• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kehamilan merupakan proses yang alami dan normal sehingga sebagian besar wanita hamil akan mengalami proses perubahan bentuk tubuh yang hampir sama.

Pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibu, keadaan janin itu sendiri dan plasenta sebagai akar yang akan memberikan nutrisi. Meski dalam jumlah terminimum sekalipun, keterbatasan nutrisi kehamilan (maternal) pada saat terjadinya proses pembuahan janin dapat berakibat pada kelahiran prematur dan efek negatif jangka panjang serta kesehatan janin (Maya,2010).

Status gizi pada awal kehidupan akan mempengaruhi status kesehatan jasmani pada kehidupan selanjutnya, status gizi ibu hamil mempengaruhi keadaan gizi bayi yang dilahirkan. Ibu hamil untuk dapat melahirkan bayi sehat dan selamat hanya mungkin bila ibu dalam kondisi kesehatan dan gizi yang prima. Sebaliknya ibu hamil yang kekurangan gizi atau menderita anemia dapat menyebabkan peningkatan angka kesakitan bagi ibu maupun janinnya dan mempunyai faktor risiko untuk mengalami kematian, melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah. Hal tersebut di kemudian hari dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan bayinya (Depkes, 2003).

Salah satu zat gizi yang diketahui meningkat kebutuhannya selama kehamilan adalah zat besi. Menurut Darlina (2003), zat besi pada masa kehamilan digunakan untuk perkembangan janin, plasenta, ekspansi sel darah merah, dan untuk kebutuhan basal tubuh. Zat besi yang diperlukan dapat diperoleh dari makanan dan tablet besi.

Akan tetapi, seperti halnya konsumsi zat gizi secara umum, konsumsi zat besi seringkali belum memenuhi kebutuhan dalam tubuh. Apabila kadar zat besi di dalam tubuh ibu hamil kurang, maka akan terjadi suatu keadaan yang disebut anemia.

Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah gizi yang utama disamping tiga masalah gizi lainnya, yaitu kurang kalori protein, defisiensi vitamin A, dan endemic gondok. Dampak kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat diamati dari besarnya angka kesakitan dan kematian maternal, peningkatan angka kesakitan dan kematian janin, serta peningkatan risiko terjadinya berat badan lahir rendah.

Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah eritrosit yang beredar atau konsentrasi hemoglobin menurun. Sebagai akibatnya, ada penurunan transportasi oksigen dari paru ke jaringan perifer. Selama kehamilan anemia lazim tejadi dan biasanya disebabkan oleh defisiensi besi, sekunder terhadap kehilangan darah sebelumnya atau masukan besi yang tidak adekuat (Ben-Zion, 1994).

Anemia kehamilan disebut “Potential Danger to Mother and Child”

(potensial membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan.

Pengaruh anemia dalam kehamilan diantaranya adalah dapat menyebabkan BBLR

dan perdarahan. Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, kekurangan asam folat, infeksi dan kelainan darah, jenis anemia yang pengobatannya relatif mudah bahkan murah. Anemia pada kehamilan merupakan masalah Nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia (Manuaba, 2010).

Anemia pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan terkait dengan insidennya yang tinggi dan komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun pada janin. Di dunia 34 % ibu hamil dengan anemia dimana 75 % berada di negara sedang berkembang. Di Indonesia, 63,5 % ibu hamil dengan anemia (Saifudin, 2006) dan sekitar 62,3 % berupa anemia defisiensi besi (ADB) (Winkjosastro, 2005).

Anemia juga dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin, abortus, partus lama, sepsis puerperalis, kematian ibu dan janin meningkatkan risiko berat badan lahir rendah, asfiksia neonatorum, prematuritas (Winkjosastro, 2005).

Ibu hamil aterm cenderung menderita anemia defisiensi besi (ADB), karena pada masa tersebut janin menimbun cadangan besi untuk dirinya dalam rangka persediaan segera setelah lahir (Sin Sin, 2008). Rasmaliah (2004) menyebutkan bahwa anemia merupakan penyebab penting yang melatarbelakangi kejadian morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada waktu hamil dan pada waktu melahirkan atau nifas sebagai akibat komplikasi kehamilan.

Menurut Wirakusumah (1999) di Indonesia anemia pada ibu hamil trimester ketiga mencapai 30-50% disebabkan kurangnya asupan makanan yang mengandung zat besi. Keadaan ini dapat membawa akibat negative seperti rendahnya kemampuan

kerja jasmani dan rendahnya kemampuan intelektual dan pertumbuhan fisik terganggu, terutama pada balita, bayi akan mengalami berat bayi lahir rendah, rendahnya kekebalan tubuh sehingga mengakibatkan tingginya angka kesakitan, sebagai salah satu penyebab tingginya angka kesakitan ibu.

Selama ini diketahui bahwa defisiensi besi bukan satu-satunya penyebab anemia namun bila prevalensi anemia tinggi, defisiensi besi dianggap sebagai penyebab utama. Sebuah penelitian di Takalar, Sulawesi Selatan menyebutkan asupan besi yang kurang pada ibu hamil anemia adalah 82,35% dan pada asupan seng yang kurang yaitu 62% (Tunny, 2011).

Untuk mengatasi masalah anemia kekurangan zat besi pada ibu hamil pemerintah Depkes RI sejak tahun 1970 telah melaksanakan suatu program pemberian tablet zat besi pada ibu hamil di Puskesmas dan Posyandu dengan mendistribusikan tablet tambah darah, dimana 1 tablet berisi 200 mg fero sulfat dan 0,25 mg asam folat (setara dengan 60 mg besi dan 0,25 mg asam folat). Setiap ibu hamil dianjurkan minum tablet tambah darah dengan dosis satu tablet setiap hari selama masa kehamilannya dan empat puluh hari setelah melahirkan. Tablet tambah darah disediakan oleh Pemerintah dan diberikan kepada ibu hamil secara gratis melalui sarana pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2003).

Berdasarkan Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2011, berdasarkan survei anemia yang dilaksanakan tahun 2010 di 4 kabupaten/kota di Sumatera Utara, yaitu Kota Medan, Binjai, Deli Serdang dan Langkat diketahui bahwa 40,50% wanita hamil menderita anemia. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan

prevalensi anemia adalah dengan pemberian tablet besi (Fe) sebanyak 90 tablet selama masa kehamilan. Cakupan ibu hamil yang mendapat 90 tablet besi di Sumatera Utara menunjukkan kenaikan yaitu 33,03% tahun 2008, naik menjadi 53,09% tahun 2009 dan menjadi 76,67% di tahun 2010, namun belum mencapai target yang ditentukan yaitu 80% (Dinkes Propsu, 2011).

Tablet tambah darah berwarna merah, berselaput film dan dikemas dalam sachet alumunium warna perak, berisi 30 tablet perbungkus. Dalam kemasan ada logo tetesan darah warna merah, tulisan “tablet tambah darah untuk ibu hamil, ibu dan bayi menjadi sehat” serta tanda untuk diperjual belikan (Depkes RI, 2003).

Anemia pada ibu hamil disamping disebabkan karena kemiskinan dimana asupan gizi sangat kurang, juga dapat disebabkan karena ketimpangan gender dan adanya ketidaktahuan tentang pola makan yang benar. Ibu hamil memerlukan banyak zat gizi untuk memenuhi kebutuhan tubuh pada diri dan janinnya. Kekurangan zat besi mengakibatkan kekurangan hemoglobin (hb), dimana zat besi sebagai salah satu unsur pembentuknya. Hemoglobin berfungsi sebagai pengikat oksigen yang sangat dibutuhkan untuk metabolisme sel.

Menurut Santosa (2004) pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis dan frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri khas pada satu kelompok masyarakat tertentu. lemak, vitamin dan mineral dalam porsi yang sesuai. Pola konsumsi pangan individu atau keluarga dapat berfungsi sebagai cerminan dari kebiasaan makan individu atau keluarga. Frekuensi makan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan

makan. Frekuensi makan ini bisa menjadi penduga tingkat kecukupan konsumsi gizi, artinya semakin tinggi frekuensi makan, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar.

Pola konsumsi pangan disusun berdasarkan data jenis bahan makanan, frekuensi makan dan berat bahan makanan yang dimakan. Semakin sering suatu pangan dikonsumsi dan semakin berat pangan yang bersangkutan dimakan, maka semakin besar peluang pangan tersebut tergolong dalam konsumsi pangan individu atau keluarga. Penilaian konsumsi pangan dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Pada penilaian secara kualitatif data yang dikumpulkan lebih menitik beratkan pada aspek-aspek yang berhubungan dengan kebiasaan makan seperti frekuensi makan, frekuensi menurut jenis makanan yang dikonsumsi maupun cara memperoleh makanan, penataan gizi pada wanita hamil sangat diperlukan untuk menjamin kecukupan kalori, protein, vitamin, mineral, dan cairan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi ibu dan janin. Penelitian Herlina dkk (2005) juga menunjukkan bahwa semakin kurang baik pola makan, akan semakin tinggi angka kejadian anemia pada ibu hamil.

Menurut Depkes RI (1996) dalam Hendro (2005) bahwa beberapa faktor yang menyebabkan anemia adalah 1)Faktor yang berhubungan dengan diri ibu hamil, misalnya konsumsi zat besi, pertumbuhan fisik, jarak/frekuensi kelahiran dan status gizi ibu hamil serta intake makanan, 2)Faktor yang disebabkan oleh faktor luar tubuh ibu hamil misalnya, ada tidaknya perdarahan pasca kehamilan, infeksi, ada/tidaknya rutinitas antenatal care (ANC).

Dari survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan, dimana dari 10 ibu hamil terdapat 7 orang yang menderita anemia dengan pemeriksaan Hb ≤ 11 gr%. Dan dilihat dari data Puskesmas Pijorkoling pada tahun 2011, ibu hamil yang mendapat tablet Fe hanya sekitar 50,40% dari 502 ibu hamil. Disamping itu masih ditemukan ibu yang berkunjung ke Puskesmas mengalami gejala anemia dengan tanda – tanda lemah, letih, lesu dan pucat.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian tentang faktor – faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan.