Pasar adalah tempat orang-orang yang mempunyai keinginan untuk puas, untuk berbelanja dan kemauan untuk membelanjakannya, 9 sedangkan pasar dalam pengertian umum adalah tempat jalinan hubungan antara pembeli dan penjual yang turut serta dalam pertukaran10
Dalam bahasa batak Toba, pasar atau pekan disebut onan yang secara etimologis berasal dari perkataan “on” artinya ini dan “an” artinya itu. Jadi onan (pasar) berarti ini dan itu yang mana saat terjadinya tawar-menawar antara pedagang dan pembeli yang sering kita dengar adalah perkataan on (ini) dan an (itu). Ini menandakan bahwa si pembeli menanyakan harga dari suatu barang yang diinginkannya dan menanyakan harga barang lainnya, dan penjual menentukan harga dari suatu barang sehingga menimbulkan . Soekarno selaku editor telah membukukan hasil-hasil kerja para peneliti yang berjudul peranan pasar modal pada masyarakat pedesaandaerah Kalimantan selatan (1990), Jakarta, menerangkan pasar hanya merupakan tempat bertemunya antara pembeli dan penjual dan usaha memenuhi kebutuhan pokok hidup sehari-hari. Kegiatan yang dilakukan juga hanya melibatkan pembeli dan penjual yang berada dalam suatu daerah tertentu. Namun dalam perkembangannya kemudian pasar menjadi pusat pertemuan antara masyarakat dari beberapa wilayah yang lebih luas, misalnya beberapa kecamatan.
9 Bagu swasta, Ibnu Sukotjo, pengantar bisnis modern yogyakarta:Liberty Yogyakarta,1988.hal
10 ibid
tawar-menawar. Bila terjadi suatu kesepakatan harga, maka barang tersebut dibeli dengan menggunakan barter atau pertukaran barang dengan barang pada dulunya (marsisambaran dalam bahasa batak toba), dan sekarang uang sebagai alat pembayaran yang sah untuk suatu barang (Dannerius Sinaga, dalam Simanjuntak 1986:203).
Salah satu tempat bertemunya pembeli dan penjual adalah pasar Simpang Melati yang berada di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan. Pasar ini merupakan pekan yang menjual segala kebutuhan rumah tangga baik itu beras, makanan, ikan dan sayur-sayuran. Kebutuhan manusia yang juga penting dijual di pasar ini adalah pakaian, namun pakaian yang dijual di tempat ini adalah pakaian bekas. Pekan di pasar Simpang Melati ini dilaksanakan tiga kali dalam seminggu yakni hari selasa, jumat dan minggu. Pengunjung di pasar Simpang Melati berasal dari luar kelurahan Tanjung Selamat semisal ada pengunjung yang berasal dari Berastagi, desa suka, Kabanjahe, Deli Tua, sei-rampah, dan Pancur Batu untuk menjual hasil ladang mereka dan membeli barang-barang kebutuhan pokok mereka. Orang yang berjualan pakaian bekas di pasar Simpang Melati terdiri dari suku bangsa Batak Toba dan suku bangsa Karo, suku bangsa Minang, suku bangsa Jawa, namun antara penjual suku bangsa Batak Toba dan penjual suku bangsa Karo hampir sama jumlahnya. Hal ini dibuktikan dari hanya ada dua bahasa yang dipergunakan dalam penjualan pakaian bekas di Pasar Simpang Melati yakni bahasa Batak Toba dan bahasa Karo dalam menawarkan barang-barang bekas dan menawar harga.
Pasar Simpang Melati dipandang sebagai pasar tradisonal dilihat dari cara atau kebiasaan masyarakat dalam menjalankan sistem pasar dengan menentukan hari dan waktu pasar yang akan dibuka. Dalam cara berdagang seperti halnya menjual barang–
barang kebutuhan pokok seperti sayuran, ikan dan bahan-bahan kebutuhan pokok dan juga penjualan pakaian pakaian bekas memakai sistem kekerabatan untuk menjalankan transaksi jual beli. Harga suatu barang terkhusus harga penjualan pakaian bekas tidak stabil karena adanya sistem tawar-menawar yang panjang, hal ini terjadi untuk menentukan harga yang standar.
Sistem tawar-menawar dalam penjualan pakaian bekas juga dipengaruhi oleh harga dalam penjualan satu bal pakaian bekas. Jikalau semakin tinggi harga satu bal pakaian bekas maka akan semakin mahal harga perpotong pakaian bekas dan sebaliknya jikalau semakin rendah harga satu bal pakaian bekas maka akan semakin murah harga perpotong pakaian bekas. Penentuan harga perpotong pakaian bekas dilihat dari kondisi dan kualitas pakaian bekas. Hal ini dikarenakan ada beberapa nilai-nilai tersendiri yang menjadi pilihan bagi penjual-penjual pakaian bekas dalam menentukan tipe-tipe pakaian bekas. Nilai-nilai dalam penjualan pakaian bekas berasal dari toke, dan penjual-penjual yang menjual pakaian bekas di pasar Simpang Melati.
Nilai-nilai tersebut dibuat untuk menetapkan harga dan kondisi pakaian bekas yang layak dijual seperti:
1) Kualitas dari pakaian bekas itu sendiri, apakah layak untuk digunakan.
2) Unik artinya pakaian bekas tersebut memiliki ciri khas tersendiri misalnya dari kancingnya ataupun dari kerahnya, sehingga menarik perhatian untuk dilihat dan dikenakan.
3) Mode, bentuk ataupun ukuran dari pakaian bekas itu sendiri, apakah sesuai dengan ukuran tubuh wanita ataupun laki-laki dan mode bisa digunakan oleh siapa saja.
4) Tidak bercacat dan tidak bernoda
Nilai-nilai dalam menetapkan harga dalam penjualan pakaian bekas ini dihasilkan oleh toke yang menjual bal atau gombal pakaian bekas, selanjutnya diteruskan oleh toke dan penjual-penjual yang khusus menjualkan pakaian bekas. Nilai-nilai tersebut selanjutnya menjadi kesepakatan bersama antara tokeh selaku penjual bal ataupun gombal dengan toke dan penjual-penjual yang menjual pakaian bekas. Nilai-nilai dalam penjualan pakaian bekas melahirkan tipe-tipe pakaian bekas seperti :
1) pakaian bekas dengan tipe kepala
2) pakaian bekas dengan tipe pilihan (nomor 2) 3) pakaian sisa borongan (restand)
Ketiga tipe pakaian bekas diatas juga mengakibatkan harga yang berbeda pula, misalnya harga untuk pakaian bekas tipe kepala ini lebih mahal dari pada tipe pilihan dan restand. Hal ini dipengaruhi dari keunikan,dan kualitas, serta mode, pakaian bekas tipe kepala dari tipe pilihan dan restand, sehingga menjadi ciri khas tersendiri dalam menarik perhatian pembeli.