EKSEKUSI DI BAWAH TANGAN OBJEK JAMINAN
FIDUSIA ATAS KREDIT MACET KEPEMILIKAN MOBIL
DI LEMBAGA KEUANGAN NON-BANK PT. BATAVIA
PROSPERINDO FINANCE CABANG MEDAN
TESIS
Oleh
LENI MARLINA
087011063/MKn
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
EKSEKUSI DI BAWAH TANGAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA
ATAS KREDIT MACET KEPEMILIKAN MOBIL DI LEMBAGA
KEUANGAN NON-BANK PT. BATAVIA PROSPERINDO
FINANCE CABANG MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
LENI MARLINA
087011063/MKn
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : EKSEKUSI DI BAWAH TANGAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA ATAS KREDIT MACET KEPEMILIKAN MOBIL DI LEMBAGA KEUANGAN NON-BANK PADA PT. BATAVIA PROSPERINDO FINANCE CABANG MEDAN
Nama Mahasiswa : Leni Marlina
Nomor Pokok : 087011063
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN) Ketua
(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum) Anggota
(Chairani Bustami, SH., SpN., MKn) Anggota
Ketua Program Studi Dekan Fakultas Hukum
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN) (Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum)
Telah diuji pada
Tanggal : 31 Agustus 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN
Anggota : 1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum
2. Chairani Bustami., SH, SpN, M.Kn
3. Syahril Syofyan, SH., M.Kn
ABSTRAK
Eksekusi tidak hanya didasarkan atas putusan pengadilan, tetapi dapat juga didasarkan atas bentuk akta tertentu yang oleh undang-undang “disamakan” nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Akta jaminan fidusia adalah akta notaris yang berisikan pemberian jaminan fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.
Adapun permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut: Faktor-Faktor apa yang menyebabkan eksekusi objek jaminan fidusia pada Lembaga Pembiayaan Konsumen, Hambatan dan upaya apa saja yang dilakukan dalam penarikan objek jaminan fidusia atas kredit macet, Bagaimana prosedur eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil. Metode penelitian ini spesifikasinya, berdasarkan yuridis empiris dilakukan dengan cara meneliti dilapangan dengan wawancara dengan responden yang merupakan data primer dan meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian kepustakaan. Penelitian ini menitikberatkan pada penelitian lapangan yang menjelaskan situasi serta yang berlaku dalam masyarakat secara menyeluruh, sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta yang semuanya berhubungan dengan judul tesis. Segi peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dukumen-dokumen dan berbagai teori.
Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini yang menjadi faktor penyebab eksekusi pada objek jaminan fidusia pada lembaga pembiayaan adalah cidera janji sebagaimana diatur dalam KUHperdata Pasal 1243 KUHPerdata, yang menjadi Hambatan dan upaya dalam penarikan objek jaminan fidusia atas kredit macet adalah barang jaminan dijual, barang jaminan digadai, penerima fasilitas, atas isi perjanjian Pembiayaan Konsumen. Upaya yang dilakukan adalah menawarkan kebijakan, mendatangi rumah debitur, mengawasi debitur, melibatkan informan tetap, pelaporan pada pihak kepolisian. Adapun eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil pada PT. Batavia Prosperindo Finance adalah penjualan di bawah tangan seperti jual beli biasa namun pelaksanaannya tidak mengikuti seluruh ketentuan formal menurut Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia terutama dalam ini ketentuan mengenai pengumuman pada surat kabar yang beredar di kota Medan.
ABSTRACT
The execution shall be do not only relied on adjudication, but also based on a
certainty document as referred to the regulation its capacity is “equalized” with the
adjudication having a fixed legal power. The fiduciary guarantee deed is a notarial document with its content give fiduciary guarantee to certain creditor as guarantee the credit shall be paid all.
The case to discuss in this study are what factors resulting in execution ti an object of fiduciary guarantee on a Consumer Financial Agent, still what is the barriers and whatever effort must be made in taking object of fiduciary guarantee upon bad credit. How to take procedure of execution under-hand upon object of fiduciary guarantee upon a bad credit in car possession. In the research adopted an empirical juridical method, carry out field research by interviewthose respondent as primary data, and with library research as secondary data. This study has focused on field research there mention situation and other matters thatapplied public it in whole, systematical, factual, accurate pertaining facts as it all correlation to the topic. It also interprents the regulations rules valid, many documents and various theories.
It is already noted the main intent in this research, on the factors causes the execution on object of fiduciary guarantee for a funding agent is on fail to agreement as regulated on KUHPerdata article 1234 Civil codes, whereas the barriers and the efforts for taking object of fiducially guarantee upon bad credit is all goods for sale, the guarantee goods tp pawn, receiver facilities, on the content of agreement in consumer funding. The efforts as intended is to offer the policy, approaching to debtor house, to monitor debtor, involved a reliable informant, and report to local police. The matter of execution run under-hand on object fiduciary guarantee on bad credit possessing of car on PT. Batavia Prosperindo Finance was made under-hand as an usual trasaction but in implementation not meet the rules formally regulated according to article 29 Regulations on Fiduciary Guarantee mainly in this case the rules about the announcement published on newspaper circulated in Medan city.
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, dengan limpahan rahmat dan
berkahnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis berjudul: “EKSEKUSI DI
BAWAH TANGAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA ATAS KREDIT MACET
KEPEMILIKAN MOBIL DILEMBAGA KEUANGAN NON-BANK PT.
BATAVIA PROSPERINDO FINANCE CABANG MEDAN”
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan,
dorongan moril, masukan dan saran, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
tesis ini. Penulis ucapkan terima kasih khususnya kepada yang terhormat dan
terpelajar Bapak Dosen Pembimbing Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN,
Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., dan Ibu Chairani Bustami, SH, SpN,
M.Kn kesediaannya membantu dalam memberikan bimbingan dan petunjuk serta
arahan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Dosen Penguji Bapak
Bapak Syahril Syofyan, SH., M.Kn, dan Ibu Dr. Tengku Keizerina Devi Azwar,
SH., CN, M.Hum yang telah memberikan masukan-masukan terhadap
penyempurnaan tesis ini hingga jadi lebih jelas, terarah dan sempurna.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTMH., MSc (CTM)., SpA(K)., selaku
diberikan bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan Magister
Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara beserta seluruh staf atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.
3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua pada Program Studi
pada Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Tengku Keizerina Devi Azwar, SH., CN, M.Hum selaku Sekretaris
pada Program Studi pada Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.
5. Para Guru Besar dan staf pengajar di lingkungan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara khususnya para Ibu dan Bapak Dosen di Program Studi
Magister Kenotariatan.
6. Para staf administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7.Bapak Ahok, SE selaku Kepala Cabang pada PT. Batavia Prosperindo Finance
beserta stafnya yakni saudari Kaka yang telah banyak memberikan bantuan dan
data-data yang dibutuhkan oleh penulis dalam penyelesaian tesis ini selaku
pada Ketua Program Studi Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.
8. Bapak Muhammad Irwan Harahap, SH., MKn, selaku Notaris/PPAT daerah
kerja Deli Serdang, selaku responden yang telah banyak memberikan bantuan
9. Rekan-rekan dan adik-adikku khususnya angkatan 2008 Group A pada
Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan, dorongan baik moril maupun
materil, berupa partisipasi dan semangat dalam penyelesaian penulisan tesis
ini.
Teristimewa ucapan terimakasih penulis kepada suami tercinta Drs. An Giat
Cipta, yang telah memberikan kesempatan serta dukungan yang amat banyak baik
berupa moril maupun materil, serta anak-anakku tersayang Suci Salimah Giani, Rana
Rafidah Giani dan Bintang Gegas Giani, yang telah memberikan pengertian yang
sangat banyak kepada penulis di dalam masa perkuliahan maupun penyelesaian tesis
ini. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada Bapak saya tercinta Almarhum A. Wafa.
HD, dan Ibu saya Hj. Zainur, yang telah memberikan dukungan dan nasehat kepada
penulis, sampai penulis menyelesaikan studi. Kepada Saudara-saudaraku di
Palembang juga penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas dukungan
morilnya selama ini.
Akhirnya Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Alhamdulillah Hirobbil
Alamin.
Medan, Agustus 2010
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Leni Marlina
Tempat / Tgl. Lahir : Palembang, 24 Agustus 1967
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jln. H Iming Raya No. 79 Rt.5/Rw 16 Beji, Depok
Jawa-Barat.
II. Orang Tua
Nama Ayah : Alm. A. Wafa. HD.
Nama Ibu : Hj. Zainur.
III. Pendidikan
1. SD Negeri 3 Epil, Sekayu Musi Banyuasin Tamat Tahun 1980. 2. SMP Muhammadiyah IV. Palembang Tamat Tahun 1983. 3. SMU Negeri 6 Palembang Tamat Tahun 1986.
4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Jambi 1991.
Medan, Agustus 2010 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 14
C. Tujuan Penelitian ... 14
D. Manfaat Penelitian ... 15
E. Keaslian Penelitian... 15
F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 16
G. Metode Penelitian... 24
BAB II. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA PADA LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN ... 31
A. Gambaran Umum Lembaga Pembiayaan... 31
B. Bentuk dan Isi Perjanjian Pembiayaan Konsumen ... 53
BAB. III HAMBATAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM
PENARIKAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA ... 83
A. Hambatan di dalam Penarikan Barang Jaminan ... 83
B. Upaya-upaya Mengatasi Hambatan Penarikan Kembali Barang Jaminan... 89
BAB IV. PROSEDUR EKSEKUSI DI BAWAH TANGAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA PADA PT. BATAVIA PROSPERINDO FINANCE CABANG MEDAN... 92
A. Gambaran Umum tentang Eksekusi... 92
B. Prosedur Eksekusi di Bawah Tangan Objek Jaminan Fidusia ... 100
V KESIMPULAN DAN SARAN... 113
A. Kesimpulan ... 113
B. Saran... 114
ABSTRAK
Eksekusi tidak hanya didasarkan atas putusan pengadilan, tetapi dapat juga didasarkan atas bentuk akta tertentu yang oleh undang-undang “disamakan” nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Akta jaminan fidusia adalah akta notaris yang berisikan pemberian jaminan fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.
Adapun permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut: Faktor-Faktor apa yang menyebabkan eksekusi objek jaminan fidusia pada Lembaga Pembiayaan Konsumen, Hambatan dan upaya apa saja yang dilakukan dalam penarikan objek jaminan fidusia atas kredit macet, Bagaimana prosedur eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil. Metode penelitian ini spesifikasinya, berdasarkan yuridis empiris dilakukan dengan cara meneliti dilapangan dengan wawancara dengan responden yang merupakan data primer dan meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian kepustakaan. Penelitian ini menitikberatkan pada penelitian lapangan yang menjelaskan situasi serta yang berlaku dalam masyarakat secara menyeluruh, sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta yang semuanya berhubungan dengan judul tesis. Segi peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dukumen-dokumen dan berbagai teori.
Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini yang menjadi faktor penyebab eksekusi pada objek jaminan fidusia pada lembaga pembiayaan adalah cidera janji sebagaimana diatur dalam KUHperdata Pasal 1243 KUHPerdata, yang menjadi Hambatan dan upaya dalam penarikan objek jaminan fidusia atas kredit macet adalah barang jaminan dijual, barang jaminan digadai, penerima fasilitas, atas isi perjanjian Pembiayaan Konsumen. Upaya yang dilakukan adalah menawarkan kebijakan, mendatangi rumah debitur, mengawasi debitur, melibatkan informan tetap, pelaporan pada pihak kepolisian. Adapun eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil pada PT. Batavia Prosperindo Finance adalah penjualan di bawah tangan seperti jual beli biasa namun pelaksanaannya tidak mengikuti seluruh ketentuan formal menurut Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia terutama dalam ini ketentuan mengenai pengumuman pada surat kabar yang beredar di kota Medan.
ABSTRACT
The execution shall be do not only relied on adjudication, but also based on a
certainty document as referred to the regulation its capacity is “equalized” with the
adjudication having a fixed legal power. The fiduciary guarantee deed is a notarial document with its content give fiduciary guarantee to certain creditor as guarantee the credit shall be paid all.
The case to discuss in this study are what factors resulting in execution ti an object of fiduciary guarantee on a Consumer Financial Agent, still what is the barriers and whatever effort must be made in taking object of fiduciary guarantee upon bad credit. How to take procedure of execution under-hand upon object of fiduciary guarantee upon a bad credit in car possession. In the research adopted an empirical juridical method, carry out field research by interviewthose respondent as primary data, and with library research as secondary data. This study has focused on field research there mention situation and other matters thatapplied public it in whole, systematical, factual, accurate pertaining facts as it all correlation to the topic. It also interprents the regulations rules valid, many documents and various theories.
It is already noted the main intent in this research, on the factors causes the execution on object of fiduciary guarantee for a funding agent is on fail to agreement as regulated on KUHPerdata article 1234 Civil codes, whereas the barriers and the efforts for taking object of fiducially guarantee upon bad credit is all goods for sale, the guarantee goods tp pawn, receiver facilities, on the content of agreement in consumer funding. The efforts as intended is to offer the policy, approaching to debtor house, to monitor debtor, involved a reliable informant, and report to local police. The matter of execution run under-hand on object fiduciary guarantee on bad credit possessing of car on PT. Batavia Prosperindo Finance was made under-hand as an usual trasaction but in implementation not meet the rules formally regulated according to article 29 Regulations on Fiduciary Guarantee mainly in this case the rules about the announcement published on newspaper circulated in Medan city.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu barang dengan
pembayaran diangsur beberapa kali bukan hanya dilakukan oleh golongan ekonomi
menengah keatas. Bagi yang kondisi ekonominya menengah ke bawah cara ini pun
dirasa sangat membantu dalam mengatasi kebutuhan terhadap barang-barang yang
diinginkan, sehingga jalan terbaik untuk mengatasi permasalahan bagi pembeli yang
tidak mampu untuk membeli barang yang dibutuhkan secara tunai, yaitu melalui
lembaga pembiayaan konsumen di mana perjanjian jual beli yang pembayarannya
dilakukan secara angsuran atau berkala.
Kredit dalam hal ini adalah suatu kepercayaan yang diberikan kreditor kepada
seseorang atau debitor. Dalam dunia perdagangan kepercayaan memberikan kredit
dapat diberikan dalam bentuk uang, barang atau jasa. Terlepas dari segala bentuk
pemberian kredit akan sedapat mungkin mengusahakan adanya jaminan, bahwa
kreditor akan memperoleh kembali uangnya, dengan asumsi uang tersebut kembali
tepat pada waktunya. Jika pembayaran tidak terjadi maka ia akan mencoba
memperoleh pelunasan dari kekayaan si debitur yang lalai. Penyelenggaraan
pemberiaan kredit itu direalisasi oleh Lembaga Keuangan seperti bank, baik bank
pemerintah maupun bank swasta nasional. Dalam hubungan kredit ini bank sebagai
(debitor) dengan harapan bahwa pinjaman itu dapat dipergunakan sebaik-baiknya
untuk kemajuan usaha debitor dan pada saat yang ditentukan pinjaman itu harus
dikembalikan kepada kreditor1.
Lembaga Pembiayaan adalah salah satu bentuk usaha dibidang lembaga
keuangan bukan bank yang dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau barang
modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk
giro, deposito, tabungan dan surat sanggup bayar.
Paket kebijaksanaan Pemerintah yang dikeluarkan pada tanggal 20 Desember
1988 memperkenalkan Lembaga Pembiayaan yang dituangkan dalam Keputusan
Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan ini mempunyai
Melihat lingkup bidang usaha perusahaan pembiayaan yang jenisnya beragam
tersebut, perusahaan pembiayaan yang melakukan lebih dari satu kegiatan sering pula
disebut multi finance company2.
Pada Pasal 1 angka (6) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan berbunyi: “Perusahaan Pembiayaaan
1 Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1984, hal 67.
konsumen (consumers finance company) adalah: Badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan sistem
pembayaran angsuran atau berkala.”3 Kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang ketentuannya bahwa salah satu kegiatan dari lembaga pembiayaan tersebut adalah menyalurkan dana dengan sistem yang
disebut “Pembiayaan Konsumen”. Pembiayaan konsumen lebih memberikan kemudahan-kemudahan dibandingkan dengan pembiayaan melalui pinjaman dari bank. Model pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan finansial ini mempunyai target pasar pada konsumen langsung atau perorangan sebagai lawan kata dari
produsen. Perusahaan pembiayaaan menyediakan dana bagi konsumen dimana konsumen dapat menggunakan dana tersebut untuk pembelian kendaraan bermotor. Debitur yang membutuhkan dana tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh perusahaan pembiayaan.
Dalam melakukan pembiayaan untuk kredit pembelian kendaraan bermotor, maka lembaga pembiayaan mensyaratkan adanya suatu jaminan yaitu kendaraan bermotor itu sendiri sebagai jaminan dari kredit yang diberikan. Dengan kata lain lembaga pembiayaan sebagai kreditur mensyaratkan adanya suatu jaminan dari
debitur.
Pemberian kredit dan jaminan mempunyai hubungan yang erat sekali. Kreditur pada satu sisi guna menjamin pelunasan hutang dari pihak debitur, seringkali tidak mau memberi kredit jika tidak ada jaminan, (baik perseorangan maupun kebendaan) yang dianggap dan dinilai memadai untuk menjamin pelunasan hutang debitur tersebut pada waktunya dan pemberian jaminan itu sendiri, selain harus didahului dengan adanya suatu perjanjian
yang mendasari lahirnya utang-piutang atau kewajiban dari pihak debitur kepada kreditur.4
“Jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk
menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai
dengan uang yang timbul dari suatu perikatan”5. Disamping itu, jaminan juga dapat
diartikan dengan menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang
yang timbul dari suatu perikatan hukum. “Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali
dengan hukum benda”.6
Adanya jaminan tersebut memang sangat diinginkan oleh kreditur, karena
dalam suatu perikatan antara kreditur dan debitur, pihak kreditur mempunyai suatu
kepentingan bahwa debitur dapat memenuhi kewajibannya dalam perikatan tersebut.7
Mengenai rumusan hukum jaminan, telah diatur dalam Pasal 1131 yang dan 1132
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mensyaratkan bahwa tanpa diperjanjikan
pun seluruh harta kekayaan debitur merupakan jaminan bagi pelunasan hutangnya.
Secara garis besar, dikenal dua macam bentuk jaminan, yaitu jaminan
perorangan dan jaminan kebendaan.8 Pada Pasal 1131 KUHPerdata mencerminkan
adanya jaminan umum yaitu: “Segala hak kebendaan si berhutang, baik yang
bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan
4
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada Jakarta, 2000, hal. 4.
5 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty,
Jogyakarta, 1984, hal 50.
6 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab Tentang Creditverband,Gadai dan Fiducia, Alumni,
Bandung, 1987, hal 227.
7 Oey Hoey Tiong, op. cit, hal. 14.
8 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fiducia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, PT. Alumni,
ada dikemudian hari, yang jadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”
Selanjutnya yang dinyatakan dalam Pasal 1132 KUHPerdata adalah sebagai berikut:
“Atas hak kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi setiap orang yang
menghutangkan padanya, pendapat atas penjualan benda-benda itu dibagi menurut
keseimbangannya, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali
apabila diantara para berpiutang itu ada alasan yang sah untuk didahulukan, misalnya
dalam hal bank telah memasang Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas suatu
jaminan hutang, maka bank tersebut mendapatkan hak preferensi”. Jaminan khusus
menurut hukum Perdata dibedakan menjadi 2 macam:
1. Jaminan perorangan (personal guaranty), yaitu jaminan berupa pernyataan
kesanggupan yang diberikan oleh seseorang pihak ketiga, guna menjamin
pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur kepada pihak kreditur, apabila debitur
yang bersangkutan wanprestasi. Jaminan semacam ini pada dasarnya sama dengan
penanggungan hutang yang diatur dalam Pasal 1820-1850 KUHPerdata contohnya:
bortoght, garansi bank dan asuransi.
2. Jaminan kebendaaan, yaitu berupa harta kekayaan, baik benda maupun hak
kebendaan, yang diberikan dengan cara pemisahan benda kekayaan, baik dari si
debitur maupun dari pihak ketiga. Untuk menjamin pemenuhan
kewajiban-kewajiban debitur kepada pihak kreditur apabila debitur yang bersangkutan
1) Benda berwujud (material), jaminan ini dapat berupa benda bergerak maupun
tidak bergerak. Benda bergerak contohnya; gadai dan fidusia sedangkan benda
tidak bergerak contohnya: Hak Tanggungan.
2) Benda tidak berwujud (immaterial) yaitu lazim diterima oleh bank sebagai
jaminan kredit adalah berupa hak tagih.
Jaminan yang bersifat umum dirasa kurang cukup dan kurang aman, karena
dapat mengakibatkan kreditur tidak memperoleh kembali seluruh piutangnya dari
debitur. Oleh karena itu kreditur dapat meminta kepada debitur untuk mengadakan
pejanjian tambahan yang merupakan perjanjian jaminan khusus, yang menunjukkan
barang-barang tertentu milik debitur sebagai jaminan pelunasan hutang.9 Jaminan
kebendaan sesuai dengan sifat-sifatnya hak kebendaan memberikan corak tertentu
yang khas yaitu:
a. Mempunyai hubungan langsung dengan atau atas benda tertentu milik debitur,
b. Dapat dipertahankan maupun ditujukan kepada siapa saja,
c. Mempunyai sifat droit de suit, artinya hak tersebut mengikuti bendanya ditangan
siapapun berada,
d. Yang lebih tua atau terdahulu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi,
e. Dapat dialihkan kepada orang lain.
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa jaminan yang bersifat kebendaan
ini adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda yang mempunyai
ciri-ciri dan mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur dan dapat
dipertahankan kepada siapapun atau mengikuti bendanya serta dapat dialihkan.
Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, bahwa perkembangan ekonomi dan
kebutuhan akan lembaga jaminan yang dapat menampung kebutuhan kredit dari
masyarakat, perlu diimbangi dengan perluasan lembaga-lembaga jaminan yang telah
ada. Lembaga jaminan hendaknya perlu segera dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan, terutama karena kenyataan di Indonesia bahwa:
a. Perusahaan-perusahaan kecil pertokoan, pengecer rumah makan memerlukan
kredit untuk memperluas usahanya dengan jaminan barang dagangannya,
b. Pegawai-pegawai kecil rumah tangga memerlukan kredit untuk keperluan
rumah tangga dengan jaminan alat-alat perkakas rumah tangga,
c. Perusahaan-perusahaan tembakau dan beras memerlukan kredit untuk
perluasan usahanya dengan jaminan pergudangan dan pabriknya,
d. Usaha-usaha pertanian memerlukan kredit untuk meningkatkan hasil
pertaniannya dengan jaminan alat-alat pertaniannya.10
Menurut J. Satrio bahwa “problematik yang dihadapi dalam dunia usaha, yang
menimbulkan kebutuhan akan adanya lembaga jaminan lain, selain gadai yaitu
dibutuhkannya suatu lembaga jaminan yang memungkinkan diberikannya benda
10 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Beberapa Masalah Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia
di dalam Praktek dan Pelaksanaannya di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Bulak
bergerak sebagai jaminan, tetapi benda tersebut tetap berada dalam tangan dan tetap
bisa dipakai untuk usaha si pemberi jaminan.”11
Praktek Fidusia di luar negeri, telah lama dikenal sebagai salah satu
instrument jaminan kebendaan tidak bergerak yang bersifat non-prossessory security.
Berbeda dengan jaminan kebendaan bergerak yang bersifat prossessory security.12
Seperti gadai, jaminan fidusia memungkinkan sang debitur sebagai pemberi jaminan
untuk tetap menguasai dan mengambil manfaat atas benda bergerak yang telah
dijaminkan tersebut.
Memenuhi kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan jaminan fidusia
sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan memberi kepastian
hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pada tanggal 30 September
1999 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2000 tentang
Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan biaya pembuatan Akta Jaminan Fidusia
pada tanggal 30 September Tahun 2000. Selain dibuat untuk memacu aktivitas
perekonomian dengan jaminan kepastian hukum, terutama bagi pelaku ekonomi dan
pengguna jasa keuangan atau perbankan, juga untuk mengantisipasi perubahan
hukum terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat. Dengan demikian untuk
11
J. Satrio, Hukum Jaminan,, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal. 10.
12 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum dan
mengisi kekosongan tersebut orang mencari alternatif lain agar dapat memenuhi
kebutuhan itu di luar perundang-undangan yang berlaku.
“Lembaga jaminan fidusia tercipta karena kebutuhan dari praktek serta
perkembangan masyarakat yang dikenal dalam praktek perbankan dan juga dalam
praktek Notaris.”13
Jaminan fidusia memberikan kemudahan bagi pihak yang menggunakannya,
khususnya bagi pihak yang memberikan fidusia (debitur). Di dalam Pasal 5 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999, mengisyaratkan bahwa setiap pembebanan
atas benda dengan jaminan fidusia itu harus dibuat dengan akta notaris dalam bahasa
Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia.
Selanjutnya dalam Pasal 11 dan 12 UUJF mensyaratkan bahwa benda
bergerak yang dibebani dengan jaminan fidusia, wajib didaftarkan di kantor
pendaftaran fidusia ketentuan di atas menentukan bahwa setiap perjanjian jaminan
fidusia harus dibuat dengan akta notaris dan didaftarkan, maka perjanjian fidusia
yang dibuat secara di bawah tangan yang hanya diketahui oleh kedua belah pihak saja
tidak memiliki kekuatan sebagai perjanjian fidusia, sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 15 ayat (3) yang berbunyi :
apabila debitur cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri. Setiap benda yang dijaminkan fidusia setelah didaftarkan harus mendapatkan sertifikat jaminan fidusia yang mencantumkan dalam kata-kata ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan
13 A. A. Andi Prajitno, Hukum Fidusia: Problematika Yuridis Pemberlakuan Undang-Undang
putusan pengadilan dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap orang menyebut mempunyai kekuatan yang tetap untuk dilaksanakan sebagai title
eksekutorial.14
Dari hasil penelitian perusahaan pembiayaan dalam hal ini PT. Batavia
Prosperindo Finance, sebagai penyedia dana diserahkan hak miliknya secara
kepercayaaan kepada perusahaan tersebut, dengan secara fidusia. Barang bergerak
dalam hal ini mobil, langsung diserahkan oleh kreditur kepada debitur beserta Surat
Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Sedangkan bukti hak kepemilikannya yaitu berupa
Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) ada yang sudah dibaliknamakan
langsung atas nama penerima fasilitas, ada juga yang belum dibaliknamakan. Bukti
kepemilikan atau BPKB tersebut ditahan oleh kreditur dipakai untuk jaminan
pelunasan atas hutang dari debitur.
Pada penelitian awal ditemukan sebelum keseluruhan angsuran terbayar lunas
debitur wanprestasi angsuran setiap bulan tidak dibayar lagi dan kendaraan bermotor
tersebut telah dipindahtangankan kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan atau
seizin pemberi jaminan fidusia. Dalam hal ini cukup alasan bagi debitur untuk
dinyatakan wanprestasi sebagai titik tolak untuk dilakukanya suatu proses eksekusi
barang jaminan fidusia.
Dari hasil penelitian awal suatu kredit dikategorikan macet pada PT. Batavia
Prosperindo Finance cabang Medan tertundanya pembayaran atau terjadi kelalaian
pelaksanaan pembayaran yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit. Oleh karena
itu apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar angsuran yang telah
ditentukan jumlahnya di dalam perjanjian sampai perjanjian utang-piutang itu
berakhir maka debitor tersebut dikatakan telah melakukan wanprestasi.
Keterlambatan pada H-1 (lewat satu hari) dihubungi melalui telepon, apabila belum
juga ada pembayaran angsuran sampai pada H-7 (lewat tujuh hari) dikeluarkan surat
teguran (somasi), sampai pada H-21 (lewat dua puluh satu hari) belum juga ada
pembayaran maka dikeluarkan surat penyitaan terhadap kendaraan mobil tersebut.
Dalam tahap ini sudah dihitung bunga dan denda. Sudah cukup alasan bagi kreditur
untuk mengambil alih barang jaminan karena debitur sudah lalai melakukan
kewajibannya.
Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu eksekusi tiada lain daripada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata.15
Eksekusi dalam hal ini adalah eksekusi pembayaran sejumlah uang kepada pihak debitur yang bersumber dari perjanjian utang-piutang atau penghukuman membayar ganti kerugian yang timbul dari wanprestasi berdasarkan Pasal 1243 dan Pasal 1246 KUHPerdata. Dalam melakukan pembayaran sejumlah uang harus melalui
beberapa proses penjualan lelang terhadap harta benda kekayaan tergugat, sehingga diperlukan tata cara yang cermat dalam melakukan eksekusinya.
15 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar
a. Harus melalui tahap proses executoriale beslag (executory seizure) dan
b. Kemudian dilanjutkan dengan penjualan lelang yang melibatkan jabatan
lelang.
Eksekusi pembayaran sejumlah uang tidak hanya didasarkan atas putusan
pengadilan, tetapi dapat juga didasarkan atas bentuk akta tertentu yang oleh undang-undang “disamakan” nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan
hukum tetap antara lain terdiri dari: 1. Grosse akta pengakuan utang, 2. Grosse akta hipotek,
3. Hak Tanggungan (HT),
4. Jaminan Fidusia (JF).16
Eksekusi pembayaran sejumlah uang bersumberkan dari ikatan hubungan
hukum “utang piutang” yang mesti diselesaikan dengan jalan pembayaran sejumlah
uang. Bentuk terbitnya grosse akta itu sendiri sudah menggolongkannya dalam
bentuk eksekusi pembayaran sejumlah uang.
Pada Pasal 29 UUJF yang mengatur tentang eksekusi objek jaminan melalui 3
(tiga) cara yaitu apabila debitur cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi
objek jaminan fidusia dengan cara:
a. Pelaksanaan title eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2)
oleh penerima fidusia,
b. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan
penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualannya,
c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi
dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga
tertinggi yang menguntungkan para pihak. Pada pelaksanaan penjualan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf (c) dilakukan setelah lewat waktu
1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan penerima
fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya
dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.
Dapat diketahui sebenarnya cara yang pertama dan cara yang kedua adalah
sama yaitu kreditur langsung melakukan eksekusi jaminan fidusia melalui pelelangan
umum, sehingga sebetulnya pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia dalam
undang-undang fidusia ini ada 2 (dua) cara yaitu langsung melalui pelelangan umum dan
penjualan di bawah tangan meskipun di dalam perumusannya seakan-akan menganut
3 (tiga) cara. Untuk menjual objek jaminan fidusia secara di bawah tangan atas dasar
kesepakatan pemberi dan penerima fidusia mengandung persyaratan yang relatif
berat untuk dilaksanakan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian tentang
“EKSEKUSI DI BAWAH TANGAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA ATAS
KREDIT MACET KEPEMILIKAN MOBIL DI LEMBAGA KEUANGAN
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian dalam latar belakang tersebut di atas maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan eksekusi objek jaminan fidusia pada
lembaga pembiayaan konsumen?
2. Hambatan dan upaya apa saja yang dilakukan dalam penarikan objek jaminan
fidusia atas kredit macet?
3. Bagaimana prosedur eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia atas
kredit macet kepemilikan mobil?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat
dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan eksekusi objek
jaminan fidusia pada lembaga pembiayaan konsumen,
2. Untuk mengetahui hambatan dan upaya apa saja yang dilakukan dalam
penarikan objek jaminan fidusia atas kredit macet,
3. Untuk mengetahui bagaimana prosedur eksekusi di bawah tangan objek
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, secara praktis maupun
teoritis yaitu:
1. Secara praktis penelitian ini dapat dipergunakan sebagai acuan atau referensi bagi
lembaga-lembaga penyediaan jasa keuangan baik bank maupun non bank, dalam
memberi kredit ataupun dalam membiayai pembelian atas barang yang dapat
dibebankan fidusia serta memberikan masukan kepada pemerintah dalam
penyempurnaan peraturan dan ketentuan yang telah ada,
2. Secara teoritis, penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum dalam bidang hukum jaminan, khususnya mengenai
perjanjian fidusia,
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan di perpustakaan
khususnya dilingkungan Sekolah Pasca Sarjana Studi Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Eksekusi di Bawah Tangan
Objek Jaminan Fidusia Atas Kredit Macet Kepemilikan Mobil (KPM) di Lembaga
Keuangan Non-Bank Studi kasus pada PT. Batavia Prosperindo Finance, cabang
Medan”, belum ada yang membahas secara khusus, maka tesis ini dapat dinyatakan
keasliannya dan dapat dipertanggunggangjawabkan secara ilmiah. Adapun peneliti
sebelumnya yang membahas tentang jaminan fidusia adalah dengan judul dan
“Perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian fidusia secara di bawah
tangan yang diteliti oleh saudara Martinus Tjipto NIM: 077011079”
Dengan menitikberatkan pada permasalahan:
1. Apakah faktor-faktor penyebab lembaga pembiayaan melakukan perjanjian
fidusia yang dibuat secara di bawah tangan?
2. Bagaimana kedudukan hukum perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah
tangan?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian fidusia yang
dibuat di bawah tangan, jika terjadi wanprestasi?
Dari judul dan permasalahan penelitian di atas, maka terdapat perbedaaan
yang prinsip di dalam pembahasan permasalahan yakni dalam hal ini peneliti
terdahulu menekankan pada perjanjian fidusia yang dibuat di bawah tangan
sedangkan penulis membahas tentang eksekusi di bawah tangan objek jaminan
fidusia, dengan demikan penelitian ini adalah baru pertama kali dan dapat
dipertanggungjawabkan.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
“Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi,”17 teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai
gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi
intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman
empiris. Artinya teori ilmu ini merupakan suatu penjelasan rasional yang
berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun
meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.
“Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat
menunjukkan ketidakbenarannya.”18
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teoritis
mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan
perbandingan, pegangan teoritis.19 Kerangka teoritis yang digunakan dalam menelaah
eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil
(KPM) di Lembaga Keuangan non-Bank. Didasarkan pada teori John Rawls yang
dikenal dengan teori Rawls bahwa hukum sebagai Justice as Fair20. Dengan teori
Rawls, bagaimanapun juga, cara yang adil untuk mempersatukan berbagai
kepentingan adalah dengan tanpa memberikan perhatian istimewa terhadap
kepentingan itu sendiri. Teori Rawls,21 memberikan dua prinsip keadilan di dalamnya
yakni prinsip kebebasan dan prinsip fair. Dengan prinsip kebebasan bahwa setiap
orang berhak mempunyai kebebasan yang terbesar asal tidak menyakiti orang lain.
Selanjutnya dengan prinsip fair bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi dianggap
tidak adil kecuali ketidaksamaan ini menolong seluruh masyarakat.
18 Ibid, hal.16.
19
Ibid, hal. 80.
20 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Toko
Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2002, hal.76.
Dalam perjanjian fidusia terdapat dua pihak yang terlibat yaitu penerima
fidusia sebagai pihak yang membiayai atau memberikan kredit dan pihak pemberi
fidusia sebagai pihak yang menerima kredit. Pihak kreditur penerima fidusia dalam
kaitannya dengan tulisan ini adalah lembaga keuangan non-bank, yaitu suatu
perusahaan lembaga pembiayaan yang bidang usahanya bergerak dalam membiayai
pembelian kendaran bermotor secara kredit. Sedangkan yang dimaksud dengan
debitur pemberi fidusia adalah pihak yang membeli kendaran bermotor dari
distributor/showroom kendaraan bermotor tersebut melalui lembaga pembiayaan itu.
Mengenai perjanjian fidusia, tidak terlepas dari perjanjian pokok, yang dalam
hal ini perjanjian pembiayaan. Perjanjian pembiayaan dibuat dengan akta fidusia
secara otentik, yang juga tidak terlepas dari konsep perjanjian yang secara mendasar
sebagaimana termuat dalam Pasal 1319 KUHPerdata, yang menegaskan semua
perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan
suatu nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam
KUHPerdata, yang memiliki sifat terbuka artinya ketentuan dapat dikesampingkan
sehingga hanya berfungsi mengatur saja.
Sifat terbuka dari KUHPerdata tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata yang mengandung azas kebebasan berkontrak, maksudnya setiap orang bebas
yang menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban
umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat
Suatu perjanjian pada dasarnya harus memuat beberapa unsur perjanjian yaitu:22
1. Unsur essentialia, sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian, seperti identitas para pihak yang harus dicantumkan di dalam suatu perjanjian.
2. Unsur naturalia, merupakan unsur yang dianggap ada dalam perjanjian, walaupun tidak dituangkan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad baik dari masing-masing pihak dalam perjanjian.
3. Unsur accidentialia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak dalam perjanjian.
Pemahaman dari perjanjian pada umumnya yang diuraikan di atas, bahwa
materi perjanjian pada umumnya dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami
dan menyusun mengenai perjanjian pembiayaan/kredit. Perjanjian pembiayaan tidak
secara khusus diatur dalam KUHPerdata tetapi termasuk dalam perjanjian bernama
di luar KUHPerdata.
Perjanjian pembiayaan dilandaskan oleh KUHPerdata Bab XII Buku III
karena perjanjian kredit mirip dengan perjanjian pinjam-meminjam uang. Menurut
KUHPerdata Pasal 1754 yang berbunyi: pinjam meminjam adalah suatu perjanjian
dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah
tertentu barang yang habis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang
terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama
pula.23
Dalam hal perjanjian pembiayaan terjadi via dealer atau showroom terlebih
dahulu dibuat perjanjian kerjasama antara lembaga pembiayaan dengan
dealer/showroom dalam hal in perjanjian yang dibuat di bawah tangan sebagai bentuk
22 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni Bandung, 1985, hal. 20
perjanjian kerjasama untuk mempermudah pembeli dalam mengajukan pengurusan
kredit kendaraan bermotor. Di samping itu untuk mempermudah hubungan bisnisnya
antara dealer/showroom dan lembaga pembiayaan itu sendiri.
Pemberian jaminan fidusia selalu berupa penyediaan bagian dari harta
kekayaan si pemberi fidusia untuk pemenuhan kewajibannya, konsep harta kekayaan
meliputi aspek ekonomi dan aspek hukum.
Dari aspek ekonomi harta kekayaan menitik beratkan pada nilai kegunaan
sedangkan aspek hukum, harta kekayaan selain mempunyai nilai ekonomi merupakan
benda modal yang dapat dialihkan kepada pihak lain karena adanya peratuaran
hukumnya.24 Pemberi fidusia telah melepaskan hak kepemilikan secara yuridis untuk
sementara waktu. Menurut Subekti, memberikan suatu barang sebagai jaminan
kredit berarti melepaskan sebagian kekuasaan atas barang tersebut.25 Kekuasaan yang
dimaksud bukanlah melepaskan kekuasaan benda ekonomis melainkan secara yuridis,
artinya pemberi fidusia tetap memiliki hak ekonomis atas benda bergerak yang
dijaminkannya itu, akan tetapi pemberi fidusia tersebut tidak dapat mengalihkan
maupun mengagunkan benda bergerak yang dijaminkannya itu kepada pihak lain,
sebelum kewajibannya tersebut terhadap kreditur penerima fidusia terpenuhi, hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukan bahwa benda jaminan masih dapat dipergunakan
oleh si pemberi fidusia untuk melanjutkan usaha bisnisnya. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa dalam perjanjian jaminan fidusia, konstruksi yang terjadi adalah
24 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994,
hal.9-12.
pemberi jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik manfaat, sedangkan penerima
jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik yuridis.
Hak kebendaan dari jaminan fidusia baru lahir sejak dilakukan pendaftaran
pada kantor pendaftaran fidusia dan sebagai buktinya adalah diterbitkannya jaminan
fidusia.26 Konsekuensi yuridis dari tidak didaftarkannya jaminan fidusia adalah
perjanjian jaminan fidusia bersifat perseorangan. Oleh karena itu, proses pembuatan
jaminan fidusia harus dilakukan secara sempurna melalui tahap-tahap perjanjian
kredit, pembuatan akta jaminan fidusia oleh notaris dan diikuti dengan pendaftaran
akta jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia. Tahapan proses perjanjian
jaminan fidusia tersebut memiliki arti yang berbeda sehingga memberi karakter
tersendiri dengan segala akibat hukumnya.
Penghapusan jaminan fidusia diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Jaminan
Fidusia, bunyinya: hapusnya hutang yang dijamin, pelepasan hak dan kewajiban
fidusia oleh penerima fidusia, dan musnahnya benda yang menjadi objek jaminan
fidusia.
Perjanjian fidusia, seperti halnya dengan perjanjian atau lembaga jaminan
lainnya, yaitu bersifat accessoir, maka perjanjian/hak fidusia hapus dapat disebabkan
oleh hapusnya perikatan pokoknya, yaitu perjanjian kredit atau perjanjian
hutang-piutang yang mendahuluinya. Selain itu, jaminan fidusia juga hapus karena pelepasan
hak jaminan fidusia oleh penerima fidusia, termasuk musnahnya benda yang menjadi
objek jaminan fidusia.27
Uraian di atas memberikan pemahaman bahwa suatu perjanjian
pembiayaan/kredit sangatlah membutuhkan adanya suatu perlindungan hukum, baik
bagi si kreditur maupun debitur. Bagi kreditur, salah satunya adalah adanya jaminan,
yang dapat dibuat dengan perjanjian jaminan fidusia, yang merupakan suatu
perjanjian jaminan yang tunduk pada asas konsensualisme, yang dianut oleh
KUHPerdata.
Pengertian konsensualisme adalah perjanjian sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah mengikat dan mempunyai kekuatan hukum pada detik tercapainya kata sepakat mengenai apa yang telah diperjanjikan antara kreditur dan debitur. Kata sepakat mengenai kredit antara kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit dinyatakan dengan cara menandatangani surat perjanjian pembiayaan.28
Asas konsensualisme itu sendiri dianut oleh KUHPerdata, Sudikno
Mertokusumo menjelaskan bahwa :
dalam hak terdapat empat unsur, yaitu subjek hukum, objek hukum, hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban dan perlindungan hukum. Hak milik itu ada subjeknya yaitu pemilik sebaliknya setiap orang terikat kewajiban untuk menghormati hubungan antara pemilik dan objek yang dimilikinya. Seseorang yang membeli suatu barang dari orang lain berhak atas barang yang dibelinya, sedangkan penjual mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang yang dijualnya. Jadi hak pada hakikatnya merupakan hubungan hukum dengan subjek hukum lain yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban.29
27 H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, The Bankers Hand Book, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 290.
28
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para
Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 182-183.
29 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2003,
2. Konsepsi
Konsep adalah suatu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan
sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang konkrit, yang
disebut dengan operasional definition.30 Pentingnya definisi operasional adalah untuk
menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu
istilah yang dipakai.31 Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan dalam
penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional
diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, dalam
rangka menyamakan persepsi yakni sebagai berikut:
b. Lembaga pembiayaan dalam penulisan ini adalah: Perusahaan Pembiayaan
Konsumen yang berupa badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan
barang dalam hal ini kendaraan bermotor yaitu mobil untuk kebutuhan
konsumen dengan melakukan pembayaran dengan sistem angsuran atau
berkala.
c. Kredit macet adalah jika terdapat keterlambatan pembayaran angsuran atau
cicilan pada tanggal yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit,
keterlambatan mana dilakukan oleh debitur sudah termasuk pada pokok dan
bunga hutangnya yang telah melampaui waktu 21 (duapuluh satu) hari dari
tanggal angsuran yang telah ditetapkan.
30 Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit, hal. 10.
31 Tan Kamello, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia: Suatu Tinjauan Putusan
d. Benda bergerak adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindahkan atau
karena ditentukan undang-undang, benda bergerak dalam penulisan tesis ini
adalah kendaraan bermotor dalam hal ini mobil.
e. Akta jaminan fidusia adalah akta notaris yang berisikan pemberian jaminan
fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya
yang ditentukan dalam undang-undang.
f. Debitur adalah orang yang memiliki hutang kepada lembaga pembiayaan
lainnya karena perjanjian atau undang-undang.
g. Kreditur adalah lembaga pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang
karena perjanjian atau undang-undang.
h. Eksekusi di bawah tangan adalah upaya kreditur untuk merealisasikan haknya
yang dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan cara
demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
“Penelitian ini berdasarkan yuridis empiris dilakukan dengan cara meneliti
di lapangan dengan cara wawancara dengan responden yang merupakan data primer
dan meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga
penelitian kepustakaan.”32
32 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, penelitian ini diarahkan untuk
mengetahui secara lebih mendalam serta menganalisa prosedur eksekusi di bawah
tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil (KPM) di lembaga
keuangan non-bank pada PT. Batavia Prosperindo Finance, Cabang Medan.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis-empiris, karena
penelitian ini menitikberatkan pada penelitian lapangan yang menjelaskan situasi
serta hukum yang berlaku dalam masyarakat secara menyeluruh, sistematis, faktual,
akurat mengenai fakta-fakta yang semuanya berhubungan dengan judul tesis. segi
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dokumen-dokumen dan berbagai
teori.33
2. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian tesis ini lokasi yang diambil adalah lembaga pembiayaan
yang bergerak di bidang pembiayaan kendaraan bermotor yakni mobil di kota Medan
yaitu, PT. Batavia Prosperindo Finance. Dalam menjalankan usahanya melakukan
pembiayaan dalam bentuk pembelian kendaraan mobil untuk digunakan perorangan
atau oleh perusahaan.
3. Spesifikasi Penelitian
“Spesifikasi penelitian ini berupa penelitian studi data yang seteliti mungkin
tentang manusia, keadaan-keadaan atau gejala-gejala lainnya.”34
33 Rony Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1990, hal. 11.
Istilah analistik mengandung makna mengelompokkan, menghubungkan,
membandingkan dan memberi makna pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen
melalui PT. Batavia Properindo Finance, cabang Medan.
4. Populasi dan Tehnik Sampling
a. Populasi
“Populasi atau universe, adalah seluruh aspek atau seluruh individu atau
seluruh gejala atau seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti.”35
Dalam penelitian ini, penulis tidak mungkin melakukan penelitian secara
langsung terhadap seluruh populasi, maka penulis hanya mempergunakan sebagian
dari populasi yang ada yaitu sample yang dipandang representative terhadap populasi
itu. Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah para pihak atau nasabah PT. Batavia
Prosperindo Finance, yang masuk dalam daftar yang melakukan wanprestasi.
b. Teknik Sampling
“Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik
purposive sampling.”36 Dimana dalam tehnik ini sample yang ditarik harus memenuhi
syarat-syarat tertentu yakni nasabah yang mengambil kredit pada PT.Batavia
Prosperindo Finance sebanyak 20 orang dalam periode Tahun 2009-2010.
Selanjutnya diambil 2 orang responden yang diwawancara yang melakukan penjualan
di bawah tangan.
35Rony HanitdjoSoemitreo, Opcit, hal 14.
Dengan berdasarkan teknik tersebut di atas dalam penelitian ini penulis menentukan
beberapa sampel yaitu:
1. PT. Batavia Prosperindo Finance cabang Medan.
2. Penerima fasilitas (debitur). Penerima fasilitas yaitu nasabah dari
PT. Batavia Prosperindo Finance yang mengalami kredit macet, dalam hal
ini di dapat 20 konsumen diambil sample yang mewakili konsumen
berdasarkan kesamaan jangka waktu kredit.
3. Responden.
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Supervisor yang mewakili Kepala cabang dari PT. Batavia
Prosperindo Finance.
b. Nasabah PT. Batavia Prosperindo Finance yang mengalami kredit
macet sebanyak 2 orang.
c. Notaris 1 (satu) orang
Bahan Hukum Penelitian:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yakni:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia,
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
5. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pendaftaran Jaminan Fidusia,
6. Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan,
7. Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988, tentang Tata
Cara Pelaksanaan Pembiayaan Konsumen.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer antara lain:
1. Perjanjian yang dibuat antara lembaga pembiayaan dengan debitur, akta
jaminan fidusia, sertifikat jaminan fidusia.
2. Buku-buku, hasil penelitian ilmiah, karya ilmiah dari kalangan ilmu
hukum dan penelitian lainnya yang berhubungan dengan penulisan
tesis ini.
c. Bahan hukum tersier, meliputi: kamus hukum, kamus bahasa Indonesia,
kamus bahasa Inggris, majalah, jurnal-jurnal hukum.
8. Analisis Data
Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan
evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan (primer, sekunder maupun
tersier), untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh
jawaban yang baik pula.37
Setelah semua data terkumpul dan diteliti kebenarannya kemudian
dipilah-pilah dan diinterprestasikan melalui konsep-konsep, teori-teori, berdasarkan kualitas
dan relevansinya kemudian ditentukan antara data yang penting dan data yang tidak
penting untuk menjawab permasalahan.
H. Sistematika Penulisan
Bab I diberi judul Pendahuluan yang berisikan tentang, Perumusan Masalah,
Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Kerangka Teori dan
Konsepsi, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II diberi judul Faktor-Faktor yang menyebabkan Eksekusi Objek Jaminan
Fidusia pada Lembaga Pembiayaan Konsumen, berisikan tentang Gambaran Umum
Lembaga Pembiayaan, Pentingnya Pembiayaan Konsumen, Jaminan Dalam
Pembiayaan Konsumen, Bentuk dan Isi Perjanjian Pembiayaan Konsumen,
Pihak-Pihak yang Terkait dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen, Proses Pelaksanaan
Kredit, Jenis-Jenis Kredit, Syarat-Syarat yang harus Dipenuhi dalam Perjanjian
Kredit, Faktor-Faktor yang Menyebabkan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia pada
Lembaga Pembiayaan Konsumen.
37 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2002,
Bab III. Diberi judul Hambatan dan Upaya yang Dilakukan Dalam Penarikan Objek
Jaminan Fidusia, yang berisikan tentang Hambatan di dalam Penarikan barang
jaminan, Upaya-Upaya Mengatasi Hambatan Penarikan Kembali Barang jaminan.
Bab IV. Diberi judul Prosedur Eksekusi Di bawah tangan Objek jaminan Fidusia
pada PT. Batavia Prosperindo Finance cabang Medan, yang berisikan tentang
Gambaran Umum tentang Eksekusi, Jenis-jenis Eksekusi, Eksekusi Jaminan Fidusia,
Prosedur Eksekusi di Bawah tangan Objek Jaminan Fidusia, Syarat-Syarat
Melakukan Penjualan di Bawah Tangan Benda Jaminan Fidusia, Keuntungan
Penjualan di Bawah Tangan Objek Jaminan Fidusia.
Bab V. Diberi judul Kesimpulan dan Saran yang berisikan tentang kesimpulan dan
saran dari pembahasan Bab II, III dan IV berdasarkan hasil penelitian Pada PT.
BAB II
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA PADA LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN
A. Gambaran Umum Lembaga Pembiayaan
Lembaga pembiayaan merupakan lembaga keuangan bersama-sama dengan
lembaga perbankan, namun dilihat dari padanan istilah dan penekanan kegiatan
usahanya antara lembaga pembiayaan dan lembaga keuangan berbeda. Istilah
lembaga pembiayaan merupakan padanan dari istilah bahasa Inggris financing
institution. Lembaga pembiayaan ini kegiatan usahanya lebih menekankan pada
fungsi pembiayaan, yaitu dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan
tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat38.
Adapun lembaga keuangan merupakan padanan dari istilah bahasa Inggris
financial institution. Sebagai badan usaha, lembaga keuangan menjalankan usahanya
di bidang jasa keuangan, baik penyediaan dana untuk membiayai usaha produktif dan
kebutuhan konsumtif, maupun jasa keuangan bukan pembiayaan. Kegiatan usaha
lembaga keuangan lebih menekankan pada fungsi keuangan yaitu jasa keuangan
pembiayaan dan jasa keuangan bukan pembiayaan. Dengan demikian, istilah lembaga
pembiayaan lebih sempit pengertiannya dibanding istilah lembaga keuangan, lembaga
pembiayaan adalah bagian dari lembaga keuangan.
Lembaga pembiayaan terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
a. Badan usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.
b. Kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan pekerjaan atau aktivitas dengan cara membiayai pada pihak-pihak atau sektor usaha yang membutuhkan.
c. Penyediaan dana, yaitu perbuatan menyediakan uang untuk suatu keperluan. d. Barang modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu atau
barang lain, seperti mesin-mesin, peralatan pabrik dan sebagainya.
e. Tidak menarik dana secara langsung (non deposit taking) artinya tidak mengambil uang secara langsung baik dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan surat sanggup bayar kecuali hanya untuk dipakai sebagai jaminan utang kepada bank yang menjadi kreditornya.
f. Masyarakat, yaitu sejumlah orang yang hidup bersama di suatu tempat, yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.39
Peranan lembaga pembiayaan mempunyai peran yang penting sebagai salah
satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang
pertumbuhan perekonomian nasional. Dikatakan penting karena siapapun orangnya
baik pribadi ataupun badan usaha tentu memerlukan dana untuk memenuhi
kebutuhannya. Sebagai sumber pembiayaan alternatif karena di luar lembaga
pembiayaan masih banyak lembaga keuangan lain yang dapat memenuhi bantuan
dana, seperti pegadaian, pasar modal, bank, dan sebagainya. Meskipun demikian
dalam kenyataannya tidak semua pelaku usaha dapat dengan mudah mengakses dana
dari setiap jenis sumber dana tersebut disebabkan oleh masing-masing lembaga
keuangan ini menerapkan ketentuan yang tidak dengan mudah dapat dipenuhi oleh
pihak yang membutuhkan dana.
Bank yang selama ini sudah dikenal luas oleh masyarakat ternyata tidak
mampu memenuhi berbagai keperluan dana yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Kesulitan masyarakat mengakses dana dari bank ini disebabkan antara lain jangkauan