• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simulasi Kebijakan Ketiga

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.6 Simulasi Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Kedelai Nasional Simulasi kebijakan dilakukan guna melihat seperti apa kebijakan yang

5.6.3 Simulasi Kebijakan Ketiga

Simulasi ketiga dengan menaikkan HKN sebesar 64 persen diharapkan dapat meningkatkan PKN sesuai hasil peramalan. Seperti hasil penelitian oleh Simatupang, Marwoto dan Swastika (2005) menyimpulkan bahwa harga kedelai ditentukan oleh mekanisme pasar, oleh permintaan dan persediaan, sehingga diperlukan kebijakan pemerintah untuk menentukan harga kedelai di tingkat petani guna meningkatkan gairah petani dalam berbudidaya kedelai. Petani sangat diuntungkan dengan adanya kebijakan naiknya harga kedelai nasional di tingkat petani, naiknya harga impor, dan kuota impor (Kumenaung 1994).

Hasil simulasi menunjukkan bahwa dengan meningkatkan HKN sebesar 64 persen, maka PKN akan meningkat sebesar 6.79 persen. Sesuai teori konsumsi ketika harga naik maka permintaan akan turun. Begitupun ketika HKN naik sebesar 64 persen, maka KKN akan turun sebesar 6.3 persen. Namun kenaikan HKN hanya memicu sedikit saja kenaikan HKI, yaitu sebesar 3.5 persen, sehingga kenaikan KIK hanya sebesar 21.6 persen, masih lebih kecil dibanding kenaikan rata-rata KIK selama 52 tahun terakhir ini, yaitu mencapai 260 persen per tahun. Secara rinci hasil analisis simulasi yang ketiga disajikan dalam Tabel 5.10.

Tabel 5.10 Ringkasan Analisis Simulasi Ketiga

Variabel Simulasi Dasar (rata-rata) Simulasi 3 (rata-rata) Perubahan (%)

LATKN 831.4 874.0 5.12

PRKN 1.016 1.018 0.17

KKN 1313 1230.4 -6.31

HKN 1149 1776.4 54.56

Variabel Simulasi Dasar (rata-rata) Simulasi 3 (rata-rata) Perubahan (%)

KIK 642.5 781.3 21.60

PKN 860.1 918.5 6.79

SKN 1610.8 1808.1 12.25

Simulasi Kebijakan Ketiga: HKN naik 64%

Kesimpulan dari hasil analisis simulasi kebijakan ketiga yaitu dengan meaikkan HKN 64 persen, akan memicu kenaikan LATKN, sehingga tentunya akan menambah gairah petani kedelai dalam meningkatkan hasil usatahaninya. Kenaikan HKN yang lebih besar ini tidak diikuti serta merta oleh kenaikan HKI, karena sejatinya importir berharap dengan kenaikan HKN yang lebih tinggi membuat konsumen beralih kepada kedelai impor. Namun untuk jangka panjang, ketika HKN terus meningkat, maka PKN juga akan terus meningkat, dan pada akhirnya pemerintah akan membatasi kuota kedelai impor guna mencapai cita-cita Indonesia sejak dahulu dalam pembangunan jangka panjang program strategis Indonesia, yaitu menjadi negara swasembada pangan, termasuk kedelai yang merupakan komoditas terpenting dan strategis di Indonesia setelah padi dan jagung.

Langkanya kedelai impor di pasaran, membuat harga kedelai nasional ikut naik, bisa saja terjadi kenaikan harga kedelai impor namun tidak diimbangi dengan meningkatnya kuantitasnya, justru semakin menurun karena tarif yang semakin meningkat. Sehingga kenaikan harga kedelai nasional melambung tinggi, hal ini memacu luas area tanam kedelai meningkat, sehingga dampaknya produksi kedelai nasional juga meningkat. Namun, pada kenyataannya, untuk membuat harga kedelai nasional di pasaran meningkat, maka penawaran kedelai nasional dibuat menurun oleh para pelaku pasar, sehingga seolah-olah terjadi kelangkaan kedelai nasional juga di pasaran. Dengan begitu, harga kedelai nasional dapat dinaikkan setinggi-tingginya, namun akibatnya akan membuat permintaan terhadap kedelai nasional tidak meningkat, kalaupun meningkat, nilainya tidak signifikan, ini bisa terjadi jika konsumen mengganti kedelai dengan produk subtitusinya, misalnya dengan jagung. Sistem pengendalian dan pemantauan harga kedelai ini yang tentunya diperlukan bantuan dari Pemerintah, mulai dari harga di tingkat petani hingga ke konsumen, sehingga stok kedelai di pasaran tidak menjadi “permainan” lagi bagi pelaku pasar kedelai.

Hasil ketiga analisis kebijakan diatas dapat digunakan untuk meningkatkan produksi kedelai nasional, agar kebutuhan kedelai dalam negeri selalu terpenuhi oleh kedelai lokal. Untuk itu, dalam rangka meningkatkan produksi kedelai, diperlukan sejumlah kebijakan, antara lain: pertama, memperbaiki kualitas benih guna meningkatkan produktivitas. Hal ini sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan mutu untuk dapat bersaing dengan kedelai impor. Apabila kualitas benih sudah ditingkatkan, diharapkan mutu kedelai produksi dalam negeri juga akan meningkat. Jika mutu kedelai lokal telah bagus, maka secara otomatis pengrajin tahu dan tempe akan lebih memilih kedelai lokal ketimbang kedelai impor. Petani harus melakukan pemupukan tanaman sesuai aturan yang telah digariskan oleh Kementerian Pertanian. Untuk kedua kegiatan ini, pemilihan benih unggul dan pemupukan harus sesuai aturan dan diperlukan bimbingan yang

intensif oleh aparat Kementerian Pertanian. Oleh karena itu, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kementerian Pertanian perlu lebih aktif mendampingi petani dalam bercocok tanam.

Kebijakan yang kedua melalui perluasan areal tanam. Perluasan areal tanam berkaitan erat dengan peningkatan produktivitas dan pengelolaan lahan. Upaya peningkatan produktivitas dapat dilaksanakan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas sistem perbenihan kedelai, perbaikan teknik budidaya kedelai, memperlancar penyediaan saprodi, modal dan teknologi, sosialisasi, pemantauan, pendampingan dan koordinasi. Perluasan areal dan optimasi lahan dilaksanakan dengan menarik minat dan gairah petani dan investor dalam pengembangan kedelai, meningkatkan IP (intensitas produksi) dalam rangka optimalisasi lahan dan teknologi, perluasan wilayah baru untuk mengembangkan pusat pertumbuhan, pengembangan kerjasama investor dengan petani dan koperasi, pengembangan produksi kedelai skala besar untuk bahan baku industri, dan pengembangan budidaya tumpang sari.

Kebijakan yang ketiga adalah dengan memberikan jaminan harga. Kebijakan ini dapat dilaksanakan dengan memberi peran yang lebih besar kepada Perum Bulog yaitu disamping sebagai penyalur juga sebagai stabilitator harga. Usahatani kedelai dapat berjalan dengan efektif dan efisien apabila petani memperoleh insentif atau keuntungan yang memadai. Oleh karena itu, pemerintah perlu menjaga kestabilan harga dan pasar melalui penetpan harga pembelian oleh pemerintah. Dalam pengendalian tersebut diperlukan koordinasi dengan instansi dan stakeholder terkait, baik pada tingkat pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Jaminan harga juga dapat dilakukan dengan menyederhanakan tataniaga, karena rantai tataniaga kedelai nasional cenderung rumit dan panjang, sehingga selisih harga di tingkat produsen (petani) dengan harga di tingkat grosir dan eceran cukup mencolok. Untuk meminimalisir hal tersebut, pemerintah perlu mengatur tataniaga kedelai agar lebih sederhana dengan rantai tataniaga yang lebih pendek. Sedangkan penetapan harga impor terkait langsung oleh penetapan tariff impor kedelai, dimana jika pemerintah menetapkan tarif impor lebih tinggi, maka harga impor juga akan meningkat, bahkan bias lebih mahal dibanding harga kedelai lokal, sehingga, kedelai lokal memiliki daya saing dari sisi harga yang lebih kompetitif dengan harga kedelai impor.