3) Kontribusi yang Diberikan oleh Penjaga Gudang, Petugas Keamanan dan kebersihan kepada Toke dan Penjual-Penjual
3.13 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Penjualan Pakaian Bekas
Harga merupakan hasil kesepakatan bersama antara tokeh penjual bal dengan tokeh yang membeli, selanjutnya kesepakatan antara toke dengan penjual-penjual dan antara toke dengan pengecer. Harga juga merupakan nilai rupiah yang harus dibayarkan untuk mendapatkan sebuah barang berupa pakaian bekas.
Untuk lebih tepatnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga penjualan pakaian bekas diantaranya:
01) Tipe-tipe pakaian bekas
Tipe-tipe pakaian bekas ini dibuat oleh toke dan penjual agar dapat mengembalikan modal dalam pembelian pakaian bekas kepada toke bal, selain itu juga untuk mendapatkan keuntungan. Adanya tipe-tipe pakaian bekas dianggap toke dan
penjual dapat menarik perhatian pembeli dengan melihat langsung bagaimana kualitas dari pakaian bekas yang dipajang pada kiosnya. Adanya tipe-tipe pakaian bekas juga dapat menolong penjual-penjual dan pengecer dalam membeli pakaian bekas dan menjualnya kembali kepada pembeli.
02) Patung, body dan hanger
Merupakan alat untuk menarik perhatian pembeli untuk membeli pakaian bekas.
Adanya patung, body dan hanger juga dapat menaikkan harga jual dari pakaian bekas, dikarenakan apabila pakaian bekas sudah diletakkan pada benda-benda tersebut akan terlihat menarik dan seperti baru. Ada juga yang beranggapan pembeli dapat mengkhayalkan pakaian bekas yang dipajang di patung, body ataupun hanger, bahkan penjual-penjual juga mempersilahkan pembeli untuk mencobanya langsung sehingga pembeli merasa puas.
03) Tawar-menawar
Merupakan faktor penting dalam penetuan harga jual dari pakaian bekas, dikarenakan dengan adanya tawar-menawar maka hubungan emosional muncul. Dimana ada beberapa pembeli yang sampai menanyakan marganya sipenjual (apabila orang batak), mak dicarikan tali persaudarannya melalui kumpulan marga (Martarombo),satu kampung, sehingga ada hubungannya. Apabila demikian harga yang awalnya tinggi bisa turun karena adanya tali persaudaraan dan satu kampung. Tawar-menawar merupakan sebuah kesepakatan bersama antara penjual dan pembeli dalam membuat harga yang sesuai, walaupun kenyataannya terkadang harga yang ditawarkan oleh pembeli terlalu rendah namun penjual menyetujui harga tersebut dengan alasan harus membeli pakaian bekas miliknya lebih dari satu atau dua potong. Contoh dari tawar-menawar adalah
semisal pembeli menginginkan untuk membeli pakaian bekas 4 potong yang diletakkan dipatung, harga jual awal/potong pakaian bekas dipatung Rp35000 maka harga seharusnya Rp 140.000 dapat berubah menjadi Rp 120.000, dikarenakan adanya tawar-menawar antara penjual dan pembeli.
04) Harga Langganan
Merupakan harga yang ditetapkan antara penjual kepada pembeli yang telah dikenalnya. Pembeli tersebut merupakan orang yang selalu membeli pakaian bekas dikiosnya, maka harga yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan si pembeli semisalnya harganya dikurangi Rp2000-Rp3000 dari harga biasanya.
05) Pungutan pada setiap berjualan pakaian bekas
Pungutan-pungutan yang muncul pada setiap berjualan pakaian bekas/yang dilaksanakan pada setiap kali pekan di pasar Simpang Melati mempengaruhi harga penjualan pakaian bekas. Pungutan ini harus dibayarkan setiap kali pekan kepada aktor-aktor yang terlibat dalam penjualan pakaian bekas, pungutan tersebut diantaranya:
a) sewa kios sebesar Rp 25000/pekan b) pungutan kebersihan Rp 1000/pekan c) pungutan keamanan Rp 2000/pekan d) pungutan untuk gudang Rp 6000/pekan
Adanya pungutan-pungutan yang harus dibayarkan pada setiap kali pekan ini mengakibatkan harga jual pakaian bekas menjadi mahal.
Hal diatas merupakan gambaran dari dalam yang mempengaruhi harga penjualan pakaian bekas. Faktor dari luar yang juga mempengaruhi harga penjualan pakaian bekas adalah dari masuknya pakaian bekas sampai ke toke dan penjual-penjual di pasar
Simpang Melati. Hal ini dilihat dari bal-bal pakaian bekas ini diangkut oleh kapal-kapal ikan yang berasal dari Malaysia dan Singapura. Bal pakaian bekas awalnya merupakan sumbangan dari Negara-negara Eropa, seperti Amerika, Italia, Taiwan, Korea, Jepang untuk orang-orang yang berkekurangan yang selanjutnya disalahgunakan dengan diperjualbelikan secara illegal ke Indonesia melalui pelabuhan Belawan dan Tanjung Balai. Sesampai di Tanjung Balai akan diadakan negosiasi harga berupa tawar-menawar dengan petugas kemanan berupa uang pelicin yang disebut sebagai pungutan liar. Harga pungutan liar atau sering disebut sebagai tebusan wajib agar seluruh pakaian bekas yang masuk dikenakan biaya sebesar Rp 40.0000.000 untuk mengangkut 2000 bal pakaian bekas. Jika sudah demikian kapal-kapal ini bisa memasukkan 10.000 ribu bal sekali merapat di Tanjung Balai tahun 2004 sampai sampai tahun 2006.
Setelah itu pemilik pakaian bekas harus mengeluarkan uang sedikitnya Rp 350.000 agar pengiriman bal-bal pakaian bekas ke Medan berlangsung lancar. Pungutan liar ini dijadikan sebagai uang masuk bagi lembaga-lembaga yang tidak bertanggung jawab untuk menambah pendapatan mereka. Lembaga-lembaga yang tidak bertanggung jawab ini seperti aparat-aparat kemanan yang berpatroli ataupun yang bertugas di laut. Pungutan liar hasil pembelian bal-bal pakaian bekas dibebankan kepada tokeh-tokeh yang membeli bal, untuk selanjutnya dibebankan kepada tokeh penjual bal. Tokeh penjual bal ini kemudian memberikan harga yang sesuai dengan tinggi rendahnya harga satu bal pakaian bekas.
Pada tahun 2003-2005 harga satu bal pakaian bekas seharga Rp1.500.000- Rp 1.900.000 untuk setiap satu bal kemeja, kaos, celana panjang, rok sepan dan celana keeper wanita, seta jas ataupun blazer wanita dan pria. Biasanya satu bal pakaian bekas
untuk kemeja berisi 350 potong, pakaian dalam 500 potong, kaos 350 potong, celana panjang wanita dan pria 250 potong, blazer wanita dan jas pria 300 potong, celana keeper dan rok sepan wanita 300 potong. Isi dari satu bal pakaian bekas tersebut tidak semuanya bagus. Tidak seorang pun yang dapat mengintip isi satu bal pakaian bekas. Menurut penuturan Kak Maya:
“ Tidak seorang pun yang mengetahui bagaimana kualitas dan bentuk pakaian bekas dari bal-bal pakaian bekas yang beratnya 100kg tersebut bahkan tokeh penjual bal ataupun bahkan tokeh pembeli bal sekalipun. Isi dari setiap satu bal pakaian bekas juga tidak ada yang mengetahui berapa jumlah pakain yang layak pakaian bekas yang layak pakai, tidak layak pakai ataupun bahkan hanya guntingan-guntinga kain perca saja.
Semuanya nasib-nasibpan dan untung-untungan.Tergantung dari bal-bal pakaian bekas, kalau seandainya satu bal pakain bekas isinya bagus-bagus maka lakunya cepat, sebaliknya apabila hasilnya tidak bagus maka si tokeh pembeli bal akan rugi.Membeli satu bal pakaian bekas saya ibaratkan seperti membeli kucing dalam karung tidak diketahui bagaimana kualitas dan isinya, sehingga tokeh-tokeh yang membeli bal-bal pakaian bekas dapat membeli rumah dapat juga menjual rumahnya dikarenakan ketidakpastian kualitas dan penjualan pakaian bekas tersebut”.
Wawancara dengan Kak Maya tanggal 8 Nopember 2008 di Pasar Simpang Melati.
Pada tahun 2006 harga satu bal pakaian bekas meningkat menjadi Rp 2.500.000, dan pada tahun 2007 harga penjualan satu bal pakaian bekas juga semakin meningkat Rp2.900.000 serta hingga tahun 2008 harga satu bal pakaian bekas semakin meningkat tajam menjadi Rp 3.500.000-Rp 4000.000 untuk setiap satu bal pakaian bekas. Seperti yang dituturkan oleh bang Jobi Sembiring selaku Tokeh mengatakan:
“ Biasanya isi dari satu bal pakaian bekas seperti kemeja, kaos, celana panjang, blazer wanita dan jas pria beserta dasinya, celana treanining tidak semuanya bagus.Untuk setiap satul bal barang bekas diatas diperkirakan 50 persen bagus dan 50 persennya lagi buruk” Maka untuk menanggulanginya disepakati bersama antara tokeh penjual bal pakaian bekas untuk membuat tipe-tipe pakaian bekas, guna mengembalikan modal dan mencari keuntungan dari setiap penjualan pakaian bekas.
Penentuan tipe-tipe pakaian bekas ini terdiri dari kualitas satu yang disebut sebagai kepala, kualitas 2 yang disebut sebagai pilihan atau nomor 2 dan kulitas ke3 yang disebut sebagai sisa atau restand. Adanya penentuan tipe-tipe pakaian bekas ini merupakan sebuah nilai-nilai dan aturan-aturan yang dibuat oleh tokeh dan penjual-penjual kepada pembeli.
Wawancara dengan bang Jobi Sembiring tanggal 10 November 2008 di pasar Simpang Melati.
Keuntungan dari penjualan satu bal pakaian bekas tidak menentu, terkadang bisa habis untuk pakaian bekas tipe kepala dalam waktu 2-3 minggu bahkan berbulan-bulan baru dapat terjual seluruhnya. Apabila harga satu bal kemeja Rp 2.500.000, dengan isi 350 potong maka untuk tipe kepalanya dijual toke kepada penjual secara menarget seharga Rp 15.000/potong dan wajib membeli 100 potong berarti Rp 1500.000 yang sudah diperoleh tokeh dari penjual, Selanjutnya sisa dari targetan adalah pilihan yang ditentukan oleh toke harganya Rp 10.000/potong dan wajib mengambil 50 potong berarti Rp 500.000 untuk tipe pilihan. Selanjutnya Sisanya dijual secara borongan kepada pengecer dan penjual-penjual sebesar Rp 500.000- Rp 650.000 untuk 250 potong pakaian bekas.