• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Definisi Konseptual

Definisi konseptual adalah pengukuran variabel yang abstrak atau yang tidak mudah terhubung dengan fakta. Bahasan pertama adalah definisi konseptual yang merupakan pernyataan yang mengartikan atau memberi makna suatu konsep atau istilah tertentu. Definisi konseptual merupakan penggambaran secara umum dan menyeluruh yang menyiratkan maksud dari konsep/teori atau istilah tersebut, bersifat konstitutif (merupakan definisi yang disepakati oleh banyak pihak dan telah dibakukan di kamus bahasa), formal dan mempunyai pengertian yang abstrak. Secara sederhana, definisi konstitutif/konseptual ini adalah mendefinisikan suatu konsep dengan konstruk yang lainnya. Hal ini dikarenakan definisi konseptual merupakan suatu konsep yang didefinisikan dengan referensi konsep/teori yang lain (Azwar 2007: 72). . Konsep yang digunakan yaitu empat tipe evaluasi kebijakan yang dikemukakan oleh Anderson (dalam Winarno 2008: 230) yaitu:

1. Evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional.

Bila evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional, evaluasi kebijakan dipandang sebagai kegiatan yang sama pentingnya dengan kebijakan itu sendiri. Para pembentuk kebijakan dan administrator selalu membuat pertimbangan-pertimbangan mengenai manfaat atau dampak dari

kebijakan-kebijakan, program-program, dan proyek-proyek. Perimbangan-pertimbanagn ini banyak memberi kesan bahwa pertimbangan-pertimbanagn tersebut didasarkan pada bukti yang terpisah-pisah dan dipengaruhi oleh ideologi, kepentingan para pendukungnya dan kriteria-kriteria lainnya. Oleh karena itu, evaluasi seperti ini akan mendukung terjadinya konflik karena itu, evaluator-evaluator yang berbeda akan menggunakan kriteria-kriteria yang berbeda, sehingga kesimpulan yang didapatkannya pun berbeda-beda mengenai manfaat dari kebijakan yang sama.

2. Evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu.

Tipe evaluasi ini lebih membicarakan sesuatu mengenai kejujuran atau efisiensi dalam melaksanakan kebijakan/program. Tipe evaluasi seperti ini berangkat dari pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut: Apakah kebijakan/program dijalankan dengan semestinya? Berapa biayanya? Siapa yang menerima manfaat (pembayaran atau pelayanan)? Berapa jumlahnya? Apakah ukuran-ukuran dasar dan prosedur-prosedur secara sah diikuti? Dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan seperti ini dalam melakukan evaluasi dan memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program maka akan lebih transparan.

3. Evaluasi kebijakan sistematis.

Tipe kebijakan ini melihat secara objektif program-program kebijakan yang dijalankan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dinyatakan tersebut tercapai.

3.4.2 Definisi Operasional

Definisi Operasional merupakan penjabaran dari definisi konsep yang telah dibangun di atas, yang berfungsi untuk memudahkan peneliti dalam melakukan observasi dan wawancara. Definisi operasional dapat digunakan sebagai pedoman wawancara dan observasi (Listyaningsih 2015: 30). Definisi operasional dalam penelitian ini merujuk pada Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2015 tentang Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Jakarta Pusat dan dikaitkan dengan penjelasan pemikiran teori yang telah peneliti pilih sebagai dasar untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini.

Karena penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, maka dalam penjelasan definisi operasional ini akan dikemukakan fenomena-fenomena penelitian yang dikaitkan dengan pengertian teori penelitian.

1. Fungsional

Mengamati bahwa kebijakan ini dibuat bukan untuk kepentingan beberapa golongan semata ataupun keuntungan untuk mencari laba. Melainkan murni untuk mewujudkan DKI Jakarta khususnya Jakarta Pusat sebagai Kota Layak Anak dengan dibangunnya RPTRA. Selain itu dibangunnya RPTRA juga menjadi fungsi tempat yang layak dan aman bagi anak-anak untuk bermain sambil belajar, bukan malah sebaliknya.

2. Fokus

Melihat pada kendala-kendala maupun hambatan yang dijumpai dalam pembangunan RPTRA. Dari segi infrastruktur, pengawasan, dan pemerataan adanya RPTRA yang ada di Jakarta Pusat. Apakah kebijakan pembangunan RPTRA sudah dijalankan dengan semestinya? Dana dari pembangunan RPTRA sebagian berasal dari CSR, sehingga menghemat biaya APBD. Walaupun ada beberapa RPTRA yang dibangun menggunakan biaya APBD. Pembangunan RPTRA melibatkan pemprov dalam penyediaan lahan dan iaya pembangunan biasanya berkisar 400-750 juta dari pihak swasta/CSR. Proses

pembangunan, pengawasan, dan pemeliharaan RPTRA juga melibatkan masyarakat sekitar.

3. Sistematis, yaitu melihat dampak pada masyarakat DKI Jakarta khususnya masyarakat Jakarta Pusat dengan adanya Peraturan Gubernur No. 196 Tahun 2015 tentang pembangunan dan pengawasan RPTRA membawa dampak baik maupun buruk bagi masyarakat dan pemerintah daerah.

3.5 Instrumen Penelitian

Semua penelitian memerlukan instrumen untuk pengumpulan sebuah data. Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data (Kountur 2007: 159). Sesuai dengan pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan dibantu alat-alat seperti alat perekam suara, kamera, alat tulis dan pedoman wawancara. Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini di susun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Selain itu pedoman wawancara sebagai bahan dalam menulis hasil penelitian karena jika peneliti hanya mengandalkan kemampuan ingatan yang sangat terbatas peneliti khawatir data yang sudah diperoleh ada yang lupa. Penggunaan model wawancara tentu saja disesuaikan dengan keberadaan data-data di lapangan yang diperlukan peneliti. Dengan demikian untuk wawancara yang terstruktur,

seperangkat pertanyaan sudah dipersiapkan terlebih dahulu dengan mengklasifikasikan bentuk-bentuk pertanyaan.

Penelitian kualitatif bersifat mendiskripsikan keadaan atau fenomena yang sedang terjadi, sehingga instrumen diperlukan karena peneliti dituntut dapat menentukan data yang diangkat dari fenomena atau peristiwa tertentu, peneliti dalam melaksanakan wawancara sifatnya tidak terstruktur, tapi minimal peneliti menggunakan persiapan yang akan ditanyakan sebagai pedoman wawancara (interview guide)

(Suharsimi 1998: 137). Wawancara tidak terstruktur identik dengan wawancara bebas, sifatnya hanya membimbing dan membantu dalam proses wawancara. Peneliti hanya mengajukan sejumlah pertanyaan yang mengandung jawaban informan secara bebas. Pandangan atau pendapat, sikap, dan keyakinan informan tidak banyak dipengaruhi pewawancara dan biasanya berlangsung secara formal.

Peneliti sebagai instrumen perlu “divalidasi” seberapa jauh kesiapannya dalam

melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan yaitu Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Jakarta Pusat yang tersebar di delapan Kelurahan Jakarta Pusat yang masing-masing memiliki dan tidak memiliki RPTRA dari setiap Kelurahan, mewakili delapan Kecamatan yang ada di Jakarta Pusat. Proses validasi yang dimaksud di sini adalah melalui evaluasi diri sejauh mana pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori evaluasi kebijakan menurut James Anderson (dalam Winarno 2008: 230) yaitu: i.) fungsional; ii.) fokus; iii.) sistematis, dan wawasan terhadap bidang yang akan diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan, baik secara akademik maupun logistiknya (Sugiyono 2014: 222). Moleong (2007) juga menegaskan peran

peneliti dalam metode penelitian kualitatif cukup rumit, yaitu sebagai instrumen dalam metode penelitian kualitatif yang merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis penafsiran data, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Jadi dalam penelitian ini peneliti akan terjun ke lapangan sendiri, dari pengumpulan data, analisis, hingga membuat kesimpulan.