• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembentukan Karakter a. Pengertian Karakter

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Konsep

2. Pembentukan Karakter a. Pengertian Karakter

Menurut Bambang dan Adang (2011) pembentukan berasal dari kata dasar “bentuk”, yang artinya proses, perbuatan atau cara membentuk. Sementara “karakter” berasal dari bahasa Latin, “kharakter”, “kharassein”, “kharax”, yang berarti

membuat tajam, membuat dalam. Ada juga pendapat mengatakan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani, karasso, yaitu cetak biru, format dasar atau bisa juga dimaknaisebagai sesuatu yang tidak dapat dikusai oleh intervensi manusiawi.

Karakter dapat diartikan sebagai bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak. Karakter dalam pengertian ini menandai dan memfokuskan pengaplikasian nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah-laku. Orang yang tidak mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan, misalnya tidak jujur, kejam, rakus, dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang yang berkarakter jelek, tetapi orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

b. Faktor yang mempengaruhi karakter

Karakter tidak terbentuk saja, tetapi terbentuk melalui beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor biologis dan faktor lingkungan.

1) Faktor Biologis yaitu faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor ini berasal dari keturunan atau bawaan yang dibawa sejak lahir dan pengaruh dari salah satu sifat yang dimiliki salah satu dari keduanya.

2) Faktor lingkungan yaitu faktor yang berasal dari luar termasuk didalamnya adat istiadat peraturan yang berlaku dan bahasa yang digerakkan. Keluarga adalah lingkungan pertama yang membina dan mengembangkan pribadi anak. Pembinaan karakter dapat dilakukan dengan melalui pembiasaan dan contoh yang nyata.

Senada dengan itu menurut Anis (2006) juga mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya karakter siswa yaitu:

1) Faktor internal adalah semua unsur kepribadian yang secara kontinyu mempengaruhi perilaku manusia yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. a. Insting

Insting atau maluri Insting adalah suatu sifat yang dapat menumbuhkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan berfikir lebih dahulu kearah tujuan itu dan tidak didahului latihan perbuatan itu. Setiap perbuatan manusia lahir dari suatu kehendak yang digerakkan oleh naluri (insting). Oleh karenanya pengaruh naluri pada diri seseorang sangat besar, tergantung pada bagaimaa seseorang tersebut menyalurkannya. Naluri dapat menjerumuskan manusia kepada kehinaan (degradasi), sebaliknya naluri juga dapat mengangkat derajat manusia, jika naluri tersebut disalurkan kepada hal yang positif.

b. Keinginan

Salah satu kekuatan yang berlindung di balik tingkah laku manusia adalah kemauan keras atau kehendak. Kehendak ini adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu. Kehendak ini merupakan kekuatan dari dalam.32Itulah yang menggerakkan manusia berbuat dengan sungguh-sungguh. Seseorang dapat bekerja sampai larut malam dan pergi menuntut ilmu di negeri yang jauh berkat kekuatan, azam (kemauan keras).

Demikianlah seseorang dapat mengerjakan sesuatu yang berat dan hebat memuat pandangan orang lain karena digerakkan oleh kehendak. Dari kehendak

itulah menjelma niat yang baik dan yang buruk, sehingga perbuatan atau tingkah laku menjadi baik dan buruk karenanya

c. Hati Nurani

Hati nurani bukan pula merupakan salah satu unsur akal sebagaimana yang dikatakan oleh kelompok rasionalis. Namun, nurani adalah suatu benih yang telah diciptakan oleh Allah dalam jiwa manusia. Nurani dapat tumbuh berkembang serta berbunga karena pengaruh pendidikan, dia akan statis bila tidak ditumbuh kembangkan.

Pada diri manusia terdapat suatu kegiatan yang sewaktu-waktu memberikan peringatan (isyarat) apabila tingkah laku manusia berada di ambang bahaya dan keburukan. Dalam bahasa Inggris disebut “conscience”. Sedangkan “conscience”adalah sistem nilai moral seseorang, kesadaran akan benar dan salah dalam tingkah laku. Fungsi hati nurani adalah memperingati bahayanya perbuatan buruk dan berusaha mencegahnya. Jika seseorang terjerumus melakukan keburukan, maka batin merasa tidak senang (menyesal), dan selain memberikan isyarat untuk mencegah dari keburukan, juga memberikan kekuatan yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan yang baik. Oleh karena itu, hati nurani termasuk salah satu faktor yang ikut membentuk akhlak manusia.

2) Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar manusia, akan tetapi dapat mempengaruhi perilaku manusia, baik langsung maupun tidak langsung.

a. Lingkungan Rumah Tangga atau Keluarga

Pendidikan pertama manusia adalah keluarga, bahkan tanggungjawab orangtua tidak terbatas pada pendidikan formal. Keluarga sebagai pendidikan awal memberikan dasar dasar karakter dan nilai nilai luhur yang mampu dibentuk sejak dini. Lingkungan keluarga itu sendiri terdiri atas orang tua (ayah dan ibu) dan anak. Orang tua adalah setiap orang yang bertanggung Nasution jawab dalam satu keluarga atau rumah tangga, yang dalam penghidupan sehari-hari lazim disebut dengan ibu-bapak. Pola asuh dalam keluarga dilaksanakan oleh orangtua sebagai bentuk tanggung jawab dalam keluarga. Hal tersebut disampaikan. Tarmudji dalam Suparno (2018) bahwa pola asuh adalah interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, mendisiplin kan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Pola asuhan merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Resolusi Majelis Umum PBB dalam Jito (2013), fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta, memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera”. Keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi departemen kesehatan,

pendidikan adan kesejahteraan. Jika keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan menguasai kemampuan- kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagoi institusi lain untuk memperbaiki kegagalannya. Karena kagagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang berkarakter buruk atau tidak berkarakter. Oleh karena itu setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah.

b. Sekolah

Sekolah,pada hakikatnya bukanlah sekedar tempat “transfer of knowledge” belaka. Sekolah tidaklah semata-mata tempat di mana guru menyampaikan pengetahuan melalui berbagai mata pelajaran. Sekolah juga adalah lembaga yang mengusahakan usaha dan proses pembelajaran yang berorientasi pada nilai (value-oriented enterprise). Pembentukan karakter merupakan bagian dari pendidikan nilai (values education) melalui sekolah merupakan usaha mulia yang mendesak untuk dilakukan. Bahkan, kalau kita berbicara tentang masa depan, sekolah bertanggungjawab bukan hanya dalam mencetak peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam jati diri, karakter dan kepribadian.

Adapun Sulhan dalam Jito (2013) mengemukakan tentang beberapa langkah yang dapat dikembangkan oleh madrasah dalam melakukan proses pembentukan karakter pada siswa. Adapun langkahtersebut adalah sebagai berikut:

1) Memasukan konsep karakter pada setiap kegiatan pembelajaran dengan cara: (a) Menambahkan nilai kebaikan kepada anak (knowing the good)

(b) Menggunakan cara yang dapat membuat anak memiliki alasan atau keinginan untuk berbuat baik (desiring the good)

(c) Mengembangkan sikap mencintai untuk berbuat baik (loving the good) 3) Membuat slogan yang mampu menumbuhkan kebiasaan baik dalam segala

tingkah laku masyarakat sekolah

4) Pemantauan secara kontinu. Pemantauan secara kontinu merupakan wujud dari pelaksanaan pembangunan karakter.

c. Pergaulan Teman Sebaya dan Sahabat

Kiuru dalam Yusuf dan Ajat (2017) menyatakan bahwa pada saat anak-anak beranjak ke masa remaja, waktu yang dihabiskan dengan orang tua relative menurun dibandingkan dengan teman sebaya, dan hubungan teman sebaya menjadi lebih diprioritaskan atau lebih dijadikan acuan daripada bimbingan dan manajemen orang yang lebih tua. Selama masa remaja, remaja menghabiskan banyak waktu untuk berinteraksi dalam kelompok sebaya. Hal tersebut menunjukkan bahwa keberadaan teman sebaya sangat penting bagi remaja. Interaksi teman sebaya sangat penting dalam membentuk perilaku remaja.

Teman sebaya mengajarkan kemampuan untuk mengontrol diri siswa, sesuai dengan peran baru yang diperoleh dalam kelompoknya. Lingkungan teman sebaya berperan memberikan kesempatan pada remaja untuk belajar berinteraksi dan mengontrol tingkah laku sosial mereka. Tingkah laku sosial diperolah dari peran sosial baru yang didapatkan remaja dalam kelompok pergaulannya. Ahmadi dalam Yusuf dan Ajat (2017) mengatakan bahwa teman sebaya menjadi sarana untuk

mempelajari peranan sosial yang baru. Siswa menyatakan bahwa selama bergaul dengan teman sebaya, mereka belajar untuk mengontrol diri, tidak mudah marah, dan tidak mementingkan diri sendiri. Siswa juga belajar untuk memainkan peranan baru sebagai seorang sahabat, pemimpin, bahkan musuh bagi siswa lain. Dengan berbagai peran baru tersebut maka siswa akan belajar untuk mengontrol diri dan memerankan peran baru yang didapatkan dalam kelompoknya.

Dari uraian di atas , penulis dapat menyimpukan bahwasanya karakter seseorang tumbuh dan berkembang tidak terbentuk begitu saja akan tetapi di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dari dalam diri siswa itu (faktor internal) dan yang berasal dari luar siswa (faktor eksternal).

c. Pengertian Pembentukan Karakter

Menurut Agung Wibowo (2012) pembentukan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (congtive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Senada dengan itu Asmani (2011) pembentukan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh guru untuk mempengarui karakter siswa. Hal serupa juga dikemukakan oleh Mulyasa (2011) bahwa pembentukan karakter merupakan suatu hal yang mutlak harus dilakukan sebagai upaya untuk mewujudkan amanat dari Pancasila dan UUD 1945, karena pada saat ini sangat banyak sekali permasalahan yang dialami oleh bangsa kita yang menyebabkan degradasi moral.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembentukan karakter adalah upaya yang dilakukan seorang guru kepada peserta didik untuk

membentuk karakter yang telah disebabkan oleh pengurangan moral yang melibatkan aspek pengetahuan, perasaan dan tindakan positif guna menciptakan siswa yang berperilaku sesuai dengan nilai Pancasila dan UUD 1945.

Pembentukan karakter siswa atau peserta didik adalah faktor utama terhadap keberhasilan siswa dalam menempuh pendidikan di sekolah maupun di luar sekolah. Guru atau pendidik perlu memahami bahwa semua siswa memiliki kebutuhan meskipun intensitas kebutuhan bervariasi antara siswa yang satu dengan yang lain. Kebutuhan siswa juga bervariasi sesuai dengan tahapan perkembangannya, meski pada umumnya meliputi kebutuhan fisik, kognitif, emosi, sosial dan intelektual. Pembentukan karakter dimulai dari keinginan untuk mengetahui serta melakukan hal yang baik agar tercipta kebiasaan, baik di hati, pikiran, maupun perilaku. Dalam membentuk karakter positif, peserta didik perlu mengetahui alasan mengapa berbuat baik, merasakan hal yang baik, dan melakukan hal yang baik. Perlunya lingkungan belajar yang positif dan peduli yang ditandai dengan penuh kasih sayang, penuh dengan kepedulian, kompetensi guru dan staf sekolah yang memberikan inspirasi dan bebas dari berbagai bentuk tindak kekerasan, serta pendidikan yang inklusif.

d. Fungsi Pembentukan Karakter

Menurut Nurwati (2011) adapun fungsi pembentukan karakter sebagai berikut:

1) Pengembangan karakter bangsa berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia dan warga negara Indonesia agar berfikir baik, berperilaku baik sesuai pancasila

2) Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berfikir baik, dan berprilaku baik.

3) Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur.

4) Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwasanya fungsi pembentukan karakter adalah diharapkan mampu membentuk dan membangun perilaku yang baik bagi warga negara Indonesia sehingga bisa bersaing membangun peradaban bangsa agar mampu kompetitif dalam pergaulan dunia.

e. Prinsip Pembentukan karakter

Pendidikan di sekolah akan berjalan lancar, jika dalam pelaksanaannya memperhatikan beberapa prinsip pendidikan karakter. Kemendiknas dalam Vivit & Fanny (2018) memberikan beberapa rekomendasi prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif sebagai berikut;

1) Memperomosikan nila-nilai dasar etika sebagai basis karakter

2) Mengidentifikasikan karakter secara komperehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku

3) Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter.

5) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukan perilaku yang baik;

6) Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.

7) Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik.

8) Memfungsikan seluruh staf seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama.

9) Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.

10) Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.

11) Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip pembentukan karakter pada dasarnya untuk memperbaiki moral peserta didik misalnya dalam hal menumbuhkan motivasi peserta didik serta memfungsikan seluruh elemen sekolah untuk manifestasi karakter positif.