• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gangguan Fungsi Paru

3. Hubungan antara Kelembaban Lingkungan Pengolahan dengan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Pengolahan Batu Kapur di Desa

6.4. Hubungan Antara Faktor Lingkungan terhadap Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Pengolahan Batu Kapur di Desa Tamansari Tahun 2013

6.4.3. Hubungan Antara Kelembaban terhadap Gangguan Fungsi Paru

Sebuah studi dalam Arundel et al. (1986) ingin mengetahui efek kesehatan dari kelembaban relatif di lingkungan indoor menunjukkan bahwa kelembaban relatif dapat mempengaruhi kejadian infeksi pernapasan dan alergi. Studi eksperimental pada infeksi bakteri yang ditularkan melalui udara dan virus telah menunjukkan bahwa kelangsungan hidup atau infektivitas organisme diminimalkan dengan paparan kelembaban antara 40%-70% .

Sembilan studi epidemiologi meneliti hubungan antara jumlah infeksi pernapasan dari kehadiran bekerja dan kelembaban relatif di kantor, tempat tinggal, atau sekolah. Didapatkan insiden infeksi pernafasan dengan melihat absensi harian di kantor, ditemukan kejadian infeksi pernafasan lebih rendah di antara orang yang bekerja atau tinggal di lingkungan dengan kelembaban relatif menengah rendah dibandingkan dengan orang bekerja dengan kelemababan relatif tinggi. Hal ini akan mempengaruhi perkembangbiakan organisme seperti bakteri dan jamur.

Keberadaan tungau, bahan alergan dan populasi jamur secara langsung tergantung pada kelembaban relatif. Populasi tungau diminimalkan ketika kelembaban relatif di bawah 50% dan mencapai ukuran maksimal pada kelembaban

relatif 80%. Sebagian besar spesies jamur tidak bisa tumbuh kecuali kelembaban relatif melebihi 60%.

Hasil pengukuran dan analisis pada kelembaban di lingkungan aktivitas pengolahan batu kapur, rata-rata kelembaban mencapai 80,3% dengan kelembaban minimal sebesar 71% dan kelembaban maksimal 87%. Dalam Kepmenkes No. 405 Tahun 2009 tentang NAB Faktor Fisik dan Kimia di Tempat Kerja, kelembaban di lingkungan pengolahan batu kapur masih di antara batas ambang batas yaitu 65-95%. Kemudian, dari hasil analisis uji statistik t-test independent, nilai Pvalue yang didapatkan dari hasil analisis antara kelembaban dengan gangguan fungsi paru adalah sebesar 0,854. Hal ini berarti pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kelembaban lingkungan dengan gangguan fungsi paru.

Dalam artikel Healthcare Inc. (2005) kelembaban yang tinggi juga merupakan penyebab meningkatnya keluhan sesak napas. Ada beberapa kemungkinan penjelasan untuk fenomena ini. Pertama, karena kelembaban udara meningkat maka densitas atau massa jenis udara meningkat, maka udara tidak banyak terjadi aliran di udara sehingga meningkatnya saluran nafas dan mengakibatkan meningkatnya kerja pernapasan yang menyebabkan sesak napas. Penjelasan lain bahwa ketika kelembaban meningkat, maka jumlah alregan udara ikut meningkat, seperti debu, jamur bahkan tungau meningkat pada kelembaban yang tinggi.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kondisi kelembaban berdasarkan hasil pengukuran di lingkungan pengolahan batu kapur pada dua titik sampel didapatkan rata-rata sebesar 80,3% dengan kelembaban minimal 71% dan kelembaban maksimal 87%, maka kadar kelembaban masih berada pada kadar kelembaban relatif normal, sehingga kelembaban di lingkungan pengolahan batu kapur tidak menjadi faktor yang berhubungan langsung terhadap gangguan fungsi paru pada pekerja, karena saat penelitian dilakukan pada bulan April, dimana keberadaan cuaca tidak dalam curah hujan yang tinggi. Namun, ketika kondisi kelembaban meningkat yaitu pada saat curah hujan sedang tinggi maka hal ini perlu diwaspadai turbulensi udara yang sedikit sehingga kondisi udara, debu dan asap di sekitar pengolahan batu kapur akan meningkat, kondisi seperti ini menjadi faktor pemicu gangguan pernafasan seperti sesak nafas dan terjadinya reaksi hipereaktivitas dari bahan alergan yang meningkat pada pekerja yang memiliki riwayat penyakit asma dan gangguan pernafasan lainnya.

135

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan penelitian sebagai berikut:

1. Gambaran pekerja pengolahan batu kapur di Desa Tamansari Kab. Karawang tahun 2013, didapatkan dari 40 responden penelitian yang mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 7 orang (17,5%) dengan kategori restriksi ringan dan sedang sedangkan 33 orang (82,5%) tidak ada gangguan fungsi paru dengan kapasitas total paru ≥ 80%.

2. Gambaran faktor karakteristik individu (usia, masa kerja, konsumsi merokok dan status gizi) pada pekerja pengolahan batu kapur di Desa Tamansari adalah sebagai berikut :

a. Rata-rata usia pekerja adalah 37 tahun dengan standar deviasi 10,14, usia minimum 19 tahun dan usia maksimum 59 tahun.

b. Rata-rata masa kerja adalah 10 tahun dengan standar deviasi 9,03, masa kerja minimum 0 tahun dan masa kerja maksimum 46 tahun. c. Rata-rata konsumsi merokok pekerja adalah 13 batang/hari dengan

standar deviasi 6,23 , konsumsi rokok minimum 1 batang/hari dan maksimum 24 batang/hari.

d. Frekuensi status gizi pekerja pada kelompok gizi kurus 13 orang (29,55), gizi normal 24 orang (54,5%) dan gizi lebih atau gemuk (3 orang (6,8%).

3. Gambaran faktor karakteristik lingkungan (PM10 ambien, suhu dan kelembaban) pada pekerja pengolahan batu kapur di Desa Tamansari adalah sebagai berikut :

a. Rata-rata kadar PM10 berdasarkan aktivitas pengolahan yaitu pada aktivitas penghancuran adalah 177 µg/m3, pembakaran 1 adalah 1.437 µg/m3, pembakaran 2 adalah 419 µg/m3, pembongkaran 419 µg/m3 dan pengepakan hasil adalah 177 µg/m3, dapat dirata-ratakan total kadar PM10 di area pengolahan batu kapur adalah 524 µg/m3 yang melebihi NAB kadar PM10 ambien berdasarkan PP No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

b. Rata-rata suhu di lingkungan pengolahan batu kapur berdasarkan aktivitasnya yaitu penghancuran adalah 33 ฀C, pembakaran 1 adalah 35 ฀C, pembakaran 2 adalah 36 ฀C, pembongkaran ฀C dan pengepakan hasil adalah 33 ฀C, dapat dirata-ratakan total suhu di area pengolahan batu kapur adalah 2, ฀C yang melebihi NAB faktor fisik yaitu pada 18-30 ฀C di lingkungan keja berdasarkan Kepmenkes No. 405 Tahun 2002.

c. Rata-rata kelembaban di lingkungan pengolahan batu kapur berdasarkan aktivitasnya yaitu penghancuran adalah 78%, pembakaran 1 adalah 71%, pembakaran 2 adalah 74%, pembongkaran 87% dan pengepakan hasil adalah 78%, dapat dirata-ratakan kelembaban di area pengolahan batu kapur adalah 80,3% yang tidak melebihi NAB faktor fisik yaitu pada 65-95% berdasarkan Kepmenkes No. 405 Tahun 2002.

4. Gambaran kadar kandungan SiO2 pada material batu kapur di desa

Tamansari adalah :

a. Sebanyak 3,46% SiO2 pada batu kapur yang belum dibakar.

b. Sebanyak 1,03% SiO2 pada batu kapur yang setelah dibakar I. c. Sebanyak 0,60% SiO2 pada batu kapur yang belum dibakar II.

5. Berdasarkan hasil uji statistik bivarit faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja pengolahan batu kapur di Desa Tamansari tahun 2013 adalah sebagai berikut :

a. Ada hubungan antara faktor usia dengan gangguan fungsi paru dengan nilai p value 0,032.

b. Tidak ada hubungan antara faktor masa kerja dengan gangguan fungsi paru dengan nilai p value 0,932.

c. Tidak ada hubungan antara faktor konsumsi rokok dengan gangguan fungsi paru dengan nilai p value 0,287.

d. Tidak ada hubungan antara faktor status gizi dengan gangguan fungsi paru dengan nilai p value 0,842.

e. Tidak ada hubungan antara faktor kadar PM10 ambien dengan gangguan fungsi paru dengan nilai p value 0,783.

f. Tidak ada hubungan antara faktor suhu dengan gangguan fungsi paru dengan nilai p value 0,963.

g. Tidak ada hubungan antara faktor kelembaban dengan gangguan fungsi paru dengan nilai p value 0,854.

7.2. Saran