• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PERKARA HUKUM

Dalam dokumen Indosat AR10 INA Small (Halaman 80-84)

Siaran Pers

7. PROSES PERKARA HUKUM

Dari waktu ke waktu, kami terlibat di dalam proses perkara hukum berkenaan dengan masalah-masalah yang timbul dari pelaksanaan bisnis Perusahaan. Saat ini, kami tidak terlibat, dan belum terlibat di dalam, proses perkara pengadilan ataupun arbitrase yang menurut kami dapat memberikan dampak material terhadap kondisi keuangan atau hasil usaha kami selain dari yang telah diungkapkan di dalam laporan tahunan ini.

Pada tanggal 5 Mei 2004, Perusahaan menerima putusan Mahkamah Agung No. 1610K/PDT/2003 yang memenangkan Primer Koperasi Pegawai Kantor Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata (dikenal sebagai Primkopparseni), berkenaan dengan perselisihan transaksi valuta asing. Putusan Mahkamah Agung mengharuskan kami untuk membayar Rp13,7 miliar ditambah 6,0% bunga per tahun sejak tanggal 16 Februari 1998 sampai dengan tanggal pelunasan dan pada tanggal 22 Desember 2004, Perusahaan telah memenuhi putusan dengan melakukan pembayaran sebesar Rp19,3 miliar kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Untuk menutup pengeluaran yang telah dibayarkan kepada Primkopparseni, Perusahaan kemudian mengajukan gugatan baru ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

yang menuntut bahwa rapat anggota Primkopparseni dimana di dalamnya para anggota memutuskan untuk memperkarakan Perusahaan adalah tidak sah. Pada tanggal 19 Januari 2005, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan bahwa rapat anggota tersebut adalah tidak sah, tetapi tidak mewajibkan Primkopparseni untuk memberikan kompensasi kepada Perusahaan, telah mendorong Perusahaan dan Primkopparseni untuk mengajukan banding atas putusan tersebut kepada Pengadilan Tinggi Jakarta pada tanggal 1 Februari 2005. Pengadilan Tinggi Jakarta melalui putusannya No. 483/PDT/2005/PT.DKI memenangkan kami dengan

mengeluarkan putusan bahwa rapat tersebut tidak sah, tetapi di sisi lain, tidak mewajibkan Primkopparseni untuk memberikan kompensasi kepada kami. Kami dan Primkopparseni mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung untuk memohon ganti rugi atas biaya hukum dan atas pencemaran nama baik kami, tetapi Mahkamah Agung menolak permohonan kami pada tanggal 13 Agustus 2008 melalui putusannya No. 229/K/PDT/2008. Dikarenakan kami tidak mengambil tindakan hukum lebih lanjut terkait dengan putusan Mahkamah Agung tersebut, maka putusan tersebut menjadi berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan Schedule TO yang diajukan oleh Qtel tertanggal 20 Januari 2009 dan disampaikan kepada SEC pada tanggal 20 Januari 2009, pada 19 November 2007, KPPU memutuskan dan menyatakan bahwa Temasek Holdings, Pte. Ltd., sebuah perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Singapura (”Temasek”), bersama-sama dengan Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd. (”ST Telemedia”), STT, Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd. (”AMHC”), AMH, ICLM, ICLS, Singapore Telecomunications Ltd., sebuah perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Singapura (”Singtel”), dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd., sebuah perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Singapura (”SingTel Mobile”) telah melanggar hukum persaingan usaha Indonesia dan menghukum Temasek, secara bersama-sama dengan STT, AMHC, AMH, ICLM, ICLS dan SingTel (”Entitas Afiliasi Temasek”) untuk melepaskan kepemilikan sahamnya di Telkomsel atau Indosat dalam waktu dua tahun, efektif sejak tanggal putusan telah memiliki kekuatan hukum tetap. Hukum persaingan usaha Indonesia menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50,0% (lima puluh persen) pangsa pasar dari satu jenis barang atau jasa tertentu. Temasek dan para pihak lainnya yang terkait telah mengajukan banding atas putusan KPPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam putusan tanggal 9 Mei 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menegaskan dan membenarkan keputusan KPPU, dan menghukum Temasek dan Entitas Afiliasi Temasek untuk melepaskan kepemilikannya di Telkomsel atau Indosat dalam jangka waktu dua belas

bulan setelah keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Atas keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dilakukan kasasi ke Mahkamah Agung. Pada 10 September 2008, Mahkamah Agung menolak kasasi dan membenarkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjadi sebagai berikut: (1) menyatakan Temasek, secara bersama- sama dengan Entitas Afiliasi Temasek melanggar Pasal 27 huruf (a) Undang-Undang No.5/1999; (2) menghukum Temasek, secara bersama-sama dengan Entitas Afiliasi Temasek untuk menghentikan kepemilikan silang saham mereka di Telkomsel dan Indosat dengan mengalihkan sahamnya di Telkomsel atau Indosat, dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal keputusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum yang tetap; atau mengurangi 50,0% kepemilikan sahamnya di masing-masing Telkomsel dan Indosat tidak lebih dari dua belas bulan dari tanggal keputusan ini memiliki kekuatan hukum tetap; (3) menghukum Temasek, secara bersama-sama dengan Entitas Afiliasi Temasek untuk menetapkan perusahaan dimana mereka akan melepaskan saham-saham tersebut dan melepaskan hak suara dan hak-hak untuk mengangkat direktur dan komisaris baik di Telkomsel maupun Indosat sampai dengan dilakukannya pelepasan seluruh saham yang dimilikinya atau dilakukannya penurunan kepemilikan saham sampai dengan 50,0% saham mereka di masing- masing Telkomsel dan Indosat sebagaimana disebutkan dalam butir 2 di atas. Pada 22 Juni 2008, Qtel membeli semua 40,81% kepemilikan saham Entitas Afiliasi Temasek yang ada di Indosat. Temasek dan Entitas Afiliasi Temasek mengajukan usul untuk mempertimbangkan kembali, tetapi berdasarkan website resmi Mahkamah Agung, usul untuk mempertimbangkan kembali tersebut ditolak berdasarkan putusan No. Reg. 128 PK/PDT.SUS/2009 tertanggal 5 Mei 2010. Dengan demikian, Temasek dan Entitas Afiliasi Temasek berkewajiban untuk membayar denda sebesar Rp15 miliar kepada KPPU.

Runtutan gugatan class action juga diajukan terhadap kami dan Telkomsel di Pengadilan Negeri Bekasi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Negeri Tangerang sehubungan dengan kepemilikan silang saham Temasek sebelumnya di Indosat dan Telkomsel, yang dituduh mengakibatkan penetapan harga jasa telekomunikasi yang tinggi yang merugikan masyarakat. Pada tanggal 31 Oktober 2007, sekelompok pelanggan telepon seluler di Indonesia mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri di Bekasi menuntut di antaranya ganti rugi sebesar

Rp1.231,7 miliar sebagai kompensasi atas kerugian yang diderita. Kami juga menjadi pihak tergugat dalam class action yang sama yang diajukan di Pengadilan Negeri Tangerang pada tanggal 19 Desember 2007 (”Class Action Tangerang”). Penggugat mewakili para pelanggan kami dan pelanggan dari Telkomsel dan XL di seluruh Indonesia yang menggunakan jasa-jasa Simpati, Mentari, Kartu As, IM3, Kartu Halo, Matrix, Jempol, Xplor dan Bebas dan menuntut kompensasi di antaranya sebesar Rp30.808,7 miliar. Pada tanggal 22 April 2008 kami menerima pemberitahuan bahwa kami, Temasek Holdings, ST Telemedia, STT, AMH, ICLM, ICLS. SingTel, SingTel Mobile, Telkomsel, Telkom dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara, telah menjadi tergugat dalam gugatan class action yang didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (”Class action Pengadilan Negeri Jakarta Pusat”). Para penggugat mewakili pelanggan Telkomsel, Indosat dan XL dan telah mengajukan gugatan yang sama dengan gugatan class action di Tangerang. Para penggugat meminta di antaranya kompensasi sampai dengan Rp30.808,7 miliar. Pada Juli 2008, kami memperoleh pemberitahuan bahwa gugatan class action di Pengadilan Negeri Bekasi telah dicabut oleh Penggugat dan class action di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah digabungkan dengan Class Action Tangerang. Gugatan class action di Pengadilan Negeri Tangerang ditunda dengan putusan penundaan hakim, dikarenakan menunggu putusan banding ke Mahkamah Agung oleh Penggugat dari gugatan class action di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pada tanggal 27 Maret 2009, kami memperoleh informasi bahwa Mahkamah Agung pada tanggal 21 Januari 2009 telah mengeluarkan putusan yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan memerintahkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk melanjutkan gugatan class action. Pada tanggal 22 Desember 2009, Indosat mengajukan permohonan penyelesaian sengketa melalui mediasi yang menyebutkan bahwa selama tidak ada bukti yang menunjukkan kerugian pelanggan selama jangka waktu kepemilikan STT. Di waktu yang sama, Indosat juga mempersiapkan eksepsi atas ketidakwenangan wakil dari perwakilan kelompok dan juga jawaban atas gugatan. Pada tanggal 5 Januari 2010, para tergugat diberikan kesempatan untuk menyampaikan argumentasi sehubungan dengan legal standing dari wakil kelompok berdasarkan ketentuan hukum acara gugatan perwakilan kelompok. Pada tanggal 27 Januari 2010, Majelis Hakim memutuskan bahwa gugatan Class action Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak dapat diterima dan memerintahkan para penggugat dan tergugat untuk

menghentikan kasus dikarenakan (i) penggugat menolak untuk membuktikan legal standing mereka dan (ii) dua anggota dari penggugat kolektif tidak memenuhi kualifikasi sebagai wakil dalam gugatan perwakilan kelompok. Jangka waktu untuk mengajukan banding telah lewat sejak tanggal 18 Maret 2010, keputusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 27 Januari 2010 telah menjadi putusan akhir dan mengikat.

Pada tanggal 22 Maret 2010, sidang Class Action Tangerang berlanjut, namun para penggugat tidak hadir. Pada tanggal 3 Mei 2010, Perusahaan mengajukan eksepsi dan pada tanggal 24 Mei 2010 majelis hakim memutuskan bahwa gugatan Class Action di Pengadilan Negeri

Tangerang tidak dapat diterima karena ketidakseriusan penggugat dalam mengajukan gugatan dan penggugat juga gagal untuk membuktikan pemenuhan syarat sebagai perwakilan dari Class Action. Dikarenakan batas waktu untuk mengajukan banding telah lewat sejak tanggal 21 Juli 2010, maka putusan Pengadilan Negeri Tangerang tertanggal 24 Mei 2010 menjadi berkekuatan hukum tetap. Selain yang telah disebutkan diatas, kami telah menerima surat dari KPPU No. 398/AK/KTPP/XI/2007, tanggal 15 November 2007 sehubungan dengan kemungkinan pelanggaran atas Pasal 5 dari Undang-Undang No. 5/1999 tentang penetapan harga SMS yang dilakukan oleh operator telekomunikasi (pokok perkara nomor 26/KPPU-L/2007). Pada tanggal 18 Juni 2008, KPPU menetapkan bahwa hanya Telkom, Telkomsel, XL, Bakrie Telecom, Mobile-8 dan Smart Telecom yang secara bersama melanggar Pasal 5 Undang-Undang No. 5/ 1999. Telkomsel mengajukan keberatan dari putusan ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sementara Mobile-8 mengajukan keberatan dari putusan ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dimana XL, Telkomsel, Indosat, Telkom, Hutchison, Bakrie Telecom, Smart Telecom, PT Natrindo Telepon Seluler dipanggil sebagai turut termohon.

Pada pemeriksaan pajak terhadap pembayaran pajak kami untuk tahun 2004 dan 2005 oleh Kantor Pelayanan Pajak Badan Usaha Milik Negara (”KPP BUMN”), pada tanggal 4 Desember 2006 dan 27 Maret 2007, kami diberitahu bahwa pemotongan pajak penghasilan untuk bunga pinjaman antar perusahaan (intercompany loans) yang dibayarkan kepada Indosat Finance Company B.V. dan Indosat International Finance Company B.V. sehubungan dengan Guaranteed Notes Jatuh Tempo 2010 Perusahaan dengan jumlah pokok sebesar US$300,0

juta dan Guaranteed Notes Jatuh Tempo 2012 dengan jumlah pokok sebesar US$250,0 juta adalah 20,0%, bukan 10,0%. Berdasarkan opini dari Penasihat Pajak kami dan pemahaman kami atas hukum Indonesia, kami berpendapat bahwa perhitungan kami pertama kali atas pemotongan pajak adalah benar dan kami telah mengajukan keberatan kepada KPP BUMN terhadap pemeriksaan tersebut. Pada tanggal 18 Februari 2008 dan 4 Juni 2008, kami menerima surat dari Direktorat Pajak yang menolak keberatan kami terhadap pembayaran pajak tahun 2004 dan 2005, masing-masing sebesar Rp60.493 juta dan Rp82.126 juta. Pada tanggal 14 Mei 2008, kami mengajukan surat banding kepada Pengadilan Pajak tentang keberatan Perusahaan terhadap revisi pajak penghasilan pasal 26 untuk tahun pajak 2004. Pada tanggal 2 Mei 2010, Perusahaan menerima Surat Keputusan dari Pengadilan Pajak yang menolak keberatan Perusahaan terhadap revisi pajak penghasilan pasal 26 untuk tahun 2004. Perusahaan membebankan pembetulan pajak ke dalam usaha periode berjalan, yang ditunjukkan sebagai bagian dari ”Pendapatan (beban) lain-lain – Lain- Lain – Bersih”.

Kami juga mempermasalahkan kelebihan pembayaran pajak untuk tahun buku 2005 kepada Kantor Pajak. Pada tanggal 27 Maret 2007, kami menerima surat dari Kantor Pajak atas kelebihan pembayaran pajak yang mengindikasikan bahwa Direktorat Jenderal Pajak menyetujui pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak penghasilan badan di tahun 2005 sebesar Rp135.766 juta dimana jumlah tersebut lebih rendah daripada

Rp176.645 juta yang kami ketahui. Kami mengajukan keberatan kepada Kantor Pajak pada tanggal 22 Juni 2007 dan menggugat adanya perbedaan jumlah yang bernilai sampai Rp40.879 juta. Pada tanggal 27 Mei 2008, kami menerima surat keputusan dari Direktorat Jenderal Pajak yang menerima sebagian keberatan kami, tetapi hanya berjumlah sampai Rp2.725 juta. Pada tanggal 21 Agustus 2008, Perusahaan mengajukan surat banding kepada Pengadilan Pajak mengenai keberatan Perusahaan atas sisa revisi pajak penghasilan badan tahun 2005. Pada tanggal 29 Oktober 2010, Perusahaan menerima Surat Keputusan dari Pengadilan Pajak yang menerima keberatas Perusahaan terhadap revisi pajak penghasilan badan untuk tahun 2005 sebesar Rp38.155 juta, yang dikompensasikan dengan kurang bayar pajak penghasilan pasal 26 Perusahaan untuk tahun 2008 dan 2009 berdasarkan Surat Tagihan Pajak yang diterima oleh Perusahaan pada tanggal 17 September 2010.

Pada tanggal 24 Desember 2008, kami menerima surat kelebihan pembayaran pajak dari Direktorat Jenderal Pajak atas fiskal untuk tahun 2004 dengan jumlah sebesar Rp84.650 juta, dimana jumlah tersebut lebih rendah daripada jumlah yang dinyatakan dalam surat keputusan sebelumnya yang kami terima pada tanggal 4 Juli 2008. Pada tanggal 21 Januari 2009, kami telah mengajukan banding terhadap perbedaan jumlah kelebihan pembayaran pajak selama tahun 2004. Sehubungan dengan hal tersebut, pada tanggal 17 November 2009, Pengadilan Pajak telah membatalkan Surat Ketetapan Direktorat Jenderal Pajak No. KEP-539/WPJ.19/

BD.05/2008, tanggal 24 Desember 2008. Pada tanggal 17 Maret 2010, Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan putusan yang mendukung kedudukan Perusahaan, yang memberitahukan bahwa kelebihan bayar pajak untuk fiskal tahun 2004 seharusnya sebesar Rp126.403 juta bukanlah Rp84.650, yang mana memberikan hak kepada Perusahaan untuk mendapatkan pengembalian dari perbedaan jumlah tersebut, dengan jumlah yang bernilai sampai Rp41.753 juta. Selanjutnya Perusahaan menerima pembayaran dari pengembalian kelebihan bayar pajak sebesar Rp41.753 juta dari Direktorat Jenderal Pajak pada tanggal 13 April 2010. Pada tanggal 8 Juni 2009, Perusahaan menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (”SKPKB”) dari DGT untuk pajak penghasilan badan Satelindo untuk tahun pajak 2002 sebesar Rp105.809 juta (termasuk denda dan bunga). Perusahaan menerima suatu bagian dari revisi terhadap pajak penghasilan badan tahun 2002 sebesar Rp2.646 juta yang dibebankan ke dalam usaha periode berjalan tahun 2009. Berdasarkan Hukum Perpajakan Indonesia, wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak kurang bayar dengan jumlah sebagaimana dicantumkan dalam SKPKB dalam waktu satu bulan sejak tanggal SKPKB. Wajib pajak dapat menuntut kembali pajak yang dibayarkan melalui proses keberatan atau banding. Pada tanggal 28 Agustus 2009, Perusahaan mengajukan surat keberatan kepada Kantor Pajak mengenai sisa revisi pajak penghasilan badan Satelindo untuk tahun 2002. Pada tanggal 15 Juli 2010, Perusahaan menerima Surat Keputusan No. KEP-357/ WPJ.19/BD.05/2010 dari DGT yang menolak keberatan Perusahaan atas revisi pajak penghasilan badan Satelindo untuk tahun pajak 2002. Pada tanggal 14 Oktober 2010, Perusahaan mengajukan surat banding kepada Pengadilan Pajak mengenai keberatan Perusahaan atas revisi pajak penghasilan badan Satelindo untuk tahun pajak 2002. Sampai dengan tanggal 20 April 2011, Perusahaan belum menerima keputusan dari Pengadilan Pajak terkait surat banding tersebut.

Pada tanggal 8 Juni 2009, Perusahaan juga menerima SKPKB dari DGT untuk pajak penghasilan pasal 26 Satelindo untuk tahun 2002 dan 2003, masing-masing sebesar Rp51.546 juta dan Rp40.307 juta (termasuk denda dan bunga). Pada tanggal 27 Agustus 2009, Perusahaan mengajukan surat keberatan kepada Kantor Pajak atas revisi pajak penghasilan pasal 26 Satelindo untuk tahun 2002 dan 2003. Pada tanggal 16 Juli 2010, Perusahaan menerima Surat Keputusan No. KEP-367/ WPJ.19/BD.05/2010 dan KEP-368/WPJ.19/BD.05/2010 dari DGT yang menolak keberatan Perusahaan atas revisi pajak penghasilan pasal 26 Satelindo untuk tahun 2002 dan 2003. Pada tanggal 12 Oktober 2010, Perusahaan mengajukan surat banding kepada Pengadilan Pajak mengenai keberatan Perusahaan atas revisi pajak penghasilan pasal 26 Satelindo untuk tahun 2002 dan 2003. Sampai dengan tanggal 20 April 2011, Perusahaan belum menerima keputusan dari Pengadilan Pajak terkait surat banding tersebut.

Pada tanggal 8 Juni 2009, Perusahaan menerima SKPKB dari DJP atas pajak penghasilan pasal 21, 23 dan 4 ayat (2), dan PPN Satelindo untuk tahun pajak 2002 dan 2003 sejumlah Rp28.960 juta (termasuk denda dan bunga), yang dibebankan pada usaha tahun berjalan pada tahun 2009 sebagai bagian dari “Penghasilan (Beban) lain-lain - Lain- lain - Bersih”.

Pada tanggal 8 Juni 2009, Perusahaan menerima SKPKB dari DJP atas pajak penghasilan badan Satelindo untuk tahun pajak 2003 sebesar Rp30.870 juta (termasuk bunga), yang dibebankan pada usaha tahun berjalan pada tahun 2009 sebagai bagian dari “Penghasilan (Beban) lain-lain - Lain-lain - Bersih”.

Pada tanggal 7 Juli 2009, Perusahaan membayar semua SKPKB yang berasal dari hasil pemeriksaan pajak dari pajak penghasilan badan, pajak penghasilan pasal 4 ayat (2), 21, 23 dan 26, dan PPN Satelindo untuk tahun pajak 2002 dan 2003 sejumlah Rp257.492 juta.

Pada tanggal 7 September 2009, Perusahaan menerima Surat Keputusan No. KEP-335/WPJ.19/BD.05/2009 dari DGT yang menolak keberatan Perusahaan atas sisa revisi pajak penghasilan badan untuk tahun 2006. Pada tanggal 2 Desember 2009, Perseroan mengajukan surat banding kepada Pengadilan Pajak mengenai sisa revisi pajak penghasilan badan Perusahaan untuk tahun 2006. Sampai

dengan tanggal 10 Februari 2011, Perusahaan belum menerima keputusan apapun dari Pengadilan Pajak atas banding tersebut.

Pada tanggal 17 September 2010, Perusahaan menerima Surat Tagihan Pajak dari DGT atas pajak kurang bayar untuk pajak penghasilan pasal 26 Perusahaan untuk tahun 2008 dan 2009 sebesar Rp80.018 juta (termasuk bunga). Pada tanggal 13 Oktober 2010, Perusahaan mengajukan surat pembatalan kepada Kantor Pajak mengenai Surat Tagihan Pajak tersebut. Selanjutnya, pada tanggal 16 November 2010, Perusahaan diwajibkan untuk membayar suatu bagian tertentu dari Surat Tagihan Pajak ini dengan menggunakan tuntutan kelebihan bayar pajak yang telah disetujui atas Pajak Penghasilan Perusahaan untuk tahun pajak 2005 sebesar Rp38.155 juta. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2010, terdapat sisa sebesar Rp41.863 juta yang belum dibayar.

Kami tidak terlibat dalam perkara-perkara material lainnya, termasuk perkara perdata, pidana, kepailitan, tata usaha negara atau arbitrase di Badan Arbitrase Nasional Indonesia ataupun perkara perburuhan di Pengadilan Hubungan Industrial yang dapat mempengaruhi kinerja Perusahaan secara material.

Dalam dokumen Indosat AR10 INA Small (Halaman 80-84)