• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PROSEDUR EKSEKUSI DI BAWAH TANGAN OBJEK

B. Prosedur Eksekusi di Bawah Tangan Objek Jaminan Fidusia

Eksekusi menurut Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, eksekusi adalah pelaksanaan titel eksekutorial oleh Penerima Fidusia, berarti eksekusi langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui Pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. Jelas disini bahwa pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia berdasarkan titel eksekutorial adalah benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan sesuai Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, pembebanan dimaksud adalah diatur dalam Pasal 5 ayat (1) “pembebanan dengan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia”

lebih lanjut dalam Pasal 37 ayat (3) jika dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dilakukan penyesuaian, maka perjanjian Jaminan Fidusia bukan merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 dan tidak mempunyai titel eksekutorial berdasarkan Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dicantumkannya kata-kata ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.

Pada aplikasi kredit yang disediakan oleh oleh PT. Batavia Prosperindo Finance sebagai pemberi fasilitas, selain perjanjian pokok (Perjanjian Pembiayaan Konsumen) juga disediakan klausula baku yang Perjanjian Pemberian Jaminan Fidusia juga merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Konsumen PT. Batavia Prosperindo Finance.

Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 “Jaminan Fidusia yang merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok bukan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi prestasi”, yang merupakan uraian tentang identitas Pihak Pemberi dan Penerima Fidusia, data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia, uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, nilai penjaminan dan nilai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, yang dalam pendaftaran fidusia dilakukan oleh Penerima Jaminan/Penerima Fidusia untuk didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Departemen Hukum dan Hak Azazi Manusia kota Medan. Apabila tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka Perjanjian Pemberian Jaminan Fidusia yang disediakan dan ditandatangani oleh Pemberi fasilitas, Penerima fasilitas hanya sebagai Akta di bawah tangan, yang tidak membatalkan Perjanjian Pokok yaitu Perjanjian Pembiayaan Konsumen.

Dari hasil penelitian menurut AHok, Supervisor pada PT. Batavia Prosperindo Finance perlu diluruskan terlebih dahulu istilah “eksekusi” dalam hal terjadinya kemacetan pembayaran angsuran oleh penerima fasilitas dalam prakteknya disebut “penarikan” tetapi sebenarnya kata tersebut tidak tepat karena yang dilakukan oleh PT. Batavia Prosperindo Finance sebagai pemberi fasilitas adalah mengambil kembali barang jaminan sesuai dengan klausul perjanjian yang disepakati

sebelumnya yang diatur dalam Pasal 11 (sebelas) perjanjian Pembiayaan Konsumen tentang Hak dan Kewajiban atas Barang Jaminan.78

Menurut analisis penulis bahwa penarikan yang dilakukan PT. Batavia Prosperindo Finance sudah sesuai dengan peraturan yang ada dalam Pasal 11 (sebelas) perjanjian Pembiayaan Konsumen yang menjadi dasar yang kuat bagi pihak finance melakukan pengambilan barang jaminan.

Sedangkan menurut Ahmad Hasan, nasabah pada PT Batavia Prosperindo Finance, “tindakan pengambilan barang jaminan dari nasabah sebagai tindakan sepihak yang hanya menguntungkan pihak PT. Batavia Prosperindo Finance saja, serta tidak mau tahu kesulitan nasabahnya”.79 Menurut analisis penulis pernyataan nasabah ini kurang tepat karena di perjanjian pembiayaan konsumen sudah diatur secara rinci di dalam Pasal 11 Perjanjian Pembiayaan Konsumen, secara tidak langsung pasal ini telah mengikat pihak nasabah untuk menjalankan apa yang diatur dalam perjanjian pembiayaan konsumen tersebut.

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada PT. Batavia Prosperindo Finance bahwa kendaraan mobil dibeli dengan menggunakan dana dari perusahaan pembiayaan dalam hal ini PT. Batavia Prosperindo Finance, sebagai penyedia dana diserahkan hak miliknya secara kepercayaaan kepada perusahaan tersebut, dengan secara fidusia. Barang bergerak dalam hal ini mobil, langsung diserahkan oleh

78

Wawancara dengan AHok Supervisor pada PT. Batavia Prosperindo Finance, Tanggal 5 Juni 2010 di Medan.

79 Wawancara dengan Ahmad Hasan, Nasabah dari PT. Batavia Prosperindo Finance, 20 Juli

kreditur kepada debitur beserta Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Sedangkan bukti hak kepemilikannya yaitu berupa Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) ada yang sudah dibaliknamakan langsung atas nama penerima fasilitas, ada juga yang belum dibaliknamakan. Bukti kepemilikan atau BPKB tersebut ditahan oleh kreditur dipakai untuk jaminan pelunasan atas hutang dari debitur. Sehingga apabila pemberi fidusia melakukan cidera janji pada saat akan dilakukannya eksekusi pemberi fidusia tidak mau menyerahkan objek jaminan fidusia secara sukarela, maka undang-undang memberi hak kepada penerima fidusia dalam kedudukanya sebagai pemilik secara yuridis untuk mengambil penguasaan objek jaminan fidusia dari tangan pemberi fidusia dalam kedudukannya sebagai pemilik secara ekonomi atas objek jaminan fidusia.

Menurut AHok Supervisor pada PT. Batavia Prosperindo Finance terlebih dahulu memberitahukan pada debitur untuk mengingatkan tentang waktu pembayaran yang telah jatuh tempo dengan cara” menelpon, melakukan penagihan, mengirimkan surat peringatan 1 (satu) dan ke 2 (dua).80 Dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Mengingat waktu pembayaran angsuran yang telah jatuh tempo dengan menelpon atau mengirim SMS. Dilakukan terhadap penerima fasilitas yang memasukkan nomor teleponnya dalam aplikasi kredit, yang mengalami keterlambatan pembayaran 1 (satu) sampai 2 (dua) hari bagi yang tidak mempunyai telepon yaitu dengan mengunjungi rumah untuk mengingatkan.

80 Wawancara dengan AHok Supervisor pada PT. Batavia Prosperindo Finance, Tanggal 5

2. Apabila tidak ada tanggapan dari penerima fasilitas dalam 1 (satu) dan 2 (dua) hari tersebut, maka hari ke 3 (tiga) menugaskan collector untuk melakukan penagihan secara langsung terhadap penerima fasilitas, penagihan ini maksimal dilakukan 4 (empat) kali kunjungan dalam 1 (satu) bulan.

3. Jika masih juga tidak dilakukan pembayaran, melalui collectornya mengirimkan somasi (peringatan) I (pertama), yang batas waktunya diberikan 7 (tujuh) hari kerja, kepada penerima fasilitas untuk membayar. Pada somasi 2 (dua) yang batas waktunya juga selama 7 (tujuh) hari kerja, jika masih juga tidak dilakukan pembayaran, penerima fasilitas masih diberikan kesempatan untuk melakukan pembayaran melalui kasir PT. Batavia Prosperindo Finance dan collector sebelum masuk over due kurang lebih kurang 60 (enam puluh) hari keterlambatan, apabila over due (OD) lebih dari 60 (enam puluh) hari keterlambatan, secara sistem penerima fasilitas tersebut masuk dalam kredit macet atau disebut: “kredit bermasalah” yang dalam istilah pembukuan Lembaga Pembiayaan dikenal dengan “non perfoming loan” (NPL).

1. Syarat-syarat Melakukan Penjualan di Bawah Tangan Benda Jaminan Fidusia

Setelah suatu kredit dinyatakan macet, maka hal tersebut harus segera diberitahukan kepada debitur untuk dicari cara penyelesaiannya.

Eksekusi atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat juga dilakukan melalui penjualan di bawah tangan, sepanjang terdapat kesepakatan antara pemberi dan penerima fidusia. Penjualan di bawah tangan dapat saja dilakukan walaupun

penjualan melalui pelelangan umum telah dilakukan namun kurang menguntungkan bagi para pihak.

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap responden nasabah yang

mengalami kredit macet dan menghendakipenyelesaiannya dengan cara dibawah tangan/perdamaian dan musyawarah antara pihak kreditur dengan debitur

adalah karena adanya itikad baik dari debitur untuk melunasi hutangnya atau dengan cara penjualan sendiri barang jaminan fidusia dalam hal ini kendaraan mobil. Hal ini dimaksudkan agar suatu saat nanti debitur membutuhkan kredit lagi untuk membeli kendaraan bermotor dapat diperoleh pinjaman kembali. Tetapi apabila debitur tidak menyelesaikan kredit macetnya secara damai dan musyawarah, yang kemungkinan debitur tersebut mempunyai itikad tidak baik untuk menunda/tidak mau melunasi kreditnya maka akan menjadi debitur yang tidak kooperatif. Ketika suatu saat debitur tersebut membutuhkan kredit lagi maka tertutup baginya untuk mendapatkan kesempatan melakukan pinjaman pada finance yang lain.

Penjualan di bawah tangan adalah penjualan yang dilakukan seperti jual beli biasa hanya saja penjualan ini mempunyai aturan tertentu di dalam pasal-pasal yang telah diatur di dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh responden yang memilih penjualan ini di bawah tangan yakni terlindunginya nama baik, prosedurnya tidak rumit, benda jaminan cepat terjual, hemat biaya.

Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia untuk menjual objek jaminan fidusia di bawah tangan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Harus ada kesepakatan antara kreditur dengan debitur,

b. Hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 bulan sejak diberitahukan secara tertulis kepada debitur,

c. Diumumkan dalam 2 surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan media massa setempat serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.

Dari hasil wawancara dengan AHok, Supervisor dari PT. Batavia Prosperindo Finance, syarat-syarat untuk melakukan penjualan di bawah tangan benda jaminan yang diikat dengan jamian fidusia pada umumnya yaitu:

a. Adanya hubungan yang baik antara pihak finance dengan debitur,

b. Harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak mengenai penjualan yang akan dilakukan, yang biasanya dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat oleh kedua belah pihak,

c. Adanya pemberitahuan kepada pihak yang berkepentingan.81

Dalam kenyataannya pada ketentuan syarat yang ke 3 (tiga) yang ditentukan oleh Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 yaitu adanya pengumuman pada surat kabar dalam iklan untuk mencari pembeli, bukan

81Wawancara, dengan AHok, supervisor pada PT. Batavia Prosperindo Finance, tanggal 5

pengumuman akan diadakanya penjualan di bawah tangan benda jaminan yang diikat dengan fidusia tetapi adalah iklan untuk mencari pembeli.

Menurut analisis penulis bahwa penjualan di bawah tangan yang tidak mengikuti prosedur yang telah ditentukan oleh undang-undang yakni tidak dimuatnya pengumuman pada surat kabar didaerah tersebut menjadi batal demi hukum, sebenarnya undang-undang sudah mencantumkan pada Pasal 29 ayat (1) huruf c apabila tidak terpenuhi 3 (tiga) syarat yang telah ditentukan maka batal demi hukum. Berdasarkan hasil penelitian penulis penjualan di bawah tangan ini dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:

a. Pihak finance memberi kesempatan kepada debitur untuk mencari sendiri pembelinya dengan harga tertinggi, sebelumnya pihak finance turut menentukan harga dasar dari kendaraan mobil tersebut. Turut sertanya finance dalam menentukan harga dasar ini adalah untuk mencegah kemungkinan debitur dan/atau pemilik benda jaminan menentukan harga terlalu tinggi melebihi harga yang wajar, yang akan mengakibatkan benda jaminan sulit terjual. Dalam menetukan harga dasar ini pihak finance terlebih dahulu mencari informasi mengenai harga pasar dari benda jaminan tersebut. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui showroom yang menjadi rekanan bagi finance tersebut. Setelah dilakukan penetapan harga, debitur mencari dan melakukan penawaran dengan calon pembeli, apabila ada penawaran maka diberitahukan kepada pihak finance, apabila disetujui harga penjualan tersebut barulah benda jaminan tersebut dapat dijual.

b. Apabila debitur kesulitan atau tidak sanggup untuk mencari pembeli, finance membantu melaksanakan penjualan itu dengan menawarkan kepada pihak

showroom yang menjadi rekanan bisnis atau pada iklan pada surat kabar bisa juga

melalui perantara.

c. Apabila kreditur masih menginginkan mobil tersebut maka dapat juga dilakukan penjualan lagi pada finance yang lain dan terlebih dahulu dilunasi oleh finance pada kreditur pertama, dengan ketentuan setelah surat-surat selesai diurus, istilahnya disini disekolahkan kembali.

Setelah ditetapkan siapa yang berhak menjadi pembelinya, maka penjualan mobil tersebut dapat segera dilaksanakan dan pihak pembeli dapat berhubungan langsung dengan pihak finance. Selanjutnya penyerahan barang dan uang antara kreditur dengan debitur yang baru, maka hubungan antara finance dengan debiturnya menjadi berakhir dan finance tidak bertanggung jawa lagi atas objek jaminan fidusia yang telah dijual tersebut. Apabila hasil penjualan mobil tersebut setelah dikurangi hutang pokok dan bunga ternyata ada kelebihan, maka finance akan mengembalikan kelebihan tersebut kepada debitur. Namun apabila hasil penjualan mobil tersebut ternyata tidak cukup untuk melunasi hutang debitur beserta bunganya, karena adanya penurunan nilai jaminan, sehingga masih terdapat hutang yang harus dibayar oleh debitur. Tetapi pada kenyataannya sisa hutang atau kekurangan pembayaran ini tidak dibayar oleh debitur.

Hapusnya jaminan fidusia menurut Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia,

2. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia, 3. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Dari pengertian Pasal 25 ayat (1) menurut J. Satrio pengertian yang terbatas atau limitatif akan membawa kesulitan di dalam menafsirkan kata-kata musnah karena sementara penjaminan berjalan hak pemberi fidusia berakhir dan benda fidusia sendiri tidak musnah, tetapi haknya berakhir.82 Sesuai dengan sifat accessoir dari jaminan fidusia adanya jaminan tergantung dari adanya piutang yang dijamin pelunasannya, apabila piutang tersebut hapus maka dengan sendirinya atau otomatis jaminan fidusia yang bersangkutan juga menjadi hapus.

Dengan hapusnya jaminan fidusia dalam hal hapusnya hutang yang dijamin dengan jaminan fidusia, hak kepemilikan atas objek jaminan fidusia dengan sendirinya akan kembali kepada pemberi fidusia karena telah terpenuhinya syarat batal (onder ontbindende voorwaarde), untuk itu tidak diperlukan lagi tindakan pengalihan atas hak kepemilikan benda yang dijadikan objek jaminan fidusia dari penerima fidusia kepada pemberi fidusia.

Menurut Muhammad Irwan Harahap, Notaris di Deli Serdang “untuk pencoretan ikatan jaminan fidusia pada buku daftar jaminan fidusia oleh Kantor

Pendaftaran Fidusia dilakukan sendiri oleh pihak finance berdasarkan surat keterangan telah lunasnya hutang yang di jamin dengan fidusia.”83

Menurut penulis pencoretan pada buku daftar fidusia penting sekali dilakukan secara jelas dan terang karena mengingat azas droit de suit, sehingga apabila terjadi kekeliruan dalam hal tidak dilakukannya pencoretan pada buku daftar fidusia maka hak kebendaan tersebut selalu mengikuti bendanya.

Sebagai tanda telah terjadinya pencoretan pada ikatan jaminan fidusia pada buku daftar fidusia, sehingga sertifikat jaminan fidusia yang telah dicoret tersebut tidak berlaku lagi, maka oleh kantor pendaftaran fidusia diterbitkan surat keterangan yang memuat pernyataan, bahwa sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi pada tanggal yang sama dengan tanggal pencoretan jaminan fidusia dari buku daftar fidusia dan untuk itu kantor pendaftaran fidusia juga akan mencoret sertifikat yang bersangkutan.

Apabila diperhatikan, prosedur penjualan di bawah tangan lebih memperhatikan pertimbangan ekonomis saja, yaitu untuk mempermudah penjualan agar benda jaminan cepat laku. Dengan demikian finance akan cepat menerima pelunasan. Sedangkan masalah pertimbangan hukum belum menjadi pertimbangan utama. Hal ini terlihat dari tidak dipenuhinya salah satu syarat yang diminta Undang- Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 yaitu pengumuman pada dua (2) surat kabar yang beredar di daerah tersebut. Pengumuman ini sebenarnya penting

83 Wawancara dengan Muhammad Irwan Harahap, Notaris di Deli Serdang pada Tanggal 20

untuk mengetahui apabila ada pihak lain yang keberatan atas penjualan di bawah tangan. Namun disisi lain ada keberatan dari pihak debitur jika dilakukan pengumuman, karena debitur merasa dengan adanya pengumuman tersebut menjadikan nama baiknya tidak terlindungi.

Setelah ada penyerahan barang dan uang antara pembeli dengan debitur dan/atau pemilik benda jaminan dan finance, maka hubungan finance dengan debitur berakhir, dan pihak finance tidak bertanggung jawab lagi atas benda jaminan, sehingga apabila ada masalah mengenai mobil tersebut yang telah dijual akan menjadi urusan intern antara pembeli dan pemilik mobil, finance tidak mempunyai kewenangan lagi untuk ikut menyelesaikannya.

Jadi cara penjualan di bawah tangan yang disampaikan hampir sama dengan jual beli biasa, hanya saja dalam penjualan di bawah tangan yang dimaksud pihak

finance ikut menentukan khususnya dalam hal harga oleh karena muncullah suatu

bentuk penjualan di bawah tangan versi kreditor itu sendiri.

2. Keuntungan Penjualan di Bawah Tangan Objek Jaminan Fidusia

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Batavia Prosperindo Finance terdapat beberapa keuntungan dari penjualan di bawah tangan objek jaminan fidusia antara adalah:

a. Mempermudah prosedur dan syarat

Proses penjualan objek jaminan fidusia ini tidak berbelit-belit, asalkan sudah ada kesepakatan antara debitur dan/atau kreditur pemilik benda jaminan untuk melakukan penjualan benda jaminan di bawah tangan dan sudah ada kesepakatan

juga mengenai harganya, maka penjualan dapat langsung dilakukan. Tidak perlu menunggu selama beberapa waktu untuk melayangkan somasi atau teguran seperti halnya jika penjualan objek jaminan dilakukan melalui pelelangan di muka umum. b. Hemat biaya

Menghemat biaya dapat dirasakan oleh semua pihak yang terlibat dalam penjualan di bawah tangan ini. Bagi finance seluruh biaya untuk melaksanakan penjualan di bawah tangan dibebankan kepada debitur. Apabila finance meyelesaikan kredit macetnya pada PUPN, maka finance akan dikenakan biaya 10% (sepuluh persen) dari pelunasan dan debitur akan dibebani pembayaran bea lelang sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari harga penjualan. Sedangkan bagi pembeli juga akan dikenakan biaya juga yaitu bea lelang sebesar 4,5% (empat koma lima persen), uang miskin 0,4% (nol koma empat persen) dari harga penjualan. Tapi jika penjualan dilakukan di bawah tangan, maka debitur hanya dibebani biaya yang ditentukan saja, misalnya biaya pemasangan iklan terhadap responden, nasabah yang mengalami kredit macet dan menghendaki penyelesaiannya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN