• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1. PENDAHULUAN

1.5. Manfaat penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan informasi dalam hal perencanaan upaya penanggulangan kejadian anemia pada ibu hamil dan diharapkan kepada petugas Puskesmas dapat memantau ibu hamil dengan memeriksa kadar Hb pada setiap ibu hamil.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam pengambangan penelitian ilmu kesehatan reproduksi dan menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan anemia defisiensi zat besi dalam kehamilan.

3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lain mengenai anemia pada ibu hamil.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan

Kehamilan adalah proses terjadinya konsepsi atau pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuaba, 2010). Kehamilan dibagi menjadi tiga trimester yaitu : Trimester I (usia kehamilan sampai 14 minggu), trimester II (usia kehamilan sampai 28 minggu), trimester III (usia kehamilan sampai ≥ 36 minggu).

Menurut (Maya, 2010), proporsi kenaikan berat badan selama hamil adalah sebagai berikut :

1. Pada trimester I kenaikan berat badan ibu lebih kurang 1 kg yang hampir seluruhnya merupakan kenaikan berat badan ibu.

2. Pada trimester II sekitar 3 kg atau 0,3 kg/minggu. Sebesar 60% dari kenaikan berat badan ini disebabkan pertumbuhan jaringan ibu.

3. Pada Trimester III sekitar 6 kg atau 0,3-0,5 kg/minggu. Sebesar 60% dari kenaikan berat badan ini karena pertumbuhan jaringan janin.

Kehamilan merupakan proses yang alami dan normal sehingga sebagian besar wanita hamil akan mengalami proses perubahan bentuk tubuh yang hampir sama.

Tubuh ibu akan terus bertambah besar, terutama pada bagian perut, pinggul, dan payudara. Selama 9 bulan lebih ( 40 minggu ), ibu akan membawa janin di dalam kandungannya yang terus membesar sehingga tubuh ibu pun akan beradaptasi agar

janin dapat tumbuh dengan baik di dalam kandungan (Maya, 2010). Pada kehamilan terjadi perubahan fisik pada wanita yaitu :

1. Setelah terjadi fertilisasi, hormon estrogen dan progesterone terus menigkat.

Kedua hormon ini yang banyak memberi pengaruh terhadap perubahan yang ibu alami. Sekitar 11-13 hari setelah konsepsi, ibu akan mengeluarkan perdarahan sedikit (spotting) dan hilang dalam waktu 2-3 hari. Pada beberapa minggu pertama wanita hamil akan merasakan nyeri, kencang, dan gatal di payudara. Setelah memasuki bulan kedua, payudara bertambah besar dan vena halus menjadi kelihatan tepat dibawah kulit. Putting susu bertambah besar, berpigmen/berwarna lebih gelap dan lebih sensitif. Pada bulan pertama berat badan ibu biasanya belum bertambah, apalagi jika ibu mengalami mual dan muntah serta penurunan nafsu makan. Penambahan berat badan mulai terlihat 1-2 kg selama trimester II.

2. Pada saat ini rahim dengan mudah dapat diraba, dan mulai tampak membesar.

Tubuh ibu mulai mengalami perubahan bentuk. Ibu kelihatan lebih gemuk dan bentuk pinggang mulai tidak terlihat, biasanya pakaian yang biasa ibu pakai sudah tidak nyaman. Wajah ibu mulai terlihat lebih segar dan bercahaya, tetapi kulit di leher, ketiak, lipatan paha, sekitar putting susu, dan perut berubah semakin gelap. Payudara ibu juga semakin membesar karena pembesaran kelenjar air susu. Pada akhir bulan keempat atau awal bulan kelima, ibu mulai mersakan gerakan janin untuk pertama kali. Gerakan biasanya sangat lembut. Pada akhir bulan kelima, gerakan tersebut akan lebih

kuat. Ibu akan merasakan gerakan janin ketika janin berganti posisi, merentangkan lengan, atau menendang kaki di dalam rahim. Pada akhir trimester II ibu mulai tampak jelas sedang hamil, meskipun sebagian wanita merasa sehat, banyak juga yang mudah lelah dan tidur lebih lama di malam hari.

3. Pada akhir bulan ketujuh ibu biasanya merasa sehat, namun terkadang ia mengalami kesulitan pencernaan, misalnya sembelit, bengkak pada kaki, dan kelelahan. Bayi bergerak lebih sering di dalam rahim dan ibu dapat merasakan gerakan kakinya. Kadang- kadang ibu juga merasakan kontraksi rahim.

Kontraksi rahim yang tidak menyakitkan ini disebut braxton hicks.

Kesehatan ibu hamil merupakan hal yang memerlukan perhatian khusus.

Salah satunya dengan melakukan pengawasan wanita hamil secara teratur. Dengan usaha itu mortalitas serta morbiditas ibu dan bayi jelas menurun, dan akan mampu meningkatkan derajat kesehatan di suatu wilayah. Salah satu indikator yang menentukan derajat kesehatan adalah angka kematian ibu. Dimana penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (28%), eklampsi (24%), dan infeksi (11%).

Penyebab tidak langsung kematian ibu antara lain KEK pada kehamilan (37%), dan anemia pada kehamilan (40 %) (Depkes RI, 2009).

Menurut Indiarti (2009), kondisi ibu hamil dengan faktor resiko dan risiko tinggi yang dapat mengalami komplikasi kehamilan adalah sebagai berikut: 1)Faktor-faktor risiko: a) Umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun; b) Ibu dengan tinggi badan kurang dari 145 cm; c) Jarak kelahiran anak kurang dari 2 tahun;

d)Jumlah anak lebih dari 4 orang; e) Bentuk panggul ibu yang tidak normal; 2) Resiko Tinggi; a) Badan ibu kurus pucat; b) Adanya kesulitan pada kehamilan atau persalinan sebelumnya; c) Pernah terjadi keguguran sebelumnya; d) Kepala pusing, kaki bengkak; e) Perdarahan pada waktu hamil; f) Keluar air ketuban pada waktu hamil; g) Batuk-batuk lama.

2.2 Anemia pada Ibu Hamil

Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh jaringan. Sedangkan menurut WHO, anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin lebih rendah dari batas normal untuk kelompok orang yang bersangkutan (Tarwoto dan Wasnidar, 2007).

Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan (Arisman, 2009). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr%

pada trimester II (Saifuddin, 2002).

Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ – organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume

plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi (Varney, 2006).

Anemia secara praktis didefinisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb atau hitung eritrosit dibawah batas normal. Namun nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit dipastikan karena ketiga parameter laboratorium tersebut bervariasi selama periode kehamilan. Umumnya ibu hamil dianggap anemik jika kadar hemoglobin dibawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari 33%. Namun, CDC membuat nilai batas khusus berdasarkan trimester kehamilan dan status merokok.

Dalam praktek rutin, konsentrasi Hb kurang dari 11 g/dl pada akhir trimester pertama dan < 10 gr/dl pada akhir trimester kedua dan ketiga. Anemia terjadi saat :

1. Tubuh kehilangan banyak darah (siklus haid yang banyak, penyakit tertentu, trauma/luka dengan perdarahan)

2. Tubuh memiliki masalah dalam pembentukan sel darah merah

3. Sel darah merah rusak atau mati lebih cepat dari kemampuan tubuh memproduksi sel darah merah yang baru

4. Lebih dari satu keadaan di atas terjadi bersamaan.

Penurunan kadar hemoglobin yang dijumpai selama masa kehamilan pada wanita sehat yang tidak mengalami defisiensi besi atau folat disebabkan oleh penambahan volume plasma yang relative lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan volume sel darah merah. Ketidakseimbangan antara kecepatan

penambahan plasma dan penambahan eritrosit kedalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua. Istilah anemia fisiologis yang telah lama digunakan untuk menerangkan proses ini kurang tepat dan seharusnya ditinggalakan. Pada kehamilan tahap selanjutnya, ekspansi plasma pada dasarnya berhenti sementara dan massa hemoglobin terus meningkat.

Hemoglobin (Hb) yaitu komponen sel darah merah yang berfungsi menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh, jika Hb berkurang, jaringan tubuh kekurangan oksigen. Oksigen diperlukan tubuh untuk bahan bakar proses metabolisme. Zat besi merupakan bahan baku pembuat sel darah merah. Ibu hamil mempunyai tingkat metabolisme yang tinggi misalnya untuk membuat jaringan tubuh janin, membentuknya menjadi organ dan juga memproduksi energi agar ibu hamil bisa tetap beraktifitas normal sehari-hari (Sin Sin, 2010). Fungsi Hb merupakan komponen utama eritrosit yang berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida.

Warna merah pada darah disebabkan oleh kandungan Hb yang merupakan susunan protein yang komplek yang terdiri dari protein, globulin dan satu senyawa yang bukan protein yang disebut heme. Heme tersusun dari suatu senyawa lingkar yang bernama porfirin yang bagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe). Jadi heme adalah senyawa – senyawa porfirin – besi, sedangkan hemoglobin adalah senyawa komplek antara globin dengan heme.

Selama masa nifas, tanpa adanya kehilangan darah berlebihan, konsentrasi hemoglobin tidak banyak berbeda dibanding konsentrasi sebelum melahirkan. Setelah melahirkan, kadar hemoglobin biasanya berfluktuasi sedang di sekitar kadar pra

persalinan selama beberapa hari dan kemudian meningkat ke kadar yang lebih tinggi daripada kadar tidak hamil. Kecepatan dan besarnya peningkatan pada awal masa nifas ditentukan oleh jumlah hemoglobin yang bertambah selama kehamilan dan jumlah darah yang hilang saat kelahiran serta dimodifikasi oleh penurunan volume plasama selama masa nifas.

Penyebab tersering anemia selama kehamilan dan masa nifas adalah defisiensi besi dan kehilangan darah akut. Tidak jarang keduanya saling berkaitan erat, karena pengeluaran darah yang berlebihan disertai hilangnya besi hemoglobin dan terkurasnya simpanan besi pada suatu kehamilan dapat menjadi penyebab penting anemia defisiensi besi pada kehamilan berikutnya (Arisman, 2009).

Secara umum, ada tiga penyebab anemia defisiensi zat besi, yaitu :

1. Kehilangan darah secara kronis sebagai dampak perdarahan kronis, seperti pada penyakit ulkus peptikum, hemoroid, infestasi parasit, dan proses keganasan;

2. Asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat;

3. Peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan, dan menyusui (Arisman, 2009).

Sumsum tulang membuat sel darah merah. Proses ini membutuhkan zat besi, dan vitamin B12 dan Asam folat. Eritropoietin (Epo) merangsang membuat sel darah merah. Anemia dapat terjadi bila tubuh kita tidak membuat sel darah merah

secukupnya. Anemia juga disebabkan kehilangan atau kerusakan pada sel tersebut (Wijaya, 2010).

Anemia defisiensi zat besi (kejadian 62,30 %) adalah anemia dalam kehamilan yang paling sering terjadi dalam kehamilan akibat kekurangan zat besi.

Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya unsur zat besi dalam makanan, gangguan reabsorbsi, dan penggunaan terlalu banyaknya zat besi. Anemia megaloblastik (kejadian 29,00 %), dalam kehamilan adalah anemia yang disebabkan karena defisiensi asam folat. Anemia Hipoplastik (kejadian 8,0 %) pada wanita hamil adalah anemia yang disebabkan karena sum – sum tulang kurang mampu membuat sel – sel darah merah. Dimana etiologinya belum diketahui dengan pasti kecuali sepsis, sinar rotgen, racun dan obat-obatan. Anemia hemolitik (kejadian 0,70%), yaitu anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat, yaitu penyakit malaria (Winkjosastro, 2002).

Penyebab anemia pada umumnya adalah kurang gizi (malnutrisi); kurang zat besi dalam diet; malabsorpsi; kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain; penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain (Mochtar, 2004).

Berdasarkan penyebab terjadinya anemia, secara umum anemia dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Anemia Perdarahan yaitu anemia yang disebabkan karena perdarahan, baik yang terjadi sedikit demi sedikit maupun yang berlangsung secara menahun dan biasanya karena penyakit usus, misalnya ameobiasis.

2. Anemia Defisiensi yaitu anemia karena kekurangan bahan pematangan sel darah merah, yang terdiri dari :

a. Anemia Kekurangan Gizi

Anemia kekurangan gizi yang terjadi karena kekurangan bahan untuk mematangkan sel darah merah seperti besi, asam folik, vitamin C, vitamin E, yang semuanya berasal dari luar protein calory malnutrition sering dijumpai anemia kekurangan bahan – bahan pematang.

b. Anemia Kekurangan Besi

Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel – sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Jika simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut mendekati anemia walaupun belum ditemukan gejala – gejala fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk sel – sel darah merah didalam sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang disebut anemia gizi besi.

Seseorang dapat kekurangan zat besi karena kehilangan darah. Pada perempuan, kehilangan zat besi dan sel darah merah saat perdarahan yang banyak dan cukup lama misalnya pada persalinan. Perempuan juga dapat mengalami kekurangan besi dan sel darah merah pada keadaan tumor

rahim (uterine fibroid) yang dapat berdarah perlahan-lahan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan kehilangan zat besi dan sel darah merah adalah ulkus, polip pada usus besar, atau kanker kolon (usus besar), pemakaian aspirin atau obat penghilang nyeri lainnya, infeksi, luka yang berat, pembedahan.

Makan makanan yang rendah zat besi juga bisa mengakibatkan anemia defisiensi besi. Sumber makanan yang mengandung banyak zat besi adalah daging, ikan, ternak, telur, produk susu atau makanan yang diperkaya zat besi (Arisman, 2009). Saat kehamilan, zat besi yang dibutuhkan oleh tubuh lebih banyak dibanding saat tidak hamil. Tujuan suplemen zat besi selama kehamilan bukan untuk meningkatkan atau menjaga konsentrasi hemoglobin ibu atau mencegah kekurangan zat besi pada janin, tetapi untuk mencegah kekurangan zat besi pada ibu.

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia. Wanita usia subur sering mengalami anemia, karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil (Ben-Zion, 1994)

c. Anemia Megaloblastik

Anemia yang terjadi karena kekurangan asam folak atau vitamin B 12 sebagai bahan penting untuk pematangan inti sel, sering terjadi pada anak dengan gizi kurang yang mendapat infeksi dengan diare.

Kekurangan vitamin B12 atau folat adalah penyebab anemia. Anemia defisinsi B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia yang tejadi karena tubuh kekurangan vitamin B12, sedangkan tubuh memerlukannya untuk membuat sel darah merah dan menjaga sistem saraf bekerja normal. Hal ini bisa didapatkan pada orang yang tubuhnya tidak dapat menyerap vitamin B12 karena gangguan usus atau sistem kekebalan tubuh atau makan makanan yang kuran B12.

Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan rasa kebas di tungkai dan kaki, gangguan berjalan, mudah lupa dan gangguan penglihatan. Terapi sesuai penyebabnya. Folat atau asam folat juga diperlukan dalam pembentukan sel darah merah, jika terjadi anemia jenis ini timbul saat kita tidak mengkonsumsi folat dalam jumlah cukup atau ada gangguan penyerapan folat dalam usus. Anemia ini juga dapat terjadi pada kehamilan trimester ketiga disaat tubuh ibu memerlukan banyak folat.

Folat ditemukan pada makanan seperti sayuran berdaun hijau, buah-buahan, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Folat juga terdapat pada roti, pasta dan sereal yang difortifikasi (Prawirohardjo, 2008)

3. Anemia Aplastik yaitu anemia yang terjadi karena susunan tulang sebagai sumber utama pembuatan sel – sel darah (eritrosit, leukosit, maupun trombosit) tidak mampu untuk membuat sel – sel darah tersebut. Kerusakan

sum – sum tulang ini dapat disebabkan oleh radiasi, obat – obatan, bahan kimia, dan lain sebagainya. Penyakit ini pada umumnya berakhir dengan kematian, hanya beberapa penderita yang tertolong setelah berobat bertahun – tahun.

4. Anemia Hemolitik, anemia ini terjadi karena eritrosit dihancurkan secara berlebihan dan disebabkan karena kelainan bawaan yang turun temurun, misalnya penyakit thalessemia dengan sel – sel eritrosit yang berbentuk sabit atau karena seperti malaria, transfusi dengan darah yang tidak cocok (Proverawati, 2011).

2.2.1. Patofisiologi Anemia pada Ibu Hamil

Menurut Proverawati (2011), perubahan hematology sehubungan dengan kehamilan adalah karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester kedua kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke sembilan dan meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron. Stimulasi peningkatan 300-350 ml massa sel merah ini dapat disebabkan oleh hubungan antara hormon maternal dan peningkatan eritropoitin selama kehamilan.

Peningkatan volume plasma menyebabkan terjadinya hidremia kehamilan atau hemodilusi, yang menyebabkan terjadinya penurunan hematokrit (20-30%), sehingga hemoglobin dari hematokrit lebih rendah secara nyata dari pada keadaan tidak hamil. Hemoglobin dari hematokrit mulai menurun pada bulan ke 3-5 kehamilan, dan mencapai nilai terendah pada bulan ke 5-8. Cadangan besi wanita hamil mengandung 2 gram, sekitar 60-70% berada dalam sel darah merah yang bersirkulasi, dan 10-30% adalah besi cadangan yang terutama terletak di dalam hati, empedu, dan sumsum tulang. Kehamilan membutuhkan tambahan zat besi sekitar 800-1000 mg untuk mencukupi kebutuhan yang terdiri dari :

1. Terjadinya peningkatan sel darah merah membutuhkan 300-400 mg zat besi dan mencapai puncak pada 32 minggu kehamilan.

2. Janin membutuhkan zat besi 100-200 mg

3. Pertumbuhan plasenta membutuhkan zat besi 100-200 mg. Sekitar 190 mg hilang selama melahirkan (Proverawati, 2011).

2.2.2. Gejala Anemia pada Ibu Hamil

Tanda dan gejala anemia defisiensi besi biasanya tidak khas dan sering tidak jelas, seperti: pucat, mudah lelah, berdebar, takikardia, dan sesak nafas. Kepucatan bisa diperiksa pada telapak tangan, kuku, dan konjungtiva palpebra. Tanda yang khas meliputi anemia, stomatitis angularis, glositis, disfagia, hipokloridia, koilonikia, dan pagofagia. Tanda yang kurang khas berupa kelelahan, anoreksia, kepekaan terhadap infeksi meningkat, kelainan perilaku tertentu, kinerja intelektual serta kemampuan kerja menyusut (Arisman, 2009).

Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan darah dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara klinis dapat dilihat tubuh yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi). Guna memastikan seorang ibu menderita anemia atau tidak, maka diperlukan pemeriksaan kadar hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan hemoglobin dengan spektrofotometri merupakan standar (Winkjosastro, 2005).

Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap : awalnya terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin di hati, saat konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, fertin inilah yang diambil. Daya serap zat besi dari makanan sangat rendah, zat besi pada pangan hewan lebih tinggi penyerapannya yaitu 20 - 30 % sedangkan dari sumber nabati 1 – 6 %. Bila terjadi anemia, kerja jantung akan dipacu lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan O2 ke semua organ tubuh, akibatnya penderita sering berdebar dan jantung cepat lelah.

Gejala lain adalah lemas, cepat lelah, letih, mata berkunang – kunang, mengantuk, selaput lendir, kelopak mata, dan kuku pucat (Proverawati, 2011).

2.2.3. Derajat Anemia pada Ibu Hamil

Menurut Supariasa (2002), Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia. Gejala awal anemia berupa badan lemah, kurang nafsu makan, kurang energi, konsentrasi menurun, sakit kepala, mudah terinfeksi penyakit, mata berkunang-kunang, selain itu kelopak mata,bibir, dan kuku tampak pucat. Penanggulangan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan dengan cara pemberian tablet besi serta peningkatan kualitas makanan sehari-hari.

Ibu hamil dikatakan anemia jika kadar hemoglobin atau darah merahnya kurang dari 11,00 gr %. Menurut World Health Organization (WHO) anemia pada ibu hamil adalah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11 gr %. Anemia pada ibu hamil di Indonesia sangat bervariasi, yaitu : Tidak Anemia : Hb > 11 gr%, Anemia ringan : Hb 9 – 10,9 gr%, Anemia Sedang : Hb 7 – 8,9 gr%. Anemia Berat : Hb < 7 gr% (Depkes, 2007).

Pengukuran Hb yang disarankan oleh WHO ialah dengan cara Cyanmet, namun cara Oxyhaemoglobin dapat pula dipakai asal distandarisir terhadap cara Cyanmet. Sampai saat ini baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit masih menggunakan alat Sahli. Dan pemeriksaan darah dilakukan tiap trimester dan minimal dua kali selama hamil yaitu pada trimester I dan trimester III.

Menurut Supariasa (2002), di antara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan paling sederhana adalah metode Sahli, dan yang lebih canggih adalah metode sianmethemoglobin. Pada metode Sahli,hemoglobin dihidrolisis dengan HCl menjadi globin ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi menjadi ferriheme yang segera bereaksi dengan ion CI membentuk ferrihemechlorid yang juga disebut hematin atau hemin yang berwarna coklat. Warna

yang terbentuk ini dibandingkan dengan warna standar (hanya dengan mata telanjang). Untuk memudahkan perbandingan, warna standar dibuat konstan, yang diubah adalah warna hemin yang terbentuk. Perubahan warna hemin dibuat dengan cara pengenceran sedemikian rupa sehingga warnanya sama dengan warna standar.

Disamping faktor mata, faktor lain misalnya ketajaman, penyinaran dan sebagainya dapat mempengaruhi hasil pembacaan.

Meskipun demikian untuk pemeriksaan di daerah yang belum mempunyai peralatan canggih atau pemeriksaan di lapangan, metode Sahli ini masih memadai dan bila pemeriksanya telah terlatih hasilnya dapat diandalkan. Metode yang lebih

Meskipun demikian untuk pemeriksaan di daerah yang belum mempunyai peralatan canggih atau pemeriksaan di lapangan, metode Sahli ini masih memadai dan bila pemeriksanya telah terlatih hasilnya dapat diandalkan. Metode yang lebih