• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesimpulan Terakhir

4.3 Deskripsi Hasil Penelitian

4.3.1 Evaluasi Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 196 Tahun 2015

Tentang Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Jakarta

Pusat

Evaluasi data dan temuan di lapangan yang peneliti lakukan dengan menggunakan metode evaluasi kebijakan menurut James Anderson (dalam Winarno 2008: 230) dimana untuk mengevaluasi kebijakan meliputi tiga (3) tahapan, yaitu evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional (Fungsional), evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu (Fokus), dan evaluasi kebijakan sistematis (Sistematis). Berikut penjabarannya:

4.3.1.1Fungsional

Pembangunan RPTRA yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2015 terus bertambah secara fisik di kota Jakarta. Pembangunan RPTRA di Jakarta berangkat dari kurangnya Ruang Terbuka Hijau di Jakarta yang memang tidak seimbang dengan jumlah warga Jakarta yang terus bertambah, baik dari angka kelahiran maupun jumlah perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi). Jumlah warga Jakarta saat ini seperti yang peneliti kutip dari data

website resmi Kementerian Dalam Negeri ada 9.988.495 jiwa yang saat ini bermukim untuk bekerja bahkan bertahan hidup di Jakarta. Menyoroti Kota

Administrasi yang berada di jantung Ibukota adalah Kota Administrasi Jakarta Pusat yang menjadi pusat Pemerintahan DKI Jakarta dan mempunyai wilayah daerah terkecil dari daerah Kota Administrasi lainnya di Jakarta, yaitu mempunyai luas 47,90 km2. Jumlah penduduk pria berjumlah 458.287 jiwa, wanita 459.467 jiwa, dan total keseluruhan adalah 917.754 jiwa. Di antara total keseluruhan penduduk Jakarta Pusat, 33% di antaranya adalah usia anak (0 - 18 tahun) berjumlah 272.249 jiwa, wanita 132.301 jiwa, dan pria berjumlah 139.948 jiwa.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dibawah pimpinan Bapak Basuki Tjahaja Purnama telah berusaha membuang kesan ibu kota yang keras dan kejam dengan membangun banyak taman terbuka atau ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) di berbagai wilayah. Saat ini jumlah RPTRA yang telah dibangun di Provinsi DKI Jakarta ada sekitar kurang lebih 200 RPTRA yang tersebar di lima titik kota administrasi Jakarta yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan. Di Jakarta Pusat sendiri saat ini mempunyai 29 RPTRA yang dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah taman RPTRA percontohan bagi seluruh Kota Administrasi yang ada di Jakarta Pusat, yaitu RPTRA Kenanga yang berada di Jl. Cideng Raya. Tetapi siapa sangka taman ini mempunyai konsep yang berawal dari gagasan Istri Gubernur DKI Jakarta yaitu Ibu Veronica Tan. Hal ini diungkapkan oleh I2-3 selaku ketua KPMP yang sering mengikuti rapat bersama Ibu Veronica Tan dari awal pembangunan RPTRA sampai pada pemantauan pelaksanaan RPTRA saat ini:

“Alhamdulilah tahun ini sudah terbangun 29 RPTRA di Jakarta Pusat. RPTRA di Jakarta Pusat telah dan sedang dalam perencanaan pembangunan

lagi tahun 2017 ini di berbagai sudut kota, termasuk di bawah kolong tol, di pinggir jalan raya, lahan bekas wilayah kumuh, dan rumah susun. Sebenarnya penggagas dari RPTRA ini ya tidak lain adalah istrinya Bapak Gubernur, yaitu Ibu Veronica. Beliau sangat ramah, pintar, dan murah senyum tapi tegas juga apalagi dalam pembanguanan RPTRA karena beliau kan sebagai kepala dalam proyek pembangunan RPTRA yang ada di Jakarta. Beliau melihat Jakarta secara keseluruhan sebagai sebuah kompleks perumahan yang harus memiliki ruang terbuka untuk ajang sosialisasi dan interaksi warganya, agar bisa saling kenal dan akrab satu sama lain, serta aman dan nyaman untuk tempat bermain anak dan membantu perkembangan mereka. Toh kita di pemerintahan lahannya banyak. Asalkan birokrasinya semua benar, sesuai aturan yang kita lakukan. Ini lahan pemerintah bisa kita minta CSR bangun, asalkan kita nggak ada cash (uang tunai). Jadi CSR bukan memberi uang, mereka membangunkan. Pertama kita coba dengan enam wilayah, setiap wilayah sebagai pilot project. Nah, untuk di Jakarta Pusat pilot projectnya ya ada di RPTRA Cideng. Kita ajak Universitas kira-kira tanggapan masyarakat seperti apa bersama dengan organisasi Program Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang beliau pimpin.”

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa ide dan gagasan RPTRA berawal dari ide seorang istri Gubernur DKI Jakarta yaitu Ibu Veronica Tan yang sekaligus menjadi Ketua Tim Penggerak PKK Provnisi Jakarta. Menurut beliau, awal konsep dari pembangunan RPTRA pada dasarnya adalah Jakarta secara keseluruhan sebagai sebuah kompleks perumahan yang harus memiliki ruang terbuka untuk ajang sosialisasi dan interaksi warganya, agar bisa saling kenal dan akrab satu sama lain, serta aman dan nyaman untuk tempat bermain anak dan membantu perkembangan mereka. Secara detail konsep taman RPTRA mempunyai Closed Circuit Television (CCTV), ruang gedung serbaguna (ruang pengelola, ruang PKK Mart, ruang perpustakaan, ruang laktasi), ruang kebudayaan (amphitheater), lapangan multifungsi olahraga dan peralatan olahraga, area bermain, dan taman gizi/toga.

RPTRA juga dibangun tidak di posisi strategis, namun berada di tengah pemukiman warga, terutama lapisan bawah dan padat penduduk, sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh warga di sekitar dan RPTRA dapat berperan sebagai community center bagi masyarakat sekitar.

Target RPTRA yang dibangun oleh pemerintah DKI adalah di setiap Keluarahan di Jakarta harus mempunyai RPTRA untuk tempat bermain anak-anak yang eksploratif, mengedukasi, tentunya dalam pengawasan yang aman, dam masyarakat dapat menemukan beberapa sarana interaktif.

Pada dasarnya taman dengan konsep seperti ini sudah pernah ada di Jakarta dengan nama Taman Interaktif. Hal ini diungkapkan oleh I2-4 di kantor walikota Jakarta Pusat :

“Sebelum ada RPTRA, Pemprov DKI Jakarta juga memiliki program pembangunan Taman Interaktif. Taman itu masuk dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Pemprov DKI Jakarta. Pembangunan taman itu dengan cara membeli lahan di permukiman padat. Lahan yang dibeli mulai dari 200 meter2. Apa tujuannya? Persis sama dengan RPTRA sekarang. Taman Interaktif dulu ada di tingkat RT dan RW. Taman tersebut ada di ruang rumah padat penduduk. Di dalam Taman Interaktif juga dibuat perpustakaan. Contoh salah satunya Taman Interaktif di Cikini. Namun, RPTRA sekarang diakui ada perluasan dan beberapa inovasi.”

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa konsep RPTRA hampir sama dengan taman interaktif. Kalau peneliti evaluasi sesuai dengan fakta yang ada, Taman Interaktif sendiri memang sudah ada sejak dari zaman menjabatnya Bapak Fauzi Bowo dan Sutiyoso sebagai Gubernur DKI Jakarta. Terkait Taman Interaktif, terakhir tertuang dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta No 2 Tahun 2013 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah 2013-2017. Di sana disebutkan sampai tahun 2014 sudah ada di 18 lokasi seluas 6.299,65 m2. Sementara menurut situs milik Pemprov DKI Jakarta di data jakarta.go.id, jumlah Taman Interaktif terdapat di 94 lokasi. Sedangkan RPTRA di Jakarta Pusat sampai sekarang sudah dibangun di 29 lokasi. Berikut daftar taman yang ada di Jakarta Pusat pada tabel 4.4:

Tabel 4.4

Sumber: BPS Jakarta Dalam Angka (2014: 448)

Taman Interaktif tidak semuanya kecil seperti yang disebutkan oleh Bapak Ahok. BPAD Jakarta mencontohkan, Taman Interaktif yang populer antara lain Taman Langsat di Jakarta Selatan, Taman Suropati dan Taman Situ Lembang di Jakarta Pusat. Namun ada juga yang kecil seperti di Kelurahan Paseban Jakarta Pusat yang luasnya hanya 210 m2.

Pembangunan RPTRA dirasa pemprov DKI bukan sekedar taman saja melainkan tempat yang menyenangkan bagi seluruh keluarga Jakarta dari janin sampai lansia. Setiap warga Jakarta bisa berkumpul dalam satu lokasi. Biasanya, sebuah taman hanya disukai elemen masyarakat tertentu, tapi tidak bagi kelompok masyarakat lainnya. Oleh sebab itu, banyak warga berharap pembangunan

RPTRA dapat direalisasikan dekat dengan pemukiman warga yang notabennya pemukiman padat warga yang dimana setiap rumah belum tentu mempunyai Ruang Terbuka Hijau atau taman di rumahnya. Dalam kesempatan kunjungan peresmian salah satu RPTRA di Jakarta Timur Bapak Ahok mengatakan :

“Program unggulan yang sedang digencarkan di Jakarta adalah pembangunan

RPTRA yang diharapkan dan ditargertkan jumlah pembangunannya oleh Pemprov DKI Jakarta, di setiap Kelurahan harus ada 1 RPTRA pada tahun 2016. Bahkan kita mengharapkan tahun depan adanya pembangunan 1 RPTRA di setiap RW yang ada di Jakarta. Tetapi itu semua tergantung lahan yang tersedia.” (Berita Jakarta, November 2016)

Dari pernyataan Bapak Gubernur DKI Jakarta terkait dengan satu Kelurahan memiliki satu Kelurahan juga dibenarkan oleh I2-1 yang peneliti wawancarai di Kantor Walikota Jakarta Pusat:

“Memang pada dasarnya permintaan Bapak Gubernur di seluruh Kota Administrasi Jakarta memiliki satu RPTRA di satu Kelurahan. Malahan kalau bisa beliau mengatakan satu RPTRA di satu RT. Sebenarnya kalau lahannya ada sih ya enak saja langsung bangun. Tetapi kan nyatanya di Jakarta Pusat saja sebagai kota administrasi yang paling kecil sulit sekali mencari taman yang agak luas untuk membangun RPTRA. Terkadang kita akali saja dengan membangun dua RPTRA di satu Kelurahan, yang penting ada ketersedian

lahannya kita langsung sikat saja.”

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa Gubernur DKI Jakarta memang memliki target ambisi yang sangat kuat, tetapi pada dasarnya setelah mengevaluasi dari segi lahan yang tersedia di Jakarta Pusat, sepertinya pernyataan untuk merealisasikan satu RPTRA di satu RPTRA kurang memperhatikan fakta yang sebenarnya yang ada di lapangan, khususnya daerah Jakarta Pusat. Keterbatasan lahan menjadi masalah dan hambatan dalam merealisasikan satu Kelurahan memiliki satu RPTRA apalagi satu RW satu

RPTRA. Terkait dengan luas taman-taman yang ada di Jakarta Pusat memang totalnya ada 542 taman dengan berbagai kategori di dalamnya. Jumlah ini terkecuali jalur hijau jalan dan pedestrian (street green belt), jalur hijau tepian air dan penyempurnaan (river banks), dan taman pemakaman, karena peruntukan dari ketiga taman ini bukan untuk taman interaktif melainkan untuk fungsi lainnya sebagai jalur pejalan kaki, penyerapan air tanah, dan pemakaman. Tetapi persyaratan yang dijadikan taman untuk RPTRA mempunyai kualifikasi tersendiri, seperti yang dikatakan oleh I4-4 di Kantor Lurah Johar Baru, pada tanggal 17 Maret 2017 dan I2-3 di kantor PPAPP Jakarta Pusat, yang mengatakan bahwa :

“Cari lahan di sini (Jakarta Pusat) sulit. Minimal pembuatan RPTRA harus 700m2. Kalo ada lahan yang 600m2 pun pasti kita usahakan. Tapi nyatanya tidak ada lahan warga yang mau dijual, padahal kita beli dengan harga NJOP. Lagipula Masyarakat di sini tanahnya kecil-kecil. Jarang ada warga yang punya tanah sampai 700m2. Kalau ada lahan Pemda yaitu taman, di Johar Baru pun kecil-kecil. Jika ada lahan warga yang mau dijual untuk RPTRA. Pemerintah memiliki tim apresial yaitu untuk tim perkiraan harga”

“Lokasinya harus representatif. Contoh semua golongan usia dapat merasakan

manfaatnya. Harus pakem dasar hukum atau hibahnya. Membangun RPTRA harus menyiapkan luas tanah sebesar 700m2.Kalau memang tanahnya kurang dari luas yang ditetapkan bisa dibuat menjadi bentuk yang minimalis di susun menjadi dua lantai. Jadi, konsep pembangunan disesuaikan dengan luas tanah yang tersedia saja. Untuk pembangunan yang menjadi tugas sudin perumahan dan sarprasnya sudin PPAPP.”

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa permasalahan pada terhambatanya pembangunan satu Kelurahan di Jakarta Pusat untuk memiliki satu RPTRA setelah dievaluasi yaitu karena keterbatasan lahan

yang ada di Jakarta pusat. Jika ada pun tanah kosong warga yang ingin dibeli oleh pemerintah setempat, warga kerap kali enggan untuk membelinya karena harga yang ditwarakan pemerintah adalah sesuai dengan harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Menurut warga, jika mereka jual secara pribadi, harga jual lahan mereka bisa mengikuti harga pasar yang pastinya bisa bermain harga lebih tinggi dibanding harga NJOP yang sudah ditentukan pemerintah. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Apabila tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, nilai perolehan baru, atau NJOP Pengganti. Di tengah banyaknya yang kontra dengan kenaikan yang tiba-tiba bahkan tanpa dilakukan secara bertahap, menurut Gubernur DKI Jakarta kenaikan NJOP yang tinggi ini dianggap wajar, mengingat sudah selama 4 tahun, NJOP di Jakarta tidak mengalami kenaikan harga. Seperti diketahui sejak tanggal 13 Februari 2014, pemerintah DKI Jokowi – Ahok mengeluarkan keuputusan kenaikan harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk seluruh wilayah Jakarta. Persentase kenaikannya bervariasi tapi besaran kenaikannya sangat melambung dimulai dari kisaran 48% s/d 240 %. Berikut harga NJOP yang ada di kawasan Jakarta Pusat per Februari 2014 pada Tabel 4.5:

Tabel 4.5

Daftar Harga NJOP Jakarta Pusat

NO. JALAN/