• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Usaha dan Kondisi Keuangan Perusahaan

Dalam dokumen Indosat AR10 INA Small (Halaman 116-120)

Hasil usaha dan kondisi keuangan Perusahaan telah dipengaruhi dan akan terus dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk hal-hal sebagai berikut:

Basis Pelanggan Seluler dan Pola Pemakaian Seluler

Jumlah pelanggan seluler kami dan pemakaian jasa seluler secara langsung mempengaruhi pendapatan usaha seluler kami begitu juga dengan beban usaha kami, termasuk beban interkoneksi dan beban penyusutan dan amortisasi. Untuk memenuhi permintaan atas layanan kami yang semakin meningkat, kami kemungkinan harus memperluas cakupan dan kapasitas jaringan seluler kami, yang memerlukan tambahan pengeluaran barang modal. Peningkatan dalam pengeluaran barang modal kami mempengaruhi arus kas, beban bunga dan beban penyusutan kami.

Kami adalah penyedia jasa seluler yang terbesar kedua di Indonesia, bila diukur dari jumlah pelanggan seluler, dengan 44,3 juta pelanggan (termasuk pelanggan broadband nirkabel) pada tanggal 31 Desember 2010.

Pada tahun 2009, kami mengimplementasikan strategi untuk mengurangi tipe pelanggan “calling card” yang bernilai-rendah, yang kami percaya sebagai pelanggan jangka pendek yang tidak akan mengisi ulang kartu SIM mereka. Berdasarkan strategi ini, kami mengidentifikasi pelanggan prabayar yang tidak mengisi ulang paket perdana mereka setelah kami secara signifikan mengurangi manfaat (seperti bonus aktivasi dan on-net preloads) yang tersedia untuk pelanggan-pelanggan tersebut. Kami percaya bahwa strategi ini memberikan kontribusi secara signifikan dalam penurunan jumlah pelanggan kami selama tahun 2009. Karena strategi ini, selama sembilan bulan pertama tahun 2009, kami telah menghapus 6,8 juta pelanggan jenis tersebut. Jumlah pelanggan kami berkurang sekitar 9,7% dari tanggal 31 Desember 2008, namun pendapatan usaha seluler kami hanya berkurang sebanyak 1,1% untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2009 dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2008. Mulai triwulan ketiga tahun 2009, kami mulai melihat tanda-tanda stabilisasi dalam jumlah pelanggan kami dan kami menambah 4,4 juta pelanggan, setelah dikurangi dari pelanggan yang telah dideaktivasi, pada triwulan keempat tahun 2009. Jumlah pelanggan kami meningkat sekitar 34,3% dari 33,0 juta pada tahun 2009 menjadi 44,3 juta di tahun 2010.

Kompetisi

Kami menghadapi kompetisi yang sangat ketat pada seluruh segmen usaha kami. Kompetisi tersebut diantaranya berakibat kepada tarif yang dapat kami bebankan atas jasa, permintaan dan penggunaan jasa kami serta marjin usaha dan hasil usaha.

Bisnis layanan seluler di Indonesia telah menjadi sangat kompetitif, sebagaimana terlihat dengan adanya program akuisisi besar-besaran atas pelanggan seluler di Indonesia dalam beberapa tahun ini. Secara historis, kompetisi pada industri seluler utamanya didasarkan kepada cakupan jaringan, kualitas teknis, harga, ketersediaan layanan data dan fitur-fitur khusus serta kualitas dan layanan pelanggan. Sejak tahun 2007, kompetisi semakin terfokus pada harga, dimana seluruh operator, termasuk kami, mulai menawarkan berbagai promosi potongan harga untuk

menarik pelanggan, yang kami percayai menyebabkan terjadinya churn rates yang tinggi. Tingkat churn rate pelangggan yang tinggi di Indonesia menyebabkan terjadinya peningkatan sensitifitas harga para pelanggan, terutama pelanggan pra-bayar dan rendahnya biaya perpindahan pelanggan pasca bayar akibat pengikatan kontraktual terbatas. Sejak tahun 2009, fokus pasar kepada harga yang merupakan kunci utama terjadinya seleksi produk oleh pelanggan telah menurun dan para pelanggan kembali terfokus pada pendorong historis yaitu cakupan jaringan, kualitas teknis, harga, ketersediaan layanan data dan fitur-fitur khusus.

Berdasarkan estimasi internal kami, ketiga penyelenggara mayoritas layanan nirkabel di Indonesia, Telkomsel, kami dan XL, secara bersama-sama menguasai sekitar 77% pangsa pasar jasa nirkabel di Indonesia pada tahun 2010. Kami berkompetisi dengan Telkomsel dan XL terutama pada cakupan jaringan, kualitas layanan dan harga. Dengan basis pelanggan “on-net” yang lebih besar dan penawaran harga yang lebih menarik bagi panggilan on-net, kami percaya bahwa jumlah pelanggan kami akan memberikan keuntungan kompetitif yang signifikan terhadap penyelenggaran seluler kecil lainnya, mengingat kami tidak perlu membayar biaya interkoneksi kepada pihak ketiga.

Kompetisi pada jasa MIDI juga semakin meningkat. Dalam beberapa tahun ini, kompetisi antar penyelenggara layanan komunikasi data semakin meningkat, yang utamanya disebabkan oleh penerbitan berbagai lisensi baru setelah terjadinya deregulasi pada industri telekomunikasi di Indonesia. Selain itu layanan satelit kami yang terdiri dari penyewaan transponder kepada broadcaster dan penyelenggara telekomunikasi layanan VSAT, seluler dan SLI serta ISP menghadapi kompetisi dari penyelenggara asing dan domestik yang memberikan layanan pada basis pelanggan yang sama.

Kami tidak lagi menjadi satu-satunya penyelenggara jasa SLI tradisional di Indonesia (seperti non VoIP). Pemerintah dapat menerbitkan lisensi baru untuk jasa SLI kepada

operator telekomunikasi lainnya yang akan menyebabkan meningkatnya kompetisi pada layanan telekomunikasi tetap.

Kami menyadari bahwa kompetisi tiga segmen usaha kami akan terus meningkat. Kompetisi telah dan akan memberikan dampak pada hasil operasi dan kondisi keuangan kami.

Tingkat Tarif dan Harga

Berdasarkan peraturan yang berlaku, Menkominfo menetapkan formula tarif yang menentukan jumlah yang dapat dibebankan oleh operator atas layanan telekomunikasi tetap dan seluler. Namun demikian, Menkominfo mengijinkan operator telekomunikasi tetap dan seluler, termasuk kami, untuk menawarkan paket- paket promosi yang menawarkan harga yang lebih rendah daripada tarif plafon yang ditentukan berdasarkan formula tarif. Saat ini kami menetapkan harga kepada layanan seluler kami berdasarkan berbagai program promosi yang sedang berlangsung yang dimaksudkan untuk menarik pelanggan-pelanggan baru, menstimulasi permintaan dan meningkatkan posisi saing kami. Perubahan dalam struktur harga kami, baik sebagai akibat dari kebijakan tarif Pemerintah atau sebagai tanggapan terhadap persaingan, dapat berdampak bagi pendapatan, hasil usaha dan keadaan keuangan kami.

Ekonomi Indonesia

Kami percaya bahwa pertumbuhan industri telekomunikasi Indonesia sebagian didorong oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia akhir-akhir ini, dan permintaan atas jasa-jasa tersebut akan berlanjut, karena perekonomian Indonesia terus berkembang dan termodernisasi. Kinerja dan kualitas serta pertumbuhan jumlah pelanggan dan penawaran layanan kami tergantung pada kesehatan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

Pengeluaran barang modal

Penyediaan jasa telekomunikasi bersifat sarat modal. Untuk dapat terus bersaing, kami harus terus-menerus

melakukan perluasan, memodernisasi dan memperbarui teknologi kami, yang memerlukan pengeluaran barang modal yang besar. Dalam rangka memenuhi permintaan terkait dengan peningkatan yang substansial dalam jumlah pelanggan dan pemakaian jaringan selama tahun 2008 hingga 2010, kami harus meningkatkan pengeluaran barang modal kami secara substansial, terutama untuk memperluas kapasitas jaringan kami. Untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2008, 2009 dan 2010, pengeluaran barang modal konsolidasi aktual kami masing-masing berjumlah total Rp12.341,9 miliar, Rp11.584,5 miliar, dan Rp5.515,0 miliar (US$613,4 juta). Untuk tahun 2011, kami berencana untuk mengalokasikan US$794,5 juta untuk pengeluaran barang modal baru, yang bila memperhitungkan estimasi pengeluaran barang modal yang direalisasi untuk tahun 2011 untuk komitmen pengeluaran barang modal dari periode sebelumnya, akan menghasilkan jumlah aktual pengeluaran barang modal sekitar US$1.053,8 juta untuk tahun 2011, dimana kami bermaksud untuk menggunakannya bagi pengembangan aset tetap dalam segmen usaha seluler, data tetap dan telekomunikasi tetap kami. Lihat “—Pengeluaran Barang Modal”.

Sebelumnya, kami telah membiayai pengeluaran barang modal melalui sumber internal dan arus kas dari kegiatan usaha Perusahaan, dan juga dari hutang pembiayaan melalui pinjaman bank dan pasar modal. Kami mengharapkan untuk terus membiayai pengeluaran barang modal melalui sumber-sumber tersebut. Kami menghadapi risiko likuiditas apabila peristiwa-peristiwa tertentu terjadi, termasuk namun tidak terbatas pada, lambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dari yang kami harapkan, menurunnya peringkat hutang kami, atau menurunnya kinerja keuangan atau rasio keuangan kami. Apabila kami tidak mendapatkan jumlah yang dibutuhkan untuk mendukung rencana pengeluaran barang modal kami untuk tahun 2011, kami mungkin tidak dapat memperbaiki atau memperluas infrastruktur telekomunikasi seluler kami atau memperbarui teknologi kami yang dibutuhkan untuk tetap bersaing dalam pasar telekomunikasi Indonesia,

dimana hal tersebut dapat berdampak bagi keadaan keuangan, hasil usaha serta prospek kami.

Selain itu, perubahan yang tidak diharapkan dalam teknologi, permintaan kapasitas jaringan yang lebih besar dari pelanggan kami dan tanggapan kepada usaha dan inovasi produk dari pesaing kami dapat mengharuskan kami untuk meningkatkan pengeluaran barang modal kami, yang dapat berdampak bagi pendapatan, hasil usaha dan keadaan keuangan kami.

Ketidakstabilan Nilai Tukar Valuta Asing

Nilai mata uang Rupiah telah meningkat secara signifikan selama dekade terakhir dari nilai terendah yaitu sekitar Rp17.000 per dolar AS selama krisis keuangan Asia. Selama periode antara tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan tanggal 31 Desember 2010, nilai tukar Rupiah/ dolar AS berkisar dari nilai terendah Rp12.400 per dolar AS sampai dengan nilai tertinggi yaitu Rp8.888 per dolar AS dan selama tahun 2010, berkisar dari nilai terendah Rp9.413 per dolar AS sampai dengan nilai tertinggi yaitu Rp8.888 per dolar AS. Pada tanggal 31 Desember 2010, nilai tukar Bank Indonesia yang berlaku saat itu adalah sebesar Rp8.991 per dolar AS. Meskipun sebagian besar dari pendapatan usaha kami dalam mata uang Rupiah, sebagian pendapatan usaha kami dalam mata uang Dolar AS. Selain itu, sebagian besar dari pinjaman, pengeluaran barang modal dan beban usaha Perusahaan, termasuk pembayaran bunga untuk Guaranteed Notes Jatuh Tempo Tahun 2020 dan Fasilitas Pinjaman Sindikasi ING/DBS, adalah dalam mata uang selain dari Rupiah, terutama dolar AS. Pada tanggal 31 Desember 2010, 43,4% dari pinjaman kami adalah dalam mata uang Rupiah, dan sisanya adalah dalam mata uang Dolar AS. Melemahnya nilai Rupiah terhadap dolar AS mempengaruhi kondisi keuangan dan hasil usaha kami karena, antara lain nilai Rupiah dari beban yang harus dibayarkan dalam mata uang Dolar AS akan meningkat karena faktor tersebut sehingga kami harus mengkonversi mata uang Rupiah yang lebih banyak lagi guna membayar kewajiban Perusahaan dalam Dolar AS. Sebaliknya, meningkatnya nilai Rupiah terhadap

dolar AS mempengaruhi kondisi keuangan dan hasil usaha kami karena, di antaranya, hal tersebut menyebabkan penurunan pendapatan dari panggilan masuk internasional yang dilakukan oleh pengguna layanan operator asing, roaming oleh pelanggan operator asing di Indonesia dan pendapatan usaha dari jasa MIDI dan operasi satelit kami. Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2008, kami mencatat rugi selisih kurs bersih sebesar Rp885,7 miliar; untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2009, kami mencatat laba selisih kurs-bersih sebesar Rp1.656,4 miliar; dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2010, kami mencatat laba selisih kurs bersih sebesar Rp492,4 miliar.

Sebagai tambahan, sebagian besar aset dan kewajiban moneter kami dapat terkena dampak risiko mata uang asing. Aset moneter ini terutama terdiri dari kas, setara kas, dan piutang usaha dari operator asing, dan piutang usaha dalam mata uang asing. Kewajiban moneter kami yang dapat terkena dampak risiko mata uang asing terdiri dari hutang pengadaan, hutang jangka panjang dan hutang obligasi yang timbul akibat kewajiban yang berkaitan dengan pengeluaran barang modal. Tingkat aset moneter bersih kami sebagian besar dipengaruhi oleh jumlah panggilan masuk yang melebihi jumlah panggilan keluar dalam usaha SLI kami dan pendapatan dari mata uang asing kami. Dalam upaya mengelola risiko valuta asing kami dan menurunkan biaya pendanaan kami, kami menandatangani beberapa kontrak swap valuta asing. Kami tidak dapat memberikan kepastian bahwa kami dapat berhasil mengelola tingkat risiko valuta asing kami di kemudian hari ataupun bahwa kami tidak akan terus-menerus terkena dampak risiko valuta asing. Risiko kami terhadap fluktuasi nilai tukar valuta asing, terutama terhadap mata uang dolar AS, dapat meningkat jika Perusahaan mengadakan hutang tambahan dalam mata uang dolar AS untuk membiayai rencana pengeluaran barang modal kami.

Pada bulan Februari dan Maret 2009, kami mendapatkan persetujuan untuk mengubah beberapa ketentuan dalam

instrumen dan perjanjian hutang kami untuk memberikan tambahan fleksibilitas dalam kewajiban kami untuk mempertahankan ketentuan rasio hutang terhadap ekuitas, hutang terhadap EBITDA dan EBITDA terhadap beban bunga. Sementara kami percaya bahwa perubahan tersebut akan memberikan ruang yang cukup jika terjadi ketidakstabilan terhadap nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS , kami tidak dapat memastikan tidak terjadinya ketidakstabilan di masa mendatang dan tidak terjadinya ketidakstabilan yang lebih kuat dibandingkan yang dialami dalam 12 bulan terakhir, yang dapat mengakibatkan pelanggaran persyaratan keuangan kami. Lihat ”— Pokok Terhutang.”

Dalam dokumen Indosat AR10 INA Small (Halaman 116-120)