• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA 79 LAMPIRAN

2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan

Tanah dan lahan merupakan dua istilah yang berbeda. Tanah diartikan sebagai suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair dan gas, yang mempunyai sifat dan perilaku yang dinamik. Adapun istilah lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang (Sitorus, 2003).

Sedangkan Lichfied dan Darin-Drabkin (1980) dalam Saefulhakim (1994), menyatakan bahwa dari segi geografi fisik, lahan didefinisikan sebagai terra firma

yang merupakan tempat pemukiman dan ditntukan oleh kualitas fisiknya. Karena setiap bidang lahan adalah : (1) lokasi tetap, (2) tidak dapat dipindahkan, (3) tidak bertambah atau berkurang (kecuali reklamasi), dimana tanah yang hilang karena tererosi tidak dapat digantikan sehingga kebijaksanaan lahan harus berorientasi pada konservasi.

Dari pengertian ekonomi, lahan merupakan sumberdaya yang tidak hanya sebagai terra firma, namun juga kandungan mineral, air disekitarnya, flora dan

fauna yang yang hidup diatasnya, cahaya, udara dan lain-lain. Pengertian ini lebih luas dari pengertian geografi fisik diatasnya (Lichfied dan Darin-Drabkin, 1980)

dalam (Saefulhakim, 1994).

Dalam literatur ekonomi, lahan dipandang sebagai suatu sumberdaya, yaitu sumberdaya lahan (Barlowe, 1978) dalam (Saefulhakim, 1994). Dalam pengertian ini, lahan dipandang sebagai komoditas yang dapat menghasilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi sehingga memiliki biaya, nilai dan harga.

Lahan memiliki pengertian yang lebih luas dari tanah, walaupun dalam banyak hal kata tanah sering digunakan dalam makna yang setara. Lahan merupakan matrik dasar kehidupan manusia dan pembangunan (Saefulhakim, 1997), karena hampir semua aspek dari kehidupan manusia dan pembangunan, baik langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan permasalahan lahan (Saefulhakim dan Nasoetion, 1999a).

Mengingat fungsi lahan yang demikian penting, maka manusia harus membangun hubungan yang saling menguntungkan antara manusia dan lahan, sehingga lahan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Agar tercapai hubungan tersebut, harus dilakukan berbagai upaya agar penggunaan lahan sesuai dengan kemampuannya (Hardjowigeno, 1983). Menurut Sitorus (1996) penggunaan lahan (land use) merupakan setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual.

Penggunaan lahan merupakan proses yang dinamis, perubahan yang terus menerus sebagai hasil perubahan pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu, sehingga masalah yang berkaitan dengan lahan merupakan masalah yang kompleks (Saefulhakim dan Nasoetion, 1995b).

Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu : (1) penggunaan lahan pertanian; dan (2) penggunaan lahan bukan pertanian. Untuk keberhasilan penggunaan dan pemanfaatan lahan diperlukan perencanaan pengembangan sumberdaya lahan dengan baik. Menurut Soil Survey Staff dalam Adiningsih (1996), perencanaan penggunaan lahan pada dasarnya adalah inventarisasi dan penilaian keadaan (status), potensi dan pembatas- pembatas dari suatu daerah setempat atau dengan orang-orang yang menaruh perhatian terhadap daerah tersebut, terutama dalam menentukan kebutuhan mereka serta aspirasi dan keinginan pada masa mendatang. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), perencanaan penggunaan lahan merupakan rencana pemanfaatan lahan di suatu daerah agar lahan dapat digunakan secara optimal, yaitu memberikan hasil yang tertinggi dan tidak merusak lahan dan lingkungan. Tabel 1 menunjukkan luas lahan yang terdapat di empat Propinsi di Kalimantan menurut penggunaannya.

Perencanaan penggunaan lahan memberikan petunjuk atau pengarahan dalam proses pengambilan keputusan untuk penggunaan lahan sehingga lebih efisien dan menguntungkan bagi manusia dan penggunaan masa yang akan datang (Jones dan Davies dalam Sitorus 1989). Oleh sebab itu, perencanan penggunaan lahan bertujuan untuk : (1) mencegah penggunaan lahan yang salah tempat dalam mengupayakan terciptanya penggunaan lahan yang optimal, (2) mencegah adanya

salah urus yang menyebabkan lahan rusak dalam mengupayakan penggunaan lahan yang berkesinambungan, (3) mencegah adanya tuna kendali dalam mengupayakan penggunaan lahan yang senantiasa diserasikan oleh adanya kendali, (4) menyediakan lahan untuk keperluan pembangunan yang terus meningkat, dan (5) memanfaatkan lahan sebesar-besarnya untuk kemakmuran manusia (Sandi 1984; Silalahi, 1985 dalam Sitorus, 1989).

Tabel 1 : Luas Penggunaan Lahan di Kalimantan Kalimantan No. Jenis Penggunaan

Barat (ha) Tengah (ha) Selatan (ha) Timur (ha) 1 Pekarangan (Lahan untuk bangunan

dan halaman)

251.388 194.246 165.675 186.743 2 Lahan tegal/kebun 427.632 150.400 217.405 137.419 3 Lahan ladang/huma 258.987 248.739 153.225 147.492 4 Lahan pengembalaan/padang rumput 23229 128.720 246.128 30.737 5 Rawa-rawa (yang tidak ditanami) 217.672 588.530 201.023 820.123

6 Tambak 4.056 3.682 8.423 38.670

7 Kolam/tebat/empang 18.263 3.560 2.905 11.468 8 Lahan sementara tidak ditanami 1.803.154 1.518.680 784.703 1.292.376 9 Lahan kayu-kayuan/hutan rakyat 1.432996 327.231 247.603 758.814 10 Perkebunan 1.743.188 975.934 480.044 585.000 11 Sawah 374.711 247.502 307.492 542.00 12 Hutan Negara 7.411.103 878.100 960.503 770.973 Sumber : Badan Pusat Statistik (2000)

Makin tinggi tingkat kegiatan manusia, makin tinggi pula kebutuhan manusia akan lahan, baik dalam arti peningkatan luas penggunaan lahan maupun dalam jenis dan intensitas penggunaannya. Jenis-jenis penggunaan lahan di luar perkotaan secara umum dapat dibagi atas : (1) hutan, meliputi hutan lebat, hutan satu jenis dan hutan belukar; (2) perkebunan; (3) kebun, terdiri dari kebun campuran dan kebun sayur; (4) tegalan dan ladang; (5) sawah satu kali setahun; (6) sawah dua kali setahun; dan (7) perkampungan, termasuk kampung, kuburan dan lainnya.

Dalam menentukan perencanaan penggunaan lahan haruslah disesuaikan atau tergantung dari kemampuan sumberdaya lahan itu sendiri untuk dapat diusahakan bagi suatu penggunaan tertentu. Untuk mendukung suatu kegiatan usahatani haruslah diketahui potensi dari sumberdaya lahan itu sendiri serta tindakan-tindakan konservasi yang diperlukan agar memberikan hasil yang baik secara berkesinambungan. Fungsi utama dari perencaanaan penggunaan lahan adalah untuk memberikan petunjuk atau pengarahan dalam proses pengambilan keputusan tentang penggunaan lahan sehingga sumberdaya lahan dan lingkungan tersebut ditempatkan pada penggunaan yang paling menguntungkan/efisien bagi manusia, dan dalam waktu yang bersamaan juga mengkoservasikannya untuk penggunaan pada masa yang akan dating (Dent, 1978; Jones dan Davies, 1983

dalam Sitorus, 1989).

Tabel 2 menunjukkan bahwa berdasarkan luasnya, lahan kering yang tersedia di Kalimantan Barat sangat potensial untuk pengembangan pertanian baik pertanian tanaman, perkebunan dan hortikultura dengan mempertimbangkan karakteristik tanah dan agroklimatnya dalam pemilihan komoditas yang akan dikembangkan. Maka dari itu perlunya suatu perencanaan penggunaan lahan yang tepat dan memberikan hasil yang optimal tanapa merusak lahan.

Tabel 2. Luas Lahan Sawah dan Lahan Kering di Propinsi Kalimantan Barat

No. Kabupaten dan Kota di Kalimantan Barat Lahan Sawah (ha) Lahan Kering (ha) Jumlah (ha) 1 Sambas 93.443 1.092.212 1.229.600 2 Pontianak 98.361 1.383.745 1.187.120 3 Sanggau 50.402 1.734.296 1.830.200 4 Ketapang 77.125 3.281.809 3.580.900 5 Sintang 29.664 3.159.624 3.227.900 6 Kapuas Hulu 25.630 2.928.289 2.984.200 7 Kota Pontianak 86 10.693 10.700 Jumlah 374.711 13.560.668 13.965.379 Sumber : Potensi Investasi Subsektor Tanaman Pangan dan Hortikultur di Kalimantan Barat,

Disperta Propinsi Kalimantan Barat (2000).

Pada tingkat usahatani, perencanaan penggunaan lahan akan mengemukakan kemungkinan yang paling sesuai dari bentuk pertanian dan pola tanam yang cocok, ditinjau dari keadaan lahan dan keberadaan petani itu sendiri. Sebagai langkah terakhir adalah merencanakan system pertanian yang paling

sesuai dengan keadaan lahan di dalam kerangka pembatas ekonomi pemakai lahan atau petani. Hal ni mencakup tata ruang seperti penentuan letak lahan pertanian, padang rumput, jalan, penyediaan air, saluran drainase, dan sebagainya.