• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. HASIL PENELITIAN

4.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Anemia

Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi anemia pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.

Analisis multivariat dalam penelitian ini menggunakan uji logistik berganda yaitu salah satu pendekatan model statistik untuk menganalisis pengaruh beberapa variabel independen (lebih dari satu) terhadap variabel dependen kategorik yang bersifat dikotomi atau binary. Variabel yang dimasukkan dalam model prediksi

regresi logistik berganda adalah variabel dengan nilai p<0,25 pada hasil uji Chi-Square yaitu paritas, konsumsi tablet Fe, pemeriksaan ANC dan pola makan.

Variabel yang terpilih dalam model akhir regresi logistik dengan metode backward seperti diujikan pada Tabel 4.17 berikut :

Tabel 4.17 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Berganda

Variabel B Sig. Exp B

Konsumsi Tablet Fe 1,757 0,005 5,796

Pola makan 1,655 0,007 5,233

Constant -1,082 0,034 0,339

Setelah dilakukan analisis multivariat, didapatkan hasil bahwa konsumsi tablet Fe dan pola makan, berpengaruh terhadap kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Pijorkoling tahun 2013.

Hasil analisis uji regresi logistik juga menunjukkan bahwa variabel konsumsi tablet Fe dengan p (0,005) < 0,05 berpengaruh terhadap kejadian anemia. Kemudian variabel pemeriksaaan ANC dengan p (0,007) < 0,05 berpengaruh terhadap kejadian anemia. Hasil analisis uji regresi logistik berganda menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan adalah variabel konsumsi tablet Fe yaitu pada nilai koefisien regresi B 1,757.

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, variabel konsumsi tablet Fe diperoleh nilai Exp (B) sebesar 5,796, sehingga dapat disimpulkan bahwa ibu hamil yang mengkonsumsi tablet Fe 1x1 hari secara tidak teratur dan tidak mengkonsumsi akan mempunyai kemungkinan 5,796 kali lebih besar mengalami kejadian anemia daripada ibu yang rutin mengkonsumsi tablet Fe 1x1 hari.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa konsumsi tablet Fe dan pola makan memiliki pengaruh terhadap kejadian Anemia pada ibu hamil di Puskesmas Pijorkoling tahun 2013, dengan nilai percentage correct = 76,6 artinya konsumsi tablet Fe dan pola makan menjelaskan variasi kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Pijorkoling tahun 2013 sebesar 76,6%, selebihnya 23,4% dipengaruhi variabel lain yang tidak termasuk dalam variabel penelitian ini.

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik berganda tersebut dapat ditentukan model persamaan regresi logistik berganda yang dapat menafsirkan faktor konsumsi tablet Fe dan pola makan yang berpengaruh terhadap kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Pijorkoling tahun 2013 adalah sebagai berikut:

))

X1 : Konsumsi tablet Fe, koefisien regresi 1,757 X2 : Pola Makan, koefisien regresi 1,655

Persamaan di atas menyatakan bahwa responden yang tidak mengkonsumsi tablet Fe secara teratur dan pola makannya tidak baik memiliki probabilitas individu ibu hamil mengalami kejadian anemia sebesar 91,1%. responden yang konsumsi tablet Fe secara teratur dan pola makannya baik, memiliki probabilitas individu ibu hamil mengalami kejadian anemia sebesar 25,3%.

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Anemia dalam Kehamilan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling mengalami anemia sebesar 64,1%, ini disebabkan karena beberapa faktor yang dapat menyebabkan ibu anemia.

Dari data yang didapat di Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan, bahwa ibu hamil masih banyak yang jarak kehamilannya kurang dari 2 tahun, dan pemeriksaan ANC yang tidak lengkap. Ini dapatmembuat ibu hamil berisiko anemia dalam kehamilannya.

Keadaan ini sesuai dengan penelitian di Kabupaten Kampar dengan angka anemia sebesar 56,32%. Angka yang didapat pada penelitian ini juga lebih tinggi dari kejadian anemia di Provinsi Riau (48%) dan SDKI tahun 2001 sebesar 40,1%. Dan dilihat dari data Puskesmas Pijorkoling pada tahun 2011, ibu hamil yang mendapat tablet Fe hanya sekitar 50,40% dari 502 ibu hamil. Disamping itu masih ditemukan ibu yang berkunjung ke Puskesmas mengalami gejala anemia dengan tanda – tanda lemah, letih, lesu dan pucat. Hal ini juga didukung dari karakteristik responden yang dilihat meliputi umur ibu, umur kandungan, paritas dan jarak kelahiran ibu di Puskesmas Pijorkoling menunjukkan bahwa proporsi umur responden tertinggi pada kelompok 20-35 tahun sebesar 85,9%. Berdasarkan umur kandungan yang paling banyak yaitu berumur 38 minggu sebesar 17,2%. Berdasarkan paritas, proporsi

paritas yang paling banyak yaitu 1-3 anak sebesar 78,1%, proporsi jarak kelahiran yang paling yaitu ≥ 2 tahun sebesar 79,7%.

Menurut penelitian Silalahi (2007) bahwa ibu hamil di Kabupaten Dairi kebanyakan adalah mempunyai umur ≥20 tahun yaitu sebesar 95,7%, ibu hamil yang mempunyai paritas >4 adalah 18,6%, ibu hamil dengan jarak kehamilan <2 tahun adalah 40%.

Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Manuaba (1998) yang mengatakan bahwa setiap wanita hamil akan mengalami anemia dalam kehamilan karena terjadinya penurunan kadar Hb dalam darah. Anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh kurang baik bagi ibu dan janin. Adapun bahaya anemia selama kehamilan dapat terjadi abortus, partus prematur, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, berat badan lahir rendah dan perdarahan antepartum.

Menurut Depkes (2007), anemia gizi adalah anemia yang diderita karena kekurangan gizi yang berlangsung lama dapat disebabkan karena makanan yang dikonsumsi tidak cukup banyak mengandung zat gizi, atau kesulitan pencernaan yang tidak dapat mengabsorbsi dengan baik zat-zat itu sehingga banyak zat-zat gizi yang terbuang melalui kotoran.

Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia menurut Depkes RI (1996) dilakukan dengan intervensi terhadap penyebab langsung, penyebab tidak langsung maupun sebab mendasar. Upaya yang dilakukan pada primary prevention adalah memberikan makanan bergizi pada ibu hamil melalui perbaikan gizi, melakukan penyuluhan tentang anemia pada ibu hamil melalui kegiatan komunikasi, informasi

dan edukasi (KIE), promosi atau kampanye tentang anemia kepada masyarakat luas.

Pengobatan penyakit infeksi dan tersedianya tablet tambah darah dalam jumlah yang sesuai. Pada secondary prevention dilakukan intervensi yang berbasis pangan melalui peningkatan konsumsi zat gizi dari makanan. Sedangkan upaya tertier prevention dilakukan intervensi yang berbasis non pangan. Sedangkan untuk mengatasi penyebab tidak langsung, perlu dilakukan usaha meningkatkan perhatian dan kasih sayang didalam keluarga terhadap wanita, terutama ibu hamil dengan cara penyediaan makanan yang sesuai dengan kebutuhan ibu hamil, mendahulukan ibu hamil pada waktu makan, memperhatikan agar pekerjaan fisik sesuai dengan kondisi ibu hamil dan merawat ibu hamil yang sakit agar cepat sembuh. Dalam jangka panjang, penanggulangan anemia dapat dilakukan secara tuntas bila penyebab mendasar terjadinya anemia ditanggulangi. Intervensi yang dapat dilakukan adalah meningkatkan pendidikan, memperbaiki upah karyawan wanita, meningkatkan status wanita di masyarakat.

Secara umum strategi operasional penanggulangan anemia diarahkan pada empat kegiatan yaitu KIE, kegiatan suplementasi, kegiatan fortifikasi dan kegiatan lain yang mendukung kemauan masyarakat dalam menanggulangi anemia secara mandiri. Kegiatan KIE diarahkan untuk mencari dukungan sosial (social support) yang bertujuan untuk meningkatkan status wanita didalam keluarga, terutama agar keluarga lebih menghargai dan memperhatikan ibu hamil. Pendekatan pimpinan (advokacy) melalui KIE yang ditujukan kepada sasaran sekunder yang mempunyai kemampuan untuk melakukan kebijakan dalam rangka menciptakan lingkungan yang

lebih mendukung dan mempercepat pelaksanaan program. KIE dalam pemberdayaan yaitu KIE yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran keluarga tentang anemia, pangan dan gizi serta dapat melakukan tindakan penanggulangan anemia secara mandiri.

5.2 Pengaruh Konsumsi Tablet Fe terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Puskesmas Pijorkoling Tahun 2013

Berdasarkaan konsumsi tablet Fe terlihat bahwa (24,7%) yang mengkonsumsi tablet Fe dan sebesar 53,1% tidak mengkonsumsi tablet Fe. Angka ini masih di bawah target pelayanan kesehatan pada tahun 2010 yaitu 90% yang berarti bahwa cakupan program suplementasi zat besi terhadap ibu hamil belum mencapai sasaran yang diharapkan. Ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling ini juga masih banyak yang mengkonsumsi tablet Fe secara tidak teratur, yaitu tidak mengkonsumsi tablet Fe 1x1 setiap hari.

Ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling masih kurang mengerti apa manfaat dari konsumsi tablet Fe secara teratur, ini bisa dilihat dari masih banyaknya ibu hamil trimester III yang cara mengkonsumsi tablet Fe nya tidak benar.

Ada yang mengkonsumsinya kadang-kadang, kapan ingat, dan ada pula yang mengkonsumsi 2 kali dalam sehari. Padahal tablet Fe ini seharusnya dikonsumsi 1 kali dalam sehari secara teratur, sebanyak 90 tablet.

Menurut penelitian Silalahi (2007) bahwa ibu hamil yang tidak cukup mengkonsumsi tablet besi masih rendah yaitu sebesar 62,9%. Masih tingginya angka anemia pada ibu hamil sekalipun telah disuplementasi tablet besi dalam penelitian ini

karena jumlah tablet Fe yang dikonsumsi oleh ibu hamil rata-rata hanya kurang dari 30 biji, belum dapat memenuhi kebutuhan zat besi ibu, apalagi asupan makanan yang kaya akan zat besi jumlahnya juga sangat rendah.

Hasil uji chi square diperoleh nilai p=0,001, dengan demikian terdapat hubungan antara konsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Tidak sejalan dengan penelitian Silalahi (2007) bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap kejadian anemia konsumsi tablet besi tidak cukup dengan cukup pada ibu hamil.

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, variabel konsumsi tablet Fe diperoleh nilai Exp (B) sebesar 5,796, sehingga dapat disimpulkan bahwa ibu hamil yang tidak mengkonsumsi tablet Fe secara teratur akan mempunyai kemungkinan 5,796 kali lebih besar mengalami kejadian anemia daripada ibu yang rutin mengkonsumsi tablet Fe.

Sejalan dengan penelitian Deisy (2013) terdapat hubungan antara ketaatan konsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Wawonasa Kota Manado tahun 2013. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunarto (2010) tentang pengelolaan anemia dalam pelayanan antenatal terhadap kejadian anemia ibu hamil di Kota Pontianak, dimana terdapat hubungan antara konsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia ibu hamil. Hasil penelitian oleh Sari (2012) tentang hubungan antara keteraturan mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia pada ibu hamil di BPS titikariati Surabaya, menunjukkan bahwa ada hubungan antara ketaatan konsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia pada ibu hamil.

Idealnya semua zat gizi yang dibutuhkan ibu hamil dapat dipenuhi dari pola makan ber-Gizi Seimbang. Namun, pada ibu hamil terjadi peningkatan kebutuhan sangat tinggi sehingga tidak dapat atau sulit dipenuhi hanya dari makanan terutama untuk zat besi dan fot. Oleh karena itu ibu hamil dianjurkan minum suplemen zat besi, yang dikenal dengan nama tablet tambah darah (TTD). Ibu hamil dianjurkan minum 1 tablet per hari selama kehamilannya dan dilanjutkan selama masanifas (Proverawati, 2011).

Ibu hamil yang kurang patuh mengkonsumsi tablet Fe mempunyai risiko 2,429 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding ibu hamil yang patuh konsumsi tablet Fe (Djamilus, 2008). Kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe diukur dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet Fe, frekuensi konsumsi perhari. Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat (Depkes, 2009).

Konsumsi tablet besi sangat dipengaruhi oleh kesadarn dan kepatuhan ibu hamil. Kesadaran merupakan pendukung bagi ibu hamiluntuk patuh mengkonsumsi tablet Fe dengan baik. Tingkat kepatuhan yang kurang sangat dipengaruhi oleh rendahnya kesadaran ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi, inipun besar kemungkinan mendapat pengaruh melalui tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan.

Kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet besi tidak hanya dipengaruhi oleh

kesadaran saja, namun ada beberapa faktor lain yaitu bentuk tablet, warna, rasa dan efek samping seperti mual, konstipasi (Simanjuntak, 2004).

5.3 Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Puskesmas Pijorkoling Tahun 2013

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, anemia lebih banyak ditemukan pada ibu yang pola makannya kurang baik (80,6%) dibanding dengan ibu yang pola makannya baik (42,9%). Secara statistik uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola makan dengan anemia pada ibu hamil. Pola makan berpengaruh terhadap kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Pijorkoling tahun 2013. Jika ibu hamil yang pola makannya tidak baik akan berpeluang 5,233 kali lebih besar untuk anemia dibanding dengan ibu yang pola makannya baik.

Berdasarkan hasil di lapangan diperoleh bahwa ibu hamil di daerah penelitian ini kebanyakan tidak mengetahui akan pentingnya mengatur pola makan, karena ibu menganggap kehamilan adalah proses alamiah sehingga tidak merasa perlu untuk memprioritaskan makanan yang penting untuk diri dan bayinya, ibu cukup makan dengan porsi yang banyak tapi tidak mengetahui kandungan zat gizinya. Hal ini tentu berpengaruh kepada kesehatan ibu dan janinnya. Masih banyak para ibu hamil yang berprinsip bahwa ibu hamil harus banyak makan, jadi hanya nasi yang diperbanyak tetapi lauk pauknya tidak. Keadaain ini sering tidak diperhatikan dalam berbagai upaya promosi kesehatan, karena masyarakat dan ibu hamil sendiri menganggap kehamilan sebagai suatu proses yang biasa saja. Artinya tidak ada kepentingan yang

harus dicermati dengan lebih baik ketika istri sedang hamil, padahal kehamilan adalah proses penting.

Pola makan adalah pola konsumsi makan sehari – hari yang sesuai dengan kebutuhan gizi setiap individu untuk hidup sehat dan produktif. Untuk dapat mencapai keseimbangan gizi maka setiap orang harus mengkonsumsi minimal 1 jenis bahan makanan dari tiap golongan bahan makanan yaitu Karbohidrat, protein hewani dan nabati, sayuran, buah dan susu. Seringnya ibu hamil mengkonsumsi makanan yang mengandung zat yang menghambat penyerapan zat besi seperti teh, kopi, kalsium (Kusumah, 2009). Wanita hamil cenderung terkena anemia pada triwulan III karena pada masa ini janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama setelah lahir (Sin sin, 2008). Pada penelitian Djamilus dan Herlina (2008) menunjukan adanya kecenderungan bahwa semakin kurang baik pola makan, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia. Hasil uji statistik juga menunjukkan kebermaknaan.

Penyebab terjadinya anemia adalah faktor makanan. Pembagian makanan yang tepat kepada setiap orang dalam keluarga adalah penting untuk mencapai gizi baik. Makanan harus dibagikan untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang setiap orang dalam keluarga. Menurut Simatauw (2001), nilai-nilai sosial budaya yang menganggap perempuan sebagai masyarakat nomor dua menyebabkan timbulnya perbedaan perlakuan dari orang tua sejak kecil dalam hal penyedian makanan untuk anak perempuan.

Secara tradisional dalam masyarakat ada aturan dimana ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga, anggota keluarga lainnya menempati urutan prioritas berikutnya dan yang paling umum mendapat prioritas terbawah adalah ibu. Apabila hal yang demikian itu masih dianut dengan kuat oleh keluarga maka dapat saja timbul distribusi konsumsi makanan yang tidak baik diantara anggota keluarga.

Dalam masyarakat ada aturan yang menentukan kuantitas, kualitas dan jenis makanan yang seharusnya dikonsumsi oleh anggota-anggota suatu keluarga sesuai dengan kedudukan, usia, jenis kelamin dan situasi tertentu. Misalnya ibu hamil pantang makanan tertentu, ayah yang bekerja sebagai pencari nafkah berhak mendapatkan jumlah makanan yang lebih banyak dari pada anggota keluarga lainnya, anak laki-laki diberi makan lebih dahulu dari pada anak perempuan.

Berdasarkan hasil di lapangan bahwa ditemukan adanya perlakuan tidak adil dalam pembagian makanan di keluarga yaitu memberikan prioritas makanan untuk ayah terutama bagian lauk pauk dari makanan seperti ikan, ayam, daging dan lain-lain dengan alasan ayah mencari uang. Hal ini sering terjadi baik jika keluarga makan bersama ataupun tidak makan bersama. Setiap hari makanan untuk ayah selalu dipisahkan dari makanan anggota yang lainnya.

Menurut Sibagariang dkk (2010), diskriminasi dalam alokasi makanan, konsumsi makanan yang tidak memadai pada keluarga miskin, diduga menyebabkan kekurangan gizi bagi perempuan. Tradisi sosial budaya saat ini menempatkan anak

perempuan bernilai lebih rendah dari pada anak lelaki, mengingat anak lelaki dipandang sebagai pewaris garis keluarga.

Hal ini sesuai dengan yang dipaparkan oleh Mochtar (2004), norma yang berlaku dimasyarakat bahwa perempuan seyogyanya makan bagian yang terakhir sesudah suami, orang tua dan anak-anaknya, merupakan bentuk dari subordinasi atau penomorduaan perempuan. Nilai semacam ini merupakan etika kehidupan secara umum, yang kemudian mengatur tingkah laku dalam keluarga yang bias gender.

Akibatnya ibu hamil tidak mendapatkan makanan yang bergizi dan menyebabkan anemia yang berpengaruh terhadap kehamilannya.

Demikian juga dari hasil wawancara dengan ibu hamil di lapangan bahwa kebanyakan ibu tidak merasa berhak atas kebutuhan akan makanan, karena ibu menganggap kehamilan adalah proses alamiah sehingga tidak merasa perlu untuk memprioritaskan makanan untuk dirinya, ibu cukup makan dengan porsi yang sama seperti sebelum hamil. Hal ini tentu berpengaruh kepada mereka sebagai perempuan yang sedang membutuhkan perhatian, zat makanan dan perlindungan. Tidak terlindunginya para ibu hamil dari aturan, pantangan atau larangan yang diajarkan oleh lingkungannya menyebabkan ibu hamil cenderung hanya menerima semuanya tanpa memikirkan akibat bagi kesehatannya. Kepercayaan dan norma ini sering tidak diperhatikan dalam berbagai upaya promosi kesehatan, status ibu hamil masih merupakan subordinasi dari suaminya yaitu menganggap perempuan sebagai masyarakat nomor dua. Masyarakat dan ibu hamil sendiri menganggap kehamilan sebagai suatu proses yang biasa saja. Artinya tidak ada kepentingan yang harus

dicermati dengan lebih baik ketika istri sedang hamil, padahal kehamilan adalah proses penting.

Jelaslah bahwa pencegahan anemia pada ibu hamil lebih ditekankan kepada upaya untuk membongkar berbagai praktek-praktek kesehatan yang tidak berpihak pada wanita. Maka dengan demikian penanggung jawab terjadinya anemia pada ibu hamil adalah mereka yang secara kolektif telah mendisain budaya yang ada yang diwariskan secara turun temurun, baik tokoh agama dan tokoh masyarakat yang ada di masyarakat.

5.4 Pengaruh Pemeriksaan ANC terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Puskesmas Pijorkoling Tahun 2013

Berdasarkaan pemeriksaan ANC terlihat (40,6%) yang lengkap yaitu Pemeriksaan ANC ≥ 4 kali dan (59,4%) tidak lengkap yaitu Pemeriksaan ANC < 4 kali. Hasil uji chi square menunjukkan nilai p=0,003 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pemeriksaan ANC dengan anemia pada ibu hamil.

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, tidka terdapat pengaruh pemeriksaan ANC terhadap kejadian anemia pada ibu hamil, sehingga dapat disimpulkan bahwa ibu hamil yang tidak memeriksa ANC secara teratur tidak cenderung akan mengalami anemia. Departemen kesehatan menganjurkan agar setiap ibu hamil yang diperiksa kehamilan (ANC) oleh petugas kesehatan, minimal harus menerima 5 T. Maksud dari 5 T adalah ibu hamil yang melakukan ANC pernah ditimbang badan, diukur tekanan darah, menerima tablet Fe, menerima imunisasi TT, dan diperiksa tinggi fundus uteri (SKRT, 2001).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Deisy (2013) diperoleh tidak terdapat hubungan bermakna antara frekuensi antenatal care dengan kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Wawonasa Kota Manado. Penelitian oleh Simanjuntak (2004) tentang hubungan kejadian anemia pada ibu hamil dengan Antenatal Care dan suplemen Fe di puskesmas ranotana weru kecamatan wanea kota manado, menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara antenatal care dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Menurut penelitian sebelumnya telah dilakukan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat oleh Tristiyanti (2005) juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara Antenatal Care dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Penelitian yang dilakukan oleh Idris (2005) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas antara Kota Makassar, ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi Antenatal Care dengan anemia pada ibu hamil. Hasil penelitian dari beberapa peneliti yang ada telah mempertegas dan mendukung dari penelitian yang telah dilakukan, dimana antenatal care tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian anemia khususnya pada ibu hamil.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Konsumsi tablet Fe berpengaruh terhadap kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Pijorkoling Tahun 2013. Jika ibu hamil yang tidak mengkonsumsi tablet Fe secara teratur akan berpeluang 5,796 kali lebih besar mengalami kejadian anemia daripada ibu yang rutin mengkonsumsi tablet Fe.

2. Pola makan berpengaruh terhadap kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Pijorkoling Tahun 2013. Jika ibu hamil yang pola makannya tidak baik akan mempunyai kemungkinan 5,233 kali lebih besar mengalami kejadian anemia daripada ibu yang pola makan baik.

3. Faktor yang paling besar mempengaruhi anemia defisiensi zat besi pada ibu hamil di Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan adalah konsumsi tablet Fe. Ibu hamil yang kurang mengkonsumsi tablet Fe akan berisiko untuk mengalami anemia karena kandungan besi pada masa kehamilan kurang.

6.2 Saran

1. Bagi Puskesmas Pijorkoling agar melakukan pelayanan yang tepat, penyuluhan selama kehamilan, pengawasan pada program pemberian tablet besi pada ibu hamil sesuai dengan prosedur sehingga dapat mengubah kebiasaan ibu hamil yang salah dalam mengkonsumsi tablet Fe. Dimana tablet Fe seharusnya dikonsumsi 1 kali dalam sehari secara teratur sebanyak 90 tablet. Dalam mengatur pola makan

juga perlu, jangan hanya banyak makan tapi juga harus memperhatikan kandungan zat gizinya. Dengan memakan beraneka ragam sumber makanan, baik

juga perlu, jangan hanya banyak makan tapi juga harus memperhatikan kandungan zat gizinya. Dengan memakan beraneka ragam sumber makanan, baik