• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN DAN DAMPAK KEHIDUPAN MASYARAKAT DUSUN BAGAN SETELAH PENGGUNAAN PUKAT

4. Pancing yang terdiri atas :

4.2 Penggunaan Pukat Dalam Menangkap Ikan

4.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Perubahan

.

Di tahun 1998 seolah-olah keputusan pemerintah nomor 39 tahun 1980 mengenai

pelarangan penggunaan pukat tidak pernah ada, hal ini disebabkan karena menjamurnya

penggunaan pukat di kalangan nelayan termasuk nelayan Bagan. Mereka yang sebelumnya

menggunakan jaring beralih menjadi menggunakan pukat. Pukat ini merupakan kiriman yang

berasal dari Taiwan dan awal masuk ke Bagan dibawa oleh dinas perikanan, yang mana

sebelum masuk ke Indonesia nama pukat ini dikenal dengan nama “ Hamparan Dasar ”.

Sehingga dengan hal tersebut resmilah dengan sendirinya di tahun 1998 pukat menjamur di

Bagan

Sejak menjamurnya pukat maka seolah-olah penggunaannya sudah dihalalkan, dengan

demikian sebagian besar nelayan Bagan tidak mau menyia-nyiakan untuk menggunakan pukat

walaupun masih ada sebagian kecil nelayan yang tidak mau beralih dari jaring. Tetapi dana yang

diperlukan untuk membeli pukat tidak sedikit, diperlukan dana dari sekitar Rp. 7.000.000 -

50.000.000 karena pukat satu paket dengan kapal. Kapal dan pukat ini didatangkan dari Tanjung

Balai dan Aceh, biasa kalau dari Aceh kapal lebih berukuran kecil tetapi panjang yang harganya

sekitar Rp. 15.000.000. Kapal-kapal ini masuk ke Bagan melalui jalur laut yang dibawa ke

Pelabuhan Belawan yang nantinya dari Belawan kapal langsung dioperasikan menuju ke Bagan.

53

Dengan hal tersebut maka nelayan yang tidak mampu membeli kapal dan pukat mereka

menjadi buruh nelayan dengan para pemilik kapal, pembagian yang dilakukan adalah 40%

untuk pemilik dan 60% untuk nelayan, yang nantinya sisa 60% ini akan dibagi dengan berapa

jumlah nelayan, dan uang tersebut telah dikurangi untuk biaya makan, BBM dan keperluan

lainnya. Dengan mahalnya harga kapal beserta pukat maka sebagian besar masyarakat Bagan

menjadi buruh nelayan.

Adapun faktor penyebab terjadinya perubahan nelayan Bagan dari menggunakan jaring

menjadi menggunakan pukat dalam menangkap ikan adalah:

1. Penghasilan yang lebih banyak. Penggunaan pukat berbeda dengan menggunakan jaring,

karena dengan menggunakan pukat maka hasil tangkapan yang dihasilkan jauh lebih banyak.

Kalau dengan menggunakan jaring maka ikan yang masuk ke dalam jaring saja yang akan

tertangkap dan itu juga ikan yang berukuran sedang dan besar, kalau ikan yang berukuran

kecil masuk ke dalam jaring tersebut maka akan keluar lagi. Sedangkan kalau menggunakan

pukat ikan yang ditangkap sangat banyak bahkan sampai ikan yang paling kecil. Adapun hasil

yang diperoleh dari penangkapan pukat ini berkisar Rp. 500.000-1.000.000. Saat ini mayoritas

nelayan Bagan menggunakan pukat, menurut wawancara ada sekitar 95% nelayan yang

menggunakan pukat, yang 5% hanya menggunakan jaring.

2. Jam kerja. Kalau nelayan tradisional dengan menggunakan kapal bermotor maupun kapal tak

bermotor jam kerjanya dimulai dari pukul 05.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB

sedangkan nelayan yang menggunakan pukat harus menginap bahkan selama tiga hari di

tengah laut, jadi dengan jam kerja selama itu maka hasil yang diperoleh juga lebih banyak

dibanding dengan menggunakan jaring, karena uang dapat terkumpul. Dengan menggunakan

tempat yang telah disediakan dan banyak jugalah ikan kecil-kecil yang terangkat di dalam

pukat ini. Dalam pengoperasian pukat ini maka mesin kapal akan terus hidup supaya pukat

bergerak mengejar ikan, dan selama kapal tetap hidup maka bahan bakar juga akan terus

dibutuhkan, bahan bakar yang dihabiskan sangat banyak dalam pengoperasian pukat ini. Jadi

jam kerja yang dibutuhkan nelayan dalam pengoperasian pukat adalah selama 12 jam dalam

satu hari.

Jenis pukat yang digunakan oleh nelayan Bagan adalah :

1. Pukat Layang

2. Pukat Cincin

3. Pukat Sondong

4. Pukat Gerondong

Keempat jenis pukat ini sebenarnya sama saja, yang membedakan hanyalah ukurannya

saja. Pukat Layang, Cincin, dan Sondong hanya ditarik oleh satu buah mesin kapal saja,

sedangkan pukat Gerondong ditarik oleh dua buah mesin kapal. Tujuan pembedaan nama dari

keempat jenis pukat ini adalah untuk mempermudah nelayan, kalau hanya disebut pukat saja

nelayan akan bingung dengan ukurannya, jadi apabila sudah diklasifikasikan jenis pukat tersebut

maka dengan mudah nelayan akan segera tahu. Selain itu pukat cincin ini juga dapat

dipergunakan selama tiga hari tiga malam, sedangkan yang lainnya hanya dapat digunakan

dalam satu malam. Intinya tujuan nelayan memberikan nama yang berbeda untuk pukat ini

adalah untuk mengklasifikasikan jenis pukat berdasarkan alat tangkap dan masa keberangkatan.

Dengan menggunakan pukat ini sebenarnya bukan hanya ikan saja yang tertangkap, tetapi

juga udang, ikan lidah, cumi-cumi dan sotong dalam jumlah yang lumayan besar. Ketika sampai

memilah hasil tangkapan ini saja dibutuhkan waktu yang cukup lama apabila hasil banyak maka

dimulai dari pukul 23.00 WIB sampai 05.00 WIB.

Pemasarannya sama dengan nelayan tradisional seperti yang telah dijelaskan di atas.

Walaupun dijual dengan harga murah apabila ada penampung ikan yang langsung membeli dari

nelayan tersebut dibanding dengan menjual sendiri, tetapi walaupun demikian nelayan tetap

menjualnya pada penampung tersebut hal ini disebabkan karena waktu untuk menjualnya sendiri

tidak ada karena nelayan juga butuh beristirahat.

Tabel 9

Jumlah Tangkapan Hasil Laut yang Diperoleh Nelayan Bagan Dengan Menggunakan Pukat Dalam Kilogram

Jenis Ikan Jumlah (kg)

1. Gelama Batu 10-20 Kg 2. Cumi-cumi 10-12 Kg 3. Gurita 20-25 Kg 4. Ikan Lidah 10-15 Kg 5. Udang Swallow 8-10 Kg 6. Udang Kalong 5-8 Kg

Sumber : Data yang diolah dari hasil wawancara dengan nelayan

Dari tabel 10 di atas maka dapat kita lihat berapa jumlah yang diperoleh nelayan dengan

Tabel 11

Produksi Perikanan di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2000 (Ton)

Kecamatan Laut Tambak Kolam Sawah Perairaan

Umum

PST 3652,9 1515,4 55, 6 4,9 13,3

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2000

Dari tabel di atas maka dapat kita lihat bahwa hasil perikanan pada tahun 2000 yang paling

banyak adalah hasil ikan yang diperoleh di laut. Hal ini disebabkan bahwa negara Indonesia yang

sebagian besar terdiri dari lautan yang cukup luas dan menyimpan potensi perikanan dan hasil

laut lainnya yang cukup besar. Dan hasil yang paling sedikit adalah dari hasil ikan persawahan.

Dokumen terkait