• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika Jawa yang mempengaruhi cara bekerja buruh Tani Etnis Jawa. Didalam masyarakat Jawa ada dua kaidah yang menentukan pola pergaulan, yang

Sumber: Monografi desa Raya tahun 2011

4.4 Etika Jawa yang mempengaruhi cara bekerja buruh Tani Etnis Jawa. Didalam masyarakat Jawa ada dua kaidah yang menentukan pola pergaulan, yang

pertama itu adalah hendaknya setiap manusia bersikap sedemikian rupa hingga tidak sampai

menimbulkan konflik dan kaidah ini sering disebutkan dengan kaidah rukun dimana prinsip

rukun bertujuan mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang harmonis. Dimana rukun

ini berarti berada dalam keadaan yang selaras, tenang dan tentram tanpa perselisihan dan

masyarakat buruh tani ini dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan yang ada di

sekitarnya. Bergaul dengan masyarakat yang berbeda suku dengan dia dan menjalin

hubungan kerja dengan masyarakat suku Karo yang berbeda adat istiadat, agama, dan juga

berbeda sifat dengan suku Jawa. Hal ini lah yang dijaga oleh buruh tani etnis Jawa dimana

mereka harus bisa bergaul dan menyesuaikan diri dengan keadaan di sekelilingnya karena

mereka merupakan penduduk pendatang hal ini dilakukan juga agar mereka terhindar dari

masalah atau konflik dengan masyarakat suku lain terutama suku Karo yang merupakan

penduduk asli desa Raya.

Dalam pandangan Jawa ada dua segi dalam tuntutan kerukunan, yang pertama dalam

pandangan Jawa adalah tidak menganggu keselarasan yang ada dan ini sangat jelas terlihat di

dalam kehidupan sehari-hari buruh tani suku Jawa yang berada di Desa Raya ini. Dimana

mereka sama sekali tidak mengganggu keselarasan-keselarasan yang sebelum nya sudah

tercipta sebelumnya.

Yang kedua adalah, penjagaan keselarasan di dalam pergaulan, dimana masyarakat

Jawa ini harus bisa bergaul dengan masyarakat yang berbeda dengan dia baik didalam

bekerja dan menghormati adat-istiadat yang ada di sekitarnya. Contohnya adalah jika suku

Jawa ini diundang oleh suku lain seperti suku Karo untuk datang ke pesta perkawinan,

memasuki rumah baru, dan suku Jawa yang diundang tersebut datang menghadiri pesta atau

acara tersebut sekalipun yang berpesta tersebut berbeda agama dengan dia. Selain itu juga

jika ada kegiatan-kegiatan desa spt gotong Royong masyarakat Jawa ini juga ikut

berpartisipasi di dalam nya, mereka mau bekerja bersama-sama membersihkan desa.

Begitu juga masyarakat Jawa ini mau ikut ambil bagian di dalam kegiatan desa seperti

pesta tahunan(kerja tahun) masyarakat Jawa ini juga tetap ikut berpartisipasi seperti mereka

sekali. Begitu juga masyarakat Jawa ini tetap dianggap oleh masyarakat desa sehingga

masyarakat Jawa ini juga tetap berhak di dalam menentukan pemimpin mereka. Masyarakat

Jawa ini juga ikut di dalam pemilihan Kepala desa dan mereka boleh memilih siapa saja.

Hanya saja sewaktu berwawancara dengan bapak Sadar Ginting ia mengatakan

“ Adi aku situhuna labo sitik kel pe keberatan adi kalak Jawa si tading bas kuta Raya enda ikut bas kegiatan –kegiatan desa, bagi gotong royong, dat beras Raskin das Jaminan kesehatan arah pemerintahan nari, ras ia pe berhak nge menentukan ise si jadi Kepala desa si mimpin kuta ingan na tading. Hanya saja aku seh kel keberatan na adi kalak Jawa enda ikut ibas pemerintahan desa ras adi jadi kepala dusun, janah aku pe keberaten adi kalak Jawa enda mencalonkan diri jadi kepala desa, sebab kalak Jawa enda merupakan suku pendatang labo suku asli si tading ibas desa Raya enda”

Terjemahan

“ kalau saya sebenarnya sedikit pun tidak keberatan kalau orang Jawa yang tinggal di desa raya ini ikut dalam kegiatan-kegiatan desa, seperti gotong royong, dapat beras Raskin dan juga mendapat jaminan kesehatan arah pemerintah dan orang Jawa ini juga berhak menentukan siapa yang jadi kepala desa yang memimpin desa tempat mereka tinggal. Hanya saja saya sangat merasa keberatan sekali jika suku Jawa ini ikut dalam pemerintahan desa dan jadi kepala dusun, dan saya sangat keberatan sekali jika mereka mencalonkan diri jadi kepala desa, karena suku Jawa ini merupakan suku pendatang bukan suku asli yang tinggal di desa Raya ini.”

Pernyataan diatas merupakan salah satu peraturan yang memang sudah tercipta jauh

sebelum masyarakat suku Jawa ada di desa ini yaitu yang berhak menjadi pemimpin atau

kepala desa yaitu masyarakat asli yang memang merupakan suku Karo dan tinggal di desa

Raya dan juga yang menjadi kepala dusun nya dan juga semua yang ikut menjadi

anggota-anggota pemerintahan desa.

nilah peraturan yang ada dan sudah terjadi secara bertahun-tahun dan ini terjadi

dengan sangat selaras. Sampai sekarang keselarasan tersebut tidak diganggu oleh masyarakat

Jawa tersebut. Masyarakat Jawa ini tetap mengikuti keselarasan- keselarasan yang ada dan

juga sama sekali tidak mengganggu keselarasan yang sudah tercipta tersebut. Bahkan sampai

sekarang belum ada konflik yang sangat besar terjadi antara masyarakat suku Jawa dengan

dan membawa diri selalu menunjukkan sikap hormat kepada orang lain sesuai dengan drajat

kedaulatannya dan ini sering disebut prinsip hormat. Karena prinsip hormat ini lah suku Jawa

tetap disukai oleh masyarakat sekitar terutama suku Karo. Suku Jawa tidak sama dengan suku

lain, dimana suku Jawa ini sangat dikenal ramah dan mau bergabung dengan masyarakat

sekiarnya. Seperti yang dikatakan oleh bapak Basate Depari yang mengatakan

“ adi aku i sungkun, situhuna ngenan kel ate ku kalak jawa enda asangken suku sudeban si erdahin ibas kuta enda. Kalak Jawa enda sehkel ramahna, mon-mon la pe kutandai ia tapi tandaina aku tetap aku iasapa na ja pe kami jumpa janah kalak Jawa enda la mela nungkun adi butuh ia dahin. Adi sikuidah ras si kuamati sedekah enda e me kalak Jawa si erdahin ras aku enda sehkel mehamatna. Adi seh kenca kerja tahun ras tahun baru nggit ia reh ku rumah ku silaturahmi. Adi mulih ia ku kuta rusur kang kubere luah na mulih bagi gulen-gulen. Bage ka pe kalak Jawa si erdahin ras aku enda ndai mulih ia kutana nari baba na kang luah man aku, ras tiba waktuna Hari Raya aron ku ndai la mulih kukuta aku pe reh kurumahna, ras ia pe taruh kenna man aku pangan-pangan khas lebaren. Ras sipenting na kel kalak Jawa enda la mudah sakit hati adi inasehati la mudah megelut ras ia nggit nerima kai si ikataken man bana terutama ibas masalah erdahin i juma. Adi dikataken cara erdahin na la mejile mis ia nggit merubah pendahinna gelah mehuli, enda me si kuidah sedekah enda bas kalak Jawa si erdahin ras aku.”

Terjemahan

“ kalau aku ditanya sebenarnya saya lebih suka cara bekerja Suku Jawa dibanding kan dengan suku lain yang bekerja di desa ini. Orang Jawa ini sangat lah Ramah dan kadang-kadang walaupun ia tidak kukenal tetapi mereka mengenal saya mereka tetap menyapa saya dan dimana pun kami berjumpa orang Jawa ini tidak malu untuk menanyakan pekerjaan kepada saya. Kalau saya lihat dan saya amati selama ini tentang orang Jawa yang bekerja dengan ku sangat lah hormat. Tiba waktunya pesta tahunan dan tahun baru mereka mau datang ke rumah ku untuk bersilaturahmi. Kalau mereka pulang kampung sering kuberikan oleh-oleh seperti sayur-mayu. Begitu juga dengan orang Jawa yang bekerja dengan saya ini, jika mereka pulang kampung mereka juga membawa oleh-oleh kepada saya, dan tiba waktunya Hari Raya buruh tani yang bekerja dengan saya ini tidak pulang kampung saya pun datang kerumahnya untuk berlebaran, dan mereka juga mengantarkan makanan-makanan khas lebaran. Hal yang terpenting adalah bahwa orang Jawa ini tidak mudah sakit hati sewaktu dinasehati dan tidak mudah untuk tersinggung dan suku Jawa ini mau menerima nasehat terutama jika dinasehati mengenai cara bekerja yang lambatmenjadi cepat dan bersih. Kalau dikatakan cara bekerjanya tidak bagus maka dengan sendirinya mereka mau merubah cara kerjanya ke lebih baik. Inilah yang saya lihat selama ini di suku Jawa yang bekerja dengan saya”

Ada perubahan yang dialamai oleh suku Jawa yang bekerja sebagai buruh tani ini,

sikap saling menghargai orang asing dan kebudayaan nya juga tetap dijalankan oleh buruh

tani etnis Jawa ini. Seperti yang dikatakan oleh bapak unyil:

“kalau suku karo mengadakan pesta jika kami diundang maka saya dan istri saya akan menghadiri acara tersebut walaupun saya tidak mengerti bahasa dan adat-istiadat mereka, dan jika yang berpesta tersebut berbeda agama dengan saya, ketika tiba waktunya untuk makan siang ya saya tidak makan disitu,tetapi jika disediakan makanan yang halal saya makan disitu. Saya juga memberi pertama(sumbangan saya) kepada pihak yang berpesta tersebut. begitu juga ketika anak saya menikah saya juga mengundang majikan dan orang yang beda suku dengan saya dan mereka juga datang kok ke pesta anak saya.( hasil wawancara tanggal 20 oktober 2012)”

Sikap saling menghargai merupakan hal penting dilakukan oleh buruh tani etnis Jawa

ini karena dengan sikap saling mengargai ini lah mereka dapat tetap tinggal dan bekerja di

desa Raya ini sebagai buruh tani dengan suku-suku dan kebudayaan-kebudayaan yang

berbeda.