• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. RAGAM MAKNA

3.1 Hakikat Ragam Makna

Bahasa pada dasarnya digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa pun sangat bermacam-macam bila dilihat dari beberapa kriteria dan sudut pandang. Jenis makna itu sendiri menurut Abdul Chaer dalam buku “Pengantar Semantik Bahasa Indonesia”, dibagi menjadi tujuh jenis makna, diantaranya:

1. Berdasarkan jenis semantiknya dibedakan menjadi makna leksikal dan makna gramatikal.

2. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dibedakan menjadi makna referensial dan makna nonreferensial.

3. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif.

4. Berdasarkan ketepatan maknanya dibedakan menjadi makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus.

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

5. Berdasarkan ada atau tidak adanya hubungan (asosiasi, refleksi) makna sebuah kata dengan makna kata lain dibagi menjadi makna konseptual dan makna asosiatif.

6. Berdasarkan bisa atau tidaknya diramalkan atau ditelusuri, baik secara leksikal maupun gramatikal dibagi menjadi makna idiomatikal dan peribahasa.

7. Kata atau leksem yang tidak memiliki arti sebenarnya, yaitu oposisi dari makna sebenarnya disebut makna kias.

Terdapat berbagai macam istilah untuk menamakan jenis atau tipe makna. Pateda (1986), secara alfabetis telah mendaftarkan adanya 25 jenis makna, yaitu makna afektif, makna denotatif, makna deskriptif, makna ekstensi, makna emotif, makna gereflekter, makna idesional, makna intensi, makna gramatikal, makna kiasan, makna kognitif, makna kolokasi, makna konotatif, makna konseptual, makna konstruksi, makna leksikal, makna luas, makna piktorial, makna proposisional, makna pusat, makna referensial, makna sempit, makna stilistika, dan makna tematis. Sedangkan Leech (1976) membedakan adanya tujuh tipe makna, yaitu makna konseptual, makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, makna reflektif, makna kolokatif, dan makna tematik.

3.1.1 Berdasarkan Jenis Semantiknya

Penjenisan ini membedakan antara makna leksikal dan gramatikal. Leksikal adalah bentuk ajektif yang diturukan dari bentuk nomina leksikon (vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Contohnya; kata tikus, makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati

diterkam kucing atau dalam kalimat Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus. Kata tikus pada kedua kalimat tersebut jelas merujuk kepada binatang tikus

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

ternyata berkepala hitam bukanlah dalam makna leksikal karena tidak merujuk

kepada binatang tikus melainkan kepada seorang manusia, yang perbuatannya memang mirip dengan perbuatan tikus.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna leksikal dari suatu kata adalah gambaran yang nyata tentang konsep seperti yang dilambangkan itu. Makna leksikal suatu kata sudah jelas bagi seorang bahasawan tanpa kehadiran kata itu dalam suatu konteks kalimat (Abdul Chaer, 1989:60-61).

Selain itu, terdapat pula satuan bahasa yang baru dapat diidentifikasi setelah satuan itu bergabung dengan satuan kebahasaan yang lain. Makna yang demikian disebut makna gramatikal. Kalau makna leksikal itu berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Proses afiksasi awalan

ter- , pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik

melahirkan makna „dapat‟, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu

terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal „tidak sengaja‟.

Sebuah imbuhan, seperti awalan ter- di atas baru memiliki makna atau kemungkinan makna apabila sudah berproses dengan kata lain. Sedangkan kepastian maknanya baru diperoleh setelah berada dalam konteks kalimat atau satuan sintaksis lain.

3.1.2 Berdasarkan Ada Tidaknya Referen Pada Sebuah Kata atau Leksem

Pengklasifikasian ini berdasarkan ada tidaknya referen dari kata-kata itu, terbagi atas makna referensial dan nonreferensial. Makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau referent (acuan), maka referensial disebut juga makna kognitif, karena memiliki acuan. Makna ini memiliki hubungan dengan konsep, sama halnya seperti makna kognitif. Makna referensial memiliki hubungan dengan konsep tentang sesuatu yang telah disepakati bersama oleh masyarakat bahasa, seperti terlihat di dalam kata meja dan kursi termasuk kata yang bermakna referensial karena keduanya memiliki referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut “meja” dan “kursi”. Sebaliknya kata karena dan tetapi tidak mempunyai referen. Jadi, kata karena dan kata tetapi termasuk kata yang bermakna nonreferensial.

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

Kata–kata yang termasuk preposisi dan konjungsi, juga kata tugas lainnya, tidak mempunyai referen, maka banyak orang menyatakan kata-kata tersebut tidak mempunyai makna. Lalu, karena hanya memiliki fungsi atau tugas, maka dinamailah kata-kata tersebut dengan nama kata fungsi atau kata tugas. Sebenarnya, kata-kata ini juga mempunyai makna ; hanya tidak mempunyai referen. Hal ini jelas dari nama yang diberikan semantik, yaitu kata yang bermakna nonreferensial. Mempunyai makna, tetapi tidak memiliki referen.

3.1.3 Berdasarkan Nilai Rasa

Pembedaan makna denotatif dan konotatif didasarkan pada ada atau tidak adanya “nilai rasa” (istilah dari Slamet Mulyana, 1964) pada sebuah kata. Setiap kata, terutama yang disebut kata penuh, mempunyai makna denotatif, tetapi tidak setiap kata itu mempunyai makna konotatif.

Makna denotatif, makna konseptual, atau makna kognitif karena dilihat dari sudut yang lain pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotative ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Makna denotatif sering disebut sebagai “makna sebenarnya”. Umpamanya kata perempuan dan wanita, kedua kata ini mempunyai makna denotatif yang sama, yaitu „manusia dewasa bukan laki-laki‟, begitu juga kata

gadis dan perawan; kata istri dan bini. Kata gadis dan perawan memiliki makna

denotatif yang sama, yaitu „wanita yang belum bersuami‟ atau „belum pernah bersetubuh‟; sedangkan kata istri dan bini memiliki makna denotatif yang sama, yaitu „wanita yang mempunyai suami‟.

Walaupun kata perempuan dan wanita mempunyai makna denotatif yang sama tetapi dewasa ini kedua kata itu mempunyai nilai rasa yang berbeda. Kata

perempuan mempunyai nilai rasa yang “rendah” sedangkan kata wanita

mempunyai nilai rasa yang “tinggi”. Jadi, kata perempuan memiliki nilai rasa yang lebih rendah dari kata wanita. Ini terbukti dari tidak digunakannya kata

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

lembaga itu selalu menggunakan kata wanita, misalnya dharma wanita, gedung

wanita, menteri urusan peranan wanita, dan Ikatan Wanita Pengusaha.

Makna denotatif sering juga disebut makna dasar, makna asli, atau makna pusat. Makna konotatif disebut sebagai makna tambahan. Makna konotatif sebuah kata dapat berbeda dari suatu kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lainnya, sesuai dengan pandangan hidup dan norma-norma penilaian kelompok masyarakat tersebut. Umpamanya kata babi, di daerah-daerah yang penduduknya mayoritas beragama Islam, memiliki konotatif negative karena binatang tersebut menurut hukum Islam adalah haram dan najis. Sebaliknya di daerah-daerah yang penduduknya mayoritas bukan Islam. Seperti di pulau Bali atau pedalaman Irian Jaya, kata babi tidak berkonotatif negative. Kata laki dan

bini dalam masyarakat Melayu Jakarta tidak berkonotatif negative, tetapi dalam

masyarakat intelek Indonesia dianggap berkonotatif negative.

Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata

ceramah dulu kata ini berkonotatif negative karena berarti „cerewet‟, tetapi

sekarang konotatifnya positif. Dalam perkembangan selanjutnya ada juga kata-kata yang telah dianggap bernilai halus (seperti kata-kata tunanetra untuk pengganti

buta) lama-lama dirasakan tidak halus lagi, maka diganti lagi dengan kata lain

diganti dengan kata cacat netra. Misalnya kata tunanetra itu yang kini diganti dengan kata cacat netra.

3.1.4 Berdasarkan Ketepatan Makna

Pembedaan adanya makna kata dan makna istilah berdasarkan ketepatan makna kata itu dalam penggunaannya secara umum dari secara khusus. Makna kata baru menjadi jelas kalau sudah digunakan di dalam suatu kalimat. Jika lepas dari konteks kalimat, makna kata itu menjadi umum dan kabur. Misalnya kata

tahanan. Apa makna kata tahanan? mungkin saja yang dimaksud dengan tahanan

itu adalah „orang yang ditahan‟, tetapi bisa juga „hasil perbuatan menahan‟, atau mungkin makna yang lainnya lagi. Begitu juga dengan kata air. Apa yang dimaksud dengan air itu? Apakah air yang berada di sumur? di gelas? Atau di bak

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

mandi? Atau yang turun dari langit ? kemungkinan-kemungkinan itu bisa terjadi karena kata air itu lepas dari konteks kalimatnya.

Makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Hal tersebut dikarenakan istilah itu hanya digunakan dalam bidang kegiatan dan keilmuan tertentu. Jadi, tanpa konteks kalimatnya pun makna istilah itu sudah pasti. Misalnya, kata tahanan di atas. Sebagai kata, makna kata tahanan masih bersifat umum, tetapi sebagai istilah misalnya istilah dalam bidang hukum makna tahanan itu sudah pasti, yaitu orang yang ditahan sehubungan dengan suatu perkara. Istilah yang sudah menjadi unsur leksikal bahasa umum itu adalah disebut istilah umum. Makna kata sebagai istilah memang dibuat setepat mungkin untuk menghindari kesalahpahaman dalam bidang ilmu atau kegiatan tertentu. Di luar bidang istilah sebenarnya dikenal juga adanya pembedaan kata dengan makna umum dan kata dengan makna khusus atau makna yang lebih terbatas. Kata dengan makna umum mempunyai pengertian dan pemakaian yang lebih luas, sedangkan kata dengan makna khusus atau makna terbatas mempunyai pengertian dan pemakaian yang lebih luas, sedangkan kata dengan makna khusus atau makna terbatas mempunyai pengertian dan pemakaian yang lebih terbatas. Misalnya, dalam deretan sinonim

besar, agung, akbar, raya, dan kolosal. Kata besar adalah kata yang bermakna

umum dan pemakaiannya lebih luas daripada kata yang lainnya. Kita dapat mengganti kata agung, akbar, raya dan kolosal dengan kata besar itu secara bebas.

3.1.5 Berdasarkan Ada atau Tidaknya Hubungan Makna

Pembedaan makna konseptual dan makna asosiatif didasarkan pada ada atau tidak adanya hubungan (asosiasi, refleksi) makna sebuah kata dengan makna kata lain. Secara garis besar Leech (1976) membedakan makna atas makna

konseptual dan makna asosiatif dalam makna asosiatif termasuk makna konotatif,

stilistik, afektif, refleksi, dan kolokatif.

Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apa pun. Jadi, sebenarnya makna konseptual ini sama dengan makna

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

referensial, makna leksikal, dan makna denotative. Sedangkan, makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan makna „berani‟, atau juga „dengan golongan komunis‟; kata cenderawasih berasosiasi dengan makna „indah‟.

Makna asosiasi ini berhubungan dengan nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang berlaku dalam suatu masyarakat bahasa yang berarti juga berurusan dengan nilai rasa bahasa, maka ke dalam makna asosiatif ini termasuk juga makna konotatif. Di samping itu, termasuk juga makna-makna lain seperti makna stilistika, makna afektif, dan makna kolokatif (Leech 1976).

Makna stilistika berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan di dalam masyarakat. Maka, dibedakanlah makna kata guru, dosen, pengajar, dan instruktur. Makna afektif berkenaan dengan perasaan pembicara pemakai bahasa secara pribadi, baik terhadap lawan bicara maupun terhadap objek yang dibicarakan. Makna afektif lebih terasa secara lisan daripada secara tertulis. Makna kolokatif berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya dengan makna kata lain yang mempunyai “tempat” yang sama dalam sebuah frase (ko = sama, bersama; lokasi = tempat). Kata laju, deras, kencang, cepat, dan lancar yang mempunyai makna yang sama, tetapi pasti mempunyai kolokasi yang berbeda. Kita bisa mengatakan hujan deras dan berlari dengan cepat; namun tidak bisa sebaliknya * hujan cepat dan *

berlari dengan deras.

3.1.6 Berdasarkan Bisa atau Tidaknya Diramalkan atau Ditelusuri

Penjenisan ini terdiri atas makna idiomatikal dan peribahasa. Makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa (kata, frase, atau kalimat) yang “menyimpang” dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Untuk mengetahui makna idiom sebuah kata (frase atau kalimat) haruslah melalui kamus. Terdapat istilah idiom, ungkapan, dan metafora. Idiom dilihat dari segi makna, yaitu “menyimpangnya” makna idiom ini dari makna leksikal dan makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Ungkapan dilihat dari

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

segi ekspresi kebahasaan, yaitu dalam usaha penutur untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan emosinya dalam bentuk-bentuk satuan bahasa tertentu yang dianggap paling tepat. Sedangkan metafora dilihat dari segi digunakannya sesuatu untuk memperbandingkan yang lain dari yang lain, misalnya matahari dikatakan atau diperbandingkan sebagai raja siang, bulan sebagai putri malam adalah termasuk idiom.

Ungkapan sebagai masalah ekspresi dalam pertuturan akan bertambah dan berkurang sesuai dengan perkembangan budaya masyarakat pemakai bahasa tersebut dan kreativitas penutur bahasa tersebut dalam menggunakan bahasanya. Misalnya, tebal muka, duduk perut, ke belakang, tamu yang tidak diundang, dan sebagainya.

Kata mulut gua, tangan kursi, dan kepala kantor merupakan metafora karena digunakan secara metaforis (ada yang diperbandingkan). Dapat juga disebut sebagai ungkapan, tetapi bukan idiom, karena kata mulut pada mulut gua,

tangan pada tangan kursi, dan kepala pada kepala kantor masih berada dalam

lingkungan poliseminya. Sedangkan, kata gua, kursi dan kepala kantor pada frase-frase tersebut masih tetap bermakna leksikal.

Makna peribahasa masih dapat diramalkan karena adanya asosiasi atau tautan antara makna leksikal dan gramatikal unsur-unsur pembentuk peribahasa itu dengan makna lain yang menjadi tautannya. Misalnya, dua orang yang selalu bertengkar dikatakan dalam bentuk peribahasa Bagai anjing dengan kucing. Peribahasa bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan, maka sering juga disebut dengan nama perumpamaan. Kata-kata seperti, bagai, bak, laksana dan

umpama sering digunakan dalam peribahasa.

3.1.7 Makna Kias

Bentuk bahasa (baik kata, frase, maupun kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti ‘puteri malam’ dalam arti

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

„bulan‟, raja siang dalam arti „matahari’, membanting tulang dalam arti „bekerja keras‟, semuanya memiliki arti kiasan.

3.2 Pendapat Lain Mengenai Penjenisan Makna

Terdapat beberapa pendapat mengenai jenis makna. Palmer (1976:34) mengemukakan jenis-jenis makna: (1) makna kognitif (cognitive meaning), (2) makna ideasional (ideational meaning), (3) makna denotasi (denotasional

meaning), (4) makna proposisi (propositional meaning), sedangkan Shipley, Ed,

(1962:261-262) berpendapat bahwa makna mempunyai jenis: (1) makna emotif (emotive meaning), makna kognitif (cognitive meaning) atau makna deskriptif (descriptive meaning), makna referensial (referential meaning), makna piktorial (pictorial meaning), makna kamus (dictionary meaning), makna samping (fringe

meaning), dan makna inti (core meaning).

Verhaar (1983:124) mengemukakan istilah makna gramatikal dan makna

leksikal, sedangkan Bloomfield (1933:151) mengemukakan istilah makna sempit

(narrowed meaning), dan makna luas (widened meaning). Tentu masih banyak pendapat lain yang ditambahkan sehingga lengkaplah jenis-jenis makna tersebut. Selebihnya bacalah buku Semantik Leksikal, Penulis Prof. DR.Mansoer Pateda, Edisi Kedua 2010.

LATIHAN PEMAHAMAN MATERI

1. Betulkah pernyataan yang menyatakan bahwa makna leksikal adalah makna seperti yang terdapat di dalam kamus? Jelaskan!

2. Jelaskan perbedaan dasar antara kata dan istilah! Beri contoh? 3. Apakah setiap kata memiliki makna leksikal? Coba jelaskan!

4. Mengapa konstruksi *berlari deras dan *masjid kolosal tidak berterima dalam bahasa Indonesia sekarang?Jelaskan!

5. Simak kembali konsep mengenai peribahasa, bandingkan dengan konsep idiom, lalu rumuskanlah hasil simakan anda itu secara singkat!

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

4.1 SINONIM

Verhaar (1978) mendefinisikan sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Misalnya kata buruk dan jelek adalah dua buah kata yang bersinonim; bunga,

kembang, dan puspa adalah tiga buah kata yang bersinonim; mati, wafat, meninggal, dan mampus adalah empat buah kata yang bersinonim. Dua buah kata

yang bersinonim itu, kesamaannya tidak bersifat mutlak (Zgusta 1971:89, Ulman 1972:141). Makna kata buruk dan jelek tidak persis sama; makna kata bunga,

kembang, dan puspa pun tidak persis sama. Andaikata kata mati dan meninggal

itu maknanya persis sama, tentu kita dapat mengganti kata mati dalam kalimat

Tikus itu mati diterkam kucing dengan kata meninggal menjadi * Tikus itu

Dokumen terkait