• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN DUSUN BAGAN DESA PERCUT SEBELUM PENGGUNAAN KAPAL KEPRES 39 TAHUN 1980

3.1 Kehidupan Sosial Ekonomi

Masyarakat dusun Bagan ini 90% bermata pencaharian sebagai nelayan. Adapun yang

dimaksud dengan nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya bergantung

langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya, mereka

pada umumnya tinggal di pinggir pantai.

Sesungguhnya nelayan bukanlah suatu golongan tunggal, mereka terdiri dari beberapa

kelompok, termasuk juga di dusun Bagan ini, nelayan dapat dibedakan dalam tiga kelompok

yaitu:

a. Nelayan buruh, yaitu nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Yang

nantinya hasil tangkapan akan dibagi dua dengan pemilik sesuai dengan kesepakatan

yang dilakukan sebelumnya.

b. Nelayan perorangan, yaitu nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri dan dalam

pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.

c. Nelayan juragan, yaitu nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang

lain. Yang nantinya hasil tangkapan akan dibagi dua dengan pemilik sesuai dengan

kesepakatan yang dilakukan sebelumnya. Biasanya kesepakatan yang dilakukan melalui

bagi hasil, 40% untuk pemilik dan 60% untuk buruh. Tetapi biasanya kesepakatan ini

dilakukan apabila penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan pukat, karena

Tabel 4

Perkembangan Jumlah Nelayan Di Sumatera Utara 1995-1999

Kategori 1995 1996 1997 1998 1999 Penuh 70. 4037 74.992 78.092 78.534 79.108 Sambilan utama 36.148 34.620 33.795 33.472 33.815 Sambilan tambahan 5.121 5.563 5.702 5.588 5.563 TOTAL 111.708 115.175 116.589 117.594 118.486 Sumber: BPS Sumatera Utara,2000

Dari tabel 5 di atas maka dapat kita lihat dari jumlah persentase yang ada bahwa jumlah

yang paling tinggi terdapat pada kategori nelayan penuh yang memiliki jumlah persentase

sebesar 79.108. Dengan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa begitu banyak nelayan yang

menggantungkan hidupnya pada hasil laut, bahkan dapat dikatakan merupakan sumber

penghasilan satu-satunya. Jadi apabila dalam melaut tidak mendapatkan hasil sama sekali, maka

makan mereka pun akan terancam.

Adapun bahasa sehari-hari yang digunakan untuk komunikasi oleh penduduk dusun

Bagan adalah bahasa Melayu pesisir. Mereka menggunakan bahasa tersebut kepada setiap warga

tanpa memandang apakah seseorang itu etnis Melayu atau tidak, karena bagaimanapun para

pendatang tersebut sudah berbaur dengan penduduk asli yaitu etnis Melayu. Hubungan sosial

saling membantu yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia secara umum26. Hal ini dapat

dilihat dari kegiatan sosial yang telah melembaga yaitu melalui serikat tolong menolong, apabila

terjadi musibah atau kemalangan yang menimpa salah satu dari anggota masyarakat akan

membantu dengan memberi uang atau peralatan yang diperlukan27

Keadaan perekonomian sebelum tahun 1980 tepatnya sebelum mendapat bantuan kapal

kepres 39, dalam mencari ikan di laut nelayan masih menggunakan kapal tradisional yang hanya

menggunakan layar dan belum menggunakan mesin dengan mengandalkan arah hembusan

angin. Dengan hal tersebut maka hasil tangkapan yang diperoleh juga sedikit, bahkan kadang

hasil yang diperoleh hanya bisa untuk dikonsumsi sendiri saja tanpa bisa untuk dijual. Dari hasil

wawancara yang diperoleh, jumlah ikan atau udang yang diperoleh dengan menggunakan boat . Selain membantu kalau ada

kemalangan, kegiatan serikat tolong menolong ini juga akan membantu apabila ada anggotanya

yang akan melaksanakan sebuah pesta, seperti peminjaman alat-alat perlengkapan masak dan

anggota lainnya juga akan membantu dalam bentuk tenaga.

Hubungan sosial lainnya yang dapat dilihat dari masyarakat Bagan ini adalah kegiatan

yang biasa dilakukan oleh para laki-laki atau suami ketika mereka tidak pergi ke laut yaitu

memperbaiki secara bersama-sama kapal atau boat yang digunakan untuk mencari ikan,

membersihkan peralatan penangkapan ikan, membersihkan boat, atau duduk-duduk di kedai kopi

dan membicarakan apa saja yang mereka anggap menarik yang sedang hangat-hangatnya

dibicarakan. Adapun bahan pembicaraan yang biasanya dibahas mengenai bagaimana

pengalaman saat di laut, perbincangan dengan dunia politik, kondisi perekonomian dan lain

sebagainya yang dianggap mereka menarik untuk diperbincangkan.

26

Anna K Ritonang, Strategi Adaptasi Keluarga Nelayan Miskin Pasca Kenaikan BBM, Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, 2006, hal 46.

27

tradisional ini adalah sebanyak 3-5 kilogram perhari. Jam kerja nelayan tradisional adalah jam 5

pagi sampai jam 12 siang, yang biasanya sebelum sholat zuhur nelayan sudah sampai di rumah

supaya bisa melaksanakan sholat zuhur berjamaah di masjid28

Menurut kabar sebenarnya akan ada bantuan kepres selanjutnya, dengan adanya kabar

ini, maka nelayan dengan berbondong-bondong mendaftar ke kepala desa dengan biaya Rp.

5.000

.

Pada tahun 1980 pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk membantu nelayan yaitu

dengan mengeluarkan kapal kepres 39, satu paket kapal kepres ini yang terdiri dari boat, mesin,

alat tangkap, dan jaring terdiri dari tiga orang, kapal ini dibayar dengan cara cicilan. Tidak semua

nelayan dusun Bagan mendapat bantuan ini, adapun kriteria/syarat nelayan yang mendapat

bantuan ini adalah kelompok nelayan yang mempunyai sebuah organisasi. Dengan menggunakan

kapal kepres ini nelayan bisa menangkap ikan dengan lebih baik karena peralatan yang

digunakan lebih bagus dan lengkap dari sebelumnya sehingga hasil yang diperoleh juga lebih

banyak. Walaupun hanya sebagian nelayan yang mendapat bantuan kapal kepres ini, tetapi

kelompok yang mendapat kepres ini tidak memiliki perubahan sifat misalnya karena penghasilan

sudah lumayan menjadi sombong, malah kelompok nelayan yang mendapat kepres ini

memotivasi nelayan lain yang belum dapat bantuan untuk membentuk sebuah organisasi agar

kalau ada bantuan kepres selanjutnya semua nelayan akan mendapat bantuan yang sama.

29

28

Wawancara, Baharuddin 5 Mei 2013

29

Adapun nama kepala desa tersebut adalah Mursam Batubara.

dengan harapan akan mendapat bantuan kepres selanjutnya, tetapi ternyata bantuan yang

ditunggu-tunggu tidak kunjung datang kembali, uang pendaftaran pun hangus begitu saja. Hal ini

disebabkan ketidakpercayaan pemerintah pada nelayan karena kredit nelayan yang mengalami

distributor yang ditugaskan untuk mengutip langsung kepada nelayan tidak menyetorkan uang

tersebut, sehingga dengan hal ini pemerintah menganggap bahwa nelayan tidak benar karena

tidak mau membayar kewajibannya padahal kapal kepres telah diberi. Dengan hal tersebut maka

pemerintah menarik kapal kepres yang telah diberikan nelayan, dan nelayan tidak bisa menolak,

sehingga kapal pun ditarik. Tetapi tidak semua nelayan mau memberikan kapalnya untuk ditarik,

ada beberapa nelayan bandal yang tidak ingin memberikan kapalnya dan kapal pun akhirnya

tetap dimiliki nelayan yang akhirnya rusak juga karena tidak adanya perawatan yang dilakukan.

Kapal Kepres ini mengalami kerusakan total pada tahun 198830

Tauke adalah sebutan untuk para pengumpul hasil laut (tangkapan) nelayan. Pada umumnya

tauke memiliki modal dan pemilik materi, ia tidak terlibat langsung dalam kegiatan melaut yang

berperan sebagai patron.

.

3.1.1 Hubungan Patron-Klien (Tauke-Anak Buah)

31

Golongan komunitas nelayan yang tidak memiliki modal ekonomi

tetapi memiliki modal lain diantaranya yaitu tenaga dan keahlian mereka disebut dengan buruh

atau anak buah yang berperan sebagai klien. 32

Pola pekerjaan nelayan merupakan pekerjaan yang penuh akan resiko dan tingkat

penghasilan yang tidak menentu jumlahnya33. Fenomena kelembagaan sosial-ekonomi

patron-klien merupakan hal yang umum ditemukan di tengah-tengah masyarakat nelayan34

30

Wawancara, Baharuddin, Mei 2013

31

Rizkiyana Atika, Kajian Mengenai Pilihan Nelayan Terhadap Alat Penangkapan Ikan Di Kelurahan Beras Basah Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat Sumatera Utara, skripsi Sarjana, Medan : Departemen Antropologi Universitas Sumatera Utara, 2010.

32

.Menurut hasil wawancara dengan pak Baharuddin bahwa kelembagaan patron-klien ini sudah ada sekitar tahun 1950-an.

33

Aritonang K , Op cit hal 65.

34

.Badaruddin Op cit hal 30.

, hal ini

kemajuan masyarakat. Hubungan patron-klien ini merupakan hubungan majikan dengan buruh

nelayan, secara tidak langsung dalam hubungan patron-klien ini telah terjadi eksploitasi35

terhadap buruh, dimana pendapatan patron yang cukup tinggi sedangkan buruh rendah.

Meskipun sudah cukup banyak hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa hubungan

kelembagaan patron-klien ini bersifat ekspolitatif, namun kelembagaan ini masih tetap bertahan, hal ini membuktikan bahwa patron ini menurut sebagian nelayan sangat dapat membantu

nelayan. Apabila nelayan ini bekerja dengan tauke36

Meskipun tidak semua nelayan bekerja dengan sistem hubungan patron-klien, namun nelayan tradisional

yang berarti adanya hubungan patron-klien,

maka di saat musim pasang mati yang pada saat musim ini maka hasil laut akan sangat sedikit

dan di sinilah peran tauke untuk membantu nelayan yang selalu siap memberi pinjaman terhadap

buruh yang menjadi anggotanya. Hubungan patron-klien merupakan hubungan timbal balik sikap patron (tauke) yang peduli dengan kehidupan buruhnya juga harus didukung dengan sikap

buruh nelayan yang berusaha menyenangkan majikannya. Adanya sifat jujur, setia, kemauan

untuk bekerja akan membuat tauke perhatian dan mau membantu buruhnya.

37

35Eksploitasi(bahasa Inggris: exploitation) yang berarti politik pemanfaatan yang secara sewenang-wenang atau terlalu berlebihan terhadap sesuatu subyek eksploitasi hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangkan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan.

36

Tauke yang ada di Dusun Bagan ini banyak pendatang ada bersuku Batak danMelayu .

37

.Nelayan tradisional adalah nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap yang cukup sederhana. Nelayan ini biasanya tidak menggunakan solar untuk boatnya karena mereka menggunakan sampan dengan cara mendayungnya, dan alat tangkap ikan dengan menggunakan jaring atau jala. Karena peralatan yang digunakan sangat sederhana, maka hasil tangkapan yang diperoleh juga sedikit.

masih tetap terkait dalam hubungan patron-klien dalam hal menjual hasil

penangkapan ikan. Meskipun di dusun Bagan ini terdapat daerah Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

tetapi sebagian nelayan tradisional tidak menjualnya ke TPI melainkan ke patron/tauke dengan alasan adanya jaminan peminjaman yang akan diberikan oleh tauke kepada nelayan saat musim

paceklik tiba, atau pada saat nelayan tidak bisa melaut baik itu akibat gangguan cuaca, sakit atau

sebagainya. Selain itu tauke akan membantu saat nelayan membutuhkan uang untuk membeli

peralatan menangkap ikan seperti untuk membeli jaring atau jala.

Dokumen terkait