• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang mempengaruhi karakter siswa di SMA Negeri 1 Enrekang

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi karakter siswa di SMA Negeri 1 Enrekang

Terbentuknya karakter seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam penelitian ini ada dua faktor yang mempengaruhi proses terbentuknya karakter siswa. Faktor keluarga dimana ini adalah tempat pertama dalam sosialisasi terkait nilai dan norma sebelum turun ke masayarakat. Kemudian teman sebaya karena rasa solidaritas antar sesama teman sehingga mereka ikut-ikutan melakukan apapun yang mereka lakukan. Pada penelitian ini penulis memfokuskan apa saja yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi karakter siswa di SMA Negeri 1 Enrekang.

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri. Dari hasil penelitian di lapangan, sebagian besar karakter siswa dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa dan biasanya terjadi karena tidak mampu menyesuakan diri dengan lingkungan sosialnya. Seperti yang diungkapkan HB (17 tahun) bahwa:

“saya paling gak suka dikelas kalau ada teman-teman yang banyak tingkah, apalagi yang baku geng-geng. Saya malas liatnya. Jadi saya merasa senang kalau sendiri ”. (Wawancara 18 Oktober 2019)

Dari wawancara dengan responden dapat simpulkan bahwa HB lebih memilih sendiri dibanding bersama teman-temannya dikarenakan HB tidak suka dengan

teman-temannya yang memiliki kelompok tertentu sehingga HB lebih memilih sendiri dan menutup diri.

Hal serupa juga di ungkapkan oleh A (17 tahun) selaku siswa bahwa:

“saya paling tidak suka dengan keramaian karena kalau di rumah saya biasanya sering sendiri ”. (Wawanvara 19 Oktober 2019)

Dari wawancara dengan responden dapat simpulkan bahwa A lebih memilih sendiri dibanding bersama teman-temannya dikarenakan A tidak suka dengan keramaian dan lebih memilih untuk sendiri.

Hal senada juga diungkapkan oleh M (17 tahun) selaku siswa bahwa:

“Saya malu gabung dengan teman-teman yang lain karena biasa ada teman yang kadang adapi tugas baru mau gabung sama saya dan suka nyuruh-nyuruh kalo ada tugas, yah karena mereka kan kaya”. (Wawancara 19 Oktober 2019) Dari wawancara dengan responden diatas dapat disimpulkan bahwa M tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya di sekolah. Hal ini dikarenakan M adalah orang yang pendiam dan penurut jadi teman-teman di sekolahnya kerap memanfaatkannya dalam hal pelajaran. Hal ini yang membuat M semakin merasa minder dan merasa tidak dianggap dan merasa berbeda dengan teman-temannya.

Siswa yang kurang berhasil menyelaraskan diri dengan dirinya sendiri maupun dengan lingkungan seringkali membuat pola-pola perilaku yang keliru. Indikator perilaku yang menunjukkan ketidakmampuan dalam penyesuaian diri pada siswa, diantaranya: sering menyendiri dan menarik diri dari pergaulan, minder dan tidak percaya diri, sulit berkomunikasi atau mengungkapkan pendapat dalam diskusi,

jarang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan organisasi, tidak mempunyai kawan akrab dan merasa tertekan dengan lingkungan sosial.

Senada yang diungkapkan oleh FZ (35 tahun) selaku guru BK di SMA Negeri 1 Enrekang bahwa:

“saya perhatikan disini banyak anak-anak yang sering menyendiri baik dikelas, ketika jam istirahat. Kalaupun ada kegiatan yang mengharus mereka untuk berbaur dengan teman-teman mereka misalkan porseni atau kegiatan lain, mereka hanya dengan teman dekat saja. Mereka hanya sesekali bertegur sapa tapi hanya sekedar itu” . (Wawancara 16 Oktober 2019)

Hal senada juga diungkapkan oleh J (45 tahun) selaku orang tua siswa bahwa: “Karena buda mi sekarang to pea to mang geng-geng bang mora. Jadi ya dikka to edda tau na solan pasti masiri dikka. Saba‟ merasai dikka terkucilkan jadi lebih nakabudai mi mesa-mesa” (karena kebanyakan sekarang banyak anak-anak yang memiliki geng-geng tertentu. Jadi yang tidak memiliki teman merasa malu. Karena mereka merasa terkucilkan , mereka lebih memilih untuk sendiri) (Wawancara 21 Oktober 2019)

Dari uraian responden J diatas dapat disimpulkan bahwa siswa akan memilih untuk sendiri dan menjauh dari kelompok temannya karena merasa terkucilkan. Hal ini dikarenakan banyak siswa yang lebih memilih untuk membuat kelompok tertentu sehingga akan membuat siswa yang tidak termasuk dalam anggota kelompok tersebut akan menghindar dan lebih memilih untuk sendiri.

Dari wawancara dengan beberapa responden dapat disimpulkan bahwa faktor yang berasal dari diri siswa yang paling berpengaruh terhadap terbentuknya karakter yang lebih menutup diri adalah bahwasanya adanya ketidakmampuan dalam penyesuain diri dengan lingkungan dikarenakan adanya ketidaksukaan dengan teman

disekitarnya karena alasan tertentu dan rasa malu terhadap diri sendiri karena merasa tidak dianggap dan merasa berbeda dari teman-teman yang lainnya.

Dari hasil observasi yang peneliti lakukan bahwa:

“Ada beberapa siswa yang menutup diri atau lebih senang sendiri jika berada di dalam kelas bahkan ketika jam istirahat pun. Ketika jam istirahat lebih memilih untuk berdiam diri dikelas sendiri. ”

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat disimpulkan bahwa terbentuknya karakter siswa di SMA Negeri 1 Enrekang dipengaruhi oleh faktor dari siswa itu sendiri. Artinya siswa akan lebih memilih untuk hidup sendiri daripada ikut bergabung dengan teman-temannya. Hal ini kemudian dikarenakan ketidakmampuan siswa dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya dengan alasan malu dengan keadannya dan ketidaksukaan dengan keadaan lingkungan sekitar.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri. Dari hasil penelitian di lapangan, sebagian besar karakter siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor keluarga, teman sebaya.

1) Faktor Lingkungan Keluarga

Keluarga adalah faktor yang paling penting dalam pembentukan karakter. Proses mulai lahir hingga dewasa kita memperoleh didikan dari keluarga. Pentingnya pengaruh keluarga akan menjadi dasar bagaimana kita kelak berperilaku setelah terjun dimasyarakat. Keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi pribadi anak dan keluarga juga memberikan pengaruh menentukan pembentukan watak kepribadian seorang siswa.

Seperti yang diungkapkan oleh R (45 tahun) selaku guru BK SMA Negeri 1 Enrekang bahwa :

“Kita tahu bahwa tempat pertama untuk bersosialisasi seorang anak adalah keluarga. Jadi kalau hubungan dikeluarga harmonis akan memberi dampak posistif bagi seorang anak dan begitupun sebaliknya bila dikeluarga penuh konflik maka jangan heran kalo anak-anak akan mengalami psikiologis ”. (Wawancara 17 Oktober 2019)

Dari uraian responden R diatas dapat disimpulakan bahwa keluarga adalah tempat pertama untuk sosialisasi dan lingkungan paling terdekat bagi anak. Jadi apabila dikeluarga , semua anggota memberikan sikap yang baik dan memiliki hubungan yang harmonis kepada anak tentu akan berdampak positif kepada anak. Begitupun sebaliknya jika dikeluarga sering terjadi konflik maka akan mempengaruhi sikap buruk seorang anak sehingga kemungkinan mempemgaruhi kondisi psikologinya.

Senada diungkapkan oleh HB (17 tahun) selaku siswa SMA Negeri 1 Enrekang bahwa:

“Kalo di rumah biasanya ibu dan bapak sering marah-marah dan sibuk sekali bekerja sehingga sering saya tidak mendapat perhatian dari mama sama bapak saya, saya juga tidak tinggal dengan kakak-kakak saya jadi saya biasanya sering sendiri dirumah” (Wawancara 18 Oktober 2019)

Dari uraian responden HB diatas dapat diketahui bahwa kebanyakan keluarga terutama orang tua di jaman sekarang ini yang terlalu mementingkan pekerjaannya masing-masing sehingga dapat membuat anak terabaikan dan kurangnya kasih sayang si anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya.

“Biasanna ke jio bola aku sola muaneku diusahakan iyana na di pakitan contoh melo lako pea umpana mataratte ke mangkade ki lako tomatua saba‟ kedipekkiri i apa to nakita pasti na tapa na pugaukan ke sola mi tau leko” ( Biasanya kalau dirumah saya dan suami usahakan akan selalu memberikan contoh yang baik kepada anak saya misalkan berbicara dengan sopan kepada orang tua karena saya berfikir anak saya akan mengikuti apa yang akan saya lakukan dan otomatis akan melakukannya jika dia sama-sama dengan orang lain). ( Wawancara 21 Oktober 2019)

Berdasarkan uraian responden H diatas dapat kita lihat bahwa orang tua adalah panutan dan contoh bagi anak. Apa yang kita lakukan akan dilihat dan diserap oleh anak secara tidak langsung akan dilakukannya juga. Maka dari itu sebagai orang tua diharapkan mampu memberikan contoh yang baik kepada anak untuk membantu menumbuhkan karakter yang baik kepada anak-anak.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dapat disimpulkan bahwa bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan karakter seorang anak adalah lingkungan keluarga. Seperti yang kita ketahui kalau keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi anak. Karena dari sanalah dasarnya. Keluarga adalah tempat pertama dalam bersosialisasi dalam memberikan didikan terkait nilai dan norma. Cara orangtua dalam mendidik dan bersikap terhadap anak akan memberikan karakter yang berbeda pada anak. Oleh karena itu sikap dan cara berkomunikasi yang baik harus senantiasa ditunjukan oleh orangtua. Selain itu, orangtua merupakan panutan bagi anak, setiap perilaku dan perbuatan yang dilakukan oleh orangtua dalam lingkungan keluarga cenderung akan ditiru oleh anak-anak. Orangtua harus menjadi panutan dan memberikan contoh yang baik karena hal posistif akan membantu perkembangan anak dan pembentukan karakter anak kearah yang lebih baik.

Hal yang sama peneliti temukan ketika melakukan observasi yaitu:

“Keluarga sangat beperan penting terhadap perilaku anak-anak terkhusus perhatian kedua orang tua dan keharmonisan dalam keluarga. Yah, apabila dalam keluarga sering terjadi konflik maka akan berdampak negative pada perilaku anak. Begitupun sebaliknya apabila dalam keluarga harmonis maka akan berdampak posistif pada anak.

Adapun hasil dokumentasi yang didapatkan peneliti melalui sebuah artikel yang berkaitan dengan penelitian yaitu Hasanuddin Abdurakhman-detikNews, Senin 26 Desember 2016, 11:10 WIB mengatakan bahwa:

“Setiap orang tua adalah guru bagi anak-anaknya. Ini sering dilupakan banyak orang. Ketika berpikir tentang pendidikan, orang langsung berpikir tentang sekolah. Mendidik anak adalah soal bagaimana mengirim anakanak ke sekolah yang bagus, agar mereka mendapat pendidikan yang baik. Anak-anak belajar dari guru mereka di sekolah. Padahal peran terpenting dalam pendidikan anak harus diambil oleh orang tua. Artinya, orang tua harus mengambil bagian terpenting dalam proses pendidikan itu, dengan menjadi guru bagi anak-anaknya. Hal ini sangat perlu dikarenakan, pertama, sistem pelajaran di sekolah bersifat massal. Guru tidak punya cukup waktu dan tenaga untuk membimbing siswa satu per satu. Kalau ada anak yang tertinggal, ia akan dipaksa untuk mengejar ketertinggalannya. Guru tidak akan memberi bimbingan yang sifatnya pribadi. Bagian ini menjadi tanggung jawab orang tua. Orang tua harus membimbing anak berbasis pada pemahaman ia tentang watak dan potensi pribadi anaknya. Hanya ia yang bisa menyalami kesulitan anaknya. Kedua belajar bersama adalah waktu penting untuk berkomunikasi dengan anak. Dari situ orang tua akan bisa mendeteksi potensi dan kelemahan anak. Dengan begitu ia bisa bersikap tepat dalam membimbingnya. Ketiga, anak-anak cenderung mencontoh dan mengidolakan orang tuanya. Ini adalah modal penting untuk memberi motivasi kepada anak-anaknya”. 2) Faktor lingkungan teman sebaya

Teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi siswa sangat mempunyai peranan penting terutama dalam pembentukan karakter siswa. Akan tetapi, hubungan dengan teman sebaya tidak selalu menghadirkan dukungan yang bersifat positif,

tetapi juga yang bersifat negatif. Hal tersebut diungkapkan oleh M (17 tahun ) selaku siswa menyatakan bahwa:

“saya sering sama dengan teman dekatku. Jadi kalau di sekolah saya sama dia kalau pulang sekolah saya juga sama. Teman saya itu juga orangnya pendiam ”. (wawancara 19 Oktober 2019)

Dari wawancara dengan responden M dapat kita lihat bahwa setiap harinya dia bersama dengan teman dekatnya saja. Di lain sisi teman M ini juga adalah orang yang pendiam sehingga secara otomatis M juga akan menjadi orang yang pendiam karena berada diantara orang yang memiliki sifat menutup diri.

Senada yang diungkapkan juga FZ (35 tahun) selaku guru BK SMA Negeri 1 Enrekang bahwa:

“Iya benar nak bahwa selain keluarga, teman-temannya juga berpengaruh pada terbentuknya karakter. Karena setiap harinya mereka bertemu, mulai dari jam 07.30 sampai 16.00 dan karena kebersamaan mereka akan mengikuti apa yang sama-sama mereka lakukan. Terutama berkaitan dengan penampilan, sikap, minat, perilaku. Kadang saya perhatikan kalau jam istirahat ada kelompok yang suka bergosip da nada juga yang lebih memilih sendiri”. (Wawancara 16 Oktober 2019)

Dari uraian responden FZ dapat disimpulkan bahwa peranan teman sebaya terhadap siswa terutama berkaitan dengan sikap, , minat, penampilan dan perilaku.

Pengaruh teman sebaya dalam pengembangan dan pembentukan identitas dirinya tidak bisa dianggap tidak penting karena dengan teman sebayalah biasanya biasanya siswa banyak menghabiskan waktunya untuk saling bertukar informasi tentang dunia luarnya. Hal ini akan berpengaruh pada pemikiran siswa dalam mengembangkan siapa dirinya dan apa yang harus dia lakukan menjadi seseorang.

Hal senada juga diungkapan oleh Ibu H (45 Tahun ) selaku orang tua siswa bahwa:

“Yanna diperhatikann iya, ussi tongan. Makale ke malei massikola pasti sola solana, anggena pole massikola sola bang una iya. Yanna kukitai yanna mangpagaukan melo solana pasti na pasusi toda. Saba pasti mi iya katuru-turu mi lako solan. Yanna mangpugaukan melo iya solana pasti na pugaukan toda iya. Susi unai sibalikanna, yanna mangpugaukan tangmelo to solana pasti mi iya ka apa tang melo toda na pugaukan” (Kalau diperhatikan memang benar. Pagi berangkat ke sekolah sama temannya. Sampai pulang sekolah pun tetap sama. Kalau saya lihat kalau apa yang temannya lakukan pasti dia juga ikutan. Kalau temannya melakukan perbuatan yang baik pasti dia juga akan mengikuti yang baik juga. Begitupun sebaliknya kalau temannya melakukan perbuatan yang buruk maka akan dia juga akan melakukan hal yang sama). (wawancara 21 Oktober 2019)

Dari uraian responden H dapat disimpulkan bahwa setiap anak-anak yang setiap harinya selalu bersama akan ikut-ikutan dengan apa yang teman mereka lakukan baik itu yang yang bersifat positif maupun negatif sehingga lambat laun akan mempengaruhi tingkah lakunya.

Dari hasil wawancara dari beberapa informan dapat kita lihat bahwasanya terbentuknya karakter seorang anak dalam hal ini peserta didik tidak luput dari pergaulan dengan teman sebaya. Dimana teman sebaya sangat berperan penting terhadap siswa. Perilaku tersebut terjadi karena adanya rasa solidaritas antar teman sehingga mereka ikut-ikutan dalam melakukan apa yang teman mereka lakukan. Hal yang sama peneliti temukan ketika melakukan observasi yaitu:

“Peneliti menemukan di lapangan bahwa teman sebaya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya karakter siswa. Karena mereka akan ikut-ikutan melakukan apa yang temannya lakukan. Bahkan peneliti melihat biasanya banyak siswa yang sering nongkrong di kantin pada saat jam pelajaran” Dari hasil dokumentasi jurnal Kimani dikutip Yusuf dan Ajat (2018) bahwa:

“pembentukan perilaku dan modifikasi perilaku di antara siswa sangat dipengaruhi oleh tekanan teman sebaya dan pemodelan yang diberikan oleh siswa rekan mereka. Dengan adanya contoh yang diberikan oleh teman sebaya, maka siswa yang lain akan mengikutinya”

Dari hasil observasi dan dokumentasi dapat disimpulkan bahwa teman sebaya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya karakter siswa. Hal ini dikarenakan adanya tekanan dan permodelna ynag diberikan rekan siswa. Selain itu rasa solidaritas ynag tinggi antar siswa yang saling memberikan contoh maka siswa yang lain akn mengikutinya.

2. Peran guru BK dalam bimbingan pribadi-sosial yang ada di SMA Negeri 1