• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Karakteristik Individu yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Fungsi Paru

Bagan 2.1. Klafikasi Penilaian Fungsi Paru

2.11. Faktor Karakteristik Individu yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Fungsi Paru

Selain dari paparan debu partikel dan asap dari faktor lingkungan, faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan risiko gangguan fungsi paru pada pekerja pengolahan batu kepur, berikut pejelannya :

a. Umur

Faal paru tenaga kerja dipengaruhi oleh umur. Meningkatnya umur seseorang maka kerentanan terhadap penyakit akan bertambah, khususnya gangguan saluran pernapasan pada tenaga kerja (Yunus,F, 1997). Faktor umur mempengaruhi kekenyalan paru sebagaimana jaringan lain dalam tubuh. Walaupun tidak dapat dideteksi hubungan umur dengan pemenuhan volume

paru tetapi rata-rata telah memberikan suatu perubahan yang besar terhadap volume paru. Hal ini sesuai dengan konsep paru yang elastisitas.

Pada penelitian Yulaekah (2007), menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara paparan debu terhirup dengan gangguan fungsi paru pada kelompok umur 31-40 tahun. Sedangkan pada kelompok umur 20-30 tahun tidak ada hubungan antara paparan debu dengan gangguan fungsi paru.

b. Jenis Kelamin

Menurut Wikipedia, jenis kelamin dikaitkan pula dengan aspek gender, karena terjadi diferensiasi peran sosial yang dilekatkan pada masing-masing jenis kelamin. Berdasarkan laporan National Center for Health Statistic/NCHS (2003) dalam Sucipto (2007) jumlah wanita yang mengalami serangan asma lebih banyak daripada lelaki

Selain itu dalam Sucipto (2007) penyakit paru dapat menjadi perhatian utama bagi perempuan. Jumlah perempuan yang diidentifikasi memiliki penyakit paru-paru meningkat. Lebih banyak perempuan juga meninggal akibat penyakit paru-paru. Ada 3 jenis penyakit paru-paru yang sangat umum pada wanita: asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan kanker paru-paru.

Perempuan memiliki variabilitas nilai arus puncak ekspirasi lebih rendah daripada laki-laki menurut H.M Boezen dkk (1994) dalam Sucipto (2007). Kecenderungan bahwa asma lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria mungkin disebabkan oleh fluktuasi kadar hormon, demikian sebuah laporan

yang dipresentasikan dalam pertemuan tahunan American College of Allergy, Asthma and Immunology, di Anaheim, Calif. Menurut seorang peneliti dari

University of California and the Allergy & Asthma Medical Group and Research Center di San Diego, wanita berusia antara 20-50 tahun ternyata 3 kali lebih sering dibanding pria untuk dirawat di Rumah Sakit akibat asma.

c. Masa Keja

Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada suatu kantor, badan dan sebagainya (KBBI, 2001). Menurut (Suma’mur, 199 ) masa kerja adalah lamanya seorang tenaga kerja dalam (tahun) dalam satu lingkungan perusahaan, dihitung mulai saat bekerja sampai penelitian berlangsung. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut.

Pada penelitian Yulaekah (2007), menunjukan bahwa pada kelompok kerja 5-10 tahun ada hubungan yang bermakna antara paparan debu terhirup dengan gangguan fungsi paru.

d. Lama Paparan

Dalam Yunus F (1997) berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya penyakit atau gangguan pada saluran napas akibat debu. Faktor itu antara lain adalah faktor debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi dan lama paparan

Dalam Mengkidi (2006) lama paparan adalah waktu yang dihabiskan seseorang berada dalam lingkungan kerja dalam waktu sehari. Kemudian dalam Suma’mur (1998) menyatakan bahwa salah satu variabel potensial yang dapat menimbulkan gangguan fungsi paru adalah lamanya seseorang terpapar polutan tersebut dalam suatu lingkungan tertentu, selain itu menurut Bannet (1997) dalam Nugraheni (2004) bahwa konsentrasi debu dan lama paparan terhadap polutan berbanding lurus dengan gangguan fungsi paru.

e. Kebiasaan merokok.

Kebiasan merokok dapat mempengaruhi kapasitas vital paru. Saat merokok terjadi suatu proses pembakaran tembakau dengan mengeluarkan polutan partikel padat dan gas. Asap rokok merangsang sekresi lender sedangkan nikotin akan melumpuhkan silia sehingga fungsi pembersihan jalan napas terhambat dan konsekuensinya terjadi penumpukan sekresi lendir yang menyebabkan terjadinya batuk-batuk, banyak dahak dan sesak napas menurut Ikhawn (2009) dalam Yuliani (2010). Kemudian, menyebutkan bahwa ada pengaruh antara kebiasaan merokok dengan kapasitas paru, yaitu semakin banyak jumlah batang rokok perhari yang dihisap, maka akan terjadi penurunan fungsi paru yang bersifat restruktif.

Penelitian Gold et al (2005) dalam Suwondo (2013) menunjukan adanya hubungan dose respon antara kebiasaan merokok dengan dan rendahnya leval FEV1/FVC dan FEF 25-75% dengan jumlah konsumsi rokok sebanyak 10

batang perhari ditemukan berhubungan dengan penurunan FEF 25-75% disbanding orang yang tidak merokok.

f. Status Gizi

Status gizi secara teoritis dapat mempengaruhi daya tahan responden terhadap efek debu, sehingga pada seseorang dengan status gizi baik kemungkinan menderita penyakit pernafasan lebih kecil dari pada seseorang yang mempunyai gizi kurang (Setyakusuma, 1997).

Salah satu penilaian status gizi seseorang yaitu dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT), dengan IMT akan diketahui apakah berat badan seseorang dinyatakan normal, kurus atau gemuk. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur lebih dari 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan (Almatsier, 2002).

Untuk menghitung nilai IMT dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

IMT=

Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara

Berat Badan (Kg)

berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2. Kategori Indeks Masa Tubuh (IMT)

IMT Kategori

<18,5 Berat badan kurang/kurus

18,5-25 Berat badan normal

≥ 25 Obesitas

Sumber : WHO/FAO (2003) dalam Almatsier (2002)

g. Aktifitas Fisik

Menurut Giam (1996) dalam Mengkidi (2005) latihan fisik sangat berpengaruh terhadap sistem kembang pernapasan. Dengan latihan fisik secara teratur dapat meningkatkan pemasukan oksigen ke dalam paru. Kebiasaan berolahraga memberi manfaat dalam meningkatkan kerja dan fungsi paru, jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan ; denyut nadi istirat menurun, isi sekuncup bertambah, kapasitas vital paru bertambah, penumpukan asam laktat berkurang, meningkatkan pembulu darah kolesterol, meningkatkan HDL kolesterol dan mengurangi aterosklerosis. Secara umum semua cabang olahraga, permainan dan aktifitas fisik sedikit banyak membantu meningkatkan kebugaran fisik. Namun terdapat perbedaan dalam tingkat dan komponen-komponen kebugaran fisik yang ditingkatkan.

h. Riwayat Penyakit

Dalam Ganong (2002) beberapa penelitian diperoleh hasil bahwa seseorang yang mempunyai riwayat menderita penyakit paru berhubungan secara bermakna dengan terjadinya gangguan fungsi paru. Kondisi kesehatan dapat mempengaruhi nilai arus puncak ekspirasi seseorang. Kekuatan otot-otot pernapasan dapat berkurang akibat sakit, seperti asma, pasca Tb, PPOK (penyakit paru obstruktif kronik), penyakit sistemik.

2.12. Faktor Meteorologi yang Mempengaruhi Konsentrasi Udara Ambien