PENJUALAN PAKAIAN BEKAS SEBAGAI BIDANG SOSIAL SEMI- SEMI-OTONOM DI PASAR SIMPANG MELATI
C. Pakaian Bekas Dengan Tipe Restand
4.11 Bentuk Interaksi Dalam Pasar
4.11.1 Kerja sama
Dalam penjualan pakaian bekas di pasar Simpang Melati adalah kerja sama yang terjadi adalah kerja sama secara ekonomi dan membuat aturan-aturan yang yang dipahami bersama diantara sesama aktor-aktor yang terlibat. Kerjasama ini diantaranya adalah:
1. Kerjasama diantara sesama toke dan penjual dalam membuat pembagian tipe-tipe pakaian bekas guna mengembalikan modal dan mencari keuntungan dalam satu bal pakaian bekas serta menarik minat pembeli untuk membeli pakaian bekas.
Penentuan tipe-tipe pakaian bekas ini dengan menyortir (memisahkan pakaian bekas yang modenya bagus dan tidak bagus, bernoda dengan yang tidak bernoda, bercacat pakaian bekasdengan tidak bercacat) pakaian bekas dari satu bal pakaian bekas. Penyortiran ini dilakukan oleh penjual-penjual yang ingin membeli pakaian bekas secara menarget dan pilihan serta oleh pengecer yang ingin membeli pakaian bekas secara borongan.
2. Kerjasama diantara tokeh dalam memberikan pinjaman kepada penjual-penjual untuk meminjamkan uang secara mencicil dalam membeli pakaian bekas dengan bunga rendah.
3. Kerjasama diantara pemilik kios dengan toke dan penjual-penjual pakaian bekas di kios ataupun kapling tempat penjualana pakaian bekas dengan memberikan aturan harus membayar uang hangus sebesar Rp 1500.000-Rp2000.000 berupa hak pakai atas kios yang dilanjutkan dengan membayar uang kutipan sekali pekan yang harus dibayarkan setiap kali pekan (uang kutipan sekali pekan berkisar Rp10.000-Rp25.000 pada hari selasa, jumat dan minggu).
4. Kerjasama antara tokeh-tokeh dan penjual-penjual selaku penyewa dengan petugas kebersihan dalam hal mengatur pembuangan sampah dan kerjasama dengan petugas kemanan dalam hal mengamankan kios-kios tempat penjualan pakaian bekas dari tangan-tangan jahil yang tidak bertanggung jawab semisal dari aparat keamanan dan kebakaran. Selain itu kerjasama antara tokeh-tokeh dan penjual-penjual dengan penjaga gudang yang mengantar bal pakaian bekas ketika pekan dimulai dan menyimpannya kembali ke gudang ketika pekan berakhir.
Kerjasama lainnya adalah kerjasama diantara sesama penjual-penjual dalam mengumpulkan pakaian bekas yang dibeli secara borongan dari tokeh-tokeh penjual bal dan bersama-sama menjualnya kepada pengecer-pengecer yang datang pada setiap awal bulan anatara tanggal 4-8 setiap bulannya. Dapat juga seorang penjual yang merasa lebih sedikit modalnya menjual pakaian bekas hanya tipe restand kepada pengecer-pengecer yang dianggap dapat menjual pakaian bekas di desa-desa diluar pasar simpang melati dengan harga murah. Walaupun dengan menjual seperti ini kemungkinan untungnya
lebih sedikit daripada harus menunggu pembeli datang ke kiosnya di pasar simpang melati yang membutuhkan waktu yang tak menentu bisa sebula ataupun bahkan dua bulan hingga dapat habis terjual.
Gambaran kerja sama yang lain antara toke-toke dengan penjual-penjual dapat kita simpulkan melalui hasil wawancara dengan penjual-penjual di pasar Simpang Melati.
”Terpaksa kita harus mencari kawan agar dapat menjual pakaian bekas yang telah kita beli secara borongan kepada pengecer, agar bisa mengembalikan modal kita dari tokeh si anu, karena kalau harus kita menjual semua pakaian bekas yang kita beli secara borongan di pasar simpang melati akan membutuhkan waktu lama untuk bisa laku, dikarenakan jumlah pembeli yang datang tidak kunjung pasti dan selalu berubah, yach walaupun hasil yang kita dapatkan sedikit, setidaknya sudah mampu menutupi pungutan-pungutan yang wajib dibayar setiap kali pekan”
Wawancara dengan Ibu Sembiring 20 oktober 2008
Adanya kerja sama ini sebenarnya bertujuan untuk :01)Mengembalikan modal dan mencari keuntungan serta menarik minat pembeli untuk membeli pakaian bekas melalui pembuatan tipe-tipe pakaian bekas.
02) Memberikan pinjaman bagi pembeli secara mencicil bagi yang ingin membeli pakaian bekas secara menarget, pilihan ataupun borongan dengan bunga yang rendah.
03) Memberikan aturan-aturan berupa uang hangus dan kutipan sekali pekan oleh pemilik kios kepada toke-toke dan penjual-penjual selaku penyewa kios ataupun kapling.
04) menjaga kemanan dan kebersihan kios serta bal-bal pakaian bekas dianatara sesame aktor-aktor yang terlibat.
Tujuan kerja sama diatas adalah dalam hal membuat aturan-aturan yang hanya dipahami bersama diantara sesama aktor-aktor yang terlibat di pasar Simpang melati.
Aturan-aturan tersebut hanya dipahami oleh aktor-aktor yang terlibat di pasar simpang melati. Adanya kewajiban timbal balik yang melatarbelakangi munculnya aturan-aturan
tersebut. Aturan-aturan tersebut dibuat oleh beberapa aktor untuk menjaga keharmonisan dan ikatan emosional antara beberapa aktor-aktor yang terlibat yang dianggap sebagai hukum yang harus di patuhi bersama.
Aturan tersebut diantaranya aturan yang dibuat oleh pemilik lapak/kios seperti adanya istilah uang hangus dan kutipan sekali pekan yang diberikan kepada tokeh-tokeh, dan penjual-penjual selaku penyewa kios, selain dari pada itu adanya juga aturan yang diberikan tokeh-tokeh kepada penjual-penjual yakni adanya cicilan dalam memperoleh pakaian bekas dan adanya pembagian tipe-tipe pakaian bekas. Aturan lainnya yang ditetapkan aktor-aktor yang terlibat di pasar Simpang Melati adalah aturan dari penjaga kemanan yang menetapkan pungutan sebesar Rp 2000/pekan untuk menjaga keamanan kios-kios ataupun kapling tempat penjualan pakaian bekas dari kerusakan tangan-tangan jahil orang yang tidak bertanggung jawab dan bahaya kebakaran.
Selain aturan-aturan dari penjaga kemanan ada juga aturan yang dibuat oleh penjaga gudang. Aturan ini berupa pungutan yang harus dibayarkan pada setiap kali pekan di pasar Simpang Melati. Aturan ini berkenaan dengan membayar kewajiban untuk pengangkatan bal-bal pakaian bekas dari awal dimulai pekan hingga pekan itu selesai dan penyewaan gudang maka kewajiban lain dari tokeh-tokeh dan penjual-penjual yang berjualan pakaian bekas adalah dengan membayar sebesar Rp5000/pekan untuk bal-bal pakaian bekas seberat 30kg dan apabila biaya angkut 50kg maka akan dikenakan biaya sebesar penyimpanan sebesar Rp8000/ pekan, sedangkan karung plastik yang berisi pakaian bekas yang beratnya 100kg dikenakan biaya angkut sebesar Rp 20.000/pekan.
Selain itu ada juga aturan yang berupa pungutan yang dibebankan tokeh-tokeh dan penjual-penjual selaku penyewa kios-kios/kapling tempat penjualan pakaian bekas
seperti Pembayaran uang kebersihan. Pembayaran uang kebersihan digunakan untuk membayar biaya pengangkutan sampah kepada petugas dinas kebersihan, biaya untuk pungutan dinas kebersihan sebesar Rp1000/pekan.
Akan tetapi kerja sama antara penjual-penjual dan tokeh-tokeh walaupun bermotif ekonomi dan membina hubungan baik tetapi biasanya melibatkan unsur-unsur sistem nilai budaya (kekerabatan), kerja sama mereka dapat terlihat dalam bentuk pemberian bantuan ekonomi kepada para penjual-penjual disaat mereka membutuhkannya. Hal ini dapat dilihat dari tanggapan seorang penjual kepada seorang tokeh yang kebetulan adalah adiknya:
“ Penjualan pakaian bekas milik saya, awalnya berasal dari kakak saya dan karenanya saya bukan siapa-siapa tanpanya, dan kalaupun dia mengambil untung banyak dari saya adalah keuntunganku juga. Karena kadang-kadang sayapun begitu kepadanya, kalau tidak ada apa-apa, saya minta juga dari kakak saya”.
Wawancara dengan Ibu Tarigan 25 oktober 2008
Secara ekonomis kerja sama ini adalah motif ekonomi dan pengaturan sendiri karena masing-masing aktor-aktor yang terlibat mempunyai tujuan, misalnya dalam menetapkan harga untuk pakaian bekas dan membuat aturan-aturan untuk menjaga keharmonisan dalam penjualan pakaian bekas. Toke bertujuan mengikat penjual-penjual dari bantuan ataupun pinjaman yang diberikan sedangkan penjual-penjual maupun pengecer mengharapkan menerima bantuan karena mereka percaya bahwa mereka akan dapat membalasnya atau mengimbanginya melalui penjualan pakaian bekas kepada pembeli-pembeli dan pengecer menjual pakaian bekas secara eceran di luar pasar simpang melati seperti di Binjai, Perbaungan dan pangkalan susu.
4.11.2 Persaingan
Persaingan merupakan suatu fenomena umum yang terjadi dalam sebuah pasar.
Hal ini terjadi karena pasar adalah arena tawar-menawar antara aktor-aktor yang terlibat, sekaligus pertemuan para toke-toke dan penjual-penjual dengan pembeli-pembeli yang masing-masing ingin memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dari proses tawar-menawar tersebut. Persaingan sebenarnya ditujukan untuk menunjukkan aktor-aktor yang terlibat yang setara atau sama status dan kepentingan dalam mendapatkan suatu tujuan yang sama pula. Dengan pengertian bahwa yang bersaing adalah sama peranan dan kedudukan untuk berlomba mendapatkan keinginannya atau mencapai tujuannya.
Persaingan yang timbul di pasar Simpang Melati terdiri dari :
1) Persaingan diantara sesama toke untuk mendapatkan bal pakaian bekas yang selanjutnya dijual kepada penjual-penjual ataupun pengecer yang ingin membeli pakaian bekas secara menarget, pilihan ataupun secara borongan.
2) Persaingan diantara sesama toke bal untuk mencari penjual-penjual yang ingin membeli pakaian bekas dengan memberikan kemurahan dalam hal pembayaran untuk setiap pembelian pakaian bekas secara angsur dengan bunga rendah dalam hal penjualan pakaian bekas.
3) Persaingan diantara sesama toke-toke dan penjual-penjual untuk mendapatkan posisi kios yang berada di depan pasar sehingga dapat berjualan tidak hanya pada hari pekan saja namun setiap hari dapat berjualan dan pakaian bekasnya dapat langsung bersentuhan dengan pembeli karena posisinya berada didepan pasar walaupun biaya untuk penyewaan kiosnya bertambah menjadi Rp15000-Rp 20.000 pada setiap kali pekan.
4) Persaingan dalam menjual pakaian bekas dan mempengaruhi para pembeli agar pembeli bersedia membeli pakaian bekas kepadanya tokeh ataupun penjual diaman dia membeli pakaian bekas dengan bersikap ramah melayani pembeli, memberikan harga yang sesuai dengan hati membeli, menunjukkan pakaian bekas yang diminati pembeli sehingga pembeli merasa nyaman dan berkeinginan untuk berlangganan membeli pakaian bekas ditempatnya.
Semakin banyak mereka berhubungan dengan pembeli maka semakin besar kemungkinan mereka memperoleh kesempatan untuk mengembalikan modal kepada toke atas penjualan pakaian bekas yang laku dibeli pembeli. Dengan demikian para tokeh dan penjual akan selalu bersaing mengambil hati pembeli dan pengecer dengan cara-cara yang berlainan misalnya dengan memperbaiki kerapian dan bentuk dari pakaian bekas misalnya dengan mencuci kembali pakaian bekas dan menyetrikanya selain daripada itu memberikan harga yang sesuai dengan kemampuan pembeli serta berlaku ramah kepada pembeli misalnya dengan menyapa pembeli untuk singgah melihat-lihat pakaian bekas yang dipajang di patung, body dan hanger milik penjual pakaian bekas di kiosnya.
4.11.3 Pertentangan
Adanya persaingan di pasar pada akhirnya akan menimbulkan konflik diantara sesama penjual-penjual pakaian bekas. Secara umum konflik yang terjadi di pasar Simpang Melati lebih banyak terjadi antara sesama penjual-penjual maupun tokeh-tokeh sebagai akibat dari adanya persaingan antar mereka dalam mempengaruhi para pembeli dan pengecer agar mau membeli pakaian bekas kepadanya.
Konflik seperti ini misalnya:
1) Adanya salah seorang penjual yang bersaudara dalam menjual pakaian bekas menggelapkan (menipu saudaranya dengan mencuri) uang hasil penjual pakaian bekas yang merupakan dana awalnya adalah uang mereka berdua, sehingga dalam satu kasus ini akhirnya memutuskan hubungan kekerabatan dengan saudaranya karena keegoisan saudaranya menggelapkan uang hasil penjualan pakaian bekas untuk kepentingannya sendiri dan perbuatan ini diketahui saudaranya akibatnya terjadilah konflik hingga berakhir kepada pemutusan hubungan kekerabatan.
2) Penjual yang berkali-kali menunda pembayaran cicilan atas pakaian bekas yang diambilnya dari tokeh. Bahkan tidak mengakui cicilan atas pembelian pakaian bekas yang diambilnya dari tokeh dan menjelek-jelekkan perbuatan tokeh dengan memberikan tambahan biaya atas keterlamatan pembayaran pakaian bekas yang belum dilunasinya. Masalah yang lebih menyedihkan lagi bagi si tokeh adalah kaburnya penjual dari tanggung-jawabnya dengan membawa pakaian bekas baru separuh di bayarnya kepada si tokeh dan si tokeh tidak mengetahui dimana keberadaan penjual tersebut sehingga tokeh mengalami kerugian atas perbuatan yang tidak baik si penjual.
3) seorang toke tidak jujur menawarkan harga pasaran, misalnya dengan cara mengatakan bahwa harga secara menarget dan memilih dalam hal pembelian pakaian bekas lebih tinggi dari pada harga satu bal pakaian bekas maka untuk selanjutnya si penjual akan pindah ke tokeh lain yang menjual pakaian bekas secara menarget dan memilih dengan harga yang dapat dijangkaunya.
4) Beberapa penjual pakaian bekas saling menjelek-jelekan penjual pakaian bekas lainnya kepada pembeli dan terdengar oleh penjual pakaian bekas tersebut untuk
merebut simpati pembeli dengan mengatakan bahwa kualitas dari pakaian bekas yang dijual oleh penjual lain tidak sebagus dari pakaian bekas miliknya.
Perbuatan tidak baik ini kemudian diketahui oleh penjual lain dan menyampaikannya kepada penjual tersebut sehingga terjadilah perang mulut dianatara sesame penjual pakaian bekas. Hal ini biasa terjadi pada akhir-akhir bulan berkisar tanggal 28-29 pada setiap bulannya.
5) Hal yang sering dijumpai adalah seorang penjual meminjam uang dari tokehnya untuk berjualan pakaian bekas diluar pasar Simpang Melati semisalnya di deli tua dan pangkalan susu, karena tidak laku dan untuk menutupi biaya sewa kios tempat berjualannya dan sarana transportasi maka si penjual tersebut menutupinya dengan meminjam uang kembali dengan tokeh lain. Hal ini dikarenakan si penjual merasa tidak enak untuk meminjam untuk kedua kalinya dan juga karena takut tidak mampu mengembalikan pinjamannya kepada toke yang pertama. Seperti pernyataan seorang penjual dibawah ini :
“ Saya harus meminjam kepada toke untuk menutupi biaya berjualan pakaian bekas di luar pasar simpang melati, namun apabila tidak laku saya juga mencari pinjaman kepada tokeh lain dengan menggadaikan beberapa perhiasan saya. Hal ini saya lakukan karena saya malu meminjam dua kali kepada tokeh yang sama apalagi ditambah dengan bunganya, karena apabila semakin lama kita melunasi pembayaran maka bunga uangnya akan semakin tinggi pula. Namun apabila saya meminjam kepada tokeh lain saya merasa lebih enak karena karena tokeh yang baru ini mungkin belum mengenal saya lebih jauh”.
Hasil wawancara dengan Ibu Maya
6 Masalah lainya adalah seorang penjual pakaian bekas yang melarikan diri dari tanggung jawabnya kepada pemilik kios untuk membayar kutipan sekali pekan karena mengalami rugi akibat pakaian bekas yang dijualnya tidak laku dan utangnya kepada tokeh bal semakin bertambah, sehingga dia mengambil jalan
pintas untuk melarikan diri dengan membawa pakaian bekasnya dan berjualan pakaian bekas di pasar yang lain.
Bentuk pertentangan ini muncul sebagai akibat dari tidak siapnya aktor-aktor yang terlibat seperti penjual-penjual untuk membayar semua pungutan-pungutan yang dibebankan kepadanya. Selain daripada itu butuh waktu yang lama bagi penjual untuk mengembalikan modal awalnya dari penjualan pakaian bekas, sementara setiap bulannya selalu ada bal-bal pakaian bekas yang dibuka sehingga harus ada pergantian pakaian bekas yang dipajang di patungnya, body dan hangernya agar pembeli tertarik untuk membeli pakaian bekas milik penjual tersebut. Dengan kata lain pertentangan ataupun konflik itu muncul ditandai dengan tidak adanya hubungan yang harmonis diantara aktor-aktor yang terlibat dikarenakan himpitan ekonomi dan aturan-aturan yang dibuat terlalu mengikat dan untuk keluar dari aturan-aturan tersebut hanya bisa dilakukan dengan perbuatan yang curang seperti melarikan diri dari tanggung-jawab yang seharusnya dipatuhi bersama dan dipahami bersama oleh aktor-aktor yang terlibat di Pasar Simpang Melati.
.
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan
Penjualan pakaian bekas dianggap oleh sebagian orang menjadi bisnis yang sangat menjanjikan. Harga pakaian bekas yang dijual relatif murah dengan kualitas yang sangat bagus membuatnya laku di pasaran. Usaha ini memiliki dampak positif, terutama bagi pengusaha kecil dan menengah dan tidak dapat dipungkiri keberadaannya menyebabkan usaha tekstil lokal menjadi terganggu14. Hal ini dikarenakan impor pakaian bekas diperkirakan telah menyebabkan sekitar 600 ribu tenaga kerja Indonesia di industri tekstil dan garmen terancam kehilangan mata pencaharian. Padahal, industri tekstil dan garmen di Indonesia telah mampu memproduksi pakaian dengan harga yang lebih murah dari harga impor pakaian bekas. Pakaian bekas impor itu tidak seluruhnya bekas pakai, karena ada sebagian diantaranya yang merupakan pakaian dari gerai ritel yang sudah ketinggalan mode setelah tidak laku dijual, walaupun dengan potongan harga yang cukup besar15
Larangan impor pakaian bekas termasuk pakaian bekas sudah diberlakukan sejak 18 januari 1982 oleh Mentri Perdagangan dan Koperasi. Larangan (Radius Prawiro), kemudian dipertegas lagi oleh Mentri perindustrian dan Perdagangan (Rini Suwandi) dengan mengeluarkan SK no 642/MPP/Kep/9/2002, tanggal 23 september 2002 tentang larangan impor gombal. Impor gombal ataupun kain perca (berupa potongan kain untuk
.
14 Sumber Elektronik:10 April 2003, ”Pakaian Bekas Impor Hancurkan TPT Lokal”
http=//www.balipost.com/balipostcetak/2003/04/10/e5.htm
15 Sumber AElektronik: 06 Mei 2003, “Peran Produsen TPT di balik Perdagangan Pakaian Bekas”, http=//www.bisnis.com/servlet?pageid=268&dau=portal30&schema=PORTAL30&p.are
did=232971&pared.atop.id=011.
pengisi jok mebel atau jok mobil) yang semula diizinkan untuk diimpor. Dengan SK 642 tersebut impor kain perca tidak diperbolehkan lagi untuk diimpor mengingat didalam negeri sendiri banyak tersedia gombal. Larangan impor gombal sendiri tidak menimbulkan protes dari para perajin jok mobil dan mebel. Izin impor gombal yang berlaku selama ini disalahgunakan untuk mengimpor pakaian bekas sehingga terkesan pemerintah selama ini memperbolehkan impor pakaian bekas (Harian Media industri dan Perdagangan hal 19 yang berjudul “Pemusnahan Barang Bekas Impor illegal”.tanggal 25 februari 2003).
Usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam menindak-lanjuti penjualan bal-bal pakaian bekas diantaranya:
6) Polda Sumut mengamankan sebuah truk dengan nomor polisi BK 8073 VK yang datang dari Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan membawa 139 bal pakaian bekas eks luar negeri yang diduga diselundupkan ke Indonesia. Truk itu ditangkap di Langkat pada 14 September 2008 oleh tim Direktorat Reskrim Polda Sumut yang sedang bertugas di daerah itu, kata Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Baharudin Djafar di Medan, Rabu [08/10]. Dalam pemeriksaan selanjutnya, DM dan YS mengaku 139 bal pakaian bekas tersebut berasal dari Peurlak, Aceh Timur, NAD, milik seorang pengusaha berinisial BU, penduduk Desa Cut Uno Kecamatan Jeumpa, Bireun, NAD. Kedua tersangka masih menjalani pemeriksaan secara intensif. “Kedua akan dikenakan Pasal 102 UU 10/1995 tentang Kepabeanan yang mengandung ancaman hukuman maksimal delapan tahun penjara dan/atau denda Rp500 juta.
7) Menurut harian Medan Bisnis 24 Juli 2007, Polda Sumut berhasil menyita 206 bal pakaian bekas dari dua tempat yang berbeda yakni di Perumnas Simalingkar dan Kabanjahe, Kabupaten Karo. Laporan itu ditindak lanjuti dengan ditemukan unsur pidana pelanggaran UU Kepabeanan tahun 2006 dan keputusan Memperindag tahun 2002 tentang larangan barang gombal.
Berdasarkan atas usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam menindak-lanjuti penjualan pakaian bekas terlihat bahwa sebenarnya penjualan pakaian bekas sudah dilarang untuk dijual oleh pemerintah, namun aktor-aktor yang menjual pakaian bekas ini tidak mempedulikannya. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa ada hukum yang lain selain dari hukum pemerintah yang berupa aturan-aturan dan norma-norma yang berasal dari aktor-aktor yang menjual bal-bal pakaian bekas. Adanya hukum yang lain diluar hukum yang ditetapkan oleh pemerintah dalam penjualan pakaian bekas menyebabkan munculnya pluralisme hukum (kemajemukan hukum).
Pluralisme hukum yang diadopsi dari Sally F.Moore terlihat dalam penjualan pakaian bekas, dimana tidak ada hukum yang dominan dalam penjualan pakaian bekas. Penjualan pakaian bekas merupakan bidang sosial yang semi otonom karena menghasilkan aturan-aturan, norma-norma dan kesepakatan-kesepakatan yang hanya dipahami oleh aktor-aktor yang terlibat di Pasar Simpang Melati Medan.
Adanya pluralisme hukum (kemajemukan hukum) dalam penjualan pakaian bekas di pasar Simpang Melati terlihat dari adanya lebih dari satu hukum yang berlaku bagi aktor-aktor yang terlibat. Hukum tersebut ada yang berasal dari pemerintah dan ada juga yang berasal dari aktor-aktor yang menjual bal-bal pakaian bekas. Hukum yang berasal dari pemerintah seperti dikeluarkannya larangan impor pakaian bekas oleh
Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan usaha-usaha pemerintah dalam memberikan sanksi kepada aktor-aktor yang mengirimkan bal-bal pakaian bekas untuk dijual. Hukum yang berasal dari aktor-aktor yang menjual bal-bal pakaian bekas yakni berupa norma-norma yang muncul dari kepentingan-kepentingan pribadi/kelompok berhadapan dengan kondisi sosial masyarakat yang terus berubah yang ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan kelompok/komunitas budaya dimana seorang pribadi/kelompok tumbuh dan dididik.
Seperti halnya aktor-aktor yang menjual bal-bal pakaian bekas yang memiliki aturan-aturan dan norma-norma yang mereka buat dan pahami serta mereka sebut sebagai hukum diluar daripada hukum pemerintah.
Sally F.Moore (1983) menambahkan bahwa seluruh aneka norma/aturan yang muncul dari individu/masyarakat tertentu dapat berfungsi sebagaimana halnya dengan
Sally F.Moore (1983) menambahkan bahwa seluruh aneka norma/aturan yang muncul dari individu/masyarakat tertentu dapat berfungsi sebagaimana halnya dengan