• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

C. Faktor Penghambat dan Pendukung Motivasi

2. Faktor Pendukung

Dalam berkomunikasi juga terdapat faktor pendukung yang dapat memperngaruhi suatu hubungan komunikasi antarpribadi semakin erat, misalnya dari kualitas itu sendiri. Faktor pendukung tersebut antara lain :28

1. Percaya (trust), Percaya nerupakan faktor yang paling penting agar komunikasi antarpribadi dapat berjalan dengan efektif. Sikap percaya berkembang apabila setiap komunikan lainnya berlaku jujur. Terdapat 3 faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya yaitu menerima, empati dan kejujuran.

2. Sikap suportif, Sikap suportif merupakan sikap yang mengurangi sikap defensive dalam komunikasi. Komunikasi defensive dapat terjadi karena faktor-faktor personal seperti ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensive dan sebagainya atau faktor-faktor situasional.

28 Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), cet-27 h. 127-136.

3. Sikap terbuka, Sikap terbuka juga sangat berpengaruh dalam komunikasi antarpribadi.

Untuk memahami sikap terbuka, terlebih dahulu harus mengidentifikasi orang dogmatis.

Karena lawan dari sikap terbuka adalah sikap dogmatisme.

Menurut Suranto ada beberapa faktor pendukung keberhasilan komunikasi dilihat dari sudut komunikator, komunikan, dan pesan, sebagai berikut :29 1. Komunikator memiliki kredibilitas/kewibawaan

yang tinggi, dayatarik fisik maupun nonfisik yang mengundang simpati, cerdas dalam menganalisis suatu kondisi, memiliki integritas/keterpaduan antara ucapan dan tindakan, dapat dipercaya, mampu memahami situasi lingkungan kerja, mampu mengendalikan emosi, memahami kondisi psikologis komunikan, bersikap supel, ramah, dan tegas, serta mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat dimana ia berbicara.

2. Komunikan memiliki pengalaman yang luas, memiliki kecerdasan, menerima dan mencerna pesan, bersikap ramah, supel dan pandai bergaul, memahami dengan siapa ia berbicara, bersikap bersahabat dengan komunikator.

29 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011) hal. 15-18

3. Pesan komunikasi dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, disampaikan secara jelas sesuai kondisi dan situasi, lambang- lambang yang digunakan dapat dipahami oleh komunikator dan komunikan, dan tidak menimbulkan multi interpretasi/penafsiran yang berlainan.

B. Tinjauan Ustadz/Guru Mengaji 1. Definisi Ustadz/Guru Mengaji

Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut

dengan “murobbi, mu‟allim, mu‟addib” yang ketiga nama tersebut mempunyai arti penggunaan tersendiri menurut peristilahan yang dipakai dalam “pendidikan dalam konteks Islam”. Di samping itu, istilah pendidik kadang kala disebut melalui gelarnya, seperti istilah “Al-Ustadz dan Asy-Syaikh”.30

Seorang pendidik tidak hanya mentransfer keilmuan (knowledge), tetapi juga mentransformasikan nilai-nilai (value) pada anak didik. Untuk itu, guna merealisasikan tujuan pendidikan, manusia sebagai khalifah yang punya tanggung jawab mengantarkan manusia ke arah tujuan tersebut, cara yang ditempuh yaitu menjadikan sifat-sifat

30 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya), (Bandung:

Trigenda Karya, 1993). hal. 167

Allah sebagai bagian dari pribadinya.31 Manusia selaku cendekiawan dan intelektual muslim dituntut untuk mengembangkan serta menempuh dengan berbagai jalan untuk melestarikan misi tersebut. Dalam kaitan pendidikan, misi tersebut dapat dilakukan dalam proses belajar mengajar, yang satu pihak menjadi pendidik dan dipihak lainnya menjadi anak didik.

Para pendidik memperoleh keutamaan karena Rasulullah SAW, adalah pimpinan mereka dan orang pertama yang membawa panji pembebasan dari kebodohan dan kesesatan.32

Kiai atau Ustaz di pesantren bisa menempatkan diri dalam dua karakter, yaitu sebagai model dan sebagai terapis.

Sebagai model, Kiai atau Ustaz adalah panutan dalam setiap tingkah-laku dan tindak tanduknya. Sebagai terapis, Kiai dan Ustaz memiliki pengaruh terhadap kepribadian dan tingkah laku sosial santri. Semakin intensif seorang ustadz terlibat dengan santrinya semakin besar pengaruh yang bisa diberikan. Ustaz bisa menjadi agen kekuatan dalam mengubah perilaku dari yang tidak diinginkan menjadi perilaku tertentu yang diinginkan. Dan juga seorang santri semestinya senantiasa mengikuti atau menuruti atas apa

31 Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), hal. 83-84

32 Sholihat, (ed.), Muhammad Ajaj Al-Khatib, Hadits Nabi Sebelum Dibukukan, terj. AH. Akrom Fahmi, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hal. 64

yang di perintahkan oleh ustaz. Ustaz adalah orang tua anak didik ketika di Pesantren. Semua prilaku ustadz yang baik maupun buruk akan dicontoh oleh anak didiknya. Anak didik lebih banyak menilai apa yang ustadz lakukan dalam pergaulan di sekolah dan di masyarakat dari pada apa yang ustadz katakan. Akan tetapi baik perkataan ataupun yang dilakukan, keduanya menjadi penilaian bagi anak didik.

Sehingga apa yang ustadz katakan harus pula ustadz praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.33

Dari uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar sosok pengajar atau ustadz sangat dibutuhkan, sebab jika tidak ada ustadz kegiatan belajar mengajar tidak akan dapat terlaksana dengan baik. Istilah ustadz yang disandang seseorang memberikan gambaran bahwa orang tersebut memiliki ilmu, ilmu yang diharapkan dapat dimanfaatkan ataupun untuk dibagikan kepada orang lain melalui kegiatan belajar mengajar/mengaji.

2. Syarat Ustadz

Dilihat dari ilmu pendidikan Islam, maka secara umum untuk menjadi ustad yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya, di antaranya:

1. Takwa kepada Allah SWT.

33 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 31

Sesuai dengan tujuan Ilmu Pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak agar bertakwa kepada Allah SWT, jika ia sendiri tidak bertakwa kepada-Nya.

2. Berilmu

Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukan untuk suatu jabatan.

3. Sehat jasmani

Seorang ustadz yang berpenyakitan biasanya kurang bergairah untuk mengajar, jelas sekali ustadz yang sakit-sakit kerapkali terpaksa absen dan tentunya merugikan anak didiknya/santrinya.

4. Berkelakuan baik

Di antara tujuan pendidikan adalah membentuk akhlak baik pada anak dan ini hanya mungkin jika ustadz itu berakhlak baik pula. Ustadz yang tidak berakhlak baik tidak mungkin dipercayakan pekerjaan mendidik. Yang dimaksud dengan akhlak baik dalam Ilmu Pendidikan Islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti dicontohkan oleh pendidik utama yaitu Muhammad SAW. Di antara akhlak ustadz tersebut adalah :

1. Mencintai jabatannya sebagai ustadz.

2. Bersikap adil terhadap semua anak didiknya.

3. Berlaku sabar dan tenang.

4. Bekerja sama dengan ustadz dan ustadzah lain.

5. Bekerja sama dengan masyarakat.

3. Tugas Ustaz

Menjadi ustaz bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, tidak hanya datang ke sekolah untuk mengajar, untuk dijadikan teladan dan lain sebagainya. Melainkan ustadz harus mengerti bagaimana tugas yang telah diembannya. Untuk itu perlu di jelaskan bagaimana saja tugas-tugas yang dimiliki oleh ustadz. Menurut pendapat Al-Ghozali yang dikutip oleh Ngainun Naim, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawa hati nurani untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.34

Oleh karena itu, tugas dan fungsi menjadi seorang ustadz dapat dibedakan menjadi tiga bagian. ketiga bagian tersebut di antaranya, ustadz sebagai pengajar, ustadz sebagai pendidik dan ustadz sebagai pemimpin. Penjelasan secara rinci dari ketiga tugas dan fungsi menjadi seorang ustadz, ialah:

1. Sebagai pengajar (intruksional) yang bertugas merencanakan tugas pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan setelah program dilakukan.

34 Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011), hal. 17

2. Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan anak didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.

3. Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin, mengendalikan diri sendiri, anak didik dan masyarakat yang terkait yang menyangkut upaya pengawasan, pengarahan, pengorganisasian, pengontrol dan partisipasi atas program yang dilakukan.35

Dari penjelasan di atas, tentang tugas dan fungsi dapat disimpulkan, jika seorang ustadz harus bisa menjadi pengajar, pendidik dan juga pemimpin.

Dengan kata lain, seorang ustadz tersebut harus dapat menjadikan ketiganya sebagai patokan yang selalu melekat pada diri ustaz, agar jelas akan tujuan yang akan dicapai oleh pendidik ketika mengajar.

C. Tinjauan Santri

Menurut Zamakhsyari Dhofier perkataan pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan “pe” di depan dan akhiran “an” berarti tempat tinggal para santri. Menurut John E. Kata “santri” berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji.36 Kata santri itu berasal dari kata

35 Munardji, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Ilmu, 2004), hal. 63-64

36 Muhammad Nurul Huda dan Muhammad Turhan Yani,

“Pelanggaran Santri terhadap Peraturan Tata Tertib Pondok Pesantren

“cantrik” yang berarti seseorang yang selalu mengikuti guru 3 kemana guru pergi dan menetap.37

Sedangkan Menurut Nurcholish Madjid, asal-usul kata “santri”, dapat dilihat dari dua pendapat. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa “santri” berasal dari perkataan “sastri”, sebuah kata dari bahasa sanskerta yang artinya melek huruf. Pendapat ini menurut Nurcholish Madjid agaknya di dasarkan atas kaum santri adalah kelas literasy bagi orang jawa yang berusaha mendalami agama melalui kitab-kitab bertulisan dari bahasa Arab. Di sisi lain, Zamakhsyari Dhofier berpendapat, kata santri dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Atau secara umum dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.38

Dari berbagai pandangan tersebut tampaknya kata santri yang di pahami pada dewasa ini lebih dekat dengan makna “cantrik”, yang berarti seseorang yang belajar

Tarbiyatut Tholabah Kranji Lamongan”, Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan, Vol 02 Nomer 03 Tahun 2015, 740-753,(Surabaya:

Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya, 2015), hal 743.

37 Muhammad Nurul Huda dan Muhammad Turhan Yani,

“Pelanggaran Santri terhadap Peraturan Tata Tertib Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Lamongan”, Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan, Vol 02 Nomer 03 Tahun 2015, 740-753,(Surabaya:

Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya, 2015), hal 743.

38 Yasmadi, Modernisasi Pesantren, (Ciputat: PT Ciputat Press, 2005), hal 61.

agama (islam) dan selalu setia mengikuti guru kemana guru pergi dan menetap. Tanpa keberadaan santri yang mau menetap dan mengikuti sang guru, tidak mungkin dibangun pondok atau asrama tempat santri tinggal dan kemudian disebut Pondok Pesantren. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa santri merupakan seseorang yang sedang belajar memperdalam ilmu-ilmu pengetahuan tentang agama islam dengan sungguh-sungguh.

D. Tinjauan Motivasi dalam Mengaji

Dalam proses belajar mengajar motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar ia tidak akan mungkin berhasil dalam melakukan aktivitas belajarnya. Motivasi merupakan syarat mutlak dalam kegiatan belajar. Motivasi merupakan pendukung yang ada dalam belajar. Oleh karena itu, seorang ustadz diharapkan bisa memunculkan dan memberi motivasi belajar kepada anak didiknya. Ada beberapa pendapat tentang pengertian motivasi, di antaranya ialah:

1. Menurut McClelland et all., berpendapat bahwa: A otive is the redintegration by a cue of a change in an affective situation, yang berarti motif merupakan implikasi dari hasil pertimbangan yang telah dipelajari (redintegration) dengan ditandai suatau perubahan pada situasi afektif. Sumber utama munculnya motif

adalah dari rangsangan (stimulasi) perbedaan situasi sekarang dengan situasi yang diharapkan, sehingga tanda perubahan tersebut tampak pada adanya perbedaan afektif saat munculnya dan saat usaha pencapaian yang diharapkan.39 Motivasi dalam pengertian tersebut memiliki dua aspek, yaitu adanya dorongan dari dalam dan dari luar untuk mengadakan perubahan dari suatu keadaan pada keadaan yang diharapkan, dan usaha untuk mencapai tujuan.

2. Menurut MC. Donald, yang memandang motovasi sebagai perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya rasa feeling, dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Selanjutnya dijelaskan bahwa dari pengertian motivasi yang dikemukakan oleh MC. Donald ini mengandung tiga elemen penting, di antaranya sebagai berikut:

1. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu menusia.

Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem neurophysiological yang ada pada organisme manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.

39 Hamzah B. Uno, Teori Motivasi Dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal. 9

2. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa (feeling), afeksi seseorang. Dalam hal ini, motivasi relevan dengan persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.

3. Motivasi akan dirangsang karena adanya suatu tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yaitu tujuan.

Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang atau terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini tujuan. Tujuan ini menyangkut soal kebutuhan.40 Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pada intinya sama yakni sebagai pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk suatu aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu.

Motivasi di sini berasal dari dalam diri sendiri, dan juga motivasi dapat dirangsang oleh faktor dari luar individu tersebut.

Setelah memaparkan beberapa pengertian dari motivasi, maka dipaparkan pengertian mengaji.

Mengaji merujuk pada aktivitas membaca Al Qur'an atau membahas kitab-kitab oleh penganut agama Islam. Aktivitas ini dalam agama Islam termasuk ibadah dan orang yang melakukannya akan mendapatkan

40 18 Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 74

ganjaran dari Allah. Secara bahasa mengaji memiliki arti belajar atau mempelajari.41

dapat disimpulkan bahwa Belajar Mengaji adalah suatu aktivitas membaca Al-Qur’an oleh seseorang bahkan bisa dikatakan jika dalam hal ini yaitu peserta didik yang berusaha memahami atau mempelajarai Al-Qur’an yang bermula tidak tahu sama sekali menjadi tahu.

Pengertian motivasi dan mengaji tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi mengaji merupakan suatu dorongan atau kekuatan batin santri yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas belajar untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Motivasi mengaji ini tumbuh dalam diri sendiri, sedangkan motivasi belajar dapat dirangsang oleh faktor-faktor dari luar.

E. Teori Fundamental Interpersonal Relationship Orientation (FIRO) oleh William C. Schutz

FIRO adalah singkatan dari Fundamental Interpersonali Relations Orientation (Orientasi Dasar dari Hubungan-hubungan Antarpribadi). Atau disebut juga dengan Teori Tiga Dimensi tentang Tingkah Laku Antarpribadi. Teori ini dikemukakan oleh Schutz (1955, 1958) dan pada dasarnya mencoba menerangkan perilaku-perilaku antarpribadi dalam kaitannya dengan orientasi (pandangan) masing-masing individu kepada

41 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996, h. 747

individu lainnya. Ide pokoknya adalah bahwa setiap orang mengorientasikan dirinya kepada orang lain dengan cara tertentu (khas) dan cara ini merupakan factor utama yang memengaruhi perilakunya dalam hubungan antarpribadi.

Fundamental Interpersonal Relationship Orientation mengasumsikan bahwa ada tiga kebutuhan penting yang menyebabkan (orientation) adanya interaksi dalam suatu kelompok. Ketiga aspek itu adalah keikutsertaan (inclusion), pengendali (control) dan kasih sayang (affection).42

Diutarakan oleh William Schutz (1958) dengan Postulat Schutz-nya yang berbunyi bahwa setiap manusia memiliki tiga kebutuhan antarpribadi yang disebut dengan inklusif, kontrol dan afeksi. Asumsi dasar teori ini adalah bahwa manusia dalam hidupnya membutuhkan manusia lain (manusia sebagai makhluk sosial).43

Konsep antarpribadi menjelaskan tentang adanya suatu hubungan yang terjadi antara manusia. Sedangkan konsep kebutuhan menjelaskan tentang suatu keadaan atau kondisi dari individu, apabila tidak dihadirkan atau ditampilkan akan menghasilkan suatu akibat yang tidak menyenangkan bagi individu. Ada tiga macam kebutuhan antarpribadi, yaitu kebutuhan antarpribadi untuk inklusi,

42 Rakhmat, Djalaluddin, 2008. Psikologi Komunikasi, Bandung:

PT Remaja Rosdakarya.

kebutuhan antarpribadi untuk kontrol, dan kebutuhan antarpribadi untuk afeksi.

a. Inclusion / Keikutsertaan

Kebutuhan Inklusi adalah kebutuhan yang berdasarkan pada kesadaran pribadi yang ingin mendapatkan kepuasan dengan cara berkontribusi penuh/berguna bagi kelompok atas dasar kesadaran sendiri setelah berinteraksi dalam kelompok.

Kebutuhan inklusi berorientasi pada keinginan untuk pengakuan sebagai seseorang yang berkemampuan dalam suatu kondisi. Pada dimensi ini ada kecenderungan orang untuk ingin dijadikan

“sandaran” untuk berkonsultasi, bertanya dan dimintai pendapat dan sarannya. Intensitas kebutuhan pemenuhan dimensi ini bagi tiap individu tidaklah sama.

Kebutuhan inklusi yang terlalu tinggi akan mengakibatkan seseorang di posisi oversocial.

Sedangkan kebutuhan inklusi yang terlalu rendah mengakibatkan seseorang dikategorikan dalam kelompok undersocial.

b. Control/Mengendalikan

Kebutuhan Kontrol adalah kebutuhan yang berdasarkan pada kesadaran pribadi yang ingin mendapatkan kepuasan dengan cara mengendalikan

dalam artian memimpin interaksi dalam kelompok.

Kontrol pada dasarnya merepresentasikan keinginan pribadi untuk mempengaruhi dan memiliki “suara”

dalam penentuan sikap/keputusan dalam kelompok.

Kebutuhan kontrol akan sangat terlihat ketika kelompok tengah mengerjakan suatu proposal.

Ketika gagasan individu diterima, dan individu tersebut merasa berpengaruh dalam kelompok disanalah kebutuhan kontrol seorang individu terpenuhi. Kepuasan yang dihasilkan terwujud karena individu yang berkompetensi dalam kepemimpinan bisa mengasah kemampuannya dengan bergabung dalam pengambilan keputusan kelompok. Sama halnya dengan kebutuhan inklusi, intensitas kebutuhan pemenuhan dimensi ini bagi tiap individu tidaklah sama.

Kebutuhan kontrol yang terlalu tinggi akan mengakibatkan seseorang di posisi autocrat.

Sedangkan kebutuhan kontrol yang terlalu rendah mengakibatkan seseorang dikategorikan dalam kelompok abdicrat.

c. Affection / Kasih Sayang

Kebutuhan kasih sayang ini dimaksudkan akan kebutuhan seseorang dengan lingkungan sosial.

Sehingga seorang individu membutuhkan kasih sayang dan cinta (kedekatan dalam berinteraksi)

sebagai pemuas kebutuhannya dalam kelompok.

Dalam ketegori ini, kebutuhan inilah yang menyebabkan seseorang ikut dan berperan aktif dalam kelompok.

Kebutuhan afeksi pada posisi paling dasar merupakan kebutuhan untuk disukai, kesempatan untuk membangun hubungan pribadi yang dekat (intim) dengan individu lain. Kebutuhan ini adalah bagian dari keinginan untuk dekat dengan orang lain dan juga bagian dari keinginan individu lain untuk dekat dengan seorang individu. Kedua pribadi sangat membutuhkan pengakuan dan keramahan emosional dengan individu lainnya.44

F. Teori Hirarki Kebutuhan Abraham H. Maslow (1970) Hirarki kebutuhan Maslow ada 5 tingkatan yaitu45

Gambar 1 Hirarki Kebutuhan Menurut Abraham H.

Maslow

44 Prof. Sarlito. 2004. Teori-toeri Psikologi Sosial. Jakarta:

Rajawali Pers.

45 Abraham Maslow, Motivation and Personality (Teori Motivasi dengan Ancangan Hirarki Kebutuhan manusia). Penerjemah Nurul Iman (jakarta: PT Gramedia, 1984), h. 41

a. Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan ini adalah tingkatan kebutuhan yang paling dasar, paling kuat da n paling jelas antara kebutuhan manusia adalah kebutuhannya untuk mempertahankan hidup secara fisik, yaitu yaitu kebutuhan akan makan, minum, tempat berteduh, seks, tidur, oksigen dan pemuasan terhadap kebutuhan-kebutuhan itu sangat penting dalam kelangsungan hidup.46

b. Kebutuhan akan rasa aman

Apabila kebutuhan fisiologis relatif telah terpenuhi, maka akan muncul seperangkat kebutuhan-kebutuhan yang baru yang kurang-lebih dapat di kategorikan (keamanan, kemantapan, ketergantungan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas; kekuatan pada diri pelindung, dan sebagainya).47

Kebutuhan ini merupakan pengatur perilaku eksklusif, yang menyerap semua kapasitas organisme bagi usaha memuaskan kebutuhan itu, dan layaklah

46 Frank G. Goble, Mazhab ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Penerjemah A. Supratiknya (Yogyakarta: Kanisius, 1987), h. 71

47 Abraham Maslow, Motivation and Personality (Teori Motivasi dengan Ancangan Hirarki Kebutuhan manusia). Penerjemah Nurul Iman (jakarta: PT Gramedia, 1984), h. 41

apabila organisme itu kita gambarkan sebagai suatu mekanisme pencari keselamatan.

c. Kebutuhan akan Rasa Memiliki dan Rasa Cinta

Kebutuhan akan rasa cinta setelah seseorang memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, mereka menjadi termotivasi oleh kebutuhan akan cinta seperti keinginan untuk berteman, keinginan untuk mempunyai pasangan dan anak, kebutuhan untuk menjadi bagian sebuah keluarga, sebuah perkumpulan, dan lingkungan mayarakat. Cinta dan keberadaan mencakup beberapa aspek dari seksualitas dan hubungan dengan manusia lain dan juga kebutuhan untuk memberi dan mendapatkan cinta. Menurut Maslow, cinta menyangkut suatu hubungan sehat dan penuh kasih mesra antara dua orang, termasuk sikap saling percaya. Dalam hubungan yang sejati tidak akan ada rasa takut, sedangkan berbagai bentuk pertahanan pun akan runtuh. sering kali cinta menjadi rusak jika salah satu pihak merasa takut kalau kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahannya terungkap.

d. Kebutuhan Akan Harga Diri

Semua orang dalam masyarakat kita (dengan beberapa pengecualian yang patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginakan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mmpunyai dasar yang kuat, dan

biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri, atau harga diri, dan penghargaan akan orang-orang lainnya.

Karenaya, kebutuhan-kebutuhan ini dapat siklasifikaiskan dalam dua perangkat tambahan. Yakni, pertama, keinginan akan kekuatan, akan prestasi, akan kecukupan, akan keunggulan dan kemampuan, akan kepercayaan pada diri sendiri dalam menghadapi dunia dan akan kemerdekaan dan kebebasan. Kedua, kita memiliki apa yang dapat kita katakan hasrat akan nama baik atau gengsi, pretise (yang dirumuskan sebagai penghormatan dan penghargaan dari orang lain), status, ketenaran dan kemuliaan, dominasi, pengakuan, perhatian, arti yang penting, martabat, atau apresiasi.

Kebutuhan-kebutuhan ini telah di tekankan secara relatif oleh Fred Adler dan para pengikutnya, dan relatif telah di abaikan Frued. Namun, sekarang apresiasi itu kelihatan makin meluas periahal pentingnya hal-hal itu secara sentral, baik di kalangan psikoanalis maupun di kalangan psikolog klinis.

Pemenuhan kebutuhan akan harga-diri membawa perasaan percaya pada diri-sendiri, kegunaan, kekuatan, kapabilitas, dan kalaikan, akan kegunaan dan rasa diperlukan oleh dunia. Tetapi

Pemenuhan kebutuhan akan harga-diri membawa perasaan percaya pada diri-sendiri, kegunaan, kekuatan, kapabilitas, dan kalaikan, akan kegunaan dan rasa diperlukan oleh dunia. Tetapi

Dokumen terkait