• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Kedelai Nasional

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Kedelai Nasional

Variabel yang mempengaruhi harga kedelai nasional yaitu konsumsi kedelai nasional, harga kedelai impor, penawaran kedelai nasional, kuantitas impor kedelai, serta harga kedelai nasional pada tahun sebelumnya. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kumenaung (2002) bahwa harga kedelai di tingkat petani dipengaruhi oleh harga kedelai impor. Secara rinci, keragaan harga kedelai nasional sebagai berikut:

5.4.1 Keragaan Harga Kedelai Nasional

Hasil estimasi menunjukkan bahwa model HKN lebih dinamis dan variatif, hasil menunjukkan bahwa HKI, SKN dan KIK memberikan pengaruh paling besar terhadap perubahan HKN. Begitupun hasil penelitian oleh Zakiah

(2011) menunjukkan bahwa harga kedelai nasional secara nyata dipengaruhi oleh produksi kedelai nasional, kuantitas kedelai impor, harga kedelai impor, permintaan kedelai, serta harga kedelai nasional tahun sebelumnya.

Tabel 5.6 menyimpulkan bahwa penawaran kedelai nasional paling responsif pengaruhnya terhadap perubahan HKN, dimana ketika SKN meningkat 1 persen, maka HKN akan menurun sebesar 1.3 persen dalam jangka pendek, sedangkan KIK dan LHKN responsif terhadap perubahan HKN dalam jangka panjang. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa HKI dapat merangsang perubahan HKN (Kumenaung 2002). Berbeda dengan hasil penelitian oleh Zakiah (2011) bahwa harga kedelai relatif respon terhadap permintaan kedelai dibanding keempat peubah penjelas lainnya. Begitupun hasil penelitian oleh Handayani (2007) menunjukkan bahwa PKN dan KKN responsif terhadap HKN baik dalam jangka pendek dan jangka panjang, sama hal nya dengan hasil penelitian Kumenaung (1994) permintaan dan penawaran kedelai responsif terhadap HKN. Sebaliknya, harga kedelai impor tidak responsif terhadap HKN, ini sama dengan hasil penelitian Kumenaung (2002) bahwa respon inelastis harga kedelai impor terhadap harga kedelai nasional dalam jangka pendek dan jangka panjang. Secara rinci hasil estimasi parameter model harga kedelai nasional disajikan dalam Tabel 5.6 berikut.

Tabel 5.6 Hasil Estimasi Parameter HKN Variabel Parameter

Estimasi

Elastisitas Pr > |T| Varibel Label

SR LR

intercept 66.486 0.380

KKN 0.426 0.486 0.846 0.122 konsumsi kedelai nasional

HKI 3.055 0.623 -0.303 0.002 harga kedelai impor SKN -1.077 -1.332 -0.641 0.013 penawaran kedelai nasional

KIK 1.129 0.630 -4.881 0.008 kuantitas impor kedelai LHKN 0.829 0.719 4.207 <.0001 harga kedelai nasional t-1

R2 adj = 92% Pr>|F| <.0001 Durbin-H stat = 3.973

Hasil estimasi pada Tabel 5.6 memperlihatkan bahwa harga nasional paling responsif terhadap penawaran kedelai nasional, volume impor serta harga kedelai nasional pada tahun sebelumnya. Artinya, untuk meningkatkan daya saing harga kedelai nasional terhadap harga kedelai impor, maka ketersediaan kedelai lokal di dalam negeri harus lebih besar dibanding ketersediaan kedelai impor. Untuk itu, stok kedelai nasional dijaga agar jangan sampai langka, karena jika hal ini terjadi, maka HKN akan lebih mahal dibanding HKI.

Hasil estimasi model simultan menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi produksi kedelai nasional adalah luas area tanam dan produktivitas kedelai nasional pada tahun sebelumnya. Konsumsi kedelai nasional dipengaruhi secara langsung dan responsif oleh penawaran kedelai nasional. Harga internasional terintegrasi langsung dengan harga impor di dalam negeri, yang mana implikasinya terhadap perubahan harga nasional. Namun, harga kedelai nasional sendiri terintegrasi langsung dengan penawaran kedelai dalam negeri

baik yang berasal dari produksi kedelai dalam negeri maupun yang berasal dari kedelai impor. Akar utama dari permasalahan produksi kedelai di Indonesia tidak pernah mencukupi kebutuhan kedelai dalam negeri adalah karena keterbatasan luas area tanam kedelai. Seperti dikutip dari RPJPN5) bahwa ketersediaan pangan semakin terbatas disebabkan oleh semakin meningkatnya konversi lahan sawah dan lahan pertanian produktif lainnya, sehingga menyebabkan rendahnya peningkatan produktivitas hasil pertanian, serta buruknya kondisi jaringan irigasi dan prasarana irigasi di lahan produksi. Dilansir dari sebuah artikel bahwa Kementerian Pertanian tetap melanjutkan program perluasan areal tanam kedelai pada 2014 seluas 340 ribu hektar guna meningkatkan produksi kedelai6).

Review hasil estimasi model produksi dan konsumsi kedelai nasional, yaitu untuk meningkatkan produksi kedelai nasional harus dilakukan perluasan area tanam, perbaikan harga kedelai di tingkat produsen hingga bantuan subsidi input produksi. Hasil estimasi model produksi kedelai nasional, bahwa ketika harga input produksi kedelai meningkat maka luas area tanam kedelai yang berimplikasi secara langsung dengan produktivitasnya akan menurun.

Ketika kuantitas input produksi meningkat, seperti pupuk, benih, jumlah tenaga kerja dan ketersediaan lahan, maka produktivitas kedelai akan meningkat, karena petani akan semakin bergairah untuk menanam kedelai, serta memperluas area tanam kedelai pada lahan sawah yang tersedia. Begitupun ketika teknologi budidaya semakin baik, seperti sarana dan prasarana irigasi serta infrastuktur, hal tersebut dibuktikan oleh hasil penelitian Widitono dan Zainul (2008) bahwa tingkat penerapan teknologi budidaya kedelai masih rendah, untuk itu hasil penelitian oleh Supadi (2009), Hamundu dan Rianse (2004) menunjukkan bahwa untuk meningkatkan produktivitas kedelai adalah dengan adopsi teknologi.

Luas area sangat dipengaruhi oleh teknologi serta dukungan pemerintah, teknologi megindikasikan penggunaan pupuk, benih, saprotan lainnya, tentunya terkait dengan harga saprodi dan saprotan, ketika biaya yang dikeluarkan lebih kecil, keuntungan yang diperoleh petani lebih besar, dampaknya luas area semakin meningkat, untuk itu, guna menekan biaya produksi, diperlukan subsidi saprodi dan saprotan dari pemerintah. Produktivitas relatif stabil, hanya pengaruh lag produktivitas tahun sebelumnya saja dalam jangka panjang yang responsif terhadap produktivitas kedelai tahun berjalan. Seperti penelitian oleh Setiabakti (2013), Kumenaung (2002), dan Hadipurnomo (2000) menyimpulkan bahwa produksi kedelai secara keseluruhan dipengaruhi oleh harga saprodi dan saprotan, dimana harga tersebut lebih responsif dalam mempengaruhi perubahan luas area dibanding produktivitas.

Ketika semua input produksi mendukung kegiatan budidaya kedelai, maka petani akan semangat dan bergairah untuk memperluas area tanam kedelai dari ketersediaan lahan sawah yang sudah ada, sehingga produktivitas secara berkesinambungan juga akan meningkat. Hal tersebut juga dijelaskan dalam penelitian Widotono dan Zainul (2008) bahwa jika semakin besar output dengan input yang sama atau semakin kecil input dengan output yang sama, maka usahatani lebih efisien. Namun daripada itu, pemerintah juga harus memperhatikan sistem distribusi kedelai mulai dari tengkulak, pemasok, hingga pedagang besar sampai ke konsumen.

Draft Rancangan Awal: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025. http://search.4shared.com/postDownload/EwEpAHPH/04-draft-rpjp-final-4-feb-2005.html.

6)

Artikel: Kementan Lanjutkan Perluasan. Areal Tanam Kedelai. Kamis 30 Mei 2013, 15:28 WIB. Pewarta: Subagyo. http://www.antaranews.com/berita/377464/kementan-lanjutkan-perluasan-areal-tanam-kedelai

Hasil analisis estimasi konsumsi kedelai memperlihatkan bahwa ketika harga kedelai lokal meningkat, maka permintaan akan komoditas tersebut semakin menurun, menyebabkan konsumsi kedelai impor akan meningkat. Jagung, merupakan komplementer dari kedelai, ketika harga jagung meningkat, maka permintaan jagung semakin menurun, sehingga permintaan kedelai akan meningkat. Sama halnya ketika pendapatan nasional per kapita meningkat, maka konsumsi kedelai nasional juga meningkat.

Sebaliknya, ketika harga kedelai impor meningkat, maka permintaan kedelai impor menurun, menyebabkan permintaan kedelai lokal meningkat. Seperti yang terjadi pada tahun 2013 ini di sekitar bulan september – desember, bahwa harga kedelai impor naik hingga mencapai Rp.10.000,-/kg. Impor kedelai dapat dianalisis dari dua sisi utama, yaitu harga dan kuantitas kedelai impor, dimana harga impor dipengaruhi oleh harga internasional dan exchange rate, sedangkan volume impor dipengaruhi oleh tarif dan harga impor. Harga kedelai impor dapat berdampak pada harga kedelai nasional di tingkat petani, seperti hasil penelitian oleh Kumenaung (1994) jika harga impor naik, maka akan merangsang harga di tingkat petani naik, sehingga menguntungkan petani. Tetapi jika tarif impor yang diaikkan, maka volume impor akan berkurang, menyebabkan penurunan jumlah penawaran kedelai nasional.

Gejolak kenaikan harga kedelai impor dipicu oleh melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, hingga per 6 september 2013 sudah mencapai Rp. 11.450,- hingga Rp. 11.950,- per 1 USD (sumber: BCA). Pernyataan oleh Wamentan dalam TribunNews7) bahwa menurutnya gejolak harga kedelai impor terus meningkat disebabkan oleh nilai tukar Rupiah yang semakin melemah terhadap USD, mengingat impor kedelai di Indonesia paling banyak berasal dari USA.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa ketika Rupiah menguat, maka kuantitas kedelai impor akan berkurang, karena harga kedelai impor di dalam negeri semakin menurun, membuat importir kedelai enggan melakukan impor kedelai ke Indonesia. Sehingga ketersediaan stok kedelai impor juga sedikit, ketika kedelai impor tidak dapat memenuhi permintaan kedelai dalam negeri, maka permintaan kedelai lokal akan semakin meningkat.

Ketika ketersediaan kedelai impor berkurang dan tidak dapat memenuhi konsumsi kedelai dalam negeri, maka pedagang atau pengrajin dalam industri kedelai akan mengkonsumsi kedelai lokal, sehingga permintaan akan kedelai lokal meningkat. Sesuai dengan hasil penelitian oleh Riana dan Ikbal (2011) bahwa produksi hanya dapat memenuhi 35 persen kebutuhan kedelai dalam negeri. Kondisi ini tentunya lebih baik untuk produsen kedelai lokal, karena dapat meningkatkan harga kedelai lokal. Seperti yang dilansir dari Tempo online8) bahwa harga kedelai impor semakin meningkat karena disebabkan pasokan kedelai impor yang tidak bisa langsung didatangkan ke Indonesia.

Artikel: TribunNews.com. Wamentan Salahkan Rupiah Soal Harga Kedelai. Jumat, 30 Agustus 2013; 17:07 WIB. http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/08/30/wamentan-salahkan-rupiah-soal-harga-kedelai

8)

Artikel: Perajin Tempe Minta Penetapan Harga Jual Kedelai. Kamis, 5 September 2013; 09:10 WIB. http://www.tempo.co/read/news/2013/09/05/092510761/Perajin-Tempe-Minta-Penetapan-Harga-Jual- Kedelai 

Selain itu, gejolak harga impor kedelai juga disebabkan oleh adanya praktek kartel, serta data stok kedelai yang tidak sama antara kementerian pertanian dengan kementerian perdagangan9). Artikel yang dikutip dari Sumatera Ekspres10) yang dikemukakan oleh Mentan Suswono bahwa fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS membawa dampak peningkatan harga kedelai di pasaran karena 70 persen kebutuhan kedelai dalam negeri harus diimpor.

Hasil estimasi harga kedelai nasional diperoleh bahwa ketika penawaran kedelai nasional meningkat, maka harga kedelai nasional akan semakin menurun, namun jika konsumsi atau permintaan kedelai lokal meningkat, maka peluang bagi harga kedelai nasional semakin meningkat. Seperti yang terjadi saat ini, bahwa adanya kecurangan dari importir kedelai yang dengan sengaja menahan suplai kepada pengrajin tahu dan tempe, sehingga tersebarlah informasi bahwa pasokan kedelai tidak ada, sehingga timbul persepsi di masyarakat bahwa suplai kedelai juga tidak ada, akibatnya penjual kedelai menahan penjualan dengan asumsi jika dijual dikemudian hari akan lebih mahal11). Terbukti hingga saat ini harga kedelai masih tinggi dan bertahan pada tingkat petani hingga mencapai rata- rata Rp 9.000 per kilogram. Saat ini tercatat produksi dalam negeri hanya sekitar 700.000 ton, sementara kebutuhan kedelai mencapai 2,5 juta ton per tahun.

Gejolak impor kedelai, disebabkan oleh dinamika nilai tukar rupiah, tarif impor, serta harga kedelai di tingkat internasional. Hasil estimasi menunjukkan bahwa ketika harga kedelai di tingkat internasional, tarif impor kedelai, serta kuantitas impor kedelai semakin meningkat, maka harga kedelai impor meningkat. Begitupun ketika nilai tukar rupiah melemah, maka kuantitas impor kedelai akan semakin meningkat. Kuantitas kedelai impor meningkat saat harga kedelai nasional meningkat, menyebabkan permintaan terhadap kedelai lokal menurun. Sehingga permintaan kedelai impor semakin besar.