Syariah” oleh Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) dan FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 12 Desember 2012.

6. Diklat Ekonomi Islam (DEI) oleh Lingkar Studi Ekonomi Syariah (LiSEnSi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciseeng, 13-14 April 2013.

7. Workshop Kepemudaan “Integrity Goes to You” oleh Transparency International Indonesia & HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 24 Oktober 2013.

8. Pelatihan Karya Tulis Ilmiah oleh HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 26 Maret 2014.

9. Pelatihan “Google Apps for Education” oleh Google Student Ambassador

& Pustipanda UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 3 September 2014.

10. Pelatihan “Google Site for Everyone” oleh Google Student Ambassador &

Pustipanda UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 18 Maret 2015.

11. Seminar Internasional Ekonomi Islam “Building Strategic Alliance in Islamic Economic, Finance, and Business Policies” oleh Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia, 30 April 2015.

12. Seminar Nasional “Mewujudkan Lembaga Keuangan Mikro yang Berdaya Saing dalam Menghadapi MEA 2015” oleh STF (Social Trust Fund) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,13 Oktober 2015.

13. Company Visit, Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, 2015.

14. Company Visit, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2015.

15. Company Visit, Bank Indonesia, 2015.

Pengalaman Profesional

1. Enumerator pada “Survei Persepsi Korupsi” oleh Transparency International Indonesia, tahun 2015.

2. Graphic Designer pada CV KebonQta Mubarok.

3. Graphic Designer, Social Media & Web Admin pada Bungkesmas STF (Social Trust Fund) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Enumerator pada penelitian “Dampak Ekonomi-Sosial Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI” oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), tahun 2016 & 2017.

5. Data Entry pada penelitian “Empowering Youth to Develop Democracy Without Violence in Indonesia” oleh LP3ES & UNDEF, tahun 2017.

6. Graphic Designer, Social Media & Web Admin pada PT Sumber Unggas Indonesia.

(8)

viii ABSTRACT

Muh. Abdul Farid. Identification of the Creative Economy Sector and Its Determinant (Case Study in 5 Provinces in Indonesia Period 2010-2016), 2019 Creative economy is a very potential sector for Indonesian economy with revenues of 922,587.3 billion Rupiah in 2016, contributed 7.44% of GDP, and the export value of 19.99 billion US Dollar, as well as able to absorb employment of 16.91 million people. The potential is spread in various regions, but its performance is dominated by 5 provinces (North Sumatra, West Java, DI Yogyakarta, East Java, and Bali) where combined value of GRDP is 48.8%, while 29 other provinces are only 51.2% of total national creative economy income (Bekraf, 2017).

This study aims to identify the creative economy base subsectors in 5 provinces (North Sumatra, DI Yogyakarta, West Java, East Java, and Bali) and find out the impact of the performance of tourism sector, education level, local government regulations, and the number of internet users towards creative economic performance in these 5 provinces during the period 2010-2016.

The results of Location Quotient (LQ) indicate that there are base subsectors in each province. North Sumatra Province has 3 base subsectors: Architecture; Craft;

and Culinary. West Java Province has 1 base subsector: Fashion. Province of DI Yogyakarta has 5 base subsectors: Film, Animation and Video; Culinary;

Application and Game Developer; Performing Arts; and Fine Arts. East Java Province has 2 base subsectors: Craft; and Culinary. And Bali Province has 4 base subsectors: Craft; Culinary; Performing Arts; and Fine Arts.

The results of panel data analysis using Fixed Effect Model show that simultaneously, the variables of the tourism sector, education level, local government regulations, and the number of internet users have a significant effect on the GRDP of the creative economy. Partial testing shows that only the regional government regulation variable which has no significant effect on the creative economy GRDP. This means that the presence or absence of local government regulation in that period does not have a different impact in increasing the Creative Economy GRDP.

Keywords : Creative Economy, Tourism, Education, Regulation, and Internet Users.

(9)

ix ABSTRAK

Muh. Abdul Farid. Identifikasi Sektor Ekonomi Kreatif dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya (Studi Kasus 5 Provinsi di Indonesia tahun 2010- 2016), 2019

Ekonomi kreatif merupakan sektor yang sangat potensial bagi perekonomian Indonesia dengan pendapatan sebesar Rp 922.587,3 Miliar pada tahun 2016, berkontribusi sebesar 7,44% terhadap PDB, dan nilai ekspor sebesar 19,99 Miliar US$, serta mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 16,91 juta jiwa. Potensi tersebut tersebar di berbagai daerah, namun perkembangannya didominasi oleh 5 provinsi (Sumatera Utara, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali) dimana nilai gabungan PDRBnya sebesar 48,8%, sedangkan 29 provinsi lainnya hanya sebesar 51,2% dari total pendapatan ekonomi kreatif nasional (Bekraf, 2017).

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi subsektor basis ekonomi kreatif di 5 provinsi (Sumatera Utara, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali) dan mengetahui pengaruh perkembangan sektor pariwisata, tingkat pendidikan, regulasi pemerintah daerah, dan jumlah pengguna internet terhadap perkembangan ekonomi kreatif di 5 provinsi tersebut tahun 2010-2016.

Hasil penelitian dengan menggunakan teknik analisis Location Quotient (LQ) menunjukkan bahwa terdapat subsektor unggulan di setiap provinsi. Provinsi Sumatera Utara memiliki 3 subsektor basis: Arsitektur; Kriya; dan Kuliner.

Provinsi Jawa Barat memiliki 1 subsektor basis, yaitu Fashion. Provinsi D.I.

Yogyakarta memiliki 5 subsektor basis: Film, Animasi, dan Video; Kuliner;

Aplikasi dan Game Developer; Seni Pertunjukan; dan Seni Rupa. Provinsi Jawa Timur memiliki 2 subsektor basis: Kriya; dan Kuliner. Dan Provinsi Bali memiliki 4 subsektor basis: Kriya; Kuliner; Seni Pertunjukan; dan Seni Rupa.

Hasil analisis data panel menggunakan Fixed Effect Model menunjukkan bahwa secara simultan, variabel perkembangan sektor pariwisata, tingkat pendidikan, regulasi pemerintah daerah, dan jumlah pengguna internet berpengaruh signifikan terhadap PDRB ekonomi kreatif. Sedangkan pengujian secara parsial menunjukkan bahwa hanya variabel regulasi pemerintah daerah yang tidak berpengaruh signifikan terhadap PDRB ekonomi kreatif. Hal ini berarti bahwa ada atau tidaknya regulasi pemerintah daerah pada periode tersebut tidak memiliki pengaruh yang berbeda dalam meningkatkan PDRB Ekonomi Kreatif.

Kata Kunci : Ekonomi Kreatif, Pariwisata, Pendidikan, Regulasi, dan Pengguna Internet.

(10)

x

KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr. wb.,

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat, karunia, ilmu, rezeki, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber inspirasi bagi umat Islam.

Skripsi yang berjudul “Identifikasi Sektor Ekonomi Kreatif dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya (Studi Kasus 5 Provinsi di Indonesia Tahun 2010-2016)”

ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terselesaikannya skripsi ini tentunya berkat bimbingan, bantuan, dukungan, semangat, dan doa dari orang- orang terbaik yang ada di sekeliling penulis. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Keluarga tercinta, yang selalu menjaga dan merawat penulis dengan penuh kesabaran, sehingga penulis bisa tumbuh besar dan sampai pada tahap ini.

Terima kasih kepada Ummi Rosidah, Bapak M. Yusuf, dan Ayah Madinah (alm) atas segala perjuangan dan kasih sayangnya yang tak berbatas, serta doa yang tiada hentinya dipanjatkan demi keselamatan dan kesuksesan kami anak- anaknya. Terima kasih Abang Muhammad Awaludin yang selalu menjadi panutan penulis, kedua adik tersayang Muhammad Nu’man dan Rosmaliana.

Semoga penulis bisa selalu membahagiakan keluarga.

2. Bapak Prof. Dr. Amilin, S.E., Ak, M.Si, CA, QIA, BKP, CRMP; selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga dapat menjadikan Fakultas Ekonomi dan Bisnis lebih baik lagi.

3. Bapak Arief Fitrijanto, M.Si; selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan dan sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan kerendahan hati bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu dan pengarahan, selalu memberikan motivasi, mengingatkan dan menyemangati penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Maafkan penulis yang sering menghilang ini, Pak.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan Bapak.

(11)

xi 4. Bapak Dr. Sofyan Rizal, M.Si; selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan yang telah meluangkan waktu dan arahan-arahan yang baik selama penulis berkonsultasi.

5. Bapak Zaenal Muttaqin, MPP; Ibu Sri Hidayati, M.Ed; dan Bapak Fahmi Wibawa, MBA; terima kasih telah memberikan kesempatan di beberapa kegiatan yang menjadi kesan tersendiri bagi penulis.

6. Seluruh jajaran Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi penulis. Serta jajaran karyawan dan staf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan terbaik selama perkuliahan.

7. Sahabat-sahabat kampus terbaik yang penulis jumpai: Encep Ilyan si pecinta Korea dan Wifi nomor wahid, M. Arifil Firdaus yang hidup dengan kalkulasi anehnya, dan M. Luthfi Nadhif si serba santai. Terima kasih telah menjadi tokoh penting dalam kisah perkuliahan ini, yang selalu menemani penulis dalam berbagai keadaan. Walau kini kita tak lagi sering berjumpa, semoga kita bisa sukses dalam bidang apapun.

8. Sahabat Najarudin Irfani, sosok luar biasa yang selalu progresif dan terus menginspirasi penulis. Semoga makin berjaya dan melegenda.

9. Komplotan The Five Wolves: Angga Saputra, Alna Nashrulloh, Ridho Destianto, dan Yusef Nugraha, yang selalu mengisi hari-hari penulis dengan penuh kehangatan, dan tak pernah meninggalkan penulis dalam keadaan suka maupun duka. Terima kasih atas semuanya. Semoga kita bahagia selalu.

10. Sahabat-sahabatku Nurjamilah, Kak M. Junaidi Abdillah, M. Risman, dan Rofiyani Yuniartanti yang selalu baik dan penuh perhatian.

11. Kawan-kawan konsentrasi Perencanaan Pembangunan 2012: Vinnie Aulya, Nadhif, Evia, Yayang, Lia, Febrina, Puty, Wilda, Bimo, Fadil, Arifil, Erul, dan Pijar. Sebuah kelas kecil dengan pemikiran-pemikiran yang besar. Terima kasih atas kebersamaannya.

12. Teman-teman IESP Angkatan 2012: Adam, Adul, Aldi, Amir, Angga, Azis, Bibah, Derry, Desi, Devi, Dian, Dita, Encep, Er, Fahmi, Fauzi, Hakim, Hayu, Hilda, Ida, Irfan A, Irfan S, Lela, Malvin, Mawaddah, Mia, Nurul, Okky, Rafi, Rani, Roisah, Sandra, Silvi, Waldi, dan Yuli. Terima kasih atas

(12)

xii kebersamaannya, semoga silaturahmi kita tetap terjaga, semoga kesehatan dan kesuksesan menyertai kita semua.

13. KKN The Art 2015: Fauzi, Encep, Ucup, Fahmi, Fatah, Firman, Izhar, BN Nuraini, Dewi, Annisa, Devi, Nufus (almh), dan Afwah, yang telah menjadi rekan kerja yang luar biasa, dan teman serumah yang asyik dan kocak. Terima kasih juga untuk Novita, Shepira, Tika, dan Bang Eddy. Terima kasih atas kisah-kisah serunya selama 30 hari di Desa Cikuya, Solear, Kab. Tangerang.

14. Geng ‘Serba-Mepet’: Wilda, Silvi, Rafi, Hakim, Ifil, Pijar, Erul, Amir, Irfan A, dan Mawaddah. Terima kasih telah berjuang bersama sampai akhir.

Alhamdulillah, akhirnya kita semua lulus ya, setelah melewati begitu banyaknya drama kehidupan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak. Semoga skripsi ini membawa manfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya. Terima kasih.

Wassalamualaikum wr. wb.

Jakarta, 25 Maret 2019

Muh. Abdul Farid

(13)

xiii DAFTAR ISI

COVER DALAM ... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

ABSTRACT ... viii

ABSTRAK ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah... 8

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Penelitian... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Landasan Teori ... 10

1. Pembangunan Ekonomi Daerah ... 10

2. Daya Saing Daerah ... 11

3. Teori Basis Ekonomi ... 13

4. Ekonomi Kreatif ... 14

a. Konsep Ekonomi Kreatif ... 14

b. Ruang Lingkup Ekonomi Kreatif ... 16

5. Peran Pendidikan ... 28

6. Peran Pemerintah ... 29

7. Peran Sektor Pariwisata ... 31

8. Peran Internet ... 33

B. Penelitian Terdahulu ... 34

C. Kerangka Pemikiran ... 39

D. Hipotesis ... 40

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 41

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 41

B. Metode Penentuan Sampel ... 41

C. Metode Pengumpulan Data ... 41

D. Metode Analisis Data ... 42

1. Analisis Sektor Basis ... 42

a. Location Quotient (LQ) ... 42

b. Dynamic Location Quotient (DLQ)... 43

2. Analisis Data Panel ... 44

a. Metode Analisis Data Panel ... 45

b. Pemilihan Model Data Panel ... 46

3. Uji Asumsi Klasik ... 48

a. Uji Normalitas ... 48

b. Uji Heteroskedastisitas ... 49

(14)

xiv

c. Uji Multikolinieritas ... 49

d. Uji Autokorelasi ... 50

4. Pengujian Koefisien Determinasi ... 50

5. Pengujian Hipotesis ... 51

a. Uji Signifikansi Simultan (Uji-F) ... 51

b. Uji Parsial (Uji-t) ... 51

E. Operasional Variabel Penelitian ... 52

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 56

1. Provinsi Sumatera Utara ... 56

2. Provinsi Jawa Barat ... 59

3. Provinsi D.I. Yogyakarta ... 60

4. Provinsi Jawa Timur ... 62

5. Provinsi Bali ... 65

B. Analisis dan Pembahasan ... 68

1. Perkembangan Ekonomi Kreatif Daerah ... 68

2. Identifikasi Subsektor Basis Ekonomi Kreatif ... 80

a. Location Quotient (LQ) ... 80

b. Dynamic Location Quotient (DLQ)... 83

c. Gabungan LQ dan DLQ ... 84

3. Estimasi Model Data Panel ... 87

a. Uji Chow (CEM vs FEM) ... 88

b. Uji Hausman (REM vs FEM) ... 88

c. Fixed Effect Model (FEM) ... 89

d. Cross-section Effect dari Fixed Effect Model ... 90

4. Uji Asumsi Klasik ... 91

a. Uji Normalitas ... 91

b. Uji Autokorelasi ... 92

c. Uji Heteroskedastisitas ... 93

d. Uji Multikolinieritas ... 94

5. Pengujian Koefisien Determinasi ... 94

6. Pengujian Hipotesis ... 95

a. Uji F-Statistik (Simultan) dan Analisis Interpretasi ... 95

b. Uji t-statistik (Parsial) dan Analisis Interpretasi ... 96

BAB V. PENUTUP ... 102

A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 105

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 109

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1.1 PDB Ekonomi Kreatif Indonesia (ADHB) Tahun 2014-2016 3

1.2 Kontribusi Ekraf Provinsi (ADHB) Tahun 2010-2016 5

2.1 Perbandingan Cakupan Subsektor Ekonomi Kreatif 16

2.2 Struktur Pengeluaran Wisatawan Tahun 2016 32

2.3 Tujuan Mengakses Internet 33

2.4 Penelitian Terdahulu 37

3.1 Klasifikasi Subsektor Berdasarkan Gabungan LQ & DLQ 44

3.2 Operasional Variabel 55

4.1 PDRB Ekraf Sumatera Utara (ADHB) 2013-2016 68

4.2 Tenaga Kerja Ekraf Sumatera Utara 2011-2016 69

4.3 PDRB Ekraf Jawa Barat (ADHB) 2013-2016 71

4.4 Tenaga Kerja Ekraf Jawa Barat 2011-2016 72

4.5 PDRB Ekraf D.I. Yogyakarta (ADHB) 2013-2016 74

4.6 Tenaga Kerja Ekraf D.I. Yogyakarta 2011-2016 74

4.7 PDRB Ekraf Jawa Timur (ADHB) 2013-2016 76

4.8 Tenaga Kerja Ekraf Jawa Timur 2011-2016 77

4.9 PDRB Ekraf Bali (ADHB) 2013-2016 79

4.10 Tenaga Kerja Ekraf Bali 2011-2016 79

4.11 Nilai LQ 5 Provinsi 81

4.12 Nilai DLQ 5 Provinsi 83

4.13 Klasifikasi LQ dan DLQ Sumatera Utara 84

4.14 Klasifikasi LQ dan DLQ Jawa Barat 85

4.15 Klasifikasi LQ dan DLQ D.I. Yogyakarta 85

4.16 Klasifikasi LQ dan DLQ Jawa Timur 86

4.17 Klasifikasi LQ dan DLQ Bali 87

4.18 Uji Chow 88

4.19 Uji Hausman 89

4.20 Fixed Effect Model 89

4.21 Cross-section Effect 90

4.22 Uji Normalitas 92

4.23 Uji Durbin-Watson 93

4.24 Uji Glejser 93

4.25 Uji Multikolinieritas 94

4.26 Koefisien Determinasi 95

4.27 Nilai Probabilitas (F-Statistik) 95

4.28 Nilai Probabilitas (t-Statistik) 96

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Perbandingan Kontribusi Ekonomi Kreatif Terhadap PDB 7

Negara, Atas Dasar Harga Berlaku, tahun 2016 (%)

2

1.2 Petumbuhan PDB dan Ekonomi Kreatif (ADHK) 2014-2016 (%) 2

1.3 Perkembangan Nilai Ekspor Ekraf, Non-Migas dan Total (Migas

dan Non-Migas) Tahun 2010-2016 (Miliar US$)

4

1.4 Jumlah Tenaga Kerja Ekraf Tahun 2011-2016 (Juta Orang) 5

1.5 Jumlah Pengguna Internet di Indonesia Tahun 2010-2016 7

2.1 Kerangka Pemikiran 39

4.1 Kunjungan Wisatawan Ke Sumatera Utara 2010-2016 58

4.2 Pengguna Internet Sumatera Utara 2010-2016 58

4.3 Kunjungan Wisatawan Ke Jawa Barat 2010-2016 60

4.4 Pengguna Internet Jawa Barat 2010-2016 60

4.5 Kunjungan Wisatawan Ke D.I. Yogyakarta 2010-2016 62

4.6 Pengguna Internet D.I. Yogyakarta 2010-2016 62

4.7 Kunjungan Wisatawan Ke Jawa Timur 2010-2016 65

4.8 Pengguna Internet Jawa Timur 2010-2016 65

4.9 Kunjungan Wisatawan Ke Bali 2010-2016 67

4.10 Pengguna Internet Bali 2010-2016 67

4.11 Pertumbuhan Ekraf Sumatera Utara 2011-2016 68

4.12 Ekspor Ekraf Sumatera Utara (US$) 70

4.13 Pertumbuhan Ekraf Jawa Barat 2011-2016 70

4.14 Ekspor Ekraf Jawa Barat (US$) 72

4.15 Pertumbuhan Ekraf D.I. Yogyakarta 2011-2016 73

4.16 Ekspor Ekraf D.I. Yogyakarta (US$) 75

4.17 Pertumbuhan Ekraf Jawa Timur 2011-2016 76

4.18 Ekspor Ekraf Jawa Timur (US$) 77

4.19 Pertumbuhan Ekraf Bali 2011-2016 78

4.20 Ekspor Ekraf Bali (US$) 80

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Hasil Perhitungan LQ 5 Provinsi 2010-2016 110

2 Hasil Perhitungan DLQ 5 Provinsi 112

3 Uji Chow 113

4 Uji Hausman 114

5 Fixed Effect Model 115

6 Uji Asumsi Klasik 116

7 Data Penelitian 118

8 Kode KBLI 2015 Subsektor Ekonomi Kreatif 131

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perekonomian akan terus bertransformasi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada akhir abad ke-18, kegiatan perekonomian masyarakat dunia, khususnya Eropa, mulai bergeser dari ekonomi konvensional berbasis agraris ke sektor industri, yang ditandai dengan penggunaan mesin yang semakin berkembang sehingga proses produksi barang menjadi lebih banyak dan lebih cepat. Mulai tahun 1920-an, tren perekonomian masyarakat kembali bergeser dari kegiatan utama memproduksi barang menuju kegiatan yang berbasis penyediaan jasa dan produk dengan karakteristik unik.

Pergeseran ini merupakan awal mula era post-industrial society. Pada tahun 1990-an, perkembangan proses tersebut melahirkan sebuah konsep baru, yaitu industri kreatif (Bekraf, 2017:3).

Belakangan ini, banyak negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia, mulai menyadari peran penting industri kreatif dalam perekonomian. Perkembangan ini kemudian melahirkan konsep Ekonomi Kreatif. John Howkins menjadi pelopor konsep ‘Ekonomi Kreatif’ melalui bukunya yang berjudul “Creative Economy: How People Make Money from Ideas” yang ditulis di Inggris pada tahun 2001, dan kemudian istilah tersebut menyebar dan akhirnya dikenal secara global (Bekraf, 2017:4). Menurut Saksono (2012:95), ide John Howkins terinspirasi dari pemikiran Robert Lucas yang menyatakan bahwa tingkat produktivitas dan keberadaan orang-orang kreatif dengan skill khusus dan penguasaan ilmu pengetahuan untuk menciptakan inovasi, dapat menjadi penentu tumbuh kembangnya perekonomian di suatu wilayah. Howkins sendiri mengartikan ekonomi kreatif sebagai aktivitas ekonomi yang menitikberatkan pada ide dan gagasan-gagasan kreatif dalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia lingkungan di sekitarnya menjadi suatu produk unik dan memiliki nilai tambah secara ekonomi. Kemudian, Richard Florida, melanjutkan konsep ekonomi kreatif tersebut dalam kedua buah karya tulisnya yang berjudul “The Rise of Creative Class” dan “Cities and the Creative Class”.

(19)

2 UNDP (2013) menyatakan bahwa ekonomi kreatif merupakan sektor yang tidak hanya tumbuh secara dinamis, namun juga dapat membawa manfaat berupa percepatan penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, dan juga memiliki potensi ekspor (dalam Bekraf, 2017:4). Hal ini perlu disambut baik, karena faktor utama penggerak ekonomi kreatif tidak mengandalkan sumberdaya alam, melainkan bertumpu pada kreativitas dan ilmu pengetahuan yang sifatnya tidak terbatas. Berikut ini perbandingan kontribusi ekonomi kreatif dalam perekonomian masing-masing negara di dunia ditunjukkan oleh Gambar 1.1, dimana Ekonomi Kreatif Amerika Serikat berkontribusi sebesar 11,12% terhadap nilai PDBnya, disusul oleh Korea Selatan sebesar 8,67%, dan Indonesia dengan angka 7,44%.

Gambar 1.1

Perbandingan Kontribusi Ekonomi Kreatif Terhadap PDB 7 Negara, Atas Dasar Harga Berlaku, tahun 2016 (%)

Sumber: Bekraf, 2018.

Melihat data tersebut, menjadi optimis bahwa Indonesia cukup potensial untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia cukup dinamis, bahkan melampaui pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2014, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2

Petumbuhan PDB dan Ekonomi Kreatif (ADHK) 2014-2016 (%)

Sumber: BPS (dalam BEKRAF, 2017) 11.12

8.67

7.44

6.06 5.70

4.92 4.50

3 5 7 9 11

Amerika Korea Selatan

Indonesia Rusia Singapura Filipina Kanada

5.01 5.19 4.88 5.02

4.41

4.99 4.92 4.95 5.02

3.5 4 4.5 5 5.5

2014 2015 2016

PDB Nasional PDB Ekonomi Kreatif PDB Non-Ekonomi Kreatif

(20)

3 Ekonomi kreatif memiliki subsektor atau cakupan yang bervariasi di setiap negara. Ada yang berkisar antara kesenian dan kebudayaan, dan ada juga yang menambahkan kuliner, penerbitan, pembuatan aplikasi, periklanan, serta desain komunikasi visual ke dalam cakupan ekonomi kreatif. Pemerintah Indonesia sendiri telah menunjukkan keseriusannya dalam mengembangkan ekonomi kreatif. Pada tahun 2011, terjadi perubahan nama dan ruang lingkup di Kementerian Pariwisata menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), yang kemudian dipisahkan pada 20 Januari 2015 menjadi lembaga tersendiri, yaitu Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) melalui Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015. Bekraf pun kemudian menetapkan subsektor- subsektor yang termasuk ekonomi kreatif sesuai dengan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) 2015. Secara rinci, cakupan dan kontribusi ekonomi kreatif terhadap perekonomian Indonesia ditunjukkan oleh Tabel 1.1.

Tabel 1.1

PDB Ekonomi Kreatif Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2014-2016 Menurut Subsektor (Miliar Rp)

No. Subsektor 2014 2015 2016

1 Arsitektur 17.083,80 19.560,60 21.567,00

2 Desain Interior 1.195,10 1.354,20 1.483,70 3 Desain Komunikasi Visual 437,00 512,70 579,30

4 Desain Produk 1.897,20 2.010,60 2.280,90

5 Film, Animasi, dan Video 1.191,50 1.354,70 1.578,20

6 Fotografi 3.403,50 3.848,50 4.256,30

7 Kriya 120.737,20 133.863,40 142.064,80

8 Kuliner 334.006,70 355.505,50 381.985,70

9 Musik 3.479,80 3.997,70 4.426,40

10 Fashion 142.189,10 154.658,20 166.135,30

11 Aplikasi dan Game Developer 13.801,20 15.123,30 17.142,80

12 Penerbitan 48.783,40 53.605,40 58.313,20

13 Periklanan 5.999,10 6.776,10 7.515,70 14 Televisi dan Radio 59.350,60 66.283,00 76.302,80 15 Seni Pertunjukan 1.968,30 2.202,90 2.488,90

16 Seni Rupa 1.706,50 1.918,80 2.059,0

a. PDB Ekraf 757.230,00 822.575,60 890.180,00

b. Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk Ekraf 27.638,80 29.985,00 32.407,30

c. PDB Ekraf 784.868,80 852.560,60 922.587,30

d. PDB Non-Ekraf 9.784.836,50 10.679.156,30 11.484.222,40 e. PDB Nasional 10.569.705,30 11.531.716,90 12.406.809,80

f. Kontribusi Sektor Ekraf terhadap PDB (%) 7,43 7,39 7,44

Sumber: Laporan PDB Ekonomi Kreatif (Bekraf, 2017)

(21)

4 Terdapat 16 subsektor yang menjadi cakupan ekonomi kreatif Indonesia, (lihat Tabel 1.1). Pada tahun 2016, PDB sektor ekonomi kreatif mampu mencapai Rp 890,18 Triliun, setelah pajak dikurangi subsidi PDB ekonomi kreatif sebesar Rp 922,5873 Triliun, dan berkontribusi sebesar 7,44% terhadap total PDB Indonesia. Sektor ekonomi kreatif juga memiliki potensi ekspor, bahkan di saat total ekspor dan ekspor non-migas lainnya mengalami penurunan, sebaliknya, ekspor ekonomi kreatif terus mengalami peningkatan.

Ekspor ekonomi kreatif pada tahun 2016 mencapai 19,99 Miliar US$ atau sebesar 15,13% dari nilai Ekspor Non-Migas, dan sebesar 13,76% dari total Ekspor Indonesia (Migas dan Non-Migas). seperti ditunjukkan pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3

Perkembangan Nilai Ekspor Ekraf, Non-Migas dan Total (Migas dan Non-Migas) Tahun 2010-2016 (Miliar US$)

Sumber: Bekraf, 2017, diolah.

Dalam hal penyerapan tenaga kerja, sektor ekonomi kreatif juga menunjukkan peningkatan yang signifikan setiap tahunnya, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.4. Jumlah tenaga kerja sektor ekonomi kreatif pada tahun 2011 sebanyak 13,45 juta orang (atau sebanyak 12,52% terhadap total tenaga kerja nasional), kemudian dalam 5 tahun meningkat sebanyak 3,46 juta orang atau meningkat sebanyak 25,72% menjadi 16,91 juta orang (atau sebanyak 14,28%

terhadap total tenaga kerja nasional pada tahun 2016), dengan pertumbuhan rata-rata tenaga kerja sebanyak 692.000 orang per tahun.

13.51 15.64 15.44 15.87 18.16

19.36 19.99

129.74

162.02 153.04 149.92 145.96 131.79 132.08

157.78

203.5 190.02 182.55 175.98 150.37

145.19

0 50 100 150 200

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Total (Migas & Non-Migas) Non-Migas Ekraf

(22)

5 Gambar 1.4

Jumlah Tenaga Kerja Ekraf Tahun 2011-2016 (Juta Jiwa)

Sumber: Bekraf, 2017.

Pada kenyataannya, pangsa ekonomi kreatif Indonesia ternyata masih juga didominasi oleh wilayah bagian barat Indonesia, yakni provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Tabel 1.2 menunjukkan kontribusi ekonomi kreatif provinsi terhadap total pendapatan ekonomi kreatif nasional, dimana gabungan PDRB Ekonomi Kreatif 5 provinsi tersebut sudah hampir mendominasi pangsa ekonomi kreatif di tingkat nasional, yaitu sebanyak 48,8% (Rp 434.435,15 miliar), sangat timpang jika dibandingkan dengan total share 29 provinsi lainnya yang hanya sebesar 51,2%

(Rp 455.744,85 miliar) pada tahun 2016 (Laporan Infografis dan Ringkasan Data Statistik Bekraf, 2017:4). Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan nasional masih belum merata, dimana pertumbuhan ekonomi dan juga sektor ekonomi kreatif masih berpusat di wilayah barat Indonesia, sedangkan wilayah lainnya cenderung lambat dan masih belum optimal.

Tabel 1.2

Kontribusi Ekraf Provinsi Terhadap Ekraf Nasional (Atas Dasar Harga Berlaku, Tahun 2010-2016)

Tahun

5 Provinsi 29 Provinsi Lainnya Nasional

Rp (Miliar) % Rp (Miliar) % Rp (Miliar) %

2010 227.926,04 44,93 279.381,66 55,07 507.307,70 100 2011 255.218,22 45,50 305.710,48 54,50 560.928,70 100 2012 278.150,73 45,17 337.652,77 54,83 615.803,50 100 2013 310.216,74 45,40 373.067,86 54,60 683.284,60 100 2014 352.451,11 46,54 404.778,89 53,46 757.230,00 100 2015 393.365,96 47,82 429.209,64 52,18 822.575,60 100 2016 434.435,15 48,81 455.744,85 51,19 890.180,00 100

Sumber: Bekraf 2017, diolah.

13.45

14.49 14.73

15.17

15.96 16.91

13 14 15 16 17

2011 2012 2013 2014 2015 2016

(23)

6 Meskipun demikian, sektor ekonomi kreatif tetap menjadi harapan baru bagi perekonomian Indonesia, karena ekonomi kreatif tidak bergantung pada eksploitasi sumber daya alam, melainkan lebih mengandalkan sumberdaya manusia yang unggul. Prof. Didik Notosoedjono (Asisten Deputi Kekayaan Intelektual dan Standarisasi HKI & IPTEK – Kemenristekdikti) menilai sektor ekonomi kreatif sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia, karena struktur kependudukan Indonesia didominasi oleh usia produktif yang berpotensi menjadi creative class, juga didukung oleh digitalisasi yang telah menjangkau 90% dari total penduduk Indonesia, meningkatnya jumlah kelas menengah atau kondisi daya beli masyarakat yang semakin baik. Sedangkan untuk aspek regulasi, menurutnya, Indonesia sejauh ini telah memiliki regulasi yang sejalan dengan pengembangan ekonomi kreatif, diantaranya yaitu UU No.

20 tahun 2008 tentang UMKM, UU No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman untuk mendorong pengembangan industri perfilman, UU No. 3 tahun 2014 tentang Perindustrian untuk mendorong pengembangan industri kreatif nasional, UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta untuk memberikan perlindungan kekayaan intelektual bagi karya kreatif, dan UU No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan untuk mendorong perdagangan produk berbasis ekonomi kreatif (Bekraf.go.id, 2017).

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi & UKM – Kemenko Perekonomian RI, Rudy Salahudin, mengatakan bahwa untuk mendorong akselerasi pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia, diperlukan sinergi dan kolaborasi bersama dari berbagai pihak atau yang disebut ‘Quadruple Helix’ (yaitu pemerintah, pelaku usaha, pendidikan atau akademisi, dan juga komunitas kreatif sebagai representasi dari masyarakat). Sehingga masing-masing daerah mampu memetakan dengan jelas basis yang menjadi keunggulannya dan dapat menentukan langkah strategis dan prioritas program yang ideal sehingga mampu mendorong peningkatan ekonomi dan daya saing di daerah (Ekon.go.id, 2016).

Potensi ekonomi kreatif tersebar di berbagai daerah di Indonesia, sehingga pemerintah daerah pun memiliki andil dalam menumbuhkembangkan sektor ekonomi kreatif melalui kebijakan-kebijakan yang khusus untuk diterapkan di

(24)

7 daerahnya sendiri. BEKRAF juga telah melakukan FGD (Focus Group Discussion) untuk meninjau regulasi yang telah ditetapkan di daerah. Jika regulasi di daerah tersebut sudah sesuai dengan pengembangan ekonomi kreatif, maka BEKRAF akan mendukung dan menjadikan role model bagi daerah lain yang belum memiliki regulasi. Sebaliknya, jika regulasi pemerintah daerah dinilai belum sesuai, maka BEKRAF bersama pemerintah daerah tersebut akan melakukan harmonisasi atau peninjauan kembali untuk diperbaiki atau disempurnakan (Bekraf.go.id, 2017).

Perkembangan ekonomi kreatif tidak terlepas dari semakin banyaknya jumlah pengguna internet di Indonesia, yang menempati peringkat 8 di dunia pada tahun 2015 (Statistik Telekomunikasi Indonesia, 2015). Peningkatan jumlah pengguna internet yang sangat pesat dalam 6 tahun tumbuh sebanyak 90,7 juta jiwa, yakni dari sebanyak 42 juta jiwa (17,32%) pada tahun 2010, menjadi 132,7 juta jiwa (50,82%) dari total penduduk pada tahun 2016, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.5.

Gambar 1.5

Jumlah Pengguna Internet di Indonesia Tahun 2010-2016

Sumber: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), diolah.

Lembaga Penelitan dan Pelatihan Ekonomi dan Bisnis (P2EB) Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2017, menyatakan bahwa setiap 10% peningkatan jumlah total pengguna internet seluler akan meningkatkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 0,4% (dalam Kompas.com/ Yoga H.

Widiartanto, 2017). Dengan adanya fasilitas internet dan jumlah pengguna yang banyak, informasi akan menjadi lebih mudah tersebar, mempermudah proses pemasaran barang dan jasa ekonomi kreatif, serta mempermudah transaksi, yang pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan sektor ekonomi kreatif.

242.5 245.7 248.9 252.0 255.1 258.2 261.1

42.0 55.0 63.0 82.0 88.1 110.2 132.7

0 50 100 150 200 250

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Jumlah Penduduk (Juta Jiwa) Pengguna Internet (Juta Jiwa)

(25)

8 Sektor ekonomi kreatif juga turut didukung oleh sektor pariwisata. Ooi (2006) menyatakan bahwa sektor ekonomi kreatif dan sektor pariwisata merupakan dua hal yang saling memengaruhi dan dapat saling bersinergi jika dikelola dengan baik. Kemenpar (dalam Buku 1 Nesparnas, 2017:13) menyatakan bahwa nilai ekonomi sektor pariwisata meskipun kadang tidak dapat diukur seberapa besar nilai nominalnya, dan banyak yang beranggapan bahwa dampaknya hanya berkaitan dengan para pelaku pariwisata saja, namun kenyataannya dampak ekonominya juga dinikmati oleh berbagai sektor lainnya.

Misalnya, apabila wisatawan membeli sebuah souvenir/ cenderamata, maka rantai penerima manfaatnya adalah penjual, pengrajin/ pembuat cenderamata, distributor dan juga pembuat bahan baku produk tersebut. Semakin besar nilai konsumsi wisatawan, maka akan semakin besar dampak ekonomi yang dirasakan, dan semakin banyaknya sektor yang terlibat. Mendukung pernyataan tersebut, survei Kemenpar menyebutkan sebesar 4,94 – 6,54% pengeluaran wisatawan dihabiskan untuk membeli cenderamata (souvenir), dan 2,65 – 5,47% untuk jasa seni budaya, menonton pertunjukan, dll (Neraca Satelit Pariwisata Nasional, Kemenpar, 2017), yang mana item-item tersebut termasuk dalam ruang lingkup ekonomi kreatif.

Berdasarkan paparan tersebut, topik potensi ekonomi kreatif ini menjadi cukup menarik untuk dibahas. Oleh karena itu, penulis mengangkat topik ini dalam penelitian berjudul “Identifikasi Sektor Ekonomi Kreatif dan Faktor- faktor yang Memengaruhinya (Studi Kasus 5 Provinsi di Indonesia tahun 2010- 2016)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka secara rinci masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana perkembangan ekonomi kreatif di provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali?

2. Subsektor ekonomi kreatif apa saja yang menjadi basis ekonomi kreatif di provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali?

(26)

9 3. Bagaimana pengaruh perkembangan sektor pariwisata, tingkat pendidikan, regulasi pemerintah daerah, dan jumlah pengguna internet terhadap perkembangan ekonomi kreatif di provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis perkembangan ekonomi kreatif di provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.

2. Mengidentifikasi subsektor yang menjadi basis ekonomi kreatif di provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.

3. Menganalisis pengaruh perkembangan sektor pariwisata, tingkat pendidikan, regulasi pemerintah daerah, dan jumlah pengguna internet terhadap perkembangan ekonomi kreatif di provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan, terutama yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan sektor ekonomi kreatif.

2. Sebagai tambahan literatur ilmiah mengenai perkembangan sektor ekonomi kreatif.

3. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya mengenai analisis perkembangan sektor ekonomi kreatif, potensi dan faktor-faktor yang memengaruhi perkembangannya.

(27)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pembangunan Ekonomi Daerah

Daerah merupakan kesatuan geografis dan segenap unsur yang terkait di dalamnya, dimana batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsionalitasnya. Perencanaan pembangunan ekonomi daerah dilakukan untuk memperbaiki tata cara dalam memanfaatkan berbagai sumber daya milik bersama yang tersedia di suatu daerah tersebut dan untuk mengoptimalkan peran sektor swasta dalam penciptaan nilai tambah ekonomi secara bertanggung jawab. Melalui perencanaan pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit ekonomi (economic entity) yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang berinteraksi satu sama lain (Kuncoro, 2004:46; dalam Bachtiar).

Pembangunan ekonomi selain dilihat dari segi sektoralnya juga dilihat dari segi perwilayahnya. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dengan pola kemitraan antara pemerintah daerah, masyarakat, dan pihak swasta untuk mengelola semua sumber daya yang tersedia, sehingga mampu mencapai tujuan pembangunan, seperti terciptanya lapangan kerja baru dan mendorong tumbuhnya perekonomian di suatu daerah tersebut. Selain itu, dalam pelaksanaannya, perlu diperhatikan juga aspek ruang (space) atau lokasi, sehingga selain dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal, tetapi juga disertai adanya dampak yang merata (Arsyad, 1999:108; dalam Astiartie, 2010).

Menurut Blakely (1989), terdapat 6 tahap dalam proses perencanaan pembangunan ekonomi di suatu daerah: (1) mengumpulkan dan menganalisis data; (2) menentukan strategi pembangunan daerah; (3) memilih proyek-proyek pembangunan; (4) membuat rencana tindakan; (5) merumuskan rincian proyek;

dan (6) mempersiapkan perencanaan secara keseluruhan dan juga tahap implementasinya (Kuncoro, 2004:49; dalam Bachtiar).

Masalah pokok dalam pembangunan daerah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan

(28)

11 sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber fisik secara lokal. Secara umum, tujuan pembangunan ekonomi daerah adalah sebagai berikut. Pertama, menciptakan lapangan kerja bagi penduduk yang ada sekarang, ketimbang menarik para pekerja baru. Kedua, mencapai pertumbuhan dan stabilitas ekonomi daerah. Pembangunan ekonomi akan berhasil jika mampu menyediakan fasilitas bagi dunia usaha, seperti ketersediaan lahan, bantuan modal usaha, infrastruktur yang memadai, dan sebagainya. Ketiga, mengembangkan sektor-sektor basis ekonomi. Hal ini penting untuk mengatisipasi adanya kemungkinan fluktuasi ekonomi secara sektoral, yang dapat memengaruhi kesempatan kerja bagi masyarakat (Arsyad, 1999:122, dalam Astiartie, 2010).

Dalam proses pembangunan daerah, diperlukan usaha untuk memperluas/

ekspansi dalam aktivitas ekonomi daerah dan juga stabilitasnya, dengan cara memperkuat peranan sektoral dan memodernkan seluruh aktivitas ekonomi.

Tujuannya adalah untuk menjaga agar jenis ekspor diperbanyak sehingga dapat mengurangi goncangan yang ditimbulkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi di luar daerah terhadap perekonomian di dalam daerah tersebut, terutama faktor-faktor yang dapat memengaruhi kinerja ekspor. Dengan adanya perkembangan perekonomian daerah tersebut, maka efek multiplier yang diciptakan oleh sektor ekspor akan bertambah besar. Hal ini berarti, pertambahan pendapatan yang diakibatkan oleh pertambahan ekspor akan menjadi lebih besar pula. Selain itu, untuk memperbesar efek multiplier sektor ekspor adalah dengan memperbesar partisipasi dari modal daerah tersebut dalam pengembangan sektor ekspor, karena hal itu dapat mengurangi pengaliran pendapatan dan keuntungan ke luar daerah, dan pada akhirnya akan memperbesar pendapatan masyarakat daerah tersebut (Sukirno, 1976: 147, dalam Astiartie, 2010).

2. Daya Saing Daerah

Kebijakan pembangunan daerah pada akhirnya diharapkan agar dapat meningkatkan daya saing daerahnya. Umumnya, daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam bawaan (resources endowment) yang berlimpah, cenderung menerapkan teori keunggulan komparatif dengan pendekatan Ricardian (1817),

(29)

12 yang menekankan pada spesialisasi daerah dalam memproduksi barang dan jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi (Tsoulfidis, 2010; dalam Soebagyo et.al, 2013).

Porter (1995) mengartikan daya saing sebagai kemampuan usaha perusahaan di suatu industri dalam menghadapi berbagai lingkungan. Biasanya keunggulan bersaing suatu perusahaan ditentukan dan sangat tergantung pada sumber daya relatif yang dimilikinya. Konsep keunggulan sumber daya relatif (kompetitif) adalah suatu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperkuat posisinya dalam menghadapi pesaing dan mampu menunjukkan keunikannya. Suatu daerah sangat perlu memerhatikan daya saing daerahnya agar dapat mendorong produktivitas, sehingga daerahnya bisa mandiri, mampu meningkatkan kapasitas dan pertumbuhan ekonomi, serta tingkat efisiensi tercipta melalui mekanisme pasar (dalam Qomaruzzaman dan Ratih).

Daya saing daerah (dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 54 Tahun 2010) adalah kemampuan suatu daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan dengan provinsi dan kabupaten/ kota lainnya yang berdekatan, nasional atau internasional, dalam hal kemampuan ekonomi daerah, fasilitas wilayah atau infrastruktur, iklim berinvestasi dan sumber daya manusia. PPSK Bank Indonesia dan LP3E Universitas Padjadjaran Bandung (2008) telah melakukan kajian pengukuran indeks daya saing daerah terhadap 434 kabupaten/ kota di Indonesia dengan menggunakan kerangka piramida, yang terdiri dari interaksi antara faktor input-output-outcome. Hasil pemetaan tersebut telah menghasilkan posisi dan peringkat daya saing masing- masing kabupaten/ kota. Sementara itu, neraca daya saing daerah menggambarkan faktor-faktor yang menjadi keunggulan dan keterbatasan daya saing masing-masing daerah dalam meningkatkan daya saing daerahnya. Hasil pemetaan daya saing daerah secara keseluruhan menunjukkan bahwa daerah yang memiliki daya saing tinggi secara umum didominasi oleh kabupaten/ kota yang memiliki basis ekonomi bersumber pada kekayaan sumber daya alam dan/atau daerah-daerah yang memiliki aktivitas ekonomi berbasis sektor industri dan sektor jasa. Sedangkan daerah kabupaten/ kota yang memiliki daya

(30)

13 saing daerah terendah, umumnya daerah dengan basis ekonomi sektor primer, khususnya pertanian.

Faktor-faktor utama pembentuk daya saing daerah terdiri dari 5 indikator utama, yaitu (1) lingkungan usaha yang produktif; (2) kondisi perekonomian daerah; (3) ketenagakerjaan dan sumberdaya manusia; (4) infrastruktur, sumberdaya alam dan lingkungan, dan; (5) perbankan dan lembaga keuangan (PPSK-Bank Indonesia dan LP3E Unpad, 2008).

3. Teori Basis Ekonomi

Teori basis ini didasari oleh pemikiran Jhon Stuart Mill yaitu bahwa dalam memecahkan masalah pertumbuhan dan pemerataan regional diisyaratkan adanya perdagangan antar daerah, dengan mewujudkan spesialisasi daerah (dalam Sutikno dan Maryunani, 2007). Dasar pemikiran teori basis ekonomi menurut Kadariah (1985:70), bahwa industri basis mampu memproduksi barang dan jasa untuk pasar di dalam dan di luar daerah, hasil penjualan keluar daerah tersebut dapat mendatangkan arus pendapatan bagi daerah produsen.

Dengan meningkatnya konsumsi dan investasi di daerah tersebut, maka dapat meningkatkan pendapatan dan lapangan kerja baru. Peningkatan pendapatan itu tidak hanya menarik permintaan pada hasil industri basis, namun juga akan menarik permintaan akan hasil industri lokal non-basis, yang pada akhirnya akan meningkatkan investasi pada industri non-basis. Hal ini berarti, investasi di sektor-sektor lokal merupakan akibat peningkatan pendapatan industri basis.

Oleh karena itu, sektor basis memiliki peran penting dalam menciptakan efek multiplier pada perekonomian agregat. Maka dari itu, sektor-sektor unggulan/

basis sudah sepatutnya lebih diperhatikan dan dikembangkan di setiap daerah (Sutikno dan Maryunani, 2007).

Arsyad (1999:116, dalam Astiartie, 2010) menyatakan bahwa strategi pembangunan yang harus dilakukan adalah dengan memberikan bantuan (aid) untuk dunia usaha yang memiliki daya saing secara domestik maupun internasional. Selain itu, pemerintah harus juga mengurangi hambatan dan memberikan insentif kepada perusahaan yang berorientasi ekspor.

Teknik yang biasanya digunakan dalam menentukan suatu sektor basis dan non-basis adalah Location Quotient (LQ). LQ mampu menghitung tingkat

(31)

14 spesialisasi dari sektor basis atau unggulan (leading sectors). Variabel yang digunakan umumnya berupa indikator pertumbuhan wilayah, seperti tenaga kerja dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

4. Ekonomi Kreatif

a. Konsep Ekonomi Kreatif

Konsep ‘Ekonomi Kreatif’ dipelopori oleh John Howkins melalui bukunya yang berjudul “Creative Economy: How People Make Money from Ideas” yang ditulis di Inggris pada tahun 2001, dan kemudian istilah tersebut menyebar dan akhirnya dikenal secara global (Bekraf, 2017:4). Ide John Howkins terinspirasi dari pemikiran Robert Lucas yang menyatakan bahwa tingkat produktivitas dan keberadaan orang-orang kreatif dengan skill khusus dan penguasaan ilmu pengetahuan untuk menciptakan inovasi, dapat menjadi penentu tumbuhnya perekonomian di suatu wilayah.

John Howkins dalam bukunya memberikan definisi ekonomi kreatif sebagai ‘the creation of value as a result of idea’ yaitu penciptaan nilai sebagai hasil dari suatu ide. Lebih lanjut, Howkins menjabarkan ekonomi kreatif sebagai aktivitas ekonomi yang menitikberatkan pada ide dan gagasan-gagasan kreatif dalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia lingkungan di sekitarnya menjadi suatu produk unik dan memiliki nilai tambah secara ekonomi. Kemudian, Richard Florida, melanjutkan konsep ekonomi kreatif tersebut dalam kedua buah karya tulisnya yang berjudul

“The Rise of Creative Class” dan “Cities and the Creative Class”

(Saksono, 2012:95).

Departemen Perdagangan R.I. (2007) menafsirkan industri kreatif sebagai ‘industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta industri’. Howard Gardner menyatakan bahwa tidak hanya bakat yang menjadi faktor utama, namun juga terdapat lima pola pikir yang harus ditanamkan pada masa mendatang (five minds of the future), yaitu (Kemendag, 2008; dalam Sidauruk, 2013):

1) Pola Pikir Disipliner (The Disciplinary Mind)

(32)

15 Yaitu pentingnya mengajarkan bidang seni di setiap sekolah/ lembaga pendidikan.

2) Pola Pikir Mensintesakan (The Synthesizing Mind)

Pola pikir sintesa melatih kesadaran untuk berpikir luas dan fleksibel, mau menerima sudut pandang dari multidisiplin.

3) Pola Pikir Kreasi (The Creating Mind)

Dalam konteks desain, proses kreasi diawali dengan mengumpulkan permasalahan yang ada dan mencari solusinya, sehingga di akhir proses, dapat menghasilkan desain-desain baru. Dalam konteks bisnis, perusahaan-perusahaan dituntut untuk lebih proaktif, tidak hanya mengikuti trend, tetapi justru menciptakan trend.

4) Pola Pikir Penghargaan (The Respectful Mind)

Yaitu kesadaran untuk mengapresiasi perbedaan, sehingga dapat menciptakan keharmonisan di dalam lingkungan.

5) Pola Pikir Etis (The Ethical Mind)

Dalam konteks perubahan iklim dunia, nilai-nilai etika terhadap lingkungan dapat mendorong terciptanya produk yang ramah lingkungan, dan menurunkan sikap peniruan/ plagiasi.

Dari sisi sejarah, Antariksa (2012) mengatakan bahwa istilah industri kreatif muncul pada tahun 1990-an di Australia, dengan adanya reformasi radikal di sektor seni dan budaya. Istilah industri kreatif lebih dikenal secara global ketika dikembangkangkan oleh pemerintah Inggris. Pada tahun 1980-an, Inggris mengalami sejumlah persoalan, yaitu tingkat pengangguran yang tinggi, penurunan aktivitas industri dan pengurangan anggaran pemerintah dalam bidang seni. Kemudian diperkenalkanlah konsep ‘culture as an industry’, dimana seni dan budaya tidak lagi di lihat sebagai sektor-sektor yang selalu membutuhkan subsidi melainkan justru didesain untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan inovasi (Antariksa, 2012; dalam Leksono, 2013).

Terdapat 3 faktor dalam menggerakkan industri kreatif, Richard Florida menawarkan konsep 3T (Moelyono, 2010; dalam Leksono, 2013):

Gambar

Tabel 2.4  Penelitian Terdahulu No.Judul dan Nama Peneliti Variabel PenelitianMetode AnalisisHasil Penelitian 1“Analisis Pertumbuhan  Teknologi, Produk Domestik Bruto, Dan Ekspor Sektor  Industri Kreatif Indonesia” oleh Nandha Rizki Awalia, et al (2013)
Gambar 2.1  Kerangka Pemikiran
Tabel  4.7  menunjukkan  PDRB  sektor  ekonomi  kreatif  Provinsi  Jawa  Timur cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan pada tahun  2016  nilainya  sebesar  Rp  170.858,7  miliar,  atau  berkontribusi  sebesar  9,21%  terhadap  total  PDRB  Pro
Tabel 4.12  Nilai DLQ 5 Provinsi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika auditor memberi tanda tickmark pada jadwal audit, padahal dia melakukan review dangkal pada dokumen klien, maka prosedur review dan kontrol kualitas di KAP tempat saya

Pernyataan tersebut mendapat apresiasi dari Ecky Awal Mucharam, Anggota Komisi XI DPR RI. Menurutnya negara-negara Asia-Afrika memiliki kutub ekonomi sendiri, bukan

Hasil yang didapat dari pengujian yaitu untuk parameter packet delivery ratio , TCP Vegas memiliki kinerja lebih baik ketika menggunakan antrian Random Early Detection

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 12 perlakuan dan tiga ulangan. Kesimpulan menunjukkan bahwa 1) Penampilan pertumbuhan dan hasil tanaman

Di antaranya adalah: (1) asuransi sosial yang ditujukan bagi usia lanjut, orang cacat, orang sakit, ibu yang hamil atau melahirkan; (2) providen, yaitu berupa dana yang

Sumber data dalam penelitian ini ada 3 jenis, yaitu narasumber (orang), peristiwa, dan dokumen. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan

KARYA SASTRAWATI SUNDA PATREM (Tilikan Struktural, Semiotik, jeung Sosiologi

[r]