• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERDASARKAN TEMPAT PELAKSANAAN DI DESA JEBED SELATAN

6.2 Tahap Proses

6.2.1 Evaluasi Berdasarkan Tanggapan Pelaksana Program

Belum memuaskannya capaian program Promosi Kesehatan di Kabupaten Pemalang berdampak juga pada capaian di Desa Jebed Selatan. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan yang ada di Desa Jebed Selatan. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SK/VIII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, dinyatakan bahwa penanggung jawab dan pelaksana dari semua kegiatan Promosi Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Pada sub-bab ini di lakukan evaluasi berdasarkan tanggapan dari pelaksana program. Responden yang dipilih untuk wawancara mendalam adalah salah seorang pejabat eselon IV yang berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas Jebed sebagai pelaksana program Promosi Kesehatan di Desa Jebed Selatan. Berikut informasi yang telah teridentifikasi pada implementasi Promosi Kesehatan tingkat Kabupaten berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan salah seorang pejabat eselon IV di Dinas Kesehatan.

1. Faktor pemudah; dalam konteks Promosi Kesehatan, konsep Green yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempermudah terwujudnya program Promosi Kesehatan adalah :

a) Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang Promosi Kesehatan, masih minimnya tenaga kesehatan (segi jumlah) dan belum memenuhi syarat (segi kualifikasi pendidikan). Bahwa untuk setingkat Dinas Kesehatan Kabupaten dibutuhkan minimal satu orang dengan kualifikasi pendidikan S2 Kesehatan Masyarakat spesialisasi Penyuluh Kesehatan Masyarakat (PKM) dan minimal dua orang dari S1 Kesehatan Masyarakat dan minimal tiga orang dari D3 Kesehatan (dari bidang promosi kesehatan). Untuk setingkat Puskesmas dan Rumah Sakit dibutuhkan minimal satu orang dari S1 Kesehatan Masyarakat dan minimal dua orang dari D3 Kesehatan (bidang promosi kesehatan). Kondisinya di Kabupaten Pemalang sendiri hanya ada satu orang dengan pendidikan S2 Kesehatan; hanya saja jurusannya bukan Penyuluh Kesehatan Masyarakat sehingga belum tepat apabila ditempatkan sebagai Penyuluh Kesehatan Masyarakat. Sementara dari semua PNS (10 orang) yang kualifikasi pendidikannya S1 Kesehatan Masyarakat tidak satupun yang menjabat sebagai tenaga fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat. Berdasarkan informasi yang didapat, memperjelas kenapa capaian program Promosi Kesehatan belum menggembirakan sehingga berdampak pada penyampaian pesan-pesan kesehatan dan pada kemampuan menganalisis permasalahan yang kaitannya dengan Promosi Kesehatan.

b) Jaringan, jaringan di bidang Promosi Kesehatan antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota belum menunjukkan kekuatan yang solid. Dari informasi yang didapat, selalu ada perbedaan pemahaman dan komunikasi antara Pusat dan Daerah. Sebagai contoh dari Pusat memberikan pedoman pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, akan tetapi kondisi tiap daerah berbeda-beda sehingga menyebabkan pedoman tersebut tidak bisa diterapkan di daerah yang kemudian berdampak pada tidak berhasilnya capaian Promosi Kesehatan. Kondisi seperti itu yang terjadi di Kabupaten Pemalang.

2. Faktor pemungkin; dalam konteks promosi kesehatan, konsep Green yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung terwujudnya keberhasilan program Promosi Kesehatan, adalah :

a) Sistem informasi, belum berkembangnya sistem informasi perilaku sehat sehingga berdampak pada pelaksanaan program Promosi Kesehatan yang sepenuhnya belum berdasarkan fakta di lapangan. Sistem informasi tersebut dapat mendukung keberhasilan program Promosi Kesehatan apabila ke depan dapat dikembangkan sesuai data di lapangan.

3. Faktor penguat, faktor penguat disini adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh daerah setempat. Kebijakan yang terkait dengan keberhasilan Promosi Kesehatan adalah Struktur Organisasi Daerah. Di Kabupaten Pemalang unit Promosi Kesehatan melekat di masing-masing Bidang (eselon III). Kebijakan tersebut berdampak pada pelaksanaan program Promosi Kesehatan yang tidak terintegrasikan dengan baik karena Promosi Kesehatan harus dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi bukan masing-masing Bidang berjalan sendiri-sendiri.

Berikut informasi yang telah teridentifikasi pada implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaannya (institusi pendidikan, institusi kesehatan, tempat kerja, rumah tangga dan tempat umum) di Desa Jebed Selatan dari hasil wawancara mendalam dengan petugas Puskesmas Jebed sebagai pelaksana program Promosi Kesehatan di Desa Jebed Selatan.

1. Implementasi di Institusi Pendidikan (sekolah) a. Strategi Advokasi

Esensi dari strategi advokasi adalah pendekatan kepada pembuat keputusan (Kepala Sekolah) sehingga mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Dari hasil wawancara dengan staf Puskesmas Jebed yang bertugas sebagai penyuluh kesehatan masyarakat, bahwa di Desa Jebed Selatan hanya ada 2 (dua) buah Sekolah Dasar. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi strategi advokasi di institusi pendidikan tersebut :

a) Faktor pemudah, faktor tersebut adalah pengetahuan dan sikap dari pembuat keputusan (Kepala Sekolah). Pengetahuan dan sikap Kepala Sekolah tentang kesehatan sudah baik dan mereka sangat mendukung masuknya promosi kesehatan di sekolah mereka.

b) Faktor penguat, kebijakan dari Kepala Sekolah yang mendukung program Promosi Kesehatan adalah dengan adanya kegiatan “Jumat Sehat” dan “Jumat Bersih”. Jadi setiap hari Jumat kegiatan belajar mengajar ditiadakan dan diganti dengan kegiatan senam bersama, dilanjut membersihkan lingkungan sekolah dan kelas kemudian anak-anak murid dikumpulkan untuk diberikan pengarahan dari petugas Puskesmas dan diberikan makanan tambahan.

b. Strategi Bina Suasana

Kegiatan yang dilaksanakan pada strategi ini adalah untuk mensosialisasikan program-program kesehatan agar masyarakat mau menerima dan berpartisipasi terhadap program tersebut. Dalam konteks institusi pendidikan (sekolah) tujuannya adalah supaya Guru dan anak murid mau mempraktekkan perilaku bersih dan sehat di sekolah yang kemudian juga dilaksanakan di rumahnya masing-masing. Pada strategi advokasi, Kepala Sekolah telah membuat kebijakan “Jumat Sehat” dan

“Jumat Bersih” . Dalam kebijakan tersebut, petugas Puskesmas telah melaksanakan kegiatan, antara lain :

∼ Sosialisasi “Kampanye Cuci Tangan dengan Sabun”

∼ Sosialisasi Kebersihan Gigi dan Mulut

∼ Sosialisasi Kebersihan Tangan dan Rambut

∼ Sosialisasi Sanitasi Lingkungan Sekolah

∼ Sosialisasi Makanan Bergizi

∼ Pemberian makanan tambahan (bubur, susu dan lain sebagainya) Semua kegiatan tersebut telah dilaksanakan oleh petugas Puskesmas, akan tetapi dari petugas Puskesmas ada hambatan yang membuat kegiatan tersebut tidak berkelanjutan. Hambatan tersebut terletak pada:

a) Faktor pemungkin, faktor tersebut adalah sarana dan prasarana, yang menjadi kendala dalam mewujudkan perilaku bersih dan sehat.

Kondisi tiga unit kelas dari enam unit kelas yang ada sangat memprihatinkan. Kondisi lantainya sangat berdebu, walaupun sudah disapu. Kondisi WC dan kamar mandi yang tidak ada airnya sehingga

menjadi jorok dan bau, serta dana operasional yang tidak mendukung kegiatan sosialisasi tersebut.

c. Strategi Pemberdayaan

Strategi ini adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (sikap/ attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu, keluarga serta kelompok masyarakat. Yang menjadi hambatan pada strategi ini adalah :

a) Faktor pemudah, hambatannya pada sikap pasrah (nrimo) dengan kondisi sarana dan prasarana (kondisi unit kelas dan WC/ Kamar mandi murid dan guru) yang sangat memprihatinkan dan tidak adanya ide kreatif dari para guru/ Kepala Sekolah untuk memperbaiki kondisi tersebut.

2. Implementasi di Institusi Kesehatan (Puskesmas dan Posyandu)

Secara umum, implementasi pada institusi kesehatan seperti Puskesmas tidak mengalami kendala yang sangat berarti dan institusi kesehatan adalah tempat yang paling efektif dalam mengkampanyekan promosi kesehatan.

Permasalahan muncul pada pelaksanaan kegiatan Posyandu.

a. Strategi Advokasi

Pada kegiatan Posyandu yang di advokasi adalah ibu rumah tangga, dengan tujuan supaya ibu membawa anaknya dan ibu mengetahui perkembangan anaknya. Yang menjadi hambatan dalam mengadvokasi terletak pada faktor :

a) Faktor pemudah, kepedulian dan tingkat pengetahuan ibu dalam membawa anaknya ke Posyandu masih rendah. Dari informasi yang didapat bagi keluarga yang mata pencahariannya sebagai buruh tani untuk pergi ke Posyandu menjadi kendala, karena waktu yang bersamaan dengan rutinitas di sawah.

b. Strategi Bina Suasana

Hambatan yang muncul dalam strategi ini adalah :

a) Faktor pemungkin, faktor tersebut adalah sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana juga tidak mendukung selama kegiatan Posyandu.

Lokasi Posyandu tiap bulannya harus berganti-ganti karena tidak ada lokasi yang tetap dan permanen. Selain itu, makanan tambahan yang diberikan kepada bayi tergantung dari dana yang terkumpul, apabila dananya banyak diberikan bubur, bila dananya sedikit tidak diberikan makanan tambahan.

c. Strategi Pemberdayaan

Dalam strategi ini yang menjadi kendala adalah :

a) Faktor penguat, faktor tersebut adalah pengetahuan dari kader kesehatan sebagai pelaksana kegiatan Posyandu. Seharusnya dalam kegiatan Posyandu ada meja ke 5 (lima) yang berfungsi untuk memberikan penjelasan kepada ibu-ibu apabila perkembangan anaknya tidak sesuai dengan KMS (Kartu Menuju Sehat). Akan tetapi karena keterbatasan pengetahuan kader kesehatan meja ke 5 (lima) tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Petugas Puskesmas yang seharusnya bisa melaksanakan tugas tersebut terpaksa tidak bisa karena sibuk dengan kegiatan imunisasi.

3. Implementasi di Tempat Kerja.

a. Strategi Advokasi

Karena 80 % wilayah Desa Jebed Selatan adalah sawah dan mata pencaharian penduduknya mayoritas petani dan buruh tani, maka promosi kesehatan ditujukan ke tempat kerja petani dan buruh tani. Informasi yang didapat dari petugas Puskesmas, strategi advokasi ditujukan kepada petani dan buruh tani. Hambatan yang terjadi pada pelaksanaan advokasi di tempat kerja adalah :

a) Faktor pemudah, pada faktor ini adalah hambatan yang paling besar menurut petugas Puskesmas. Hambatan tersebut adalah tingkat pengetahuan dari petani dan buruh tani akan kesehatan masih rendah

sehingga dalam menyampaikan advokasi ini diperlukan kesabaran dan ketekunan.

b. Strategi Bina Suasana

Kegiatan yang dilaksanakan dalam strategi ini adalah Penyuluhan Penjual dan Petani Pestisida dalam rangka Peningkatan Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Tujuan dalam penyuluhan tersebut supaya petani mengetahui dampak dari penggunaan pestisida bagi tubuh manusia.

Penyuluhan tersebut sudah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang pada tahun 2007, akan tetapi yang menjadi kendala adalah tidak adanya pengawasan. Hal tersebut juga diakui oleh petugas Puskesmas, yang mengatakan bahwa dari Dinas tidak memberikan arahan supaya dilakukan pengawasan kepada para petani tersebut. Menurut Pengkaji masalah yang muncul terletak pada faktor penguat, yaitu tidak adanya komitmen dari pemberi penyuluhan dalam melakukan pengawasan.

c. Strategi Pemberdayaan

Dalam memberdayakan para petani agar dapat mewujudkan perilaku bersih dan sehat membutuhkan kesabaran dan keuletan, hal tersebut dikarenakan :

a) Faktor pemudah, rendahnya tingkat pendidikan para petani dan buruh tani yang membuat mereka susah memahami apa yang telah disampaikan oleh petugas kesehatan

b) Faktor pemungkin, minimnya sarana dan prasarana dalam memberdayakan para petani dan buruh tani, selain itu mencari waktu para petani dan buruh tani yang sangat susah.

4. Implementasi di Rumah Tangga a. Strategi Advokasi

Strategi advokasi yang dilakukan pada tingkat rumah tangga ditujukan kepada orang tua (Ayah dan Ibu). Kendala dalam mengadvokasi terletak pada :

a) Faktor pemudah, pada Peta Sosial telah dijelaskan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Desa Jebed Selatan yang terbanyak adalah

SLTP ke bawah (58,5 %), sehingga memerlukan kesabaran dan ketekunan dari petugas Puskesmas dalam mengadvokasi mereka.

b) Faktor pemungkin, faktor yang menghambat adalah sarana dan prasarana sanitasi dasar (jamban dan SPAL) di dalam rumah tangga.

Untuk air bersih tidak menjadi kendala akan tetapi yang menjadi kendala adalah jamban dan SPALnya. Tidak adanya jamban yang sehat dan saluran pembuangan air limbah menjadi hambatan tersendiri dalam mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Strategi Bina Suasana

Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan pada strategi bina suasana adalah :

∼ Penyuluhan Kesehatan Ibu dan Anak (Khususnya Pertolongan Persalinan dan Penggunaan ASI Eksklusif)

∼ Penyuluhan Sanitasi (Sanitasi jamban, air bersih dan SPAL)

∼ Penyuluhan “Mencuci tangan dengan sabun”

∼ Penyuluhan Gizi Keluarga (termasuk Gangguan Anak Kekurangan Yodium)

∼ Sosialisasi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM)

∼ Sosialisasi Pengembangan Desa Siaga.

Hambatan yang muncul adalah waktu penyuluhan yang bersamaan dengan rutinitas ibu rumah tangga ketika membantu suaminya bekerja di sawah dan tingkat pemahaman masyarakat dalam menerima informasi yang telah diberikan.

c. Strategi Pemberdayaan

Pada strategi ini yang menjadi kendala bagi petugas Puskesmas adalah jumlah tenaga Puskesmas yang sedikit sedangkan wilayah kerjanya sangat banyak dan luas. Sebagai informasi bahwa Puskesmas Jebed wilayah kerjanya mencapai 5 (lima) desa dan jumlah petugasnya yang memenuhi kriteria hanya 1 (satu). Faktor dana operasional juga menjadi kendala bagi petugas Puskesmas dikarenakan jarak desanya saling berjauhan dengan letak Puskesmas. Dua hambatan tersebut yang membuat petugas

Puskesmas tidak bisa melaksanakan program Promosi Kesehatan dengan maksimal.

5. Implementasi di Tempat Umum

Tempat umum disini adalah pasar, terminal dan stasiun. Desa Jebed Selatan sendiri tidak memiliki tempat umum yang disebutkan diatas, oleh karena itu tidak ada implementasi program Promosi Kesehatan di tempat pelaksanaan tersebut.