• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING KOTA PADANGSIDIMPUAN TESIS. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING KOTA PADANGSIDIMPUAN TESIS. Oleh"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMENGARUHI ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING

KOTA PADANGSIDIMPUAN

TESIS

Oleh RIKA APRIPAN

107032233/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(2)

THE FACTORS WHICH INFLUENCE ANEMIA IN PREGNANT MOTHERS IN THE WORKING AREA OF PIJORKOLING PUSKESMAS

PADANGSIDIMPUAN CITY

THESIS

By

RIKA APRIPAN 107032233/IKM

MAGISTRATE IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTRY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(3)

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMENGARUHI ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING

KOTA PADANGSIDIMPUAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh RIKA APRIPAN

107032233/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(4)

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING KOTA PADANGSIDIMPUAN

Nama Mahasiswa : Rika Apripan Nomor Induk Mahasiswa : 107032233

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.Dr.Ir.Albiner Siagian, M.Si) (Asfriyati, S.K.M, M.Kes)

Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 15 Januari 2014

(5)

Telah Diuji

pada Tanggal : 15 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M. Kes

2. dr. Ria Masniari Lubis, M. Si 3. Ernawati Nasution, S.K.M, M. Kes

(6)

PERNYATAAN

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMENGARUHI ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING

KOTA PADANGSIDIMPUAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2014

Rika Apripan 107032233/IKM

(7)

ABSTRAK

Anemia pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan terkait dengan insidennya yang tinggi dan komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun pada janin. Ibu hamil aterm cenderung menderita anemia defisiensi besi, karena masa tersebut janin menimbun cadangan besi untuk dirinya dalam rangka persediaan segera setelah lahir. Saat ini, 34 % ibu hamil menderita anemia dan sebanyak 75 % diantaranya berada di negara berkembang. Di Indonesia, 63,5 % ibu hamil menderita anemia, dan 62,3 % berupa anemia gizi besi (AGB).

Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi anemia pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan.

Populasi adalah ibu hamil trimester III. Pengambilan sampel adalah total populasi yaitu seluruh ibu hamil trimester III sebanyak 64 orang. Analisis data menggunakan uji chi-square, dan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil trimester III yang mengalami anemia sebanyak 64,1%, sedangkan 35,9 % tidak anemia. Hasil uji regresi logistik ganda menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap anemia ibu hamil yaitu konsumsi tablet Fe (p=0,001), pola makan (p=0,02), dan pemeriksaan ANC (p=0,003) . Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh adalah umur (p=0,355), paritas (p=0,215), dan jarak kelahiran (p=0,832). Jika ibu hamil tidak mengkonsumsi tablet Fe secara teratur akan berpeluang 5,796 kali lebih besar mengalami kejadian anemia. Dan jika ibu hamil yang pola makannya tidak baik akan mempunyai kemungkinan 5,233 kali lebih besar mengalami kejadian anemia.

Saran bagi Puskesmas Pijorkoling yaitu perlu melakukan pelayanan yang tepat, penyuluhan tentang gizi selama kehamilan, dan pengawasan pada program pemberian tablet besi pada ibu hamil sesuai dengan prosedur yaitu 1 kali dalam sehari sebanyak 90 tablet. Sehingga dapat mengubah kebiasaan ibu hamil yang salah dalam mengkonsumsi tablet Fe, dan pola makannya menjadi lebih baik lagi.

Kata kunci : Anemia, Ibu Hamil, Konsumsi Tablet Fe, Pola Makan

(8)

ABSTRACT

Anemia in pregnant woman is a health problem and complications that can arise both in the mother and fetus. Pregnant women at term tend to suffer from iron deficiency anemia, because the period of fetal iron reserves hoard for himself in order to supply immediately after birth. Today, 34% of mothers suffer from anemia and 75% of them are in the developing countries. In Indonesia, 63.5% of pregnant mothers suffer from anemia and 62.3% of them suffer from AGB (iron nutrition anemia).

The research used an analytic survey with cross sectional design which was aimed to find out some factors which influenced the incident of anemia in pregnant mothers at Pijorkoling Puskesmas, Padangsidimpuan. The population was 64 pregnant mothers of tri-semester III, and all of them were used as the samples, using total sampling technique. The data were gathered by using questionnaires and their statistic test used data analysis, using univatriate analysis, bivatriate analysis with chi square test and multivatriate analysis with multiple logistic regession tests.

The result of the research showed that the tri-semester III pregnant women who are anemic as much 64,1 %, while 35,9 % were anemic. The results of multiple logistic regression showed that the variables that affect pregnant woman are anemic fe tablet consumption (p=0,001), food consumption pattern (p=0,002), and pregnancy test (p=0,003). While no effect variables were age (p=0,355), parity (p=0,215), and distance pregnancy (p=0,832). So consumption of Fe tablets and eating pattern had the influence on the incident of anemia in pregnant mothers at Pijorkoling Puskesmas, in 2013. If the pregnant mothers did not consume Fe tablets regularly, they would probably be 5.796 times affected by anemia; if their eating pattern was not good, they would probably be 5.333 times affected by anemia.

It is recommended that the Head of Pijorkoling Puskesmas provide health counseling on pregnant mothers, it is recommended that the supervision of the program of giving iron tablets to pregnant mothers should be in accordance with the procedure, counseling about health should be done, and the importance of taking care of eating pattern should be paid attention to.

Keywords: Anemia, Pregnant Mothers, Consumption to Fe Tablets, Food Consumption Pattern

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “FAKTOR – FAKTOR YANG MEMENGARUHI ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING KOTA PADANGSIDIMPUAN “.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM).,Sp.A.,(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas sumatera Utara.

3. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas sumatera Utara, dan

(10)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas sumatera Utara yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.

5. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Anggota Ibu Asfriyati, S.K.M, M.Kes atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

6. dr. Ria Masniari Lubis, M. Si dan ibu Ernawati Nasution, S.K.M, M. Kes, selaku tim penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama proses penulisan tesis ini.

7. Kepala Puskesmas dan Bidan Desa di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas sumatera Utara

8. Para Dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

9. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada ayahanda Alm. Drs.

H. Parsaulian Harahap dan Ibunda Murniati Panggabean, S.Ag serta

(11)

keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan

10. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada Bapak Iman dan Ibu Pahmia Siregar serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan

11. Teristimewa buat suami tercinta Tommy Harianto, S.H dan ananda Fahri Afif Adilah serta Shal Anugrah berkat merekalah penulis termotivasi untuk menyelesaikan studi ini

12. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dalam penyusunan tesis ini.

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Januari 2014

Rika Apripan 107032233/IKM

(12)

RIWAYAT HIDUP

Rika Apripan, lahir pada tanggal 20 April 1986 di Kota Padangsidimpuan Provinsi Sumatera Utara, beragama Islam, anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm. Drs. H. Parsaulian Harahap dan Ibunda Murniati Panggabean, S. Ag dan bertempat tinggal di Padangsidimpuan.

Penulis mulai melaksanakan pendidikan dasar di SDN 12 Kota Padangsidimpuan tamat pada tahun 1998, penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Padangsidimpuan tamat pada tahun 2001, dan melanjutkan sekolah menengah atas di SMAN 2 Padangsidimpuan tamat tahun 2004. Dan pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan D-III Kebidanan di Akademi Kebidanan Sentral Padangsidimpuan, dan tamat pada tahun 2007. Tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan D-IV Bidan Pendidik di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung, dan tamat tahun 2009.

Penulis menikah pada tanggal 13 Juni 2009 dengan Tommy Harianto, S.H, anak dari Bapak Iman dan Ibu Pahmia Siregar. Kemudian dikaruniai dua orang putra.

Penulis bekerja sebagai dosen di Akademi Kebidanan Sentral Padangsidimpuan mulai pada tahun 2009 sampai sekarang.

Kemudian pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis ... 7

1.5. Manfaat penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Kehamilan ... 9

2.2. Anemia pada Ibu Hamil ... 12

2.2.1. Patofisiologi Anemia pada Ibu Hamil ... 20

2.2.2. Gejala Anemia pada Ibu Hamil ... 21

2.2.3. Derajat Anemia pada Ibu Hamil ... 22

2.2.4. Pengaruh Anemia pada Kehamilan ... 25

2.2.5. Pencegahan dan Penanganan Anemia pada Ibu Hamil ... 28

2.3 Kebutuhan Gizi pada Ibu Hamil ... 32

2.3.1. Energi ... 34

2.3.2. Protein ... 34

2.3.3. Vitamin dan Mineral ... 35

2.3.4. Zat Besi ... 36

2.3.5. Asam Folat ... 37

2.3.6. Vitamin B12 ... 38

2.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Anemia ... 39

2.4.1. Asupan Fe yang tidak Memadai ... 39

2.4.2. Peningkatan Kebutuhan Fisiologis ... 40

2.4.3. Kehilangan Banyak Darah ... 40

2.4.4. Umur ... 40

2.4.5. Paritas ... 41

2.4.6. Jarak Kelahiran ... 42

(14)

2.4.7. Konsumsi Tablet Fe ... 42

2.4.8. Pola Makan Ibu Hamil ... 45

2.4.9. Pemeriksaan ANC ... 49

2.5. Landasan Teori ... 50

2.6. Kerangka Konsep ... 52

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ... 53

3.1. Jenis Penelitian ... 53

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 53

3.3. Populasi dan Sampel ... 53

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 54

3.5. Defenisi Operasional ... 54

3.6. Aspek Pengukuran ... 55

3.7. Pengolahan dan Analisis Data ... 58

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 61

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 61

4.1.1 Letak Geografis ... 61

4.1.2 Demografi ... 62

4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Paritas dan Jarak Kelahiran ... 62

4.3 Konsumsi Tablet Fe ... 63

4.4 Pola Makan ... 64

4.5 Pemeriksaan ANC ... 65

4.6 Anemia ... 65

4.6.1 Hubungan Umur dengan Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan... 65

4.6.2 Hubungan Paritas dengan Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan... 66

4.6.3 Hubungan Jarak Kelahiran dengan Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan... 67

4.6.4 Hubungan Konsumsi Tablet Fe dengan Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan... 68

4.6.5 Hubungan Pola Makan dengan Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan... 68

4.6.6 Hubungan Pemeriksaan ANC dengan Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan... 69

(15)

4.6.7 Hubungan Pemeriksaan ANC dengan Konsumsi Tablet Besi pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas

Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 70

4.6.8 Hubungan Zat Besi dengan Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan... 70

4.6.9 Hubungan Asam Folat dengan Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan... 71

4.6.10 Hubungan Vitamin B12 dengan Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan... 72

4.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Anemia ... 72

BAB 5. PEMBAHASAN ... 75

5.1. Anemia Dalam Kehamilan ... 75

5.2. Pengaruh Konsumsi Tablet Fe terhadap Kejadian Anemia ... 78

5.3. Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Anemia ... 81

5.4. Pengaruh Pemeriksaan ANC terhadap Kejadian Anemia ... 85

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1. Kesimpulan ... 87

6.2. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89 LAMPIRAN

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Angka Kecukupan Gizi Ibu Tidak Hamil dan Hamil (Usia 19-49

tahun) ... 33 2.2. Perkiraan Faktorial Protein terhadap Komponen-komponen

Pertambahan pada Kehamilan Normal Cukup Bulan ... 35 3.1 Aspek Pengukuran Variabel ... 57 4.1 Distribusi Karakteristik Ibu Hamil Berdasarkan Umur, Paritas dan

Jarak Kelahiran di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan ... 63 4.2 Distribusi Frekuensi Konsumsi Tablet Fe pada Ibu Hamil di

Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 63 4.3 Distribusi Frekuensi Pola Makan pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja

Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 64 4.4 Distribusi Frekuensi Pola Makan (Zat Besi, Asam Folat dan

Vitamin B12) pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas

Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 64 4.5 Distribusi Frekuensi Pemeriksaan ANC pada Ibu Hamil di Wilayah

Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan... 65 4.6 Distribusi Frekuensi Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja

Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 65 4.7 Hubungan Umur dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di

Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 66 4.8 Hubungan Paritas dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di

Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan di

Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 67 4.9 Hubungan Jarak Kelahiran dengan Kejadian Anemia pada Ibu

Hamil ... 67

(17)

4.10 Hubungan Konsumsi Tablet Fe dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan ... 68 4.11 Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di

Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 69 4.12 Hubungan Pemeriksaan ANC dengan Kejadian Anemia pada Ibu

Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan ... 69 4.13 Hubungan Pemeriksaan ANC dengan Konsumsi Tablet Besi pada

Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan ... 70 4.14 Hubungan Zat Besi dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di

Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 71 4.15 Hubungan Asam Folat dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di

Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 71 4.16 Hubungan Vitamin B12 dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil

di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 72 4.17 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Berganda ... 73

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 52

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 93

2. Master Data Penelitian ... 94

3. Hasil Analisis Univariat ... 96

4. Hasil Analisi Bivariat ... 99

5. Hasil Analisis Multivariat ... 110

6. Tabel AKG ... 114

7. Surat Permohonan Survei Awal ... 115

8. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 116

9. Surat Keterangan Selesai Penelitian... 120

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan merupakan proses yang alami dan normal sehingga sebagian besar wanita hamil akan mengalami proses perubahan bentuk tubuh yang hampir sama.

Pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibu, keadaan janin itu sendiri dan plasenta sebagai akar yang akan memberikan nutrisi. Meski dalam jumlah terminimum sekalipun, keterbatasan nutrisi kehamilan (maternal) pada saat terjadinya proses pembuahan janin dapat berakibat pada kelahiran prematur dan efek negatif jangka panjang serta kesehatan janin (Maya,2010).

Status gizi pada awal kehidupan akan mempengaruhi status kesehatan jasmani pada kehidupan selanjutnya, status gizi ibu hamil mempengaruhi keadaan gizi bayi yang dilahirkan. Ibu hamil untuk dapat melahirkan bayi sehat dan selamat hanya mungkin bila ibu dalam kondisi kesehatan dan gizi yang prima. Sebaliknya ibu hamil yang kekurangan gizi atau menderita anemia dapat menyebabkan peningkatan angka kesakitan bagi ibu maupun janinnya dan mempunyai faktor risiko untuk mengalami kematian, melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah. Hal tersebut di kemudian hari dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan bayinya (Depkes, 2003).

(21)

Salah satu zat gizi yang diketahui meningkat kebutuhannya selama kehamilan adalah zat besi. Menurut Darlina (2003), zat besi pada masa kehamilan digunakan untuk perkembangan janin, plasenta, ekspansi sel darah merah, dan untuk kebutuhan basal tubuh. Zat besi yang diperlukan dapat diperoleh dari makanan dan tablet besi.

Akan tetapi, seperti halnya konsumsi zat gizi secara umum, konsumsi zat besi seringkali belum memenuhi kebutuhan dalam tubuh. Apabila kadar zat besi di dalam tubuh ibu hamil kurang, maka akan terjadi suatu keadaan yang disebut anemia.

Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah gizi yang utama disamping tiga masalah gizi lainnya, yaitu kurang kalori protein, defisiensi vitamin A, dan endemic gondok. Dampak kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat diamati dari besarnya angka kesakitan dan kematian maternal, peningkatan angka kesakitan dan kematian janin, serta peningkatan risiko terjadinya berat badan lahir rendah.

Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah eritrosit yang beredar atau konsentrasi hemoglobin menurun. Sebagai akibatnya, ada penurunan transportasi oksigen dari paru ke jaringan perifer. Selama kehamilan anemia lazim tejadi dan biasanya disebabkan oleh defisiensi besi, sekunder terhadap kehilangan darah sebelumnya atau masukan besi yang tidak adekuat (Ben-Zion, 1994).

Anemia kehamilan disebut “Potential Danger to Mother and Child”

(potensial membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan.

Pengaruh anemia dalam kehamilan diantaranya adalah dapat menyebabkan BBLR

(22)

dan perdarahan. Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, kekurangan asam folat, infeksi dan kelainan darah, jenis anemia yang pengobatannya relatif mudah bahkan murah. Anemia pada kehamilan merupakan masalah Nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia (Manuaba, 2010).

Anemia pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan terkait dengan insidennya yang tinggi dan komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun pada janin. Di dunia 34 % ibu hamil dengan anemia dimana 75 % berada di negara sedang berkembang. Di Indonesia, 63,5 % ibu hamil dengan anemia (Saifudin, 2006) dan sekitar 62,3 % berupa anemia defisiensi besi (ADB) (Winkjosastro, 2005).

Anemia juga dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin, abortus, partus lama, sepsis puerperalis, kematian ibu dan janin meningkatkan risiko berat badan lahir rendah, asfiksia neonatorum, prematuritas (Winkjosastro, 2005).

Ibu hamil aterm cenderung menderita anemia defisiensi besi (ADB), karena pada masa tersebut janin menimbun cadangan besi untuk dirinya dalam rangka persediaan segera setelah lahir (Sin Sin, 2008). Rasmaliah (2004) menyebutkan bahwa anemia merupakan penyebab penting yang melatarbelakangi kejadian morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada waktu hamil dan pada waktu melahirkan atau nifas sebagai akibat komplikasi kehamilan.

Menurut Wirakusumah (1999) di Indonesia anemia pada ibu hamil trimester ketiga mencapai 30-50% disebabkan kurangnya asupan makanan yang mengandung zat besi. Keadaan ini dapat membawa akibat negative seperti rendahnya kemampuan

(23)

kerja jasmani dan rendahnya kemampuan intelektual dan pertumbuhan fisik terganggu, terutama pada balita, bayi akan mengalami berat bayi lahir rendah, rendahnya kekebalan tubuh sehingga mengakibatkan tingginya angka kesakitan, sebagai salah satu penyebab tingginya angka kesakitan ibu.

Selama ini diketahui bahwa defisiensi besi bukan satu-satunya penyebab anemia namun bila prevalensi anemia tinggi, defisiensi besi dianggap sebagai penyebab utama. Sebuah penelitian di Takalar, Sulawesi Selatan menyebutkan asupan besi yang kurang pada ibu hamil anemia adalah 82,35% dan pada asupan seng yang kurang yaitu 62% (Tunny, 2011).

Untuk mengatasi masalah anemia kekurangan zat besi pada ibu hamil pemerintah Depkes RI sejak tahun 1970 telah melaksanakan suatu program pemberian tablet zat besi pada ibu hamil di Puskesmas dan Posyandu dengan mendistribusikan tablet tambah darah, dimana 1 tablet berisi 200 mg fero sulfat dan 0,25 mg asam folat (setara dengan 60 mg besi dan 0,25 mg asam folat). Setiap ibu hamil dianjurkan minum tablet tambah darah dengan dosis satu tablet setiap hari selama masa kehamilannya dan empat puluh hari setelah melahirkan. Tablet tambah darah disediakan oleh Pemerintah dan diberikan kepada ibu hamil secara gratis melalui sarana pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2003).

Berdasarkan Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2011, berdasarkan survei anemia yang dilaksanakan tahun 2010 di 4 kabupaten/kota di Sumatera Utara, yaitu Kota Medan, Binjai, Deli Serdang dan Langkat diketahui bahwa 40,50% wanita hamil menderita anemia. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan

(24)

prevalensi anemia adalah dengan pemberian tablet besi (Fe) sebanyak 90 tablet selama masa kehamilan. Cakupan ibu hamil yang mendapat 90 tablet besi di Sumatera Utara menunjukkan kenaikan yaitu 33,03% tahun 2008, naik menjadi 53,09% tahun 2009 dan menjadi 76,67% di tahun 2010, namun belum mencapai target yang ditentukan yaitu 80% (Dinkes Propsu, 2011).

Tablet tambah darah berwarna merah, berselaput film dan dikemas dalam sachet alumunium warna perak, berisi 30 tablet perbungkus. Dalam kemasan ada logo tetesan darah warna merah, tulisan “tablet tambah darah untuk ibu hamil, ibu dan bayi menjadi sehat” serta tanda untuk diperjual belikan (Depkes RI, 2003).

Anemia pada ibu hamil disamping disebabkan karena kemiskinan dimana asupan gizi sangat kurang, juga dapat disebabkan karena ketimpangan gender dan adanya ketidaktahuan tentang pola makan yang benar. Ibu hamil memerlukan banyak zat gizi untuk memenuhi kebutuhan tubuh pada diri dan janinnya. Kekurangan zat besi mengakibatkan kekurangan hemoglobin (hb), dimana zat besi sebagai salah satu unsur pembentuknya. Hemoglobin berfungsi sebagai pengikat oksigen yang sangat dibutuhkan untuk metabolisme sel.

Menurut Santosa (2004) pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis dan frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri khas pada satu kelompok masyarakat tertentu. lemak, vitamin dan mineral dalam porsi yang sesuai. Pola konsumsi pangan individu atau keluarga dapat berfungsi sebagai cerminan dari kebiasaan makan individu atau keluarga. Frekuensi makan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan

(25)

makan. Frekuensi makan ini bisa menjadi penduga tingkat kecukupan konsumsi gizi, artinya semakin tinggi frekuensi makan, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar.

Pola konsumsi pangan disusun berdasarkan data jenis bahan makanan, frekuensi makan dan berat bahan makanan yang dimakan. Semakin sering suatu pangan dikonsumsi dan semakin berat pangan yang bersangkutan dimakan, maka semakin besar peluang pangan tersebut tergolong dalam konsumsi pangan individu atau keluarga. Penilaian konsumsi pangan dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Pada penilaian secara kualitatif data yang dikumpulkan lebih menitik beratkan pada aspek-aspek yang berhubungan dengan kebiasaan makan seperti frekuensi makan, frekuensi menurut jenis makanan yang dikonsumsi maupun cara memperoleh makanan, penataan gizi pada wanita hamil sangat diperlukan untuk menjamin kecukupan kalori, protein, vitamin, mineral, dan cairan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi ibu dan janin. Penelitian Herlina dkk (2005) juga menunjukkan bahwa semakin kurang baik pola makan, akan semakin tinggi angka kejadian anemia pada ibu hamil.

Menurut Depkes RI (1996) dalam Hendro (2005) bahwa beberapa faktor yang menyebabkan anemia adalah 1)Faktor yang berhubungan dengan diri ibu hamil, misalnya konsumsi zat besi, pertumbuhan fisik, jarak/frekuensi kelahiran dan status gizi ibu hamil serta intake makanan, 2)Faktor yang disebabkan oleh faktor luar tubuh ibu hamil misalnya, ada tidaknya perdarahan pasca kehamilan, infeksi, ada/tidaknya rutinitas antenatal care (ANC).

(26)

Dari survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan, dimana dari 10 ibu hamil terdapat 7 orang yang menderita anemia dengan pemeriksaan Hb ≤ 11 gr%. Dan dilihat dari data Puskesmas Pijorkoling pada tahun 2011, ibu hamil yang mendapat tablet Fe hanya sekitar 50,40% dari 502 ibu hamil. Disamping itu masih ditemukan ibu yang berkunjung ke Puskesmas mengalami gejala anemia dengan tanda – tanda lemah, letih, lesu dan pucat.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian tentang faktor – faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh faktor-faktor yang meliputi (umur, paritas, jarak kehamilan, konsumsi tablet Fe, pola makan, pemeriksaan ANC) terhadap anemia pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan.

(27)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan informasi dalam hal perencanaan upaya penanggulangan kejadian anemia pada ibu hamil dan diharapkan kepada petugas Puskesmas dapat memantau ibu hamil dengan memeriksa kadar Hb pada setiap ibu hamil.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam pengambangan penelitian ilmu kesehatan reproduksi dan menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan anemia defisiensi zat besi dalam kehamilan.

3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lain mengenai anemia pada ibu hamil.

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan

Kehamilan adalah proses terjadinya konsepsi atau pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuaba, 2010). Kehamilan dibagi menjadi tiga trimester yaitu : Trimester I (usia kehamilan sampai 14 minggu), trimester II (usia kehamilan sampai 28 minggu), trimester III (usia kehamilan sampai ≥ 36 minggu).

Menurut (Maya, 2010), proporsi kenaikan berat badan selama hamil adalah sebagai berikut :

1. Pada trimester I kenaikan berat badan ibu lebih kurang 1 kg yang hampir seluruhnya merupakan kenaikan berat badan ibu.

2. Pada trimester II sekitar 3 kg atau 0,3 kg/minggu. Sebesar 60% dari kenaikan berat badan ini disebabkan pertumbuhan jaringan ibu.

3. Pada Trimester III sekitar 6 kg atau 0,3-0,5 kg/minggu. Sebesar 60% dari kenaikan berat badan ini karena pertumbuhan jaringan janin.

Kehamilan merupakan proses yang alami dan normal sehingga sebagian besar wanita hamil akan mengalami proses perubahan bentuk tubuh yang hampir sama.

Tubuh ibu akan terus bertambah besar, terutama pada bagian perut, pinggul, dan payudara. Selama 9 bulan lebih ( 40 minggu ), ibu akan membawa janin di dalam kandungannya yang terus membesar sehingga tubuh ibu pun akan beradaptasi agar

(29)

janin dapat tumbuh dengan baik di dalam kandungan (Maya, 2010). Pada kehamilan terjadi perubahan fisik pada wanita yaitu :

1. Setelah terjadi fertilisasi, hormon estrogen dan progesterone terus menigkat.

Kedua hormon ini yang banyak memberi pengaruh terhadap perubahan yang ibu alami. Sekitar 11-13 hari setelah konsepsi, ibu akan mengeluarkan perdarahan sedikit (spotting) dan hilang dalam waktu 2-3 hari. Pada beberapa minggu pertama wanita hamil akan merasakan nyeri, kencang, dan gatal di payudara. Setelah memasuki bulan kedua, payudara bertambah besar dan vena halus menjadi kelihatan tepat dibawah kulit. Putting susu bertambah besar, berpigmen/berwarna lebih gelap dan lebih sensitif. Pada bulan pertama berat badan ibu biasanya belum bertambah, apalagi jika ibu mengalami mual dan muntah serta penurunan nafsu makan. Penambahan berat badan mulai terlihat 1-2 kg selama trimester II.

2. Pada saat ini rahim dengan mudah dapat diraba, dan mulai tampak membesar.

Tubuh ibu mulai mengalami perubahan bentuk. Ibu kelihatan lebih gemuk dan bentuk pinggang mulai tidak terlihat, biasanya pakaian yang biasa ibu pakai sudah tidak nyaman. Wajah ibu mulai terlihat lebih segar dan bercahaya, tetapi kulit di leher, ketiak, lipatan paha, sekitar putting susu, dan perut berubah semakin gelap. Payudara ibu juga semakin membesar karena pembesaran kelenjar air susu. Pada akhir bulan keempat atau awal bulan kelima, ibu mulai mersakan gerakan janin untuk pertama kali. Gerakan biasanya sangat lembut. Pada akhir bulan kelima, gerakan tersebut akan lebih

(30)

kuat. Ibu akan merasakan gerakan janin ketika janin berganti posisi, merentangkan lengan, atau menendang kaki di dalam rahim. Pada akhir trimester II ibu mulai tampak jelas sedang hamil, meskipun sebagian wanita merasa sehat, banyak juga yang mudah lelah dan tidur lebih lama di malam hari.

3. Pada akhir bulan ketujuh ibu biasanya merasa sehat, namun terkadang ia mengalami kesulitan pencernaan, misalnya sembelit, bengkak pada kaki, dan kelelahan. Bayi bergerak lebih sering di dalam rahim dan ibu dapat merasakan gerakan kakinya. Kadang- kadang ibu juga merasakan kontraksi rahim.

Kontraksi rahim yang tidak menyakitkan ini disebut braxton hicks.

Kesehatan ibu hamil merupakan hal yang memerlukan perhatian khusus.

Salah satunya dengan melakukan pengawasan wanita hamil secara teratur. Dengan usaha itu mortalitas serta morbiditas ibu dan bayi jelas menurun, dan akan mampu meningkatkan derajat kesehatan di suatu wilayah. Salah satu indikator yang menentukan derajat kesehatan adalah angka kematian ibu. Dimana penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (28%), eklampsi (24%), dan infeksi (11%).

Penyebab tidak langsung kematian ibu antara lain KEK pada kehamilan (37%), dan anemia pada kehamilan (40 %) (Depkes RI, 2009).

Menurut Indiarti (2009), kondisi ibu hamil dengan faktor resiko dan risiko tinggi yang dapat mengalami komplikasi kehamilan adalah sebagai berikut: 1)Faktor- faktor risiko: a) Umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun; b) Ibu dengan tinggi badan kurang dari 145 cm; c) Jarak kelahiran anak kurang dari 2 tahun;

(31)

d)Jumlah anak lebih dari 4 orang; e) Bentuk panggul ibu yang tidak normal; 2) Resiko Tinggi; a) Badan ibu kurus pucat; b) Adanya kesulitan pada kehamilan atau persalinan sebelumnya; c) Pernah terjadi keguguran sebelumnya; d) Kepala pusing, kaki bengkak; e) Perdarahan pada waktu hamil; f) Keluar air ketuban pada waktu hamil; g) Batuk-batuk lama.

2.2 Anemia pada Ibu Hamil

Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh jaringan. Sedangkan menurut WHO, anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin lebih rendah dari batas normal untuk kelompok orang yang bersangkutan (Tarwoto dan Wasnidar, 2007).

Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan (Arisman, 2009). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr%

pada trimester II (Saifuddin, 2002).

Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ – organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume

(32)

plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi (Varney, 2006).

Anemia secara praktis didefinisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb atau hitung eritrosit dibawah batas normal. Namun nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit dipastikan karena ketiga parameter laboratorium tersebut bervariasi selama periode kehamilan. Umumnya ibu hamil dianggap anemik jika kadar hemoglobin dibawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari 33%. Namun, CDC membuat nilai batas khusus berdasarkan trimester kehamilan dan status merokok.

Dalam praktek rutin, konsentrasi Hb kurang dari 11 g/dl pada akhir trimester pertama dan < 10 gr/dl pada akhir trimester kedua dan ketiga. Anemia terjadi saat :

1. Tubuh kehilangan banyak darah (siklus haid yang banyak, penyakit tertentu, trauma/luka dengan perdarahan)

2. Tubuh memiliki masalah dalam pembentukan sel darah merah

3. Sel darah merah rusak atau mati lebih cepat dari kemampuan tubuh memproduksi sel darah merah yang baru

4. Lebih dari satu keadaan di atas terjadi bersamaan.

Penurunan kadar hemoglobin yang dijumpai selama masa kehamilan pada wanita sehat yang tidak mengalami defisiensi besi atau folat disebabkan oleh penambahan volume plasma yang relative lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan volume sel darah merah. Ketidakseimbangan antara kecepatan

(33)

penambahan plasma dan penambahan eritrosit kedalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua. Istilah anemia fisiologis yang telah lama digunakan untuk menerangkan proses ini kurang tepat dan seharusnya ditinggalakan. Pada kehamilan tahap selanjutnya, ekspansi plasma pada dasarnya berhenti sementara dan massa hemoglobin terus meningkat.

Hemoglobin (Hb) yaitu komponen sel darah merah yang berfungsi menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh, jika Hb berkurang, jaringan tubuh kekurangan oksigen. Oksigen diperlukan tubuh untuk bahan bakar proses metabolisme. Zat besi merupakan bahan baku pembuat sel darah merah. Ibu hamil mempunyai tingkat metabolisme yang tinggi misalnya untuk membuat jaringan tubuh janin, membentuknya menjadi organ dan juga memproduksi energi agar ibu hamil bisa tetap beraktifitas normal sehari-hari (Sin Sin, 2010). Fungsi Hb merupakan komponen utama eritrosit yang berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida.

Warna merah pada darah disebabkan oleh kandungan Hb yang merupakan susunan protein yang komplek yang terdiri dari protein, globulin dan satu senyawa yang bukan protein yang disebut heme. Heme tersusun dari suatu senyawa lingkar yang bernama porfirin yang bagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe). Jadi heme adalah senyawa – senyawa porfirin – besi, sedangkan hemoglobin adalah senyawa komplek antara globin dengan heme.

Selama masa nifas, tanpa adanya kehilangan darah berlebihan, konsentrasi hemoglobin tidak banyak berbeda dibanding konsentrasi sebelum melahirkan. Setelah melahirkan, kadar hemoglobin biasanya berfluktuasi sedang di sekitar kadar pra

(34)

persalinan selama beberapa hari dan kemudian meningkat ke kadar yang lebih tinggi daripada kadar tidak hamil. Kecepatan dan besarnya peningkatan pada awal masa nifas ditentukan oleh jumlah hemoglobin yang bertambah selama kehamilan dan jumlah darah yang hilang saat kelahiran serta dimodifikasi oleh penurunan volume plasama selama masa nifas.

Penyebab tersering anemia selama kehamilan dan masa nifas adalah defisiensi besi dan kehilangan darah akut. Tidak jarang keduanya saling berkaitan erat, karena pengeluaran darah yang berlebihan disertai hilangnya besi hemoglobin dan terkurasnya simpanan besi pada suatu kehamilan dapat menjadi penyebab penting anemia defisiensi besi pada kehamilan berikutnya (Arisman, 2009).

Secara umum, ada tiga penyebab anemia defisiensi zat besi, yaitu :

1. Kehilangan darah secara kronis sebagai dampak perdarahan kronis, seperti pada penyakit ulkus peptikum, hemoroid, infestasi parasit, dan proses keganasan;

2. Asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat;

3. Peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan, dan menyusui (Arisman, 2009).

Sumsum tulang membuat sel darah merah. Proses ini membutuhkan zat besi, dan vitamin B12 dan Asam folat. Eritropoietin (Epo) merangsang membuat sel darah merah. Anemia dapat terjadi bila tubuh kita tidak membuat sel darah merah

(35)

secukupnya. Anemia juga disebabkan kehilangan atau kerusakan pada sel tersebut (Wijaya, 2010).

Anemia defisiensi zat besi (kejadian 62,30 %) adalah anemia dalam kehamilan yang paling sering terjadi dalam kehamilan akibat kekurangan zat besi.

Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya unsur zat besi dalam makanan, gangguan reabsorbsi, dan penggunaan terlalu banyaknya zat besi. Anemia megaloblastik (kejadian 29,00 %), dalam kehamilan adalah anemia yang disebabkan karena defisiensi asam folat. Anemia Hipoplastik (kejadian 8,0 %) pada wanita hamil adalah anemia yang disebabkan karena sum – sum tulang kurang mampu membuat sel – sel darah merah. Dimana etiologinya belum diketahui dengan pasti kecuali sepsis, sinar rotgen, racun dan obat-obatan. Anemia hemolitik (kejadian 0,70%), yaitu anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat, yaitu penyakit malaria (Winkjosastro, 2002).

Penyebab anemia pada umumnya adalah kurang gizi (malnutrisi); kurang zat besi dalam diet; malabsorpsi; kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain; penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain (Mochtar, 2004).

Berdasarkan penyebab terjadinya anemia, secara umum anemia dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Anemia Perdarahan yaitu anemia yang disebabkan karena perdarahan, baik yang terjadi sedikit demi sedikit maupun yang berlangsung secara menahun dan biasanya karena penyakit usus, misalnya ameobiasis.

(36)

2. Anemia Defisiensi yaitu anemia karena kekurangan bahan pematangan sel darah merah, yang terdiri dari :

a. Anemia Kekurangan Gizi

Anemia kekurangan gizi yang terjadi karena kekurangan bahan untuk mematangkan sel darah merah seperti besi, asam folik, vitamin C, vitamin E, yang semuanya berasal dari luar protein calory malnutrition sering dijumpai anemia kekurangan bahan – bahan pematang.

b. Anemia Kekurangan Besi

Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel – sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Jika simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut mendekati anemia walaupun belum ditemukan gejala – gejala fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk sel – sel darah merah didalam sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang disebut anemia gizi besi.

Seseorang dapat kekurangan zat besi karena kehilangan darah. Pada perempuan, kehilangan zat besi dan sel darah merah saat perdarahan yang banyak dan cukup lama misalnya pada persalinan. Perempuan juga dapat mengalami kekurangan besi dan sel darah merah pada keadaan tumor

(37)

rahim (uterine fibroid) yang dapat berdarah perlahan-lahan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan kehilangan zat besi dan sel darah merah adalah ulkus, polip pada usus besar, atau kanker kolon (usus besar), pemakaian aspirin atau obat penghilang nyeri lainnya, infeksi, luka yang berat, pembedahan.

Makan makanan yang rendah zat besi juga bisa mengakibatkan anemia defisiensi besi. Sumber makanan yang mengandung banyak zat besi adalah daging, ikan, ternak, telur, produk susu atau makanan yang diperkaya zat besi (Arisman, 2009). Saat kehamilan, zat besi yang dibutuhkan oleh tubuh lebih banyak dibanding saat tidak hamil. Tujuan suplemen zat besi selama kehamilan bukan untuk meningkatkan atau menjaga konsentrasi hemoglobin ibu atau mencegah kekurangan zat besi pada janin, tetapi untuk mencegah kekurangan zat besi pada ibu.

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia. Wanita usia subur sering mengalami anemia, karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil (Ben-Zion, 1994)

(38)

c. Anemia Megaloblastik

Anemia yang terjadi karena kekurangan asam folak atau vitamin B 12 sebagai bahan penting untuk pematangan inti sel, sering terjadi pada anak dengan gizi kurang yang mendapat infeksi dengan diare.

Kekurangan vitamin B12 atau folat adalah penyebab anemia. Anemia defisinsi B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia yang tejadi karena tubuh kekurangan vitamin B12, sedangkan tubuh memerlukannya untuk membuat sel darah merah dan menjaga sistem saraf bekerja normal. Hal ini bisa didapatkan pada orang yang tubuhnya tidak dapat menyerap vitamin B12 karena gangguan usus atau sistem kekebalan tubuh atau makan makanan yang kuran B12.

Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan rasa kebas di tungkai dan kaki, gangguan berjalan, mudah lupa dan gangguan penglihatan. Terapi sesuai penyebabnya. Folat atau asam folat juga diperlukan dalam pembentukan sel darah merah, jika terjadi anemia jenis ini timbul saat kita tidak mengkonsumsi folat dalam jumlah cukup atau ada gangguan penyerapan folat dalam usus. Anemia ini juga dapat terjadi pada kehamilan trimester ketiga disaat tubuh ibu memerlukan banyak folat.

Folat ditemukan pada makanan seperti sayuran berdaun hijau, buah- buahan, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Folat juga terdapat pada roti, pasta dan sereal yang difortifikasi (Prawirohardjo, 2008)

(39)

3. Anemia Aplastik yaitu anemia yang terjadi karena susunan tulang sebagai sumber utama pembuatan sel – sel darah (eritrosit, leukosit, maupun trombosit) tidak mampu untuk membuat sel – sel darah tersebut. Kerusakan

sum – sum tulang ini dapat disebabkan oleh radiasi, obat – obatan, bahan kimia, dan lain sebagainya. Penyakit ini pada umumnya berakhir dengan kematian, hanya beberapa penderita yang tertolong setelah berobat bertahun – tahun.

4. Anemia Hemolitik, anemia ini terjadi karena eritrosit dihancurkan secara berlebihan dan disebabkan karena kelainan bawaan yang turun temurun, misalnya penyakit thalessemia dengan sel – sel eritrosit yang berbentuk sabit atau karena seperti malaria, transfusi dengan darah yang tidak cocok (Proverawati, 2011).

2.2.1. Patofisiologi Anemia pada Ibu Hamil

Menurut Proverawati (2011), perubahan hematology sehubungan dengan kehamilan adalah karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester kedua kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke sembilan dan meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron. Stimulasi peningkatan 300-350 ml massa sel merah ini dapat disebabkan oleh hubungan antara hormon maternal dan peningkatan eritropoitin selama kehamilan.

(40)

Peningkatan volume plasma menyebabkan terjadinya hidremia kehamilan atau hemodilusi, yang menyebabkan terjadinya penurunan hematokrit (20-30%), sehingga hemoglobin dari hematokrit lebih rendah secara nyata dari pada keadaan tidak hamil. Hemoglobin dari hematokrit mulai menurun pada bulan ke 3-5 kehamilan, dan mencapai nilai terendah pada bulan ke 5-8. Cadangan besi wanita hamil mengandung 2 gram, sekitar 60-70% berada dalam sel darah merah yang bersirkulasi, dan 10-30% adalah besi cadangan yang terutama terletak di dalam hati, empedu, dan sumsum tulang. Kehamilan membutuhkan tambahan zat besi sekitar 800-1000 mg untuk mencukupi kebutuhan yang terdiri dari :

1. Terjadinya peningkatan sel darah merah membutuhkan 300-400 mg zat besi dan mencapai puncak pada 32 minggu kehamilan.

2. Janin membutuhkan zat besi 100-200 mg

3. Pertumbuhan plasenta membutuhkan zat besi 100-200 mg. Sekitar 190 mg hilang selama melahirkan (Proverawati, 2011).

2.2.2. Gejala Anemia pada Ibu Hamil

Tanda dan gejala anemia defisiensi besi biasanya tidak khas dan sering tidak jelas, seperti: pucat, mudah lelah, berdebar, takikardia, dan sesak nafas. Kepucatan bisa diperiksa pada telapak tangan, kuku, dan konjungtiva palpebra. Tanda yang khas meliputi anemia, stomatitis angularis, glositis, disfagia, hipokloridia, koilonikia, dan pagofagia. Tanda yang kurang khas berupa kelelahan, anoreksia, kepekaan terhadap infeksi meningkat, kelainan perilaku tertentu, kinerja intelektual serta kemampuan kerja menyusut (Arisman, 2009).

(41)

Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan darah dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara klinis dapat dilihat tubuh yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi). Guna memastikan seorang ibu menderita anemia atau tidak, maka diperlukan pemeriksaan kadar hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan hemoglobin dengan spektrofotometri merupakan standar (Winkjosastro, 2005).

Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap : awalnya terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin di hati, saat konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, fertin inilah yang diambil. Daya serap zat besi dari makanan sangat rendah, zat besi pada pangan hewan lebih tinggi penyerapannya yaitu 20 - 30 % sedangkan dari sumber nabati 1 – 6 %. Bila terjadi anemia, kerja jantung akan dipacu lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan O2 ke semua organ tubuh, akibatnya penderita sering berdebar dan jantung cepat lelah.

Gejala lain adalah lemas, cepat lelah, letih, mata berkunang – kunang, mengantuk, selaput lendir, kelopak mata, dan kuku pucat (Proverawati, 2011).

2.2.3. Derajat Anemia pada Ibu Hamil

Menurut Supariasa (2002), Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia. Gejala awal anemia berupa badan lemah, kurang nafsu makan, kurang energi, konsentrasi menurun, sakit kepala, mudah terinfeksi penyakit, mata berkunang-kunang, selain itu kelopak mata,bibir, dan kuku tampak pucat. Penanggulangan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan dengan cara pemberian tablet besi serta peningkatan kualitas makanan sehari-hari.

(42)

Ibu hamil dikatakan anemia jika kadar hemoglobin atau darah merahnya kurang dari 11,00 gr %. Menurut World Health Organization (WHO) anemia pada ibu hamil adalah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11 gr %. Anemia pada ibu hamil di Indonesia sangat bervariasi, yaitu : Tidak Anemia : Hb > 11 gr%, Anemia ringan : Hb 9 – 10,9 gr%, Anemia Sedang : Hb 7 – 8,9 gr%. Anemia Berat : Hb < 7 gr% (Depkes, 2007).

Pengukuran Hb yang disarankan oleh WHO ialah dengan cara Cyanmet, namun cara Oxyhaemoglobin dapat pula dipakai asal distandarisir terhadap cara Cyanmet. Sampai saat ini baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit masih menggunakan alat Sahli. Dan pemeriksaan darah dilakukan tiap trimester dan minimal dua kali selama hamil yaitu pada trimester I dan trimester III.

Menurut Supariasa (2002), di antara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan paling sederhana adalah metode Sahli, dan yang lebih canggih adalah metode sianmethemoglobin. Pada metode Sahli,hemoglobin dihidrolisis dengan HCl menjadi globin ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi menjadi ferriheme yang segera bereaksi dengan ion CI membentuk ferrihemechlorid yang juga disebut hematin atau hemin yang berwarna coklat. Warna

yang terbentuk ini dibandingkan dengan warna standar (hanya dengan mata telanjang). Untuk memudahkan perbandingan, warna standar dibuat konstan, yang diubah adalah warna hemin yang terbentuk. Perubahan warna hemin dibuat dengan cara pengenceran sedemikian rupa sehingga warnanya sama dengan warna standar.

(43)

Disamping faktor mata, faktor lain misalnya ketajaman, penyinaran dan sebagainya dapat mempengaruhi hasil pembacaan.

Meskipun demikian untuk pemeriksaan di daerah yang belum mempunyai peralatan canggih atau pemeriksaan di lapangan, metode Sahli ini masih memadai dan bila pemeriksanya telah terlatih hasilnya dapat diandalkan. Metode yang lebih canggih adalah metode sianmethemoglobin. Pada metode ini hemoglobin dioksidasi oleh 11 kalium ferrosianida menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan ion sianida (CN2-) membentuk sianmethemoglobin yang berwarna merah. Intensitas warna dibaca dengan fotometer dan dibandingkan dengan standar. Karena yang membandingkan alat elektronik, maka hasilnya lebih objektif. Namun fotometer saat ini masih cukup mahal, sehingga masih belum semua laboratorium memilikinya.

Metoda Cyanmethemoglobin ini cukup teliti dan dianjurkan oleh International Commitee for Standardization in Hemathology (ICSH). Menurut cara ini darah

dicampurkan dengan larutan drapkin untuk memecah hemoglobin menjadi cyanmethemoglobin, daya serapnya kemudian diukur pada 540 mm dalam

kalorimeter fotoelektrit atau spektrofotometer. Cara penentuan Hb yang banyak dipakai di Indonesia ialah Sahli. Cara ini untuk di lapangan cukup sederhana tapi ketelitiannya perlu dibandingkan dengan cara standar yang dianjurkan WHO (Tarwoto dan Wasnidar, 2007).

2.2.4. Pengaruh Anemia pada Kehamilan

Anemia dalam kehamilan mempunyai pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Penyulit – penyulit

(44)

yang dapat timbul akibat anemia adalah : keguguran ( abortus ), kelahiran prematurs, persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahimdi dalam berkontraksi (inersia uteri), perdarahan pasca melahirkan karena tidak adanya kontraksi otot rahim ( atonia uteri ), syok, infeksi baik saat bersalin, serta anemia yang berat (<4 gr %) dapat menyebabkan dekompensasi kordis. Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan (Saifudin, 2002).

Pengaruh anemia pada kehamilan. Risiko pada masa antenatal : berat badan kurang, plasenta previa, eklampsi, ketuban pecah dini, anemia pada masa intranatal dapat terjadi tenaga untuk mengedan lemah, perdarahan intranatal, syok, dan masa pascanatal dapat terjadi subinvolusi. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus : prematur, apgar scor rendah, gawat janin. Bahaya pada trimester II dan trimester III, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus prematur, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu (Mansjoer, 2008).

Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan, dapat menyebabkan gangguan his primer, sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan – tindakan tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer, 2008). Anemia kehamilan dapat menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga akan mempengaruhi ibu saat mengedan untuk melahirkan bayi.

(45)

Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan : gangguan his – kekuatan mengejan, Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, Kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, Kala III dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post partum akibat atonia uteri, Kala IV dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri. Pada kala nifas : terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran asi berkurang, dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mammae (Saifudin, 2002).

Hasil penelitian oleh Indriyani dan Amiruddin (2006) bahwa faktor risiko anemia ibu hamil < 11 gr % mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian partus lama. Ibu yang mengalami kejadian anemia memiliki risiko mengalami partus lama 1,681 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia tapi tidak bermakna secara statistik. Ini diduga karena terjadi ketidakseragaman pengambilan kadar Hb dan pada kontrolnya ada yang kadar Hb nya diambil pada trimester I dan bisa saja pada saat itu ibu sedang anemia. Ibu hamil yang anemia bisa mangalami gangguan his/gangguan mengejan yang mengakibatkan partus lama. Kavle et al, 2008 pada penelitiannya menyatakan bahwa perdarahan pada ibu setelah melahirkan berhubungan dengan anemia pada kehamilan 32 minggu. Kehilangan darah lebih banyak pada anemia berat dan kehilangan meningkat sedikit pada wanita anemia ringan dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia.

(46)

Pertumbuhan janin terganggu disebabkan karena terjadinya penurunan Hb yang diakibatkan karena selama hamil volume darah 50 % meningkat dari 4 ke 6 L, Volume plasma meningkat sedikit yang menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunuan ini akan lebih kecil pada ib u hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari plasenta dan untuk penyediaan cadangan saat kehilangan darah waktu melahirkan. Selama kehamilan rahim, plasenta dan janin memerlukan aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (Smith et al, 2010).

Pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur, dan bayi berat lahir rendah, yaitu sebesar 38,85 %, merupakan penyebab kematian bayi. Sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen di dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (asfiksia lahir), yaitu 27,97 %. Hal ini menunjukkan bahwa 66,82% kematian perinatal dipengaruhi pada kondisi ibu saat melahirkan. Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetri terbanyak pada tahun 2005 adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya yaitu 56,09% (Herlina, 2005).

Budwiningtjastuti dkk, (2005) melakukan penelitian anemia pada ibu hamil triwulan III dan pengaruhnya terhadap kejadian rendahnya Scor Apgar, didapatkan hasil bahwa ibu hamil dengan anemia < 11 gr % meningkatkan risiko rendahnya scor afgar. Demikian pula penelitian yang dilakukan di Kabupaten Labuhan Batu oleh Simanjuntak (2008) meneliti hubungan anemia pada ibu hamil dengan kejadian

(47)

BBLR didapatkan 86 (53%) anemia dari 162 kasus. Dan yang melahirkan bayi dengan BBLR 36,0 %. Hasil penelitian Karasehin et al. (2007) menunjukkan bahwa ibu hamil dengan anemia, empat kali lebih beresiko melahirkan bayi prematur dan 1,9 kali berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) daripada ibu hamil yang tidak anemia.

2.2.5. Pencegahan dan Penanganan Anemia pada Ibu Hamil

Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan dengan cara : meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, mengkonsumsi pangan hewani dengan jumlah cukup, namun karena harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi, memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti Vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin c sebanyak 25, 50, 100, dan 250 mg dapat meningkatakan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4, dan 5 kali. Buah – buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50 – 80 % vitamin C akan rusak. Mengurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin (Winkjosastro, 2002).

Untuk menghindari terjadinya anemia sebaik ibu hamil melakukan pemeriksaan sebelum hamil sehingga dapat data-data dasar kesehatan umum calon ibu tersebut dalam pemeriksaan kesehatan disertai pemeriksaan laboratorium, termasuk pemeriksaan tinja sehingga diketahui adanya infeksi parasit. Pemerintah telah menyediakan preparat besi untuk dibagikan kepada masyarakat sampai ke

(48)

posyandu. Contoh preparat Fe diantaranya Barralat, Biosanbe, Iberet, Vitonal, dan Hamvitom. Semua preparat tersebut dapat dibeli bebas (Wijaya, 2010).

Penanganan anemia defisiensi besi adalah dengan preparat besi yang diminum (oral) atau dapat secara suntikan (parenteral). Tetapi oral adalah dengan pemberian preparat besi : fero sulfat, fero gluconat, atau Na – Fero bisitrat. Pemberian preparat 60 mg / hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr % per bulan. Sedangkan pemberian preparat parenteral adalah dengan ferum dextran sebanyak 100 mg (20 ml) intravena atau 2 x 10 ml secara intramuskulus, dapat meningkatkan hemoglobin relatif cepat yatu 2 gr%. Pemberian secara parenteral ini hanya berdasarkan indikasi, dimana terdapat intoleransi besi pada traktus gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan pasien yang buruk. Pada daerah – daerah dengan frekuensi kehamilanyang tinggi dan dengan tingkat pemenuhan nutrisi yang minim, seperti di Indonesia, setiap wanita hamil haruslah diberikan Sulfas Ferosus atau glukonas ferosus sebanyak satu tablet sehari selama masa kehamilannya. Selain itu perlu juga dinasehatkan untuk makn lebih banyak protein dan sayur – sayuran yang mengandung banyak mineral serta vitamin (Winkjosastro, 2002).

Menurut Arisman (2009), pencegahan dan penanganan anemia pada ibu hamil adalah sebagai berikut :

1. Pemberian Tablet Besi

Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang diprioritaskan dalam program suplementasi, dosis yang dianjurkan dalam satu hari adalah dua tablet (satu

(49)

tablet mengandung 60 mg Fe dan 200 mg asam folat) yang dimakan selama paruh kedua kehamilan karena pada saat tersebut kebutuhan akan zat besi sangat tinggi.

2. Pemeriksaan Hemoglobin

Pemeriksaan hemoglobin pada ibu hamil dilakukan minimal 2 x selama kehamilan, yaitu pada TM I dan TM III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia maka dari itu dilakukan pemberian Preparat Fe sebanyak 90 tablet pada ibu-ibu di Puskesmas maupun pada bidan praktek swasta 3. Pendidikan

Konsumsi tablet zat besi dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu sehingga orang cenderung menolak tablet yang diberikan. Penolakan tersebut sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan mereka bahwa selama kehamilan mereka memerlukan tambahan zat besi. Agar mengerti para wanita hamil harus diberikan pendidikan yang tepat misalnya tentang bahaya yang mungkin terjadi akibat anemia dan harus pula diyakini bahwa salah satu penyebab anemia adalah defisiensi zat besi.

4. Modifikasi Makanan

Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua cara, pertama memastikan konsumsi makanan yang cukup kalori sebesar yang dikonsumsi. Kedua meningkatkan ketersediaan zat besi yang dimakan yaitu dengan jalan mempromosikan makanan yang dapat memacu dan menghindarkan pangan yang bisa mereduksi penyerapan zat besi.

(50)

5. Pengawasan Penyakit Infeksi

Pengobatan yang efektif dan tepat waktu dapat mengurangi dampak gizi yang tidak diinginkan. Tindakan yang penting sekali dilakukan selama penyakit berlangsung adalah mendidik keluarga penderita tentang cara makan yang sehat selama dan sesudah sakit. Pengawasan penyakit infeksi ini memerlukan upaya kesehatan masyarakat, pencegahan seperti penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi dan kebersihan perorangan.

6. Fortifikasi Makanan

Merupakan salah satu cara terampuh dalam pencegahan defisiensi zat besi.

Kelompok masyarakat yang dijadikan target harus (dilatih) dibiasakan mengkonsumsi makanan fortifikasi ini serta harus memiliki kemampuan untuk mendapatkannya (Arisman, 2009). Hasil olahan makanan fortifikasi yang paling lazim adalah tepung gandum roti, makanan yang terbuat dari jagung serta jagung giling dan hasil olahan susu.

Penanganan anemia dalam kehamilan menurut tingkat pelayanan (Saifuddin, 2002) :

1. Polindes : membuat diagnosis kilnik dan rujukan pemeriksaan laboratorium, memberikan terafi oral, penyuluhan gizi ibu hamil dan menyusui.

2. Puskesmas : membuat diagnosis dan terafi, menentukan penyakit kronik (malaria, TBC) dan penanganannya.

3. Rumah Sakit : membuat diagnosis dan terafi, dan membuat diagnosis thalasemia dengan elektroforosis Hb.

Referensi

Dokumen terkait

SISTEM PENGENALAN UCAPAN HURUF VOKAL MENGGUNAKAN METODE LINEAR PREDICTIVE CODING (LPC) DAN JARINGAN. SARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ)

Dibentuknya Dinas Perhubungan Kota Palembang tidak serta merta diikuti perubalian instasional, melainkan lahapan-tahapan instansional yakni berawal dari terbentuknya Dinas

• Praktek, kebijakan, dan perubahan dari penelitian umpan balik ini memberikan kantor penjualan pengaruh yang nyata untuk kinerja dan profitabilitas. • Menanggapi sistem

Perbincangan dalam kajian lepas telah menunjukkan hubungan antara program kerajaan dan pola pengundian dalam beberapa pilihanraya umum dan pilihanraya kecil di pelbagai negeri

Pencemaran ini menyebabkan kandungan merkuri di lahan pertanian dan tanaman melebihi batas aman.Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis bakteri heterotrofik

Pengelolaan Hama Terpadu Pengelolaan Hama Terpadu Rotasi produk Rotasi produk Kalibrasi dan perawatan peralatan Kalibrasi dan perawatan peralatan Tidak menaman tanaman

(10) Makanan yang dijual di kantin SD Negeri Mangunsari 03 masih banyak yang berpotensi membuat anak-anak menjadi kelebihan berat badan dan obesitas karena

ini, penulis melakukan pengujian aplikasi secara mandiri dengan melakukan percobaan masuk ke Animasi yang penulis rancang dan berperan sebagai pengguna dan