• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB X. KOSAKATA DASAR

10.1 Istilah Kekerabatan

Istilah kekerabatan lebih dari istilah mengenai warna yang tampaknya

berkontras di dalam berbagai bahasa dan budaya. Terminologi hubungan kekeluargaan secara tradisional memberikan ruang lingkup linguistik untuk membeberkan gagasan „kaum relativis‟, karena kategori kekerabatan secara tegas berbeda antara satu bahasa dengan bahasa yang lain. Tetapi masih ada juga ruang lingkup untuk kaum universalitas kita lihat disini dari kenyataan bahwa „data‟ untuk menganalisis terminologi kekerabatan biasanya dikemukakan secara universal atau setidak-tidaknya dengan seperangkat lambang yang netral dari bahasa seperti F : ayah, M : ibu, B: saudara laki-laki, S: saudara perempuan, s: anak laki-laki, d: anak perempuan, H: suami, W: istri (dalam bahasa Inggris).

Sesuai dengan unsur kategori kosakata dasar, misalnya kata ibu, untuk memahami apa sebenarnya makna kata ibu. Sebelumnya siswa beranggapan bahwa kata ibu hanya mempunyai pengertian orang yang melahirkan kita. Akan tetapi, setelah kita buktikan sesuai dengan apa yang ada di dalam entri ibu, ternyata mempunyai kata ibu bermakna 1) wanita yang telah melahirkan seseorang, 2) sebutan untuk orang yang sudah bersuami, 3) panggilan yang

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

takzim1 kepada wanita baik yang sudah bersuami maupun yang belum, 4) bagian yang pokok (besar, asal, dsb.), dan 5) yang utama di antara beberapa hal lain. Contoh:

a) Anak harus menyayangi ibu. b) Ibu jari anak itu tertusuk jarum.

c) Ibu kota negara Republik Indonesia adalah Jakarta.

Dari ketiga contoh kalimat di atas, kata dasar ibu setelah kita buktikan dalam kamus ternyata tidak hanya memiliki satu makna. Bahkan lebih dari itu kata ibu dapat berkembang menjadi ibu angkat, ibu ayam (induk ayam), ibu

bapak, ibu jari, ibu kaki (jempol, empu kaki), ibu kandung, ibu kota, ibu kota kabupaten, ibu kotamadya, ibu kosa propinsi, ibu kota negara, ibu negeri, ibu pertiwi, ibu pungut, ibu rumah tangga, ibu sungai. Bahkan kota ibu berkembang

menjadi beribu dan keibuan. Dengan demikian, siswa dapat memahami bahwa kata dasar kadang-kadang mempunyai lebih dari satu makna. Dengan latihan membuat kalimat melalui kata dasar ibu misalnya, siswa dapat memahami kata

ibu ternyata setelah dikembangkan ternyata mempunyai makna lebih dari satu

makna. Demikian halnya dengan istilah kekerabatan yang lain.

Kata atau unsur leksikal yang maknanya berhubungan dalam satu bidang tertentu jumlahnya tidak sama dari satu bahasa dengan bahasa lain, sebab berkaitan erat dengan kemajuan atau situasi budaya masyarakat yang bersangkutan. Kata “anak”, “cucu,”, “cicit”, “ibu”, “ayah”, “kakek”, “nenek” berada dalam satu medan makna yaitu kelompok kekerabatan. Jika dilihat melalui komponen makna atau komponen semantiknya, di mana setiap kata atau unsur leksikal terdiri atas satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut. Misalnya, kata ayah mengandung komponen makna atau unsur makna: + insan, + dewasa, + jantan, dan + kawin; dan ibu mengandug komponen makna + insan, + dewasa, + jantan, dan + kawin.

1

takzim amat hormat dan sopan: Sampaikan salam takzim kami kepada Bapak

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

Perbedaan makna anatara kata ayah dan ibu hanyalah pada ciri makna atau komponen makna ayah memiliki makna „jantan‟, sedangkan kata ibu tidak memiliki makna „jantan‟.

10.2 Nama-Nama Bagian Tubuh

Kosakata Bahasa Indonesia berkembang sangat pesat, seiring dengan perkembangan zaman, misalnya nama-nama bagian tubuh (kepala, rambut, mata, telinga, hidung, dan sebagainya). Secara semantik, terdapat makna yang berbeda terhadap bagian-bagian tubuh tersebut. Umpamanya kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna (1) bagian tubuh dari leher ke atas; (2) bagian dari suatu yang terletak disebelah atas atau depan merupakan hal yang penting atau terutama seperti pada kepala susu, kepala meja, dan kepala kereta api; (3) bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada kepala paku dan

kepala jarum; (4) pemimpin atau ketua seperti pada kepala sekolah, kepala kantor, dan kepala stasiun; (5) jiwa atau orang seperti dalam kalimat Setiap kepala menerima bantuan Rp 5000,-.; dan (6) akal budi seperti dalam kalimat, Badannya besar tetapi kepalanya kosong.

Pada dasarnya setiap kata hanya memiliki satu makna, yakni yang disebut makna leksikal atau makna yang sesuai dengan referennya. Umpamanya makna leksikal kata kepala di atas adalah „bagian tubuh manusia atau hewan dari leher ke atas‟. Makna leksikal ini yang sesuai dengan referennya (lazim disebut orang makna asal, atau makna sebenarnya) mempunyai banyak unsur atau komponen makna. Kata kepala di atas, antara lain, memiliki komponen makna :

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

2) merupakan bagian yang penting (tanpa kepala manusia tidak bisa hidup, tetapi tanpa kaki atau lengan masih bisa hidup)

3) berbentuk bulat dalam berkembang menjadi makna-makna tersendiri.

Kita ambil contoh lain, kata kaki yang memiliki komponen makna, antara lain;

1) anggota tubuh manusia (juga binatang) 2) terletak di sebelah bawah

3) berfungsi sebagai penopang untuk berdiri

Komponen makna (1) adalah makna asal, yang sesuai dengan referen, atau juga makna leksikal dari kata itu. Dalam perkembangan selanjutnya komponen makna (2) berkembang menjadi makna tersendiri untuk menyatakan bagian dari segala sesuatu yang terletak di sebelah bawah seperti dalam frase kaki gunung dan kaki bukit. Komponen makna (3) juga berkembang jadi makna tersendiri untuk menyatakan segala sesuatu yang berfungsi sebagai penopang, seperti dalam frase kaki meja dan kaki kamera.

Kalau kita perhatikan kata kepala dan kata kaki dengan segala macam maknanya itu, maka kita dapat menyatakan bahwa makna-makna yang banyak dari sebuah kata yang polisemi itu masih ada sangkut pautnya dengan makna asal karena dijabarkan dari komponen makna yang ada pada makna asal kata tersebut. Makna-makna yang bukan makna asal dari sebuah kata bukanlah makna leksikal sebab tidak merujuk kepada referen dari kata itu. Kehadiran kata-kata itu harus dalam satuan-satuan gramatikal yang lebih tinggi dari kata seperti frase atau kalimat. Kata kepala yang berarti „pemimpin‟ atau „ketua‟ baru muncul dalam pertuturan karena kehadirannya dalam frase seperti frase kepala desa, kepala gerombolan, dan kepala rombongan. Tanpa kehadirannya dalam satuan gramatikal yang lebih besar dari kata, kita tidak akan tahu akan makna-makna lain itu. Berbeda dengan makna asalnya yang sudah jelas dari makna leksikalnya karena

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

adanya referen tertentu dari kata tersebut. Demikian juga yang terjadi pada nama-nama bagian tubuh yang lainnya.

10.3 Benda-Benda Universal

Dardjowidjojo (2003:36) menjelaskan bahwa, dalam pemerolehan kosakata, kata-kata yang konkrit dan yang ada di sekitar anak adalah yang paling awal dikuasai. Demikian juga kata untuk perbuatan dan keadaan dikuasai secara dini. Dalam hal kategori kata, sebagian besar peneliti berpandangan bahwa kata utama selalu dikuasai lebih awal dari pada kata fungsi. Kata utama ini merupakan kosakata dasar atau basic vocabulary, yaitu kata-kata yang tidak mudah berubah dan sedikit sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa lain (Tarigan, 1993:3). Kosakata dasar ini termasuk benda-benda universal berupa benda-benda universal; misalnya tanah, air, api, udara, langit, bulan, bintang, matahari, binatang, tumbuh-tumbuhan, makanan (Tarigan, 1983:9-10).

Misalnya kata tanah d alam Kamus Besar Bahasa Indonesiayang memiliki makna asal: (1) permukaan bumi atau lapisan bumi yg di atas sekali, (2) keadaan bumi di suatu tempat, (3) permukaan bumi yg diberi batas, (4) daratan, (5) permukaan bumi yg terbatas yg ditempati suatu bangsa yg diperintah suatu negara atau menjadi daerah negara; negeri; negara, (6) bahan-bahan dr bumi; bumi sbg bahan sesuatu (pasir, napal, cadas, dsb), (7) dasar (warna, cat, dsb). Kata tanah meluas sehingga menhgasilkan frase tanah air, tanah kelahiran, tanah dasar, dan lain-lain yang memiliki makna yang berbeda. Dalam semantik, penggunaan kosakata dasar diperlukan karena pada umumnya kosakata dasar tersebut merupakan awal dari pemahaman bentuk sehingga terbentuklah pemahaman tentang makna.

LATIHAN PEMAHAMAN MATERI

1. Carilah istilah kekerabatan yang terdapat di daerah Anda!

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

DAFTAR PUSTAKA

Bloomfield, Leonard. 1933. Language. New York: Holt, Rinehart and Winston. Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta:Rineka Cipta.

Chafe, Wallace L. 1970. Meaning and The Structure of Language. Chicago: The University of Chicago Press.

Dardjowidjojo, S. dan Jaya, A.U. 2003. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman

Bahasa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Djoko Pradopo, R. Semiotika: Teori, Metode, dan Penerapannya dalam

Pemaknaan Sastra (Makalah PIBSI 1998).

Fillmore, Charles J. 1968. „”The Case for Case” dalam Emmon Bach dan Robert T Harms (ed). Universals in Linguistic Theory. New York: Holt, Rinehart, and Winston, Inc.

Harimurti. 1982. Kamus Linguistik Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Herriot. 1970. An Introduction to the Psychology of Langauge. London: Methuen & Co Ltd.

Keraf, Gorys. 1980. Komposisi. Ende : Flores

Astri Widyaruli Anggraeni, S.S., M.A

Elearning Unmuh Jember

Langendoen, 1970. “A Dinamic Model of The Evolution of Language”. Linguistic Inquiry 2: 433-460.

Leech. 1976. Semantic 1. Utrecht / Antwerpen. Uitgeverij Het Spectrum. Lyon, John. 1977. Semantiks Volume I. London: Cambridge University Press. Mulyana, Slamet. 1964. Semantik. Djakarta: Djambatan.

Ogden dan Richards. 1923. The Meaning of Meaning. San Diego: HBJ Book. Palmer. 1976. Semantic: A New Outline. Cambridge: Cambridge University. Pateda, 1986. Semantik Leksikal. Ende Flores: Nusa Indah.

Poerwadarminta. 1983. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Sudaryanto, 1993. Semiotik dan Linguistik. Makalah pada Diskusi Yayasan

Ekalawya, 18 Februari 1993.

…………. 1996. Dari Sistem Lambang sampai Prospek Bahasa Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Stevenson, Shipley. 1926. Dictionary of World Literature. New York: Littlefield, Adams and Co.

Tarigan, H.G. 1984. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa ……….. 1985. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa ……….. . 1986. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung : Angkasa

Ulman, Stephen. 1972. Semantic : An Introduction to the Science of Meaning. Oxford: Basil Blackwell.

Verhaar. 1983. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Zakaria dan Sofyan. 1975. Kamus Kecil Kesusateraan Indonesia. Bandung:

Theme 76

Dokumen terkait