• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Konsumsi Tuak

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Tuak

Konsumsi tuak dipengaruhi oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subyek. Menurut Lawrence Green, perilaku secara umum terbagi tiga yang meliputi (Noorkasiani & dkk, 2007):

a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Faktor-faktor yang termasuk sebagai predisposisi antara lain:

1) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi melalui proses penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan berperan sebagai landasan dan dasar dalam membuat keputusan termasuk keputusan untuk berperilaku (Pickett & Hanlon, 2008). Dinata (2013) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku mengonsumsi minuman keras adalah pengetahuan, baik pengetahuan seputar minuman keras maupun pengetahuan keagamaan yang melarang konsumsi minuman keras.

Pengetahuan dalam domain kognitif terdiri dari 6 (enam) tingkatan, yaitu (Efendi & Makhfudli, 2009):

a) Tahu

Tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tingkatan ini sama dengan mengingat kembali suatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari sebelumnya.

b) Memahami

Memahami merupakan kemampuan dalam menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan menginterpretasikan objek tersebut dengan benar.

c) Penerapan

Penerapan merupakan kemampuan untuk mengaplikasikan informasi yang telah diterima dan dipelajari sbelumnya pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d) Analisis

Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan suatu materi kepada beberapa komponen yang masih terdapat pada suatu struktur atau lingkup yang sama dan saling berkaitan.

e) Sintesis

Sintesis merupakan kebalikan dari analisis, yaitu kemampuan untuk menggabungkan elemen-elemen menjadi suatu pola atau bentuk yang baru.

f) Evaluasi

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek, dimana penilaian yang dilakukan didasarkan pada kriteria yang telah ada dan telah dipelajari. Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (Efendi & Makhfudli, 2009):

a) Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan upaya pemberian ilmu dan pengetahuan dari pendidik kepada didik. Penelitian Asiah membuktikan bahwa tingkat pendidikan sangat berhubungan dengan pengetahuan kesehatan seseorang (Asiah, 2010). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pengetahuan cenderung semakin baik.

b) Informasi

Akses terhadap informasi yang baik juga akan menambah pengetahuan seseorang. Sumber informasi yang lebih banyak akan memberikan pengetahuan yang lebih luas.

c) Pengalaman

Hal-hal yang pernah dialami seseorang secara tidak langsung akan menambah pengetahuan yang bersifat informal.

Semakin banyak pengalaman seseorang maka akan semakin banyak hal yang dapat dipelajari.

d) Sosial ekonomi

Tingkat kemampuan seseorang untuk bersosialisasi, bermasyarakat dan memenuhi kebutuhan hidup dapat menambah tingkat pengetahuan.

2) Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu rangsangan atau objek. Ekspresi sikap tidak dapat dilihat secara nyata, namun dapat ditafsirkan. Sikap mengandung penilaian secara emosional, baik secara afektif, kognitif dan konatif. Sikap dapat terbentuk dengan adanya interaksi sosial, baik secara fisik maupun psikis (Maulana, 2007).

Sikap berperan penting dalam kehidupan dan keseharian seseorang. Terdapat 4 (empat) fungsi sikap pada seseorang, antara lain sebagai penyesuaian, pertahanan ego, ekspresi nilai dan sebagai pengetahuan (Simamora, 2008). Fungsi-fungsi tersebut secara keseluruhan akan mendorong seseorang melakukan tindakan berdasarkan sikap yang diyakininya.

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga memiliki beberapa tingkatan, antara lain (Simamora, 2008):

a) Receiving, yakni jika seseorang menerima dan memperhatikan stimulus yang diberikan. Misalnya, sikap seseorang terhadap konsumsi tuak dapat diketahui dengan kehadiran orang tersebut di warung tuak setiap hari.

b) Responding, yakni jika seseorang memberikan tanggapan terhadap stimulus. Misalnya, sikap seseorang menjawab pertanyaan mengenai perasaan yang dirasakan saat telah meminum tuak.

c) Valuing, yakni jika seseorang telah merepon suatu stimulus kemudian membahasnya dengan orang lain atau bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain untuk merespon. Misalnya, ketika seseorang mendapatkan berita mengenai peraturan penutupan jual beli minuman keras kemudian mengajak teman-temannya untuk berembuk dan menolak peraturan tersebut.

d) Responsible, merupakan tingkatan yang paling tinggi dalam sikap, yaitu jika seseorang mau bertanggung jawab atas jalan yang dipilihnya dengan risiko yang ada.

Suatu sikap tidak secara otomatis terwujud dalam diri seseorang, sikap muncul karena dibentuk oleh pengaruh dan intervensi yang terjadi selama perkembangan hidup seseorang. Pengaruh tersebut dapat muncul dari lingkungan (eksternal) maupun dari disi seseorang tersebut (internal). Kedua faktor tersebut yang mempengaruhi terbentuknya sikap seseorang (Maulana, 2007).

a) Faktor Internal i. Fisiologis

Faktor penting terkait fisiologis adalah umur dan kesehatan, misalnya orang muda pada umumnya lebih ceroboh dalam menentukan tindakan dibandingkan dengan orang tua yang lebih berhati-hati.

ii. Psikologis

Psikologi seseorang dapat terbentuk melalui interaksi sosial dan lingkungan. Psikologi secara sosial dapat mempengaruhi perubahan sikap pada seseorang (Haugtvedt & dkk, 2004).

b) Faktor Eksternal i. Pengalaman

Pengalaman terhadap suatu objek akan membentuk sikap terhadap objek tersebut. Misalnya seseorang yang biasanya meminum tuak setiap hari akan berhenti jika mengalami gangguan kesehatan setelah meminum tuak.

ii. Situasi

Situasi atau keadaan seseorang akan membentuk atau mengubah suatu sikap pada seseorang tersebut. Faktor situasi mencakup faktor lingkungan dimana manusia tinggal, baik lingkungan sosial, ekonomi, tradisi atau budaya. Lindsay menyebutkan dalam artikelnya bahwa tradisi berperan dalam mempengaruhi sikap dan perilaku, karena tradisi setiap negara berbeda, maka akan membentuk sikap yang berbeda-beda pula (Lindsay, 2005).

iii. Peraturan dan Norma

Peraturan dan norma yang berlaku dan ditetapkan akan membiasakan sikap seseorang. Peraturan dan norma diberlakukan pada masing-masing aspek dalam kehidupan seseorang, dapat berupa peraturan dalam beragama, peraturan di instansi pendidikan, peraturan dalam wilayah,

dan lain sebagainya. Peraturan baik yang selalu diikuti masyarakat akan membentuk sikap positif pada masyarakat.

iv.Hambatan dan Pendorong

Hambatan dan dukungan juga penting diperhitungkan dalam pembentukan sikap seseorang. Dukungan sosial akan memberikan pengaruh terhadap peraturan, kepatuhan tersebut akan berdampak pada terbentuknya sikap positif pada masyarakat (Kusumadewi & dkk, 2011).

3) Tradisi

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, tradisi merupakan adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan oleh masyarakat sebagai keturunannya (Setiawan, 2015). Tuak mempunyai arti yang khusus bagi masyarakat Batak Toba karena tuak merupakan kebiasaaan yang diturunkan oleh nenek moyang dan dapat digunakan sebagai sarana keakraban serta sebagai pengungkapan rasa terima kasih. Hal ini menjadi salah satu dasar pemikiran mengapa tuak dijadikan sebagai tradisi masyarakat Batak Toba.

Marzuki (2011) menyebutkan bahwa tradisi dan budaya merupakan dua aspek yang menjadi acuan masyarakat untuk

menampilkan perilaku atau tindakan. Suryoputro dkk (2006) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa karakter tradisi dalam suatu wilayah berpengaruh terhadap perilaku masyarakat setempat, misalnya perilaku seksual atau perilaku kesehatan.

Menurut Edberg (1955) dalam Edberg (2013), berikut ini adalah alur tradisi membentuk perilaku mengonsumsi tuak pada masyarakat.

Bagan 1.Social/Culture Factors Affecting Perceived Risk (Edberg, 1955)

Bagan di atas menunjukkan bahwa tradisi memegang peran penting dalam membentuk perilaku masyarakat, karena pada dasanya manusia ingin diterima oleh masyarakat sekitar sehingga akan mengikuti apa yang menjadi tradisi masyarakat tersebut.

Tuak adalah minuman beralkohol yang dapat meningkatkan risiko penyakit

Konsumsi tuak adalah kebiasaan yang diturunkan oleh nenek moyang. Masyarakat Batak Toba yakin bahwa

segala sesuatu yang diturunkan oleh nenek moyang adalah hal yang baik.

Kekhawatiran tidak memperoleh teman dan kehilangan status sosial dalam masyarakat jika tidak

ikut mengonsumsi tuak Risk Behavior on Public Health

Perspective

Mediating Social/Cultural Factor

Primary Perceived Risk (by spesific individual)

4) Kepercayaan

Tradisi tidak hanya memberikan warna pada perilaku masyarakat, tetapi juga berpengaruh dalam keyakinan dan kepercayaan (Marzuki, 2011). Menurut Johannes dan Diya (2012), keyakinan atau kepercayaan adalah pikiran deskriptif yang dianut seseorang mengenai suatu hal. Seseorang yang telah memiliki kepercayaan terhadap sesuatu akan merasakan efek berupa kepuasan psikologis jika dia melakukan tindakan berdasarkan kepercayaan tersebut.

Kepercayaan berperan dalam membentuk suatu perilaku atau tindakan. Retor (2014) dalam penelitiannya membuktikan bahwa kepercayaan seseorang terhadap suatu produk akan mempengaruhi tindakan untuk menolak atau menerima. Maas (2004) mendukung pernyataan tersebut dengan penelitiannya yang menemukan bahwa selain tradisi, kepercayaan dan keyakinan masyarakat juga dapat mempengaruhi perilaku kesehatan ibu dan anak. Berikut adalah bagaimana kepercayaan berperan dalam pembentukan perilaku seseorang yang digambarkan oleh Hayden (2014).

Gambar 4.The Health Belief Model (Stretcher dalam Hayden, 2014)

Gambar di atas menggambarkan bahwa usia, jenis kelamin, tradisi, sosial dan ekonomi, pengetahuan seseorang, yang disebut sebagai faktor predisposisi, akan mempengaruhi persepsi mengenai perbandingan manfaat dan kerugian suatu objek. Komponen predisposisi tersebut bersama dengan faktor pendukung akan membentuk persepsi terhadap ancaman dari suatu objek. Persepsi ancaman, manfaat dan kerugian ini yang kemudian akan membentuk perilaku seseorang.

b. Faktor Pendukung (Enabling)

Faktor pendukung merupakan faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan seperti warung jual beli tuak. Misalnya, seorang pemuda sudah mengetahui bahaya dari mengonsumsi tuak, namun karena warung penjual tuak masih banyak dan tersebar merata di desanya, pemuda tersebut akan semakin mudah terpengaruh untuk ikut meminum tuak.

c. Faktor Penguat (Reinforcing)

Faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku antara lain:

1) Kebiasaan keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari kepala dan anggota keluarga yang berkumpul dan tinggal dalam satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (UU RI dalam BKKBN, 2011). Pola pengasuhan keluarga dan enkulturasi merupakan faktor penting dalam pembentukan watak individu, sehingga masing-masing individu berperilaku sesuai dengan aturan dan norma budaya yang ada dalam masyarakat.

Berbicara mengenai peranan keluarga dalam membentuk perilaku anggota keluarga, maka teori yang dapat menjelaskan hal tersebut adalah teori kebutuhan dasar Abraham Maslow (1954) (Rahmah, 2013). Berikut ini adalah piramida Maslow yang menunjukkan tingkatan kebutuhan dasar manusia.

Gambar 5. Piramida Kebutuhan Dasar Maslow (1954)

Menurut Maslow terdapat 5 (lima) kebutuhan dasar manusia. Lima kebutuhan dasar manusia adalah sebagai berikut 1) kebutuhan fisiologis dan biologis seperti pangan dan rekreasi; 2) kebutuhan keamanan dan keselamatan seperti aman dari ancaman; 3) kebutuhan sosial seperti cinta dan kasih sayang; 4) kebutuhan penghargaan diri dan 5) kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan untuk bertindak sesuai keinginan (Rahmah, 2013).

Kebutuhan pertama adalah kebutuhan fisiologis yang merupakan kebutuhan primer yang wajib untuk dipenuhi seperti pangan, sandang dan papan, kebutuhan ini diperlukan pada saat masa pertumbuhan (Rahmah, 2013). Selain asupan kebutuhan fisiologis, kebutuhan biologis juga seyogyanya diperhatikan oleh keluarga untuk memaksimalkan manfaat dari keberadaan kebutuhan fisiologi, misalnya dengan menyediakan waktu untuk tidur atau rekreasi.

Kebutuhan keamanan dan keselamatan juga penting diperhatikan oleh keluarga, salah satunya dengan memperhatikan ancaman penyakit akibat konsumsi minuman keras (Rahmah, 2013). Setiap anggota keluarga pada dasarnya menginginkan kebebasan, namun peran orang tua adalah membatasi kebebasan tersebut dengan berbagi pengetahuan mengenai bahaya minuman keras.

Keluarga selanjutnya memperhatikan kebutuhan sosial anggota keluarga. Setiap orang memiliki keinginan untuk berhubungan dengan orang lain agar dapat diterima dan berbagi pada saat kesulitan (Rahmah, 2013). Dewasa ini, banyak orang tua yang telah memahami adanya kebutuhan tersebut, akan tetapi mereka terkadang keliru dalam bergaul, misalnya terpengaruh untuk mengonsumsi tuak.

Salah satu ciri manusia adalah mempunyai harga diri, karena itu semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain (Mendari, 2010). Memberikan tantangan kepada

seseorang dan kemudian memberikan feedback yang mendukung mengenai hasil kerjanya terbukti efektif untuk memotivasi kinerja dan performa seseorang menjadi lebih baik (Lianto, 2013). Keluarga dalam hal ini berperan untuk memberikan pengakuan yang baik terhadap hasil kerja yang diperoleh oleh anggota. Pengakuan tersebut dibutuhkan untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kekuatan sehingga kemungkinan besar anggota keluarga tidak lagi membutuhkan tuak sebagai sarana untuk meningkatkan semangat kerja.

Kebutuhan yang terakhir adanya kebutuhan untuk aktualisasi diri atau melakukan tindakan sesuai dengan keinginan (Rahmah, 2013). Terpenuhinya kebutuhan fisiologi, biologi, perhatian dan rasa memiliki, cinta dan kasih sayang serta saling menghargai akan membentuk perilaku yang baik. Semakin baik peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar anggota keluarganya, maka semakin baik pula aktualisasi diri yang akan terbentuk.

Kebiasaan konsumsi tuak keluarga maupun keluarga terdekat menjadi contoh yang buruk bagi anak nantinya. Keluarga seharusnya membiasakan diri untuk melakukan perilaku bersih dan sehat, sehingga keturunan akan mengikuti kebiasaan tersebut dan terhidar dari kebiasaan buruk seperti konsumsi tuak dan minuman keras lainnya.

2) Dukungan Petugas Kesehatan

Undang-undang nomor 36 tahun 2014 menyebutkan bahwa petugas kesehatan, yang sering disebut sebagai tenaga kesehatan, adalah setiap orang yang mengabdikan diri di bidang kesehatan yang memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan untuk melakukan upaya kesehatan.

Berdasarkan peran dan fungsi pokok Puskesmas, maka peran tenaga kesehatan secara umum adalah (Purwatiningsih, 2008):

a) Sebagai role model di masyarakat dalam menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat sebagai perwujudan pembangunan kesehatan

b) Membina peran serta masyarakat sebagai perwujudan dari pemberdayaan masyarakat

c) Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat.

Dukungan dan peran petugas kesehatan merupakan salah satu faktor penguat yang mempengaruhi timbulnya perilaku kesehatan. Penelitian Supiyah dkk (2012) membuktikan bahwa peran petugas kesehatan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku seseorang. Maka dari itu, petugas kesehatan seharusnya mampu mengemban peran dan tugas yang telah dipercayakan dalam

mengubah perilaku seseorang yang membahayakan kesehatannya, contohnya konsumsi tuak.