• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN EKSEKUS

C. Faktor-faktor yang Menyebabkan Eksekusi Objek Jaminan

Sebelum terjadinya eksekusi ada beberapa tahapan yang harus dipenuhi agar kekuatan eksekutorial dari Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia dapat dapat terpenuhi adapun tahapan-tahapan sebagai berikut:

Dalam Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia menegaskan bahwa: a. 1. Akta Jaminan Fidusia yang dibuat wajib di daftarkan

2. Pendaftaran Jaminan Fidusia meliputi:

a. Akta jaminan Fidusia yang berada dalam negeri. b. maupun yang di luar negeri.

Tujuannya adalah memenuhi azas publisitas dan keterbukaan, mengenai segala keterangan yang ada di Kantor Pendaftaran Fidusia terbuka untuk umum selain itu tujuan dari pendaftaran ini adalah sebagai jaminan kepastian terhadap kreditor lain mengenai kebenaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia.

b. Selanjutnya di dalam Pasal 12 ayat (1) Pendaftaran dilakukan di tempat kedudukan penerima fidusia.

c. Tempat pendaftaran dimana kedudukan dari penerima fidusia.

d. Permohonan pendaftaran bisa dilakukan oleh penerima fidusia atau kuasanya atau juga boleh diwakilkan Pasal 13 ayat (1).

e. Pencatatan jaminan fidusia dalam Pasal 13 ayat (2).

f. Tata cara pendaftaran sesuai aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000, tanggal 28 September 2000.

Dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, dasar lahirnya hak eksekusi:

1. Adanya cidera janji

Adapun cidera janji yang diatur dalam KUHPerdata Pasal 1243 unsur-unsurnya antara lain:

1. Lalai memenuhi perjanjian,

2. Tidak memenuhi prestasi dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

2. Dalam perjanjian telah diatur secara rinci mengenai hal-hal yang berkenaan dengan cidera janji (event of default) di dalam kontrak.

Cidera janji bisa berupa lalainya debitur memenuhi pelunasannya pada saat utangnya sudah matang untuk ditagih, maupun tidak dipenuhi janji-janji yang diperjanjikan, baik dalam perjanjian pokok maupun dalam perjanjian penjaminannya, sekalipun utangnya sendiri belum matang untuk ditagih. Salah bentuk dari bentuk cidera janji ini adalah kredit macet.

Kredit macet tidak terjadi begitu saja secara mendadak, pada sebagian besar kejadian berbagai macam gejala penurunan pada ketetapan pembayaran pada setiap bulannya. Dari beberapa bentuk penyimpangan yang sering muncul ke permukaan adanya permintaan debitur untuk memperpanjang jangka waktu kredit yang telah

ditetapkan dalam perjanjian kredit pada awalnya. Selain itu adanya keterlambatan pembayaran bunga atau cicilan kredit yang telah jatuh tempo.

Faktor-faktor penyebab kredit macetmenurut AHok, Supervisor pada PT. Batavia Prosperindo Finance59 dapat dikategorikan dalam 3 bagian:

1. Karakter debitur.

a. Adanya debitur yang berwatak buruk dan dari semula memang tidak berminat untuk melunasi utangnya.

b. Debitur yang berwatak jujur, tetapi tertimpa musibah sehingga tidak mampu memenuhi kewajibannya.

2. Kondisi ekonomi

a. Terjadinya penurunan pendapatan bagi debitur sehingga tidak dapat melakukan pembayaran atau cicilan.

b. Bangkrutnya usaha yang selama ini dijalankan oleh debitur sehingga sulit baginya untuk melakukan pembayaran cicilan pada kredit kendaraan bermotor.

3. Krisis global

a. Terjadi pemutusan kerja pada debitur pada debitur. b. Peningkatan suku bunga yang melonjak tajam.

Ketika para pihak membuat suatu perjanjian, tentunya mereka mengharapkan agar perjanjian itu dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dalam perjanjian

59Wawancara dengan AHok, Supervisor pada PT. Batavia Prosperindo Finance, tanggal 5 Juni

pembiayan ini debitor mengharapkan agar barang yang dipakai menjadi miliknya sedangkan kreditor mengharapkan angsuran dibayar tepat pada waktunya. Namun kadang-kadang perjanjian yang telah dibuat tidak dapat terlaksana sebagaimana mestinya seperti yang diharapkan. Tidak terlaksananya atau tidak melakukan apa yang diperjanjikan disebut wanprestasi. Menurut Subekti membagi wanprestasi menjadi 4 (empat) macam:

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan,

2. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan, 3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat,

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.60 Tiga macam wanprestasi yang pertama biasanya terjadi pada perjanjian untuk memberikan sesuatu. Pembagian wanprestasi seperti di atas memang agak terperinci, biasanya bentuk wanprestasi yang pertama dan keempat digabung menjadi satu. Yaitu menjadi tidak memenuhi prestasi sama sekali, sehingga menjadi 3 (tiga) macam wanprestasi:

a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali, b. Terlambat memenuhi prestasi,

c. Memenuhi prestasi tidak baik atau tidak sempurna.

“Wanprestasi terjadi apabila seorang debitor tidak dapat membuktikan bahwa tidak dapatnya ia melakukan prestasi adalah diluar kesalahannya atau dengan kata lain tidak tidak dapat membuktikan adanya force majeur, jadi dalam hal ini debitor

jelas bersalah.”61Menurut Pasal 7 huruf (f) Perjanjian Pembiayaan Konsumen menyebutkan bahwa dalam hal terjadinya suatu peristiwa atas kendaran tersebut yang dijaminkan secara fidusia baik berupa kerusakan sebagian maupun musnah ataupun hilang tanpa dapat diperoleh kembali baik kendaraan tersebut diasuransikan atau tidak oleh penerima kredit. Penerima kredit tetap mengikatkan diri dan berjanji serta bertanggung jawab penuh atas penyelesaian/pelunasan berdasarkan perjanjian ini seluruhnya tanpa kecuali.

Berdasarkan ketentuan pasal 7 huruf (f) Perjanjian Pembiayaan Konsumen pihak debitur tetap bertanggung jawab atas perikatan perjanjian tersebut meskipun telah nyata bahwa adanya ketidaksengajaan dari debitur dalam hal ini keadaan memaksa.

Menurut analisis penulis bahwa ketentuan dalam pasal ini tidak ada keseimbangan antara hak debitur dengan hak kreditur, padahal Undang-Undang dalam hal ini KUHPerdata sudah jelas mengatur mengenai force majeur apabila bisa dibuktikan maka pihak debitur terlepas dari segala tuntutan tersebut.

Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi. Tindakan wanprestasi dapat terjadi karena:

a. Karena kesengajaan, b. Karena kelalaian.

c. Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian)

Jenis-jenis prestasi yang dilakukan debitor dapat dilihat dari tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1 Jenis-Jenis Prestasi

No. Jenis-Jenis Prestasi Jumlah Persentase (%) 1. Tidak memenuhi prestasi sama

sekali

- -

2. Terlambat memenuhi prestasi 13 65% 3. Memenuhi prestasi secara tidak

baik/tidak sempurna

4 20%

4. Memenuhi prestasi dengan baik 3 15%

Jumlah 20 100%

Sumber: Data diolah dari PT.Batavia Prosperindo Finance dari 2009-2010.

Dari tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa debitor mempunyai 4 (empat) kriteria dalam hal melaksanakan kewajibannya. Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa 65% dari nasabah atau debitur terlambat memenuhi prestasi dalam hal ini pembayaran angsuran yang dilakukan oleh nasabah tidak tepat waktu sebagaimana yang telah ditentukan tanggalnya di dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Prestasi yang dipenuhi terlambat tetapi tidak sampai pada penarikan barang jaminan hanya sudah ada denda dan bunga dari tagihan pokok. Dari 20% nasabah yang memenuhi prestasi secara tidak baik dengan ketentuan prestasi dilakukan tetapi tidak sempurna. Menurut data lapangan pada PT. Batavia Prosperindo Finance bahwa besarnya jumlah nasabah yang terlambat atau tidak sempurna dalam pemenuhan prestasi tersebut dipengaruhi juga oleh lamanya jangka waktu kredit yakni dalam kurun waktu 2 sampai 3 tahun. Namun demikian Pihak PT. Batavia Prosperindo Finance mempunyai solusi-solusi

untuk menyelesaikan masalah keterlambatan memenuhi kewajibannya. Pihak Batavia Prosperindo Finance masih memberikan keringanan untuk debitor agar tidak sampai dilakukan eksekusi yang berakibat fatal bagi debitor.

Sejak kapan debitor wanprestasi, didalam praktek dianggap bahwa wanprestasi tidak secara otomatis terjadi, kecuali apabila telah disepakati oleh para pihak, bahwa prestasi itu ada sejak tanggal yang disebutkan dalam perjanjian telah lewat waktunya. Sehingga untuk memastikan sejak kapan adanya wanprestasi, diadakan upaya hukum yang dinamakan “in gebreke stelling” yakni penentuan mulai terjadinya wanprestasi atau istilah lain disebut “somasi”.

Dalam hal hapusnya perjanjian positif tidak perlu dilakukan in gebreke

stelling, sedangkan pada hapusnya perjanjian yang negatif in gebreke stelling perlu

dilakukan, yang positif artinya kreditur tidak mendapat untung.62

Dengan demikian baru dapat dinyatakan wanprestasi, kalau sudah diperingati terlebih dahulu oleh kreditor. Peringatan ini disebut “somasi” yaitu perintah dari kreditor kepada debitor supaya melaksanakan prestasi yang telah ditentukan dalam perjanjian. Somasi dapat berupa adanya perintah dalam bentuk surat, telegram.

Dari hasil penelitian suatu kredit dikategorikan macet pada PT. Batavia Prosperindo Finance cabang Medan tertundanya pembayaran atau terjadi kelalaian pelaksanaan pembayaran yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit. Oleh karena itu apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar angsuran yang telah ditentukan jumlahnya di dalam perjanjian sampai perjanjian utang-piutang itu

berakhir maka debitor tersebut dikatakan telah melakukan wanprestasi. Keterlambatan pada H-1 (lewat satu hari) dihubungi melalui telepon, apabila belum juga ada pembayaran angsuran sampai pada H-7 (lewat tujuh hari) dikeluarkan surat teguran (somasi), sampai pada H-21 (lewat dua puluh satu hari). Adanya peringatan yang dilakukan pihak finance dengan surat teguran atau somasi dengan melalui beberapa tahap:

1. Peringatan pertama merupakan teguran awal yang disampaikan oleh PT. Batavia Prosperindo Finance kepada debitur untuk senantiasa berbuat sebagaimana yang telah diperjanjikan.

2. Peringatan kedua pada hakikatnya merupakan peringatan yang disampaikan oleh pihak Batavia Prosperindo Finance untuk menindkalanjuti peringatan pertama yang juga belum dipenuhi oleh debitur, pada peringatan kedua ini lebih tegas dari peringatan pertama, dengan harapan agar debitur benar-benar melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya.

3. Peringatan ketiga merupakan teguran akhir yang dilakukan PT. Batavia Prosperindo Finance terhadap debitur yang tetap tidak memenuhi apa yang menjadi kewajibannya meskipun telah diperingatkan sebelumnya. Jika debitur tetap tidk mengindahkan peringatan terakhir ini maka kendaraan debitur yang sebagai jaminan tersebut dapat ditarik dengan berdasarkan surat kuasa menarik objek jaminan fidusia yang telah dibuat sebelumnya bersamaan dengan akta fidusia.

BAB III

HAMBATAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM PENARIKAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA