• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN DUSUN BAGAN DESA PERCUT SEBELUM PENGGUNAAN KAPAL KEPRES 39 TAHUN 1980

3.3 Pendidikan di Dusun Bagan

memiliki pandangan yang luas ke depan untuk mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan

42

mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu

sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan43

Di tahun 1980 pendidikan di dusun Bagan ini sangat tidak dipedulikan, karena orang tua

menganggap ”untuk apa sekolah kalau ujung-ujungnya akan ke laut juga” dan hampir seluruh ibu-ibu di sini adalah buta huruf. Di tahun 1980-an ini sudah ada satu sekolah dasar negeri di

dusun Bagan ini yaitu SD negeri 105296, yang salah satu guru di sekolah ini bernama Bu

Mariani dia telah menjadi guru sejak di bukanya pertama kali sekolah ini, beliau bukan

merupakan penduduk asli dusun Bagan, tapi beliau berasal dari daerah Medan yang ditugaskan

menjadi guru di sekolah tersebut, guru didatangkan dari luar sebab saat itu tidak ada satupun

masyarakat yang tamatan sarjana atau diploma yang bisa diangkat menjadi guru, sehingga harus

diambil guru dari luar

.

Pendidikan akan berpengaruh pada mata pencaharian dan tingkat penghasilan seseorang.

Hal ini juga berpengaruh pada masyarakat nelayan yang ada di Bagan, mayoritas pendidikan

nelayan hanya tamatan Sekolah Dasar bahkan banyak juga yang tidak tamat Sekolah Dasar,

sehingga dengan hanya tamatan seperti ini tidak banyak pekerjaan yang bisa dilakukan para

nelayan ini, ujung-ujungnya mereka akan ke laut yang dalam mencari ikan di laut ini tidak perlu

menggunakan tamatan sekolah atau ijazah.

44

Sejak dibukanya sekolah dasar di dusun Bagan ini maka ada beberapa siswa yang

bersekolah, siswa yang sekolahnya di luar dusun Bagan ditarik kembali untuk bersekolah disini.

Awalnya siswa ini bersekolah di dusun Saenties, mereka harus berjalan sepanjang 1-5 km. Anak-.

43

Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005

44

Wawancara, Mariani jumat 12 Oktober 2012, beliau merupakan guru yang mengajar di SD 105296 sejak pertama dibukanya sekolah ini.

anak yang sekolah disini tidak menggunakan seragam tetapi hanya menggunakan baju biasa dan

sandal, bahkan sebagian besar bertelanjang kaki. Uang sekolah yang dikenakan sebesar Rp. 500.

Ada juga buku yang harus dibeli oleh siswa dari sekolah, yang untuk meringankan siswa

tersebut maka pihak sekolah membolehkan membayar buku tersebut dengan cara mencicilnya.

Tetapi walaupun siswa diperbolehkan mencicil dalam membayar buku tersebut nyatanya banyak

siswa yang tidak sanggup membayar, sampai dia naik kelas buku tersebut juga belum lunas

dicicil45

Dibukanya sekolah dasar ini tidak sepenuhnya dapat diterima oleh masyarakat, bahkan

sebagian ada yang sangat menentang sekolah ini. Hampir setiap pagi di dalam kelas-kelas

terdapat kotoran hewan, yang ternyata kotoran hewan ini diletakkan oleh orangtua yang marah

karena anaknya bersekolah .

46

Seiring berjalannya waktu maka banyak anak-anak yang putus sekolah, mereka harus

membantu orangtuanya baik itu untuk mencari ikan di laut membantu sang ayah atau mencari

kerang di sore hari untuk membantu sang ibu. Selain itu adapun alasan yang paling menguatkan . Adapun sebab marahnya orangtua ketika anaknya bersekolah

karena anak-anak ini jadi tidak bisa membantu ibunya dirumah bagi anak perempuan, dan bagi

anak laki-laki tidak bisa ikut ke laut bersama ayahnya, yang harusnya dengan ikut ke laut

penghasilan orangtua akan bertambah walaupun tidak banyak. Selain itu orangtua sangat tidak

terima apabila anaknya dipukul oleh guru, kalau ada orangtua yang tahu atau anaknya mengadu

kalau dipukul oleh guru maka orangtuanya akan langsung datang ke sekolah dengan membawa

senjata tajam seperti parang yang seolah-olah mengancam sang guru karena berani memukul

anaknya.

45 Ibid 46

Wawancara dengan bu Mariani yang merupakan guru yang mengajar di SD 105296 sejak pertama dibukanya sekolah ini. Wawancara pada hari jumat 12 Oktober 2012 di dusun Bagan.

kenapa anak-anak disini harus putus sekolah karena anggapan yang tadi dipegang oleh orangtua

mereka yaitu untuk apa sekolah kalau ujung-ujungnya akan ke laut juga, yang merupakan pola pikir yang sangat pendek yag mengakibatkan penyesalan di masa yang akan datang. Yang mana

penyesalan ini benar-benar terbukti dengan keluarnya sebuah pernyataan dari seorang nelayan

yang bernama pak Burhan (50 tahun) yang mengatakan:

“… Bapak sangat menyesal dahulu tidak bersekolah karena sekarang bapak merasakan

susahnya tidak mengenyam pendidikan. Banyak kawan bapak yang menjadi anggota dewan, yang harusnya apabila bapak mempunyai pendidikan dia bisa mengusahakan sebuah pekerjaan untuk Bapak, tapi apa yang bisa dia bantu sementara SD saja Bapak tidak tamat. Bapak malu karena kalau ketemu teman bapak, karena dia pasti akan memberi uang, apalagi dengan tambahan kata,(kalau saja kamu punya pendidikan pasti

sudah kuberikan salah satu pekerjaan disini untukmu)…”. 47

Di tahun 1990 pendidikan sudah lebih maju dan diterima oleh masyarakat Bagan

dibandingkan tahun 1980, hal ini disebabkan karena para orangtua sudah mulai sadar bahwa

pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk anak mereka agar kelak bisa mendapatkan

pekerjaan yang lebih baik dibanding dengan mereka. Bukti peningkatan pendidikan ini dapat

dilihat dari jumlah siswa yang semakin banyak dan menamatkan dari sekolah dasar.

Dengan tidak lagi bersekolah maka anak perempuan yang ada di dusun ini akan cepat

menikah atau disebut dengan nikah muda yang biasanya masih berumur belasan tahun, dan biasa

pasangan yang didapat juga tidak jauh dari masyarakat sekitar yang umumnya juga berprofesi

sebagai seorang nelayan. Sehabis menikah apabila mereka belum sanggup untuk membuat atau

mengontrak rumah maka mereka akan tinggal dengan orangtua dalam waktu yang cukup lama.

47

Kita dapat melihat tabel di bawah ini, tabel mengenai tingkat pendidikan nelayan di dusun

Bagan. Peneliti mengambil tabel ini dari hasil penelitian Badaruddin, penelitian ini dilakukan

tahun 2006.

Tabel 6

Daftar Tingkat Pendidikan Nelayan Dusun Bagan Tahun 2006

No Tingkat Pendidikan Nelayan Persentase

1. Tidak Sekolah 10.00

2. Tidak Tamat Sekolah Dasar 48.00

3. Tamat Sekolah Dasar 32.00

4. SLTP 8.00

5. SLTA 2.00

6. Perguruan Tinggi 0

Total 100.00

Sumber : Laporan hasil penelitian Badaruddin dalam judul “Kelembagaan Sosial Ekonomi

Komunitas Nelayan” tahun 2006.

Dari tabel di atas dapat kita lihat persentase nelayan yang tidak tamat sekolah dasar ada

48%, maka hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan nelayan masih relatif rendah, bahkan

ada 10% nelayan yang sama sekali tidak pernah mengecap bangku sekolah. Pendidikan yang

rendah akan berpengaruh terhadap pola pikir mereka terutama yang berkaitan dengan

manajemen ekonomi rumah tangga dan penerimaan inovasi. Dengan pola pikir yang rendah

maka nelayan akan mempertahankan keadaan yang sudah ada sejak dahulu tanpa ingin

Tingkat pendidikan yang rendah pada masyarakat nelayan ini tidak terlepas dari kondisi

ekonomi orangtua mereka dulunya yang juga hidup dengan kemiskinan. Kondisi ini juga terus

berlanjut hingga ke anak-anak mereka saat ini.

Pekerjaan membantu orangtua sebagai nelayan sejak usia anak-anak (bagi anak laki-laki),

bagi perempuan akan membantu ibu mereka untuk menjemur ikan asin turut mendorong

kurangnya motivasi untuk mendapatkan sebuah pekerjaan yang lebih baik lagi. Pekerjaan yang

dilakukan anak-anak ini bukanlah pekerjaan yang terpisah dari orangtua mereka, yang artinya

pendapatan dari anak hanya akan menjadi tambahan untuk orangtua.

Seperti kata pepatah bahwa “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya” hal ini jugalah yang terjadi dalam sistem rantai mata pencaharian dusun Bagan ini, seperti yang dijelaskan di atas

bagaimana sedari masih anak-anak, anak di dusun Bagan ini sudah turun ke laut yang akhirnya

inilah yang menjadi pekerjaan tetapnya sampai si anak berumah tangga. Di saat ini bagi mereka

yang mempunyai ijazah SMP atau SMA memilih untuk mencari kerja di luar seperti menjadi

buruh pabrik dengan harapan rezeki di darat akan lebih baik dari pada rezeki yang diperoleh di

laut. Kalau anak nelayan ini sudah bisa mencari uang sendiri maka mereka tidak akan

menggantungkan hidupnya lagi kepada orangtua dengan alasan mengurangi beban orangtua.48

48

Yang dimaksud dengan tidak menggantungkan hidup kepada orangtua adalah para anak nelayan ini tetap hidup serumah dengan orangtuanya hanya saja untuk kebutuhan pribadinya tidak lagi meminta pada orangtua. Kalaupun si anak memberikan sebagian penghasilannya pada orangtuanya, hal itu merupakan

BAB IV

PERUBAHAN DAN DAMPAK KEHIDUPAN MASYARAKAT DUSUN BAGAN

Dokumen terkait