• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA 79 LAMPIRAN

5.2. Evaluasi Kesesuaian Lahan

Kriteria yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan merupakan kombinasi dari kriteria kesesuaian lahan menurut CSR/FAO STAFF (1983), kriteria menurut Tim Biro Perencanaan Departemen Transmigrasi (1984) dan kriteria menurut Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1994). Tanaman yang dievaluasi kesesuaian lahannya adalah tanaman pangan yang diusahakan oleh petani, yaitu : (1) Padi Gogo (Oryza sativa L.), (2) Jagung (Zea mays) dan (3) Ubi Kayu (Manihot uttilissima). Hasil evaluasi kesesuaian lahan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Data Rataan Sampel Evaluasi Kesesuaian Lahan di Lokasi Penelitian

Nama Desa Jenis

Komoditi

Kelas

Kesesuaian Faktor Pembatas Utama

Padi Kelembaban udara, tekstur, KB,

pH

Sungai Raya Jagung Curah hujan, tekstur, KB, pH , C-organik

Ubi Kayu

Sesuai Marjinal (S3)

Curah hujan, tekstur, pH

Padi Kelembaban udara, tekstur, KB,

pH, C-organik

Kuala Dua Jagung Curah hujan, tekstur, KB, pH, C- organik

Ubi Kayu

Sesuai Marjinal (S3)

Curah hujan, tekstur tanah, pH

Padi Kelembaban udara, drainase,

KB, pH

Jagung Curah hujan, tekstur, KB, pH

Tembang Kacang

Ubi Kayu

Sesuai Marjinal (S3)

Curah hujan, tekstur, pH

Padi Curah hujan, tekstur, pH

Jagung Kelembaban udara, drainase, pH

Sungai Asam

Ubi Kayu

Sesuai Marjinal

(S3) Curah hujan, tekstur tanah dan pH

Sumber : Data primer diolah (2006)

Untuk dapat memanfaatkan lahan secara optimal dan berkelanjutan, perlu dilakukan tindakan-tindakan perbaikan sesuai dengan faktor-faktor pembatas yang ada pada tiap kelas kesesuaian lahan. Untuk dapat menentukan jenis usaha perbaikan yang perlu dilakukan, perlu diperhatikan karakteristik lahan yang tergabung dalam masing-masing kualitas lahan. Pembatas-pembatas lahan yang terdapat di lokasi penelitian adalah: ketersediaan air (curah hujan dan kelembaban), media perakaran (drainase dan tekstur), serta ketersediaan unsur hara (pH, kejenuhan basa dan C-organik). Pembatas ketersediaan air, menurut Leiwakabessy (1988), dapat diatasi dengan pengaturan waktu tanam yang tepat menurut pola tanam, sedangkan Hardjowigeno (1994) mengatakan bahwa kendala air dapat diatasi dengan pengairan atau sistem irigasi.

Untuk faktor pembatas media perakaran, dapat dilakukan perbaikan sistem drainase seperti pembuatan saluran drainase. Menurut Hakim, et al. (1986) umumnya akar tanaman pangan lahan kering tidak mampu menembus lapisan tanah yang jenuh air karena defisiensi oksigen, drainase yang baik memungkinkan difusi oksigen CO2 ke akar tanaman. Faktor pembatas tekstur, tidak dapat

dilakukan upaya perbaikan. Pembatas retensi hara yaitu pH, kejenuhan basa dan C-organik, dapat diatasi dengan melalui pemberian kapur dan penambahan bahan organik. Hakim, et al.(1986) mengatakan bahwa masalah bahan organik yang dihadapi pada tanah yang ditanami terus menerus adalah merosotnya kadar bahan organik tanah. Penurunan kandungan bahan organik tanah lebih dari 40 % sudah berbahaya sekali karena dapat mengakibatkan penurunan produksi. Mengingat peranan bahan organik tanah sangat penting maka tidak saja perlu dipertahankan, tetapi juga harus ditingkatkan, sehingga perlu penambahan bahan organik ke dalam tanah. Untuk mempertahankan dan meningkatkan bahan organik menurut Hakim, et al.(1986) dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan-bahan organik (membenamkan bahan hijauan sukulen, menambah pupuk kandang dan menutup permukaan tanah).

Evaluasi kesesuaian lahan dapat digunakan untuk mencari lokasi yang sesuai dalam hubungan dengan pengembangan pertanian atau bentuk penggunaan lainnya. Potensi suatu wilayah untuk pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh sifat-sifat lingkungan fisik yang mencakup tanah, iklim, relief/topografi, hidrologi dan persyaratan untuk penggunaan tertentu. Dalam pemilihan lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu, diperlukan kecocokan antara sifat lingkungan fisik tersebut dengan persyaratan penggunaan atau komoditas yang dievaluasi.

Evaluasi kesesuaian lahan di lokasi penelitian dilakukan dengan melakukan kecocokan antara kualitas dan karakteristik lahan dengan persyaratan penggunaan tertentu atau persyaratan tumbuh tanaman yang akan dikembangkan. Jenis tanaman yang dievaluasi adalah tanaman pangan yang diusahakan oleh petani di lahan kebun dan ladang. Evaluasi dilakukan pada 40 lahan petani sebagai sampel mewakili lokasi penelitian. Jenis komoditi tanaman pangan yang dievaluasi kesesuaian lahannya adalah tanaman pangan yang diusahakan petani responden yaitu padi gogo (Oryza sativa), jagung (Zea mays) dan ubi kayu (Manihot utilisima).

Tabulasi hasil evaluasi kesesuaian lahan dapat dilihat pada Lampiran 15. Hasil klasifikasi kesesuaian lahan tertera pada Tabel 15. Berikut ini akan diuraikan secara ringkas mengenai kelas kesesuaian lahan untuk komoditi

tanaman pangan yang diusahakan petani di masing-masing desa di Kecamatan Sungai Raya.

Berdasarkan hasil pencocokan kualitas dan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman keempat desa sampel di Kecamatan Sungai Raya tegolong Sesuai Marjinal (S3) untuk tanaman padi, jagung dan ubi kayu. Lahan di Desa Sungai Raya mempunyai faktor pembatas kesesuaian lahan untuk padi gogo yaitu kelembaban udara, tekstur tanah dan retensi hara (kejenuhan basa, pH). Faktor pembatas untuk jagung adalah curah hujan, tekstur tanah dan retensi hara ( kejenuhan basa, pH) serta C-organik. Sedangkan untuk tanaman ubi kayu faktor pembatasnya adalah curah hujan, tekstur dan retensi hara (pH).

Di Desa Kuala Dua untuk tanaman padi faktor pembatas kesesuaian lahannya berupa kelembaban udara, tekstur tanah, kejenuhan basa, pH serta C- organik. Untuk tanaman jagung dengan faktor pembatas kesesuaian lahannya adalah curah hujan, tekstur tanah, kejenuhan basa, pH dan C-organik, sedangkan untuk tanaman ubi kayu faktor pembatas kesesuaian lahannya adalah curah hujan, tekstur tanah dan pH.

Faktor pembatas kesesuaian lahan di Desa Tembang Kacang untuk tanaman padi adalah kelembaban udara, drainase, kejenuhan basa dan pH. Untuk tanaman jagung faktor pembatasnya adalah curah hujan, tekstur tanah, kejenuhan basa dan pH, sedangkan untuk tanaman ubi kayu faktor pembatas kesesuaian lahannya adalah curah hujan, tekstur tanah serta pH.

Faktor pembatas kesesuaian lahan di Desa Sungai Asam untuk tanaman padi adalah curah hujan, tekstur tanah dan pH, untuk tanaman jagung adalah kelembaban udara, draenase dan pH, dan untuk tanaman ubi kayu adalah curah hujan, tekstur tanah dan pH Berdasarkan penggunaan lahan yang ada sekarang, hasil evaluasi kesesuaian penggunaan lahan maka dapat disimpulkan bahwa seluruh komoditi yang diusahakan oleh petani di Kecamatan Sungai Raya tergolong kelas sesuai marjinal (S3). Untuk dapat memanfaatkan lahan secara optimal dan berkelanjutan, maka perlu dilakukan tindakan-tindakan perbaikan sesuai dengan faktor-faktor pembatas yang ada pada tiap kelas kesesuaian lahan.

Untuk dapat menentukan jenis usaha perbaikan yang dapat dilakukan, perlu diperhatikan karakteristik lahan yang tergabung dalam masing-masing

kualitas lahan. Faktor pembatas lahan yang terdapat di lokasi penelitian adalah ketersediaan air (curah hujan dan kelembaban), media perakaran (drainase dan tekstur), serta ketersediaan unsur hara (pH, kejenuhan basa dan c-organik). Pembatas ketersediaan air terjadi pada tanaman padi, jagung dan ubi kayu. Menurut Leiwakabessy (1988), kendala ketersediaan air dapat diatasi dengan pengaturan waktu tanam yang tepat, sedangkan Hardjowigeno (1994) mengatakan bahwa kendala ini dapat diatasi dengan pengairan atau sistem irigasi.

Untuk pembatas media perakaran yaitu drainase dapat dilakukan upaya perbaikan dengan perbaikan sistem drainase seperti pembuatan saluran drainase. Menurut Hakim, et al. (1986) umumnya akar tanaman lahan kering tidak mampu menenbus lapisan tanah yang jenuh air karena defisiensi oksigen. Drainase yang baik memungkinkan difusi oksigen ke CO2 ke akar tanaman. Faktor pembatas

tekstur terjadi pada tanaman jagung dan ubi kayu menyebabkan lahan tergolong ke dalam kelas sesuai marjinal (S3). Faktor kendala ini tidak dapat dilakukan upaya perbaikan.

Pembatas retensi hara yaitu pH, kejenuhan basa dan C-organik membatasi pertumbuhan tanaman padi, jagung dan ubi kayu. Kendala ini dapat diatasi dengan pemberian kapur dan penambahan bahan organik yang diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanah. Menurut Hakim, et al. (1986) tanah yang pH rendah (< 6) diklasifikasikan sebagai tanah masam. Tujuan pengapuran adalah untuk menaikkan pH menjadi 6,5. Secara umum pemberian kapur dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah serta kegiatan jasad renik tanah.

Hakim, et al. (1986) mengatakan bahwa masalah bahan organik yang dihadapi pada tanah yang ditanami terus menerus adalah merosotnya kadar bahan organik tanah. Penurunan kandungan bahan organik tanah lebih dari 40 % sudah berbahaya sekali karena akan mengakibatkan penurunan produksi. Mengingat peranan bahan organik tanah sangat penting maka tidak saja perlu dipertahankan, tetapi juga harus ditingkatkan, sehingga perlu penambahan bahan organik ke dalam tanah.

Untuk mempertahankan dan meningkatkan bahan organik menurut Hakim,

(membenamkan bahan hijau sukulen, menambah pupuk kandang dan menutup sisa tanaman di atas tanah); menjaga reaksi tanah (pH), menciptakan drainase yang baik dan menambahkan pupuk yang cukup); serta rotasi tanaman dengan mengatur penanaman secara bergilir. Hal ini dapat mempertahankan bahan organik tanah dimana setiap jenis akan menghasilkan jumlah bahan organik yang berbeda sehingga dapat saling mengimbangi.

Prediksi erosi (A) dilakukan pada setiap titik pengamatan di lahan petani dengan menggunakan model persamaan USLE (persamaan 4.1) Prediksi erosi dilakukan sesuai dengan penggunaan dan kondisi pengelolaan lahan aktual. Prediksi erosi dihitung dengan menggunakan data antara lain : (1) faktor erosivitas hujan, (2) faktor erodibilitas tanah, (3) faktor panjang dan kemiringan lereng, (4) faktor pengelolaan tanaman, (5) faktor teknik konservasi tanah. Perhitungan erosi yang masih dapat ditoleransi (ETOL) dilakukan dengan menggunakan pendekatan Hammer (1981) yang dihitung berdasarkan kedalaman ekivalen tanah dan umur guna tanah (persamaan 4.6).

Faktor Erosivitas Hujan (R), didasarkan dari data yang diperoleh dari stasiun penakar hujan Kecamatan Sungai Raya selama 10 tahun. Hasil analisisnya adalah curah hujan rata-rata bulanan di daerah penelitian tergolong bervariasi yaitu berkisar antara 185 mm sampai 379,1 mm dengan curah hujan tahunan 3113,35 mm. Dari data curah hujan rata-rata bulanan selanjutnya dihitung nilai erosivitas hujan bulanan (EI30) dihitung dengan menggunakan rumus Lenvain (1975 dalam Bols, 1978). Berdasarkan rumus tersebut, maka nilai erosivitas hujan bulanan (EI30) sebesar 2017,44 (Lampiran 11). Faktor erosivitas hujan sangat berpengaruh terhadap terjadinya proses erosi air.

Menurut Hudson (1971) erosi hampir seluruhnya disebabkan oleh hujan dengan intensitas lebih dari 25 mm/jam (KE ≥ 25). Tanah yang terdispersi akibat tekanan energi kinetik butir-butir hujan yang berupa butiran tanah akan larut terbawa air.

Faktor Erodibilitas Tanah (K), berdasarkan hasil analisis sampel tanah yang dilakukan di laboratorium terlihat bahwa tekstur tanah di lahan petani di 4 desa bervariasi. Di Desa Sungai Raya 70 % berstekstur liat berdebu, 20 % lempung berpasir dan 10 % lempung berliat, Desa Kuala Dua 50 % bertekstur liat

berdebu, 40 % bertekstur lempung berpasir dan 10 % bertekstur lempung liat berpasir. Di Desa Tembang Kacang 50% bertekstur liat berdebu, 40% bertekstur lempung liat berpasir dan 10 % bertekstur lempung berpasir, sedangkan Desa Sungai Asam 70 % bertekstur lempung liat berdebu dan 30 % bertekstur lempung liat berpasir. Penilaian ukuran butir untuk masing-masing tekstur liat berdebu, lempung liat berpasir, lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung berpasir dan lempung liat berdebu berturut-turut adalah 1213, 2160, 2830 dan 3245.

Hasil pengamatan struktur tanah dilapangan menunjukkan bahwa di Desa Sungai Raya sekitar 42,5 % berstruktur halus, 40 % berstruktur agak halus dan 17,5 % berstruktur agak halus.

Nilai permeabilitas hasil pengamatan di lapangan didasarkan data pengukuran laju infiltrasi tanah di lapangan. Di Desa Sungai Raya 80 % tergolong dalam kelas permeabilitas sedang (kode-3) dan 20 % tergolong sedang sampai lambat (kode-4). Di Desa Kuala Dua 50 % tergolong dalam kelas permeabilitas sedang (kode-3) dan 50 % tergolong sedang sampai lambat (kode-4). Di Desa Tembang Kacang 50 % tergolong dalam kelas permeabilitas sedang (kode-3) dan 50 % tergolong sedang sampai lambat (kode-4). Di Desa Sungai Asam sedang 100 % tergolong dalam kelas permeabilitas sedang sampai lambat (kode-4).

Rata-rata faktor erodibilitas tanah di desa Sungai Raya, Kuala Dua, Tembang Kacang dan Sungai Asam berturut-turut adalah 0,03; 0,04; 0,09; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tingkat erodibilitas tanah di lokasi penelitian tergolong rendah sampai sedang. Hasil perhitungan faktor erodibilitas tanah (K) dapat dilihat pada Lampiran 9.

Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS), hasil pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa kemiringan lereng di lokasi penelitian homogen, yaitu 2 %. Panjang lereng dihitung berdasarkan pada panjang lahan yang ada di lapangan. Nilai Faktor LS hasil perhitungan berkisar antara 0,12 sampai 0,33 (Lampiran 10).

Faktor pengelolaan Tanaman (C), didasarkan pada jenis tanaman aktual berupa padi gogo dengan pola tanam monokultur mempunyai faktor C yaitu 0,561, padi tumpangsari dengan jagung mempunyai faktor C 0,588, sedangkan padi tumpangsari dengan ubi kayu mempunyai faktor C yaitu 0,421.

Faktor teknik konservasi (P), hanya tindakan konservasi secara mekanik atau fisik saja, tetapi juga termasuk berbagai macam usaha yang bertujuan mengurangi erosi tanah. Pemberian mulsa serasah atau jerami memberikan nilai P sebesar 0,8 (Lampiran 2)

Selanjutnya hasil perhitungan prediksi erosi dan perhitungan ETOL pada setiap titik pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 11.Berdasarkan Lampiran 11 nampak bahwa sebagian besar erosi yang terjadi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi kecuali di desa Sungai Raya pada nomor lapangan I.8 erosi aktual lebih besar dari pada erosi yang dapat ditoleransi (erosi > ETOL) yaitu 75,53 ton/ha/th dan Desa Kuala Dua erosi aktual lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransi terjadi pada nomor lapangan II.10 yaitu 89,33 ton/ha/th. Di Desa Tembang Kacang dan Sungai Asam erosi aktual yang terjadi masih dibawah erosi yang dapat ditoleransi.

5.3. Penentuan Kualitas Lahan

Hasil analisis sifat kimia tanah dengan menggunakan analisis komponen utama (PCA) menghasilkan 3 faktor utama dari 13 sifat kimia tanah. Sifat kimia yang mencirikan faktor 1 adalah N-Total, K, Na, KTK dan tekstur (pasir, debu dan liat) dengan faktor keragaman 32,0 %. Sifat kimia yang mencirikan faktor 2 adalah Ca, Mg dan KB, dengan faktor keragaman 19,7 %, dan sifat kimia yang mencirikan faktor 3 adalah C-Organik dan P dengan faktor keragaman 12,7 %. Hasil analisis faktor loading disajikan pada Tabel 16.

Dari analisis gerombol cluster diperoleh bahwa ke-40 sampel tanah dapat dikelompokkan kedalam tiga cluster yang selanjutnya disebut kelompok kualitas lahan. Koefisien fungsi diskriminan untuk masing-masing kualitas lahan disajikan pada Tabel 17. Kualitas Lahan 1 dicirikan dengan N, dan K tinggi serta tekstur halus, Kualitas Lahan 2 dicirikan dengan C-Organik tinggi, tekstur kasar dan Kualitas Lahan 3 dicirikan dengan P tinggi, tekstur halus sampai sedang.

Tabel 16. Hasil Analisis Komponen Utama

Factor Loading

Sifat Kimia Tanah

Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3

pH H2O -0.51 -0.51 0.36 C-Org 0.42 0.29 -0.67* N-Total 0.77* 0.10 -0.16 P 0.14 0.26 0.79* Ca 0.01 -0.87* -0.25 Mg 0.13 -0.84* -0.07 K 0.69* -0.07 0.09 Na 0.59* 0.03 -0.08 KTK 0.63* -0.29 -0.39 KB -0.06 -0.77* 0.12 Pasir -0.88* 0.06 0.09 Debu 0.79* 0.09 0.19 Liat 0.68* 0.05 -0.36 Akar Ciri 4.16 2.56 1.65 Proporsi Total 0.32 0.20 0.13

Sumber : Data primer diolah (2006)

Keterangan : *=nyata pada p < 0,05 (factor loading > 0,70)

Tabel 17. Koefisien Fungsi Diskriminan Antar Kualitas Lahan

Gerombol

(Cluster) Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3

1 3.21 -3.18 0.25

2 1.92 -0.39 -1.91

3 -0.72 -1.25 2.62

Sumber : Data primer diolah (2006)

5.4. Analisis Usahatani

Analisis usahatani bertujuan untuk menentukan tingkat kelayakan sistem usahatani yang dikembangkan petani. Analisis biaya dan pendapatan dihitung berdasarkan selisih antara hasil penjualan (pendapatan kotor) setiap komoditi dikurangi dengan input produksi yang dikeluarkan petani meliputi : pupuk, pestisida dan pembelian bibit/benih. Dalam hal ini biaya tenaga kerja dan sewa lahan tidak diperhitungkan sebagai biaya ouput produksi karena lahan yang dikelola petani adalah lahan milik sendiri dan dikerjakan sendiri oleh anggota keluarga. Analisis biaya dan pendapatan usahatani di lahan kering dilakukan

dalam dua siklus penanaman (1 tahun) serta berdasarkan pola tanam yang diterapkan oleh petani responden.

Jenis-jenis komoditi yang banyak ditanam adalah padi gogo (Oryza sativa), jagung (Zea mays), ubi kayu (Manihot uttilisima). Pola tanam yang diterapkan oleh petani di lokasi penelitian hampir sama yaitu : monokultur padi (2 kali setahun), tumpangsari padi dengan jagung dan tumpang sari padi dengan ubi kayu. Petani menerapkan pola tanam yang hampir sama pada setiap daerah. Petani di daerah penelitian merupakan pemilik sekaligus penggarap lahannya sendiri dengan rata-rata luas kepemilikan lahan sebesar 0,87 ha lahan yang diusahakan untuk tanaman semusim.

Untuk mengetahui total biaya dan pendapatan aktual masing-masing pola tanam, dilakukan perhitungan biaya dan pendapatan. Tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang tersedia, yang digunakan untuk bekerja di lahan usahatani. Sewa tenaga kerja yang berlaku di daerah penelitian adalah sebesar Rp. 15.000 per HOK, sedangkan ketersediaan tenaga kerja keluarga per bulan dihitung dari jumlah keluarga inti (kepala keluarga dan istri) dikalikan jumlah hari kerja (25 hari). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa sebagian besar biaya usahatani digunakan untuk tenaga kerja. Biaya ini sebenarnya cukup besar bagi petani dengan modal yang terbatas, namun petani belum menyadarinya. Hal ini disebabkan karena tenaga kerja yang digunakan umumnya bersumber dari tenaga kerja keluarga. Oleh karena itu perlu diupayakan optimalisasi penggunaan sarana produksi dan pengelolaan sistem atau pola tanam yang baik agar peningkatan produksi dan pengelolaan sistem atau pola tanam yang baik agar peningkatan produksi dapat dicapai dan akhirnya dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak bagi petani itu sendiri.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata-rata anggota keluarga yang bekerja untuk kegiatan usahatani tanaman pangan di Kecamatan Sungai Raya dalam tiap bulannya adalah 878.325 HOK. Ketersediaan tenaga kerja setiap bulannya ini merupakan kendala dalam menentukan pola usahatani optimal dan digunakan sebagai dasar perhitungan nilai sebelah kanan dalam analisis program

Tabel. 18 dan Tabel 19 menunjukkan rincian penggunaan tenaga kerja setiap bulannya berdasarkan pola tanam yang diusahakan petani dalam dua musim tanam. Musim tanam pertama penggunaan tenaga kerja terbesar pada bulan Oktober, karena pada bulan ini dilakukan pengolahan tanah dan penanaman. Demikian juga pada musim tanam kedua penggunaan tenaga kerja terbesar terjadi pada bulan April dimana pada bulan ini musim tanam kedua baru dimulai sehingga dibutuhkan banyak tenaga kerja untuk pengolahan tanah dan penanaman.

Tabel 18. Sebaran Kebutuhan Tenaga Kerja per ha Untuk Setiap Bulannya pada Musim Tanam I di Kecamatan Sungai Raya

Kualitas

Lahan Pola Tanam

Okt. (HOK) Nov. (HOK) Des. (HOK) Jan. (HOK) Feb. (HOK) Pd-Pd 51,2 3,4 26,0 9,7 42,6 1 Pd-Pd.Jg 54,7 3,7 27,8 10,4 45,5 Pd-Pd.Uk 49,7 3,3 25,3 9,4 41,3 Pd-Pd 40,1 2,7 20,4 7,6 33,3 2 Pd-Pd.Jg 44,7 3,0 22,7 8,5 37,2 Pd-Pd.Uk 50,1 3,4 25,5 9,5 41,6 Pd-Pd 38,9 2,6 19,8 7,4 32,3 3 Pd-Pd.Jg 40,1 2,7 20,4 7,6 33,3 Pd-Pd.Uk 44,7 3,0 22,7 8,5 37,2 Sumber : Data primer diolah (2006)

Keterangan : 1. Pd-Pd = padi-padi 2. Pd-Pd.Jg = padi-padi.jagung 3. Pd-Pd.Uk = padi-padi.ubi kayu

Tabel 19. Sebaran Kebutuhan Tenaga Kerja per ha Untuk Setiap Bulannya pada Musim Tanam II di Kecamatan Sungai Raya

Kualitas

Lahan Pola Tanam

Apr. (HOK) Mei (HOK) Jun. (HOK) Jul. (HOK) Agt (HOK) Pd-Pd 53,5 3,6 27,2 10,1 44,5 1 Pd-Pd.Jg 82,9 24,5 42,2 15,7 85,6 Pd-Pd.Uk 71,5 17,3 36,3 13,5 60,7 Pd-Pd 45,1 3,0 22,9 8,5 37,5 2 Pd-Pd.Jg 73,4 21,7 37,3 13,9 75,8 Pd-Pd.Uk 75,2 18,2 38,3 14,3 69,4 Pd-Pd 38,9 2,6 19,8 7,4 32,3 3 Pd-Pd.Jg 58,8 17,4 29,9 11,1 60,7 Pd-Pd.Uk 48,4 11,7 24,6 9,2 73,0 Sumber : Data primer diolah (2006)

Keterangan : 1. Pd-Pd = padi-padi 2. Pd-Pd.Jg = padi-padi.jagung 3. Pd-Pd.Uk = padi-padi.ubi kayu

Tabel 20 menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja terbesar setiap tahunnya terjadi pada kualitas lahan 1, yaitu 393 HOK. Harga satuan untuk upah tenaga kerja yang berlaku di Kecamatan Sungai Raya sebesar Rp. 15.000 per HOK. Biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja untuk pengusahaan tanaman di Kecamatan Sungai Raya tiap pola tanamnya dalam setahun dimana upah tenaga kerja terbesar untuk membiayai kegiatan produksi pola tanam padi-padi.jagung pada kualitas lahan 1, yaitu sebesar lebih dari Rp. 5 juta per hektar per tahun, sedangkan biaya tenaga kerja terkecil pada pola tanam padi-padi pada kualitas lahan 2 sebesar Rp. 3 juta per hektar per tahun.

Apabila biaya tenaga kerja keluarga diperhitungkan dalam analisis usahatani maka biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan biaya input yang dikeluarkan. Untuk itu penggunaan tenaga kerja keluarga harus seefisien mungkin agar usahatani tetap menguntungkan.

Tabel 20. Rata-rata Kebutuhan Tenaga Kerja per ha Tiap Tahunya dari Berbagai Pengusahaan Komoditi di Kecamatan Sungai Raya

Kualitas

Lahan Pola Tanam

Jumlah Tenaga Kerja (HOK/ha/th) Harga satuan (Rp/HOK) Upah Tenaga Kerja (Rp) Pd-Pd 271,8 15.000 3.855.000 1 Pd-Pd.Jg 393,0 15.000 5.895.000 Pd-Pd.Uk 337,0 15.000 5.055.000 Pd-Pd 221,1 15.000 3.316.500 2 Pd-Pd.Jg 338,2 15.000 5.073.000 Pd-Pd.Uk 349,1 15.000 .5.236.500 Pd-Pd 202,0 15.000 3.030.000 3 Pd-Pd.Jg 282,0 15.000 3.780.000 Pd-Pd.Uk 257,0 15.000 3.855.000

Sumber : Data primer diolah (2006) Keterangan : 1. Pd-Pd = padi-padi

2. Pd-Pd.Jg = padi-padi.jagung 3. Pd-Pd.Uk = padi-padi.ubi kayu

Salah satu korbanan yang diperlukan dalam usahatani adalah sarana produksi (bibit/benih, pupuk dan pestisida). Pada umumnya petani membeli sarana produksi ini di pasar-pasar ibukota propinsi Kalimantan Barat (Kota Pontianak) yang letaknya tidak terlalu jauh dari Kecamatan Sungai Raya, karena

sarana produksi tersebut tidak tersedia di Kecamatan Sungai Raya. Semua biaya yang dikeluarkan petani untuk membeli sarana produksi ini dimasukkan ke dalam biaya sarana produksi. Rataan penggunaan input produksi di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 21.

Bibit tanaman yang digunakan adalah bibit padi varietas lokal, bibit jagung Bisi2 dan Pioner serta ubi kayu dari hasil stek batangnya. Pupuk anorganik yang digunakan adalah Urea, SP-36 dan KCl serta pestisida yang digunakan adalah Gandasil dan Furadan. Pupuk organik yang digunakan responden berasal dari kotoran sapi yang dikelola oleh kelompok tani.

Tabel 21. Rata-rata Kebutuhan per ha Input Produksi Untuk Setiap Musim Tanam di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Pontianak

Sarana Produksi Kualitas Lahan Pola Tanam Benih Padi (kg) Benih Jagung (kg) Pupuk Kandang (kg) Pupuk Urea (kg) Pupuk SP-36 (kg) Pupuk KCl (kg) Pestisida (lt) Pd-Pd 98,0 380,0 178,0 128,0 32,0 1,9 1 Pd-Pd.Jg 101,3 14,5 400,0 201,3 130,0 30,0 2,0 Pd-Pd.Uk 94,3 385,7 181,5 134,3 25,7 1,9 Pd-Pd 50,0 320,0 116,0 84,0 25,7 1,4 2 Pd-Pd.Jg 94,5 14,4 351,5 253,9 126,5 18,0 1,8 Pd-Pd.Uk 96,3 400,0 162,5 130,0 35,2 2,1 Pd-Pd 89,7 313,3 137,3 102,7 32,7 1,7 3 Pd-Pd.Jg 98,1 9,1 358,4 167,9 128,3 32,1 1,8 Pd-Pd.Uk 93,9 318,2 116,7 118,2 34,1 1,7 Sumber : Data primer diolah (2006)

Keterangan : 1. Pd-Pd = padi-padi