• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor dan Penyebab Perubahan Makna

BAB VI. PERUBAHAN MAKNA

6.1 Faktor dan Penyebab Perubahan Makna

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata adalah:

6.1.1 Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

Faktor ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Hal ini terjadi karena adanya akibat dari pandangan baru atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam perkembangan teknologi. Perubahan makna kata sastra dari makna „tulisan‟ sampai pada makna „karya imaginatif‟ adalah salah satu contoh perkembangan bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai sastra menyebabkan makna kata sastra itu berubah. Pandangan baru atau teori barulah yang menyebabkan kata sastra yang tadinya bermakna „buku yang baik isinya dan baik bahasanya‟ menjadi berarti „karya yang bersifat imaginatif kreatif‟.

Akibat dari perkembangan teknologi misalnya kata berlayar yang pada awalnya bermakna „perjalanan di laut (di air) dengan menggunakan perahu atau kapal yang digerakkan dengan tenaga layar‟. Walaupun sekarang kapal-kapal besar tidak lagi menggunakan layar, tetapi sudah menggunakan tenaga mesin, malah juga tenaga nuklir, namun kata berlayar masih digunakan.

6.1.2 Perkembangan Sosial dan Budaya

Perkembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna. Misalnya, kata sarjana. Dulu, menurut bahasa Jawa Kuno, kata sarjana ini berarti orang pandai atau „cendekiawan‟. Sekarang kata

sarjana berarti orang yang sudah lulus dari perguruan tinggi, meskipun barangkali

lulusnya hanya dengan indeks prestasi yang pas-pasan, serta kemampuan mereka tidak lebih jauh dari seseorang yang belum lulus dari perguruan tinggi. Dewasa ini seseorang yang walau bagaimanapun pandainya (sebagai hasil belajar sendiri) jika tidak lulusan suatu perguruan tinggi tidak akan disebut sarjana, dan tidak berhak memakai salah satu gelar sarjana.

6.1.3 Perbedaan Bidang Pemakaian

Kata-kata yang disebabkan karena faktor ini menjadi memiliki makna baru atau makna lain di samping makna aslinya (makna yang berlaku dalam bidangnya). Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan segala macam derivasinya, seperti tampak dalam frase menggarap sawah, tanah

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

garapan, dan petani penggarap, kini banyak juga digunakan dalam bidang-bidang

lain dengan makna „mengerjakan‟ seperti tampak digunakan dalam frase

menggarap skripsi, menggarap usul para anggota, menggarap generasi muda dan menggarap naskah drama. Kata jurusan yang berasal dari bidang lalu lintas

dengan makna „arah‟, kini digunakan juga dalam bidang pendidikan dengan makna „seksi‟ atau „bagian bidang ilmu‟ seperti dalam frase fakultas sastra

jurusan sastra Indonesia, fakultas tekhnik jurusan elektro, dan fakultas hukum jurusan perdata.

Makna kata-kata yang digunakan dalam bidang lain, maka kata-kata itu menjadi mempunyai arti lain yang tidak sama dengan arti dalam bidang atau lingkungan aslinya. Kita hanya perlu melihat bahwa makna baru kata-kata tersebut masih ada kaitannya dengan makna asli yang digunakan dalam bidang asalnya. Kata-kata tersebut digunakan dalam bidang lain secara metafora atau secara perbandingan. Makna-makna tersebut masih saling berkaitan atau masih ada persamaan antara makna-makna yang satu dengan makna yang lainnya.

6.1.4 Adanya Asosiasi

Makna baru yang muncul dalam faktor ini adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Misalnya, kata amplop yang berasal dari bidang administrasi atau surat-menyurat, makna asalnya adalah „sampul surat‟. Di dalam amplop itu selain biasa dimasukkan surat, tetapi bisa dimasukkan pula benda lain, misalnya uang. Asosiasi antara amplop dan uang ini berkenaan dengan wadah. Jadi, menyebut wadahnya yaitu amplop tetapi yang dimaksud adalah isinya, yaitu uang. Selain asosiasi yang berkenaan dengan wadah ada pula asosiasi yang berkenaan dengan waktu. Misalnya, perayaan 17 Agustus maksudnya tentu „perayaan hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia‟ karena proklamasi tersebut terjadi pada tanggal 17 Agustus tersebut. Terdapat pula perubahan makna akibat asosiasi yang berkenaan dengan tempat. Misalnya,

peristiwa Madiun, tentu yang dimaksud adalah peristiwa pemberontakan PKI

pada tahun 1948 di Madiun.

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

Di dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran tanggapan antara indera yang satu dengan indera yang lain. Pertukaran alat indera penanggap biasa disebut dengan istilah sinestesia. Misalnya pada kalimat berikut.

- Suaranya sedap didengar. - Warnanya enak dipandang. - Suaranya berat sekali. - Bentuknya manis.

- Lukisannya sangat ribut.

- Kedengarannya sangat nikmat.

Sedap adalah urusan indera perasa lidah, tetapi dalam contoh di atas

menjadi tanggapan indera pendengaran; enak juga urusan indera perasa lidah, tetapi dalam contoh di atas menjadi tanggapan indera penglihatan, yaitu mata;

suara adalah urusan indera pendengaran tetapi dalam contoh di atas menjadi

urusan indera perasa. Begitu juga dengan contoh lain, manis, rebut, dan nikmat yang ditanggap oleh indera yang bukan seharusnya. Dalam pemakaian bahasa Indonesia secara umum banyak sekali terjadi gejala sinestesi ini.

6.1.6 Perbedaan Tanggapan

Pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat membuat banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang „rendah‟, kurang menyenangkan. Di samping itu, juga ada yang menjadi memiliki nilai rasa yang „tinggi‟ atau yang mengenakkan. Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah ini disebut peyoratif, sedangkan yang nilainya naik menjadi tinggi disebut ameliorative. Kata bini dewasa ini dianggap peyoratif, sedangkan kata istri dianggap amelioratif. Perkembangan pandangan hidup yang biasanya sejalan dengan perkembangan budaya dan kemasyarakatan dapat memungkinkan terjadinya perubahan nilai rasa peyoratif atau amelioratifnya kata.

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

Sejumlah kata atau ungkapan yang karena sering digunakan, maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Maka, kemudian orang lebih banyak menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan bentuk utuhnya. Misalnya, kata

berpulang tentu maksudnya adalah berpulang ke rahmatullah, perpus untuk

menyebut perpustakaan, lab untuk menyebut laboratorium. Terdapat juga bentuk-bentuk yang disebut akronim, seperti tilang untuk „bukti pelanggaran‟, satpam „satuan pengamanan‟.

Dalam penyingkatan ini, perubahan bentuk kata yang terjadi, bukan peristiwa perubahan makna. Kata yang semula berbentuk utuh (panjang) disingkat menjadi bentuk tidak utuh yang pendek.

6.1.8 Proses Gramatikal

Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi (penggabungan kata) akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna, sebab bentuk kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal. Proses gramatikal itu telah melahirkan makna-makna gramatikal.

6.1.9 Pengembangan Istilah

Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan memanfaatkan kosakata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan memberi makna baru, dapat dengan menyempitkan makna kata tersebut, meluaskan, maupun memberi arti baru sama sekali. Misalnya, kata sandang yang semula bermakna „selendang‟ kini diangkat menjadi istilah untuk makna „pakaian‟. Perubahan makna sebagai akibat usaha dalam pembentuksn istilah seperti kata-kata canggih, gaya, tapak, paket, menayangkan dan menggalakkan.

Dokumen terkait