• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM DUSUN BAGAN KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG

2.3. Etnik dan Budaya Dusun Bagan

Desa Percut termasuk desa yang didiami oleh penduduk yang terdiri dari berbagai suku

diantaranya Melayu, Batak, Mandailing, Karo, Jawa, Minang, Banjar, Bugis, dan juga etnis

Tionghoa. Suku terbesar yang mendiami Desa Percut adalah suku Melayu dan suku Jawa.

Dusun Nelayan juga dihuni oleh beragam suku dan yang menjadi suku mayoritas adalah

suku Melayu17. Beragamnya suku yang mendiami dusun Nelayan menurut data yang peneliti

dapat dari penelitian sebelumya18, berawal sejak terjadinya konflik sosial dusun tersebut dengan

desa tetangga yaitu Cinta Damai . Dusun Bagan ini pernah terlibat konflik sosial pada tahun

1954. Konflik antar desa ini pada awalnya dipicu oleh persoalan anak muda yang kemudian

menjurus pada konflik SARA19

2.3.1 Upacara Jamu Laut

. Konflik tersebut menyebabkan banyak warga dari dusun Bagan

yang keluar (pindah) ke desa lain karena merasa tidak aman tinggal di desa asal mereka. Sejalan

dengan berangsur pulihnya keamanan di dusun tersebut mulai pula orang-orang berdatangan

kembali, baik orang yang dulunya bermukim di dusun tersebut maupun orang-orang yang bukan

berasal dari dusun tersebut. Dalam proses itulah suku-suku lain masuk ke dusun ini meskipun

jumlahnya tidak seberapa. Karena jumlahnya yang tidak seberapa (minoritas) akhirnya mereka

beradaptasi dan melebur dengan budaya setempat yang mayoritas beretnis Melayu.

17

Yang dimaksud dengan suku bangsa Melayu adalah golongan bangsa yang menyatakan dirinya dalam pembauran ikatan perkawinan antar suku bangsa serta memakai adat resam dan bahasa Melayu secara sadar dan berkelanjutan.

18

Badaruddin. hasil laporan penelitian Kelembagaan Sosial-Ekonomi Komunitas Nelayan (Studi deskriptif Pada Komunitas Nelayan di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara).Universitas Sumatera Utara. Medan: 2006

19

Masyarakat Bagan yang menggantungkan kehidupannya pada laut menganggap bahwa

laut adalah urat nadi mereka, sumber penghidupan mereka. Pada masa dahulu nelayan

mempercayai bahwa seluruh lautan dikuasai oleh kuasa makhluk halus, yaitu jin dan roh jahat.

Perairan laut menjadi ajang para nelayan mengais rezeki selain itu laut juga menjadi suatu

momok yang menakutkan, sebab laut banyak menyimpan misteri yang asih belum terjawab

melalui akal pikiran. Keyakinan dan kepercayaan akan mitos laut dan seluk beluk makhluk gaib

yang mempengaruhi pandangan dan perilaku nelayan dalam berinteraksi dengan lingkungan laut.

Keyakinan tentang adanya penghuni gaib di dalam laut setidaknya menciptakan suatu pola sikap

yang harus dijaga dan pantangan-pantangan yang harus diindahkan sewaktu melaut. Kehidupan

masyarakat tergantung pada banyaknya hasil perolehan ikan. Untuk itu masyarakat perlu

melakukan jamuan laut dengan harapan para penguasa laut dan jin laut tidak berang kepada

mereka dan mereka dapat memperoleh ikan yang melimpah atau disebut dengan persembahan.

Di Dusun Bagan ini awalnya pelaksanaan jamu laut diadakan setiap tahun tepatnya bulan

arab sebelum bulan ramadhan tiba. Dalam hal upacara jamu laut, berbagai hal yang berkaitan

dengan kepanitiaan pelaksanaan upacara diputuskan melalui musyawarah desa yang biasanya

dipimpin oleh kepala desa. Musyawarah akan dihadiri seluruh perangkat desa, pemuka adat,

disini dibicarakan masalah dana untuk upacara jamu laut yang akan dilakukan. Dana diperoleh

dari Camat, kepala desa, dinas perikanan, tauke dan dikutip dari warga Bagan khususnya

nelayan dengan seikhlas hati20

a. Nasi tumpeng atau disebut upah-upah. .

Dalam pelaksanaan upacara jamu laut ini maka donator yang menyumbang akn

diundang, pemuka adat beserta seluruh warga sekitar. Ada beberapa sesajen yang harus

disediakan, diantaranya yaitu:

20

b. Balai yang biasa untuk adat pernikahan diisi dengan telur dan ayam panggang.

c. Kepala kerbau atau kambing.

Kerbau atau kambing ini dipotong di bibir pantai, darahnya dihanyutkan ke laut dagingnya

akan dimasak oleh para ibu-ibu. Setelah selesai dimasak maka sesajen yang telah selesai

diletakkan di pinggir pantai di atas pendopo yang telah disediakan. Sesajen ini diletakkan begitu

saja sampai habis sendiri21. Sebagian daging yang telah dimasak akan dibagikan ke anak yatim.

Kepala kerbau atau kambing akan dikubur tepat di sebelah sesajen diletakkan22

a. Nelayan yang ingin pulang dari laut tidak boleh lewat melalui jalur yang dianggap

daerah larangan semasa upacara jamu laut diadakan.

.

Di saat upacara jamu laut ini diaksanakan maka ada beberapa pantangan yang harus dijaga

oleh warga sekitar khususnya nelayan. Adapun pantangannya adalah sebagai berikut:

b. Nelayan juga tidak boleh ke laut.

c. Dilarang mandi ke sungai.

Larangan ini semua dilaksanakan dalam waktu dua hari.

Di saat dahulu apabila tidak dilaksanakan upacara jamu laut ini maka warga di sekitar

akan diganggu oleh makhlus halus yang berada di laut. Seperti ada wanita muda yang sedang

hamil kerasukan dan menenggelamkan dirinya ke laut, dan ada beberapa kasus lain seperti ini

ada korban yang meninggal dan ada yang selamat. Inilah penyebab jamu laut diadakan di

Dusun Bagan ini.

Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat Bagan juga semakin mengerti dengan

agama Islam dan mereka menganggap bahwasannya upacara tersebut adalah perbuatan yang

21

Sebagian warga menganggap bahwa sesajen tersebut dimakan oleh makhluk gaib yang ada dilaut, dan sebagian lain menganggap bahwa sesajen tersebut habis dibawa angin atau diterjang ombak.

22

syirik, karena percaya adanya kekuatan lain selain kekuatan Tuhan. Selain itu menurut para

Ulama sekitar tempat tersebut memang upacara yang mereka lakukan tidak sesuai dengan ajaran

Islam. Sehingga dengan hal tersebut saat ini di dusun Bagan tidak ada lagi yang namanya jamu

laut.

Acara jamu laut sudah tidak lagi diadakan di Bagan, acara jamu laut kini sudah diganti

dengan acara tolak bala. Yang tujuannya untuk menolak segala bala dan hal yang buruk yang

terjadi di lautan khususnya saat nelayan mencari ikan di laut. Acara tolak bala ini dilakukan

dengan mengumpulkan masyarakat, pemuka adat, pemuka agama dan seluruh masyarakat

lainnya dengan membaca do’a atau disebut dengan kenduri dan nantinya akan diadakan acara

makan bersama, yang mana acara ini juga memiliki manfaat yang lain yaitu rasa kebersamaan

antar masyarakat.

Dokumen terkait