• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI ASATIDZ DAN SANTRI DALAM MEMBERIKAN MOTIVASI MENGAJI DI PESANTREN LUHUR SABILUSSALAM SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI ASATIDZ DAN SANTRI DALAM MEMBERIKAN MOTIVASI MENGAJI DI PESANTREN LUHUR SABILUSSALAM SKRIPSI"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

MENGAJI DI PESANTREN LUHUR SABILUSSALAM SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana

Komunikasi (S.Sos)

Febriansyah (11170510000020)

Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2021 M/1442 H

(2)

KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI ASATIDZ DAN SANTRI DALAM MEMBERIKAN MOTIVASI MENGAJI DI PESANTREN LUHUR SABILUSSALAM

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu KOmunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh Febriansyah NIM. 11170510000020

Pembimbing

Dr. Yopi Kusmiati, M.Si NIP.198012172003122002

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN DAN PENYIARAN ISLAMFAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASIUNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M/1443 H

(3)
(4)

ABSTRAK Nama : Febriansyah

NIM : 11170510000020

KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI ASATIDZ DAN SANTRI DALAM MEMBERIKAN MOTIVASI MENGAJI DI PESANTREN LUHUR SABILUSALAM

Kurangnya motivasi pada santri merupakan salah satu faktor menurunnya minat mengaji. pesantren ini memberikan pengajaran layaknya pesantren pada umumnya, namun yang membedakan adalah pesantren ini dikhususkan untuk mahasiswa yang ingin kuliah sambal mengaji yang melibatkan adanya peran seorang asatidz. Maka sangat penting peran seorang ustadz untuk menentukan perilaku komunikasi yang cocok untuk meningkatkan motivasi mengaji santri agar santri tertarik kembali untuk terus mengaji.

Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui komunikasi antarpribadi asatidz dan santri Pesantren Luhur Sabilussalam, bentuk motivasi mengaji asatidz kepada santri pesantren luhur sabilussalam, serta faktor penghambat dan pendukung motivasi mengaji santri pesantren luhur sabilussalam.

Metodologi penelitian ini menggunakan paradigma kontruktivis dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data dengan melakukan observasi, wawancara, dan studi dokumen. Teori yang digunakan adalah teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relations Orientations) oleh William C. Schutz yaitu setiap orang mengorientasikan dirinya kepada orang lain dengan cara tertentu. Teori ini mempunyai tiga aspek yaitu keikutsertaan (inclution), pengendali (control), dan kasih saying (affection).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam membangun komunikasi antarpribadi, asatidz Pesantren Luhur Sabilussalam menggunakan 5 cara yaitu dengan keterbukaan, empati, memberikan dukungan, memberikan pengajaran dengan rasa humor, kesamaan dalam menjalin hubungan antarpribadi.

Bentuk motivasi mengaji asatidz kepada santri Pesantren Luhur Sabilussalam yaitu memberikan hadiah untuk

(5)

santri yang bersemangat mengaji, menceritakan ulama yang bisa diambil hikmahnya, memberikan pujian/apresiasi kepada santri yang mau belajar, memberikan semangat, memberikan gambaran prospek masa depan kepada santri. Faktor penghambat dalam memberikan motivasi yaitu kurang memahami karakteristik santri, verbalistis, santri yang sering mengantuk saat mengaji, faktor pendukung yaitu kredibilitas ustadz bagus dan komunikasi 2 arah.

Kata Kunci : Komunikasi Antarpribadi, Motivasi Mengaji, asatidz, santri.

KATA PENGANTAR

(6)

Bismillahirrahmanirrahim Puji Syukur penulis panjatkan kehadirati Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah membimbing umatnya dari zaman kegelapan hingga zaman terang menderang .

Alhamdulillahhirobbil ‘Alamin setelah perjalanan Panjang yang penulis lewati, akhirnya penulis berhasil menyelseaikan penelitian dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Komunikasi Antarpribadi Antara Asatidz dan Santri dalam Memberikan Motivasi Mengaji dei Pesantren Luhur Sabilussalam”. Skripsi ini dibuat sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Srata-1 Sarjana Sosial (S.Sos) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, banyak hambatan dan rintangan yang penulis lalui tetapi penulis selalu mendapatkan bantuan, dukungan serta support dari kerabat, sahabat terdekat baik itu berupa pikiran, tenaga, dorongan semangat, maupun materil maka dari itu pennulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Suparto, M.Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Siti Napsiyah, S.Ag. selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr.

Sihabbudin Noor, M.Ag sebagai Wakil Dekan II

(7)

Bidang Administrasi Umum, Dr. Cecep Sastrawijaya, MA sebagai Wakil Dekan III bidang Kemahasiswaan.

2. Dr. Armawati Arbi, M.Si. selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dr. H. Edi Amin, M.A selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Fita Fathurokhmah, M.Si, selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis selama melakukan studi.

4. Dr. Yopi Kusmiati, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia membimbing dan banyak memberikan masukan serta saran kepada penulis selama proses penelitian skripsi ini berlangsung.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Beliau, semoga keikhlasannya dalam membimbing penulis dibalas oleh Allah SWT. dan senantiasa diberikan keberkaha, dimudahkan rezekinya, selalu di beri kesehatan, dan kebaikan kepada dirinya beserta keluarganya. Aamiin.

5. Seluruh Staff dan Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berperan penting selama saya menempuh Pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beliau yang berperan dalam memberikan ilmu, pengalaman

(8)

serta wawasannya yang sangat bermanfaat saat masih masa studi.

6. Para asatidz Pesantren Luhur Sabilussalam yang telah membantu serta mendoakan penulis dalam mengerjakan skripsi ini

7. Ust. Asep Anwar, S.Pd, MM. Selaku ketua bidang keamanan Pesantren Luhur Sabilussaalam.

8. Bapak Mudini dan Ibu Saiyah selaku orang tua penulis, dan Nenek Tihamah serta Kakek Sahud penulis ucapkan terimakasih banyak yang sebesar besarnya kepada mereka karena tanpa mereka saat ini penulis tidak bisa sampai di titik ini, yang telah mensuport dari awal hingga saat ini. Semoga Allah SWT senantiasa panjangkan umur mereka,di berikan kesehatan hingga bisa menemani penulis hingga tua nanti.

9. Kepada kakak Mpo Lilis dan suami Bang Mandra yang selalu memberikan semangat dan dukungan materil kepada penulis. Serta anak dari kaka penulis sekaligus keponakan penulis yang sering menghibur penulis dikala penulis sedang bete.

10. Teman di asrama Pesantren Luhur Sabilussalam, Muhammad Faid Aqil, Iqbal Ali Muzakky, M. Zein Ramadhan, M. Afzainizam, Alfi Azizi, M. Hasby Addimiyati, Rohman Nur, Dimas Fahri, Fiqih Musyfiq, Bagas, DLL. Yang telah memberikan semangat kepada penulis.

(9)

11. Teman seperjuangan skripsi Sasli Agus, Hasanal Ali Tambak, Adillah Bagus Prasetyo, Naf’an Hudzaifee, Yefriadi Syahrin, Muslimin.

12. Para informan asatidz Pesantren Luhur Sabilussalam Ustadz Abdul Rahman Hakim, Ustadz Aghnin Khulki, Ustadz Yudi Surya Permana, Ustadz Asep Ahmad Faris dan para informan santri Pesantren Luhur Sabilussalam Dimas Fakhri, Elma Diah, M.

Bagas Balasirullah, Elok Nur Faiza yang telah bersedia penulis wawancara sebagai penulis.

Demikian ucapan terimakasih yang dapat penulis sampaikan kepada semua pihak yang membantu penulis mulai dari awal penulisan hingga skripsi ini selesai . penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan dapat memberikan kritik dan sarannya untuk masukan penulis.

Semoga ksripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan seluru pihak yang membaca.

Jakarta, 20 Agustus 2021

Febriansyah

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 10

C. Rumusan Masalah ... 11

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Manfaat Penelitian ... 12

F. Tinjauan Pustaka ... 13

G. Metodologi Penelitian ... 16

H. Sistematika Penulisan ... 27

BAB II KAJIAN TEORITIS ... 24

A. Tinjauan Komunikasi ... 24

1. Definisi Komunikasi Antar Pribadi ... 24

2. Unsur-unsur Komunikasi Antar Pribadi... 26

3. Tujuan dan Fungsi Komunikasi Antar Pribadi ... 28

4. Karakteristik Komunikasi Antar Pribadi ... 32

5. Faktor Penghambat dan Pendukung Komunikasi Antar Pribadi ... 33

B. Tinjauan Ustadz/Guru Mengaji ... 39

1. Definisi Ustadz ... 39

2. Syarat Ustadz ... 41

3. Tugas Ustadz ... 43

C. Tinjauan Santri ... 44

(11)

D. Tinjauan Motivasi dalam Mengaji ... 46

E. Teori FIRO ... 49

F. Teori Hirarki Kebutuhan ... 54

BAB III GAMBARAN UMUM ... 60

A. Sejarah Pesantren Luhur Sabilussalam ... 60

B. Struktural Pesantren Luhur Sabilussalam ... 63

C. Tujuan dan Visi, Misi ... 65

D. Letak Geografis ... 67

E. Kurikulum Pendidikan Pesantren ... 68

F. Tata Tertib ... 70

G. Profil Subjek Penelitian ... 72

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 75

A. Komunikasi Antarpribadi asatidz dan Santri Pesantren Luhur Sabilussalam ... 76

1. Keterbukaan ... 76

2. Empati ... 79

3. Memberikan Dukungan ... 81

4. Memberi Pengajaran dengan Rasa Humor ... 83

5. Kesamaan dalam menjalin hubungan antarpribadi ... 86

B. Bentuk Motivasi Mengaji asatidz dengan santri Pesantren Luhur Sabilussalam ... 88

1. Memberikan Hadiah Untuk Santri Yang Bersemangat Mengaji... 90

2. Menceritakan Kisah Ulama ... 92

3. Memberikan Pujian/Apresiasi ... 93

4. Memberikan Semangat ... 95

5. Memberikan gambaran Prospek Masa Depan ... 97

C. Faktor Penghambat dan Pendukung Motivasi Mengaji Santri Pesantren Luhur sabilussalam ... 99

(12)

1. Faktor Penghambat ... 99

2. Faktor Pendukung ... 103

BAB V PEMBAHASAN ... 106

A. Komunikasi Antarpribadi asatidz dan santri di Pesantren Luhur Sabilussalam ... 106

B. Bentuk Motivasi Mengaji asatidz dengan santri Pesantren Luhur Sabilussalam ... 116

C. Faktor Penghambat dan Pendukung Motivasi Mengaji Santri Pesantren Luhur Sabilussalam 123 BAB VI PENUTUP ... 131

A. Simpulan ... 131

B. Saran ... 133

Daftar Pustaka --- 135

(13)

Daftar Tabel (Pendiri Pesantren) --- 61 Daftar Gambar --- 181

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang aktifitas kesehariannya melakukan kegiatan komunikasi.

Komunikasi pada dasarnya merupakan proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang (pesan) yang mengandung antara komunikator dan komunikannya, dengan tujuan mewujudkan kesamaan makna. Agar komunikasi dan informasi berlangsung efektif, maka seorang komunikator perlu memahami strategi komunikasi dengan baik. Strategi sebagai suatu rangkaian kebijakan, maka menjadi penting untuk mengetahui cara atau Teknik tentang perumusan kebijakan.1 Komunikasi merupakan segala bentuk penyampaian informasi baik verbal maupun non verbal dengan menggunakan kata-kata, simbol, ataupun gambar2 Komunikasi atau communication berasal dari Bahasa Latin communis yang berarti sama. Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman.3

1Bintoro Tcokroamidjojo, Teori & Strategi pembangunan Nasional, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1998), H. 13

2 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta:UIN Jakarta Press, 2007) h.12

3Mulyana Prof Deddy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. (PT.

Remaja Rosdakarya, 2007) Hal. 82

(15)

Sebuah komunikasi dikatakan berhasil apabila memenuhi kompenen-komponen di dalamnya, seperti pengirim pesan (sender), penerima pesan (receiver), pesan (messege), saluran (channel), pengaruh (effect) dan umpan balik (feed back). Dalam proses komunikasi perubahan sikap diri penerima pesan (receiver) sangat penting adanya, karena dengan begitu kita dapat mengetahui apakah komunikasi tersebut berjalan secara efektif atau tidak.4

Dalam konteksnya komunikasi terbagi beberapa konteks salah satu konteks komunikasi yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia adalah komunikasi interpersonal. komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.5 R. Wayne Pace berpendapat bahwa “interpersonal communication is involving two or more people in a face to face setting”.

Komunikasi interpersonal merupakan suatu proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka.6

4 Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Jogjakarta: Graha Ilmu, 2011),h.3

5 Deddy Mulyana. Ilmu komunikasi. (Bandung: Remaja osdakarya. 2002) h.30

6 Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Ketiga (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2018), h. 66.

(16)

Komunikasi interpersonal pada hakikatnya merupakan komunikasi yang paling efektif untuk merubah sikap dan tingkah laku komunikan karena bentuknya dialog dan langsung mendapatkan umpan balik.7 Oleh karena itu kenapa dalam praktiknya di dalam kegiatan belajar mengajar cenderung kepada penggunaan komunikasi antarpribadi, seperti hal nya dalam kegiatan belajar mengajar atau sering kita dengar dengan istilah mengaji yang di lakukan di Pesantren Luhur Sabilussalam.

penerapan komunikasi antarpribadi dalam kegiatan mengaji di Pesantren Luhur Sabilussalam sangat penting di lakukan, karena seperti di jelaskan sebelumnya, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang efektif karena di situ langsung terjadi dialog dan langsung adanya timbal balik antara komunikator dan komunikan, di sini asatid/ustadz langsung berdialog dan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada santri berupa ucapan-ucapan yang biasanya berlandaskan keagamaan seperti Al-Qur’an, Sunnah, dan Kitab-kitab karangan ulama terdahulu yang biasanya disampaikan secara langsung tanpa melalui media apapun, sehingga santri dapat mendengar langsung pelajaran yang disampaikan oleh ustadz di Pesantren Luhur Sabilussalam, dan biasanya di akhir pengajian ustadz di Pesantren Luhur Sabilussalam selalu menawarkan pertanyaan kepada santri

7 Hardjana, Audit Komunikasi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 84.

(17)

untuk di tanyakan apabila ada hal yang ingin di tanyakan, atau ada hal yang belum jelas ketika proses mengaji tadi di lakukan.

Dari penyampaian di atas dapat di artikan bahwa komunikasi antarpribadi sangat penting di lakukan dalam proses kegiatan belajar mengajar atau kegiatan mengaji, terutama di Pesantren Luhur Sabilussalam.

Dalam Surah Al-Alaq 1-5 Allah SWT. Telah memerintahkan kita untuk belajar

َكُّب َر َو ْأ َرْقِا َۚ قَلَع ْنِم َناَسْنِ ْلْا َقَلَخ ََۚقَلَخ ْيِذَّلا َكِ ب َر ِمْساِب ْأ َرْقِا ْمَلْعَي ْمَل اَم َناَسْنِ ْلْا َمَّلَع ُِۙمَلَقْلاِب َمَّلَع ْيِذَّلا ُۙ م َرْكَ ْلْا

Artinya : "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan (1), Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2), Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia(3), Yang mengajar (manusia) dengan pena (4), Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (5)."

(QS. Al-Alaq: 1-5).

Dalam surah Al-Alaq ayat 1-5 telah ditegaskan bahwa Makna perintah membaca dalam ayat di atas bukan dalam arti membaca tulisan atau sebuah kitab, melainkan lebih dari itu. Sebab, Nabi Muhammad menurut para ulama adalah seorang yang tidak bisa membaca dan menulis. Karena dengan membaca kita tidak hanya menjadi seseorang yang cerdas terhadap ilmu pengetahuan, melainkan dengan

(18)

membaca kita dapat membaca keadaan sekitar, membuka wawasan sehingga dapat ilmu, seseorang akan lebih memahami bagaimana kehidupan ini diciptakan dan mendalami pengetahuan tentang kuasa Allah SWT sebagai sang maha pencipta. Orang berilmu akan takut melakukan hal-hal yang mengandung dosa karena ia memiliki pengetahuan akan kekuasaan dan juga kebesaran.

Kendati demikian, Nabi Muhammad dikenal sebagai seorang yang cerdas dalam membaca realitas sehingga ia memiliki jiwa sosial yang tinggi, revolusioner, jiwa kepemimpinan, dan seterusnya.

Dari keterangan diatas tenting menuntut ilmu itu sangat penting untuk umat manusia, namun saat ini banyak yang kurang berminat untuk menuntut ilmu termasuk dalam hal mengaji.

Dalam meningkatkan motivasi mengaji di Pesantren Luhur Sabilussalam seorang ustadz tidak begitu saja dapat menumbuhkan motivasi dalam mengaji untuk para santri, tentu harus melewati berbagai tahapan atau proses komunikasi antarpribadi dalam menimbulkan motivasi tersebut, Hubungan interpersonal berlangsung melalui beberapa tahap mulai dari interaksi awal sampai ke pemutusan (dissolution) dan Hubungan interpersonal berbeda-beda dalam hal keluasan (breadth) dan kedalamannya (depth). Sedangkan dalam prosesnya sebuah motivasi mengaji timbul dalam beberapa proses, seperti

(19)

sumber ilmu atau ustadz harus memiliki ide dan gagasan yang sangat luas, seorang harus cerdas dalam mengemas ilmu tersebut menjadi sebuah pesan, seorang sumber atau ustadz pandai dalam menyampaikan pesannya, kemudian harus di pastikan bahwa si penerima pesan atau santri dapat menerima pesan dengan baik, adanya respon dari komunikan terhadap apa yang di sampaikan oleh komunikator. Jika semua proses tersebut dapat di lalui tanpa adanya hambatan maka komunikasi antarpribadi dapat dikatakan berhasil.

Dalam berkomunikasi, umumnya ada pesan yang ingin di sampaikan komunikator kepada komunikan, namun sering kali pesan yang disampaikan kurang di pahami atau bahkan tidak sampai kepada komunikan, sehingga tujuan kita untuk menyampaikan pesan tersebut juga tidak tercapai atau tidak tersampaikan dengan baik, hal tersebut terjadi karena adanya beberapa hambatan dalam komunikasi.8 Hambatan komunikasi antarpribadi juga sering terjadi di dalam proses mengaji di Pesantren Luhur Sabilussalam, yang mana pesan ustadz kepada santri tidak dapat tersampaikan dengan baik, karena adanya beberapa hambatan yang dihadapi oleh ustadz dan santri di Pesantren Luhur Sabilussalam, hambatan-hambatan tersebut beberapa di antaranya ialah

8 Onong Uchjana Effendi, Dinamika Komunikasi (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2000), h.23.

(20)

1. Perbedaan Sudut pandang

Karena setiap orang terkadang memiliki sudut pandang yang berbeda-beda, perbedaan sudut pandang ini lah yang akan menjadikan kesimpulan yang berbeda, di Pesantren Luhur Sabilussalam sering di terapkan pengajian yang sistimnya diskusi, santri yang mempunyai sudut pandang yang sempit tentu berbeda dengan santri yang mempunyai sudut pandang yang luas.

2. Perbedaan Kebudayaan

Adanya perbedaan budaya juga merupakan salah satu hal yang dapat menghambat komunikasi. Biasanya kita mendapat penolakan ketika kita menyampaikan pesan yang tidak sesuai dengan kebudayaan orang lain. Di Pesantren Luhur Sabilussalam pun seperti itu, karena di Pesantren tersebut terdapat santi dari berbagai penjuru nasional yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda, terkadang ustadz mengalami penolakan karena dianggap penyampaiannya terlalu ke budaya sunda dan lain sebagainya.

3. Tidak ada tanggapan dari lawan bicara

Komunikasi satu arah bisa terjadi ketika lawan bicara tidak memberikan respon atas pesan yang di sampaikan.

Dalam kasus ini sering terjadi dalam peroses mengaji, banyak ustadz yang tidak memberikan santrinya waktu untuk bertanya sehingga mengurangi semangat santri untuk mendengarkan.

(21)

4. Penggunaan Bahasa yang berbeda

Penggunaan Bahasa sangat oenting dalam berkomunikasi karena Bahasa merupakan salah satu alat yang di gunakan untuk berkomunikasi. Oleh karena itu kita dalam berkomunikasi sebaiknya menggunakan Bahasa yang mudah di pahami oleh semua kalangan. Dalam kasus ini sering terjadi di Pesantren Luhur Sabilussalam, banyak ustadz di pesantren ini yang sering menggunakan Bahasa arab sebagai alat komunikasi untuk memberikan pelajarannya, ini membuat bebrapa santri yang belum paham Bahasa arab tentu tidak paham atas apa yang di sampaikan oleh ustadz tersebut.

5. Kecepatan dalam berbicara

Terkadang kecepatan dalam berbicara juga dapat mempengaruhi pemahaman komunikan terhadap pesan yang di sampaikan, santri di Pesantren Luhur Sabilussalam kurang memahami jika ada ustadz yang menyampaikan pelajarannya dengan cepat, sehingga banyak pesan yang di sampaikan ustadz yang belum di pahami oleh santri.

6. Kehilangan kefokusan

Ketika seseorang berbicara kepada kita, namun saat itu kita sedang kehilangan kefokusan pada apa yang di bicarakan oleh komunikator, maka pesan yang disampaikan biasanya tidak dapat di terima dengan maksimal. Hal ini sering terjadi dalam proses mengaji di Pesantren Luhur Sabilussalam, santri ketika mengaji

(22)

terkadang sering kehilangan fokus, karena ada beberapa dari santri yang ketika sedang proses mengaji ia sambal mengobrol, bercanda, atau asik dengan handphone nya.

Penjelasan di atas menjelaskan banyak sekali hambatan yang dialami ustadz dan santri dalam peroses mengaji, karena dalam praktiknya dalam setiap proses belajar mengajar memang selalu di temukan permasalahan dan hambatan, namun gimana peran seorang pengajar yang mampu mengatisipasi hambatan-hambatan yang ada.

Bentuk komunikasi yang di lakukan ustadz/asatidz salah satunya adalah komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi. Seperti yang telah di jelaskan di atas bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang mungkin setiap peserta atau komunikannya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal.9 Komunikasi interpersonal mempunyai peranan yang cukup besar untuk mengubah sikap. Hal iru karena komunikasi ini merupakan proses penggunaan informasi secara bersama. Perserta komunikasi memperoleh kerangka pengalaman yang sama menuju saling pengertian yang lebih besar mengenai makna informasi tersebut.10

9 Suranto, Komunikasi Interpersonal (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 3.

10 Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Grasindo, 2004), h. 37.

(23)

Hubungan interpersonal antara santri dan ustadz yang baik juga sangat di butuhkan dalam proses komunikasi terutama dalam penyampaian ilmu agama atau sering kita sebut mengaji, agar terwujudnya komunikasi yang baik atau pesan dapat di terima dengan baik. Sehingga terbentuk feedback sesuai yang di inginkan. Melalui komunikasi interpersonal juga ustadz dapat memanfaatkan kesempatan untuk mengajak dan mendekati santri Pesantren Luhur Sabilussalam untuk sharing dan menjalin keakraban sehingga upaya dalam menimbulkan motivasi mengaji dapat berjalan. Metode penyampaian mengenai proses mengaji pula yang kemudian membedakan dengan praktek- praktek komunikasi interpersonal yang ada di Lembaga lain.

Atas dasar tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “Komunikasi Antar Pribadi Asatidz Dan Santri Dalam Memberikan Motivasi Mengaji Di Pesantren Luhur Sabilussalam”

B. Batasan Masalah

Membatasi masalah penelitian merupakan upaya pembatasan dimensi masalah atau gejala agar jelas ruang lingkup dan Batasan yang akan di teliti.11

11 Andi Prastomo, Metode Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar- ruz Media, 2016), h.134

(24)

Dari latar belakang diatas, peneliti membatasi masalah kedalam beberapa point :

a. Peneliti membatasi masalah motivasi mengaji hanya pada santri yang belajar di Pesantren Luhur Sabilussalam saja, tidak mencakup santri di pesantren lain.

b. Penelitian permasalahan ini hanya berlaku untuk santri dan asatidz di Pesantren Luhur Sabilussalam, Ciputat- Tangerang Selatan

c. Peneliti meneliti bagaimana komunikasi antar pribadi guna memberikan motivasi mengaji yang di terapkan asatidz kepada santri Pesantren Luhur Sabilussalam.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

a. Bagaimana komunikasi antar pribadi yang terjadi antara asatidz dengan santri di Pesantren Luhur Sabilussalam?

b. Bagaimana Bentuk Motivasi Mengaji Santri Pesantren Luhur Sabilussalam ?

c. Apa saja faktor penghambat komunikasi antar pribadi dalam memberikan motivasi mengaji antara asatidz dengan santri di Pesantren Luhur Sabilussalam?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin penulis capai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(25)

1. Untuk mengetahui komunikasi antar pribadi yang terjadi antara asatidz dengan santri di Pesantren Luhur Sabilussalam.

2. Untuk mengetahui Bentuk Motivasi Mengaji Santri Pesantren Luhur Sabilussalam

3. Untuk mengetahui apa saja faktor penghambat komunikasi antar pribadi dalam memberikan motivasi mengaji antara asatidz dengan santri di Pesantren Luhur Sabilussalam.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis

a. Penelitian ini di harapkan dapat di gunakan sebagai bahan informasi, guna memperkaya teori komunikasi organisasi yang berkaitan dengan strategi komunikasi. Kemudian juga dapat memberikan tambahan referensi dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya dalam studi ilmu komunikasi khususnya mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan penelitian disiplin ilmu komunikasi terkhususnya komunikasi antarpribadi.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini di harapkan menambah wawasan untuk masyarakat dan para pengurus/ustaz, mahasiswa yang sedang melakukan penelitian strategi komunikasi dan mengetahui pentingnya strategi komunikasi dalam

(26)

meningkatkan motivasi Mengaji. Proses penyampaian komunikasi kepada murid/santri dapat bisa di sampaikan dengan baik.

F. Tinjauan Pustaka

Sebelum melakukan penelitian, penulis melakukan Sebelum penelitian lebih dalam, peneliti terlebih dahulu melakukan tinjauan Pustaka, guna menambah kajian dan referensi dalam melakukan penelitian. Dan melakukan pengecekan di Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi agar tidak terjadi kesamaan yang signifikan dalam penulisan judul maupun konten isi penelitian. Dalam pencarian, penulis menemukan skripsi yang membahas tentang Efektivitas dan Strategi Komunikasi, antara lain :

1. “Efektivitas Komunikasi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas VII 4 di SMP Negeri 87 Jakarta” Oleh Rina Winarni Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas komunikasi primer dan sekunder dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah SMP Negeri 87 Jakarta. Persamaan dari penelitian ini adalah sama sama membahas tentang efektivitas komunikasi, dan perbedaan dalam penelitian ini adalah pada objek penulisan ini ialah sekolah, sedangkan penulis membahas dengan objek penelitian Pesantren. Dan perbedaannya juga terletak pada teori yang di gunakan.

(27)

Dan hasil temuan yang di temukan dari penelitian ini adalah: bahwa komunikasi yang terjadi dalam pembelajaran pendidikan agama Islam kelas VII di SMP Negeri 87 Jakarta terjadi secara langsung, yaitu guru dan siswa bertatap muka dalam proses pembelajaran tersebut.

Dengan kondisi seperti ini maka pesan berupa materi pelajaran dapat tersampaikan dengan baik kepada siswa.

Komunikasi dalam pembelajaran dibedakan menjadi dua, yaitu komunikasi primer dan komunikasi sekunder.

1. Komunikasi primer Komunikasi primer dalam pembelajaran pendidikan agama Islam kelas VII di SMP Negeri 87 Jakarta yaitu:

a. Guru menjelaskan materi pelajaran dengan bahasa yang mudah dipahami.

b. Memberikan motivasi kepada siswa.

c. Guru kreatif dalam tata kelas.

d. Guru bersikap ekspresif sebagai penguat komunikasi.

e. Komunikasi yang terjadi dua arah.

2. “Efektivitas komunikasi interpersonal kepala sekolah:

studi di MTs Negeri Tangerang II Pamulang” oleh Indriani, Penelitian ini membahas tentang mendeskripsikan efektivitas komunikasi interpersonal kepala MTs Negeri Tangerang II Pamulang, perbedaan penelitian ini terletak pada objek penelitian dan bidang komunikasi, objek penelitian ini adalah Sekolah sedangkan penelitian penulis kepada Pesantren dan penelitian ini berfokus kepada

(28)

penelitian interpersonal, sedangkan penelitian yang akan penulis pilih lebih kedapada komunikasi Organisasi. Dan berbeda pada pemilihan Teorinya. Hasil dari temuan ini adalah : Berdasarkan penelitian mengenai efektivitas komunikasi interpersonal kepala MTsN Tangerang II Pamulang yang dilakukan melalui wawancara, observasi, dan angket, maka penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa komunikasi interpersonal yang dilakukan melalui 7 dimensi komunikasi interpersonal yang efektif (keterbukaan, empati, dukungan, bersikap positif/kepositifan, kesamaan, audible, dan humble) sudah berjalan cukup efektif. Artinya pada dasarnya kepala sekolah adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menjalin komunikasi dengan sangat baik, hal ini dapat dilihat dari latar belakang kepala sekolah yang aktif dalam berbagai organisasi serta banyaknya mengikuti pelatihan-pelatihan yang tentu dapat menunjang dalam mengasah kemampuan berkomunikasi dan kepala sekolah menyadari berbagai bentuk sikap dan perilaku yang harus dilakukan dalam menciptakan komunikasi yang efektif akan tetapi dalam melaksanakan komunikasi efektif tersebut kepala sekolah terhambat oleh keterbatasan waktu yang dimiliki sehingga mengakibatkan beberapa hal belum optimal dalam melakukan kegiatan komunikasi interpersonal dengan guru seperti kurangnya kepala sekolah dalam memenuhi harapan guru melalui rasa empati

(29)

yang ditunjukkan kepala sekolah terhadap guru yang terkena musibah dan pemberian reward terhadap hasil kerja guru.

3. “Efektivitas komunikasi sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan di SMA Pribadi 2 Tangerang”

Oleh Ahmad Qosim, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja tenaga pendidik di SMA Pribadi 2 Tangerang, perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan penulis teliti adalah terletak pada tujuan dan objek penelitian, tujuan yang akan peneliti tuju adalah agar ustaz mampu berkomunikasi secara efektif dengan murid/santri, sedangkan penelitian ini agar tenaga pendidik di sekolah tersebut mampu efektif dalam mengajar, dan objek nya ini di dalam sekolah kembali, sedangkan objek yang peneliti ambil ialah lingkungan Pesantren Mahasiswa.

Hasil dari penelitian ini adalah : G. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Adapun paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kontruktivisme dalam perspektif komunikasi, Paradigma konstruktivisme sesuai dengan penelitian ini karena paradigma ini meletakan pengamatan dan objektifitas dalam menemukan suatu ilmu pengetahuan. Selain itu paradigma ini juga dilakukan pada penelitian karena memandang ilmu sosial sebagai analisis yang sistematis

(30)

melalui pengamatan langsung dengan pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan mengelola dunia sosial mereka12

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang tidak menggunakan perhitungan. Penelitian ini menekankan pada karakter alamiah sumber data. Sedangkan menurut Sukmadinata yaitu suatu penelitian yang ditunjukkan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas soaial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individu atau kelompok. Adapun Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskripstif berupa kata-kata tertulis, atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Dalam penelitian kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan dengan orang orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunkan metode riset lapangan (field research) yaitu melakukan penelitian di lapangan dengan

12 . Dedy N. Hidayat, Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik Kalasik, (Jakarta: Dapartemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia,2003),h.3

(31)

metode wawancara mendalam (depth interview) dan observasi (model partisipasi aktif) terhadap peristiwa atau perilaku untuk memperoleh data atau informasi secara langsung dengan mendatangi responden yang berada di lokasi penelitian.

Observasi penelitian di lakukan di Pesantren Luhur sabilussalam.

4. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek utama penelitian ini adalah ustaz dan santri di Pesantren Luhur Sabilussalam, Ciputat. Yang terdiri dari 4 orang ustadz dan 4 orang santri terdiri dari semester 4 dan semester 6 Faktor pendukung guna menimbulkan motivasi santri untuk mengaji

5. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini di lakukan di Pesantren Luhur Sabilussalam, Gg. Bacang No 81A, Cempaka Putih, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten. 15412

6. Teknik Pengumpulan data a. Observasi

Observasi diartikan sebagai kegiatan mengamati secara langsung tanpa mediator sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang

(32)

dilakukan objek tersebut.13 Observasi yang akan di lakukan adalah dengan cara terjun langsung ke lokasi bahan penelitian untuk mengetahui komunikasi ustaz dengan santri di pesantren Luhur Sabilussalam

b. Wawancara

Peneliti akan melakukan wawancara berberapa narasumber, seperti dari kalangan Santri dan Ustaz, guna menemukan informasi yang valid, sehingga dari informasi tersebut bisa di rumuskan beberapa informasi

c. Studi Pustaka

Selain kedua metode di atas, pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mempelajari dan mencatat dari berbagai sumber literatur yang berkaitan dengan penelitian ini untuk melengkapi data.

7. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk menarik kesimpulan- kesimpulan. Analisa data dalam penelitian komunikasi kualitatif pada dasarnya dikembangkan dengan maksud

13 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta, Prenada Media Group, 2006),h.106

(33)

memberi makna terhadap data, menafsirkan atau mentranformasikan data ke dalam bentuk narasi yang kemudian mengarah pada temuan-temuan ilmiah hingga sampai pada kesimpulan-kesimpulan final. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi langkahlangkah reduksi, penyajian data, kesimpulan/verifikasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif (interactive models of analysis), seperti yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman.14 Penelitian ini bergerak di antara tiga komponen, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi, dimana aktivitas ketiga komponen tersebut bukanlah linear namun lebih merupakan siklus dalam struktur kerja interaktif.

a. Reduksi data

Reduksi data merupakan penyesuaian, pemusatan data sehingga data tersebut disederhanakan dari hasil data lapangan yang masih berupa kasaran data, mereduksi data berarti merangkum, menyeleksi atau memilih data untuk di fokuskan kedalam hal-hal yang penting sesuai dengan penelitian, dengan adanya reduksi data dapat memberikan gambaran data yang

14 Miles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif: buku sumber tentang metode-metode baru, (jakarta: Penerbit Universitas Indonesia), h.52

(34)

lebih jelas dan memudahkan untuk melanjutkan tahap pengumpulan data selanjutnya. Data yang sudah diambil tentu saja tidak semua dilampirkan, peneliti tentu memilih dan menyeleksi gangguan kecemasan yang dimiliki anak mulai dari pasien atau tidaknya anak, mengelompokan kecemasan anak dan mengetahui sebenarnya anak tersebut hanya kecemasan biasa atau sudah masuk tahap gangguan kecemasan.

b. Penyajian data

Setelah data direduksi maka data tersebut di sajikan dalam bentuk narasi hal ini dikarenakan penelitian ini menggunakan metode kualitatif , data tersebut disajikan dengan uraian singkat atau bagan atau juga bagan yang berhubungan antar kategori. Dengan kualitatif data harus sangat mendalam dikaji, narasumber tidak perlu banyak tetapi datanya yang harus dalam dan banyak.

Maka dari itu peneliti mendapatkan banyak narasumber tetapi memilih bebrapa hanya untuk fokus ke permasalahan dalam penelitian.

c. Penarikan kesimpuan

Langkah terakhir adalah langkah untuk menarik kesimpulan dari data data yang tersisa, kesimpulan yang di dapatkan masih bersifat sementara atau belum pasti karena harus di pastikan lagi dengan data-data

(35)

berikutnya, apabila data-data tersebut valid dan konsisten maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Penarikan kesimpulan tentunya dilandaskan dengan teori-teori yang ada melihat bagaimana hasil penelitian dengan teori apakah cocok atau malah berbeda jauh dari teori.

Dalam penelitian ini peneliti menarik kesimpulan bagaimana komunikasi terapeutik orang tua pada anak apakah sesuai teori dan berhasil atau sebaliknya. Di dalam penelitian kualitatif proses analisis yang digunakan tidak dilakukan setelah data terkumpul seluruhnya, tetapi dilakukan pada waktu bersamaan dengan proses pengumpulan data.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan ini mengacu pada pedoman umum karya ilmiah dalam pedoman akademik strata 1 tahun 2017/507 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Agar penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan sistematis dan mempermudah tahapan demi tahapan, maka penulis membaginya menjadi 5 Bab dimana setiap babnya dari beberapa subab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

(36)

Terdiri dari latar belakang masalah, Batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II : Kajian Teoritis

Bab ini akan membahas landasan teori yang digunakan dalam penulisan yaitu Teori Teori Fundamental Interpersonal Relationship Orientation (FIRO), Efektivitas Komunikasi, serta Motivasi mengaji.

BAB III : Gambaran Umum

Bab ini membahas tentang profil, visi, misi, serta struktur Pesantren Luhur Sabilussalam-Ciputat

BAB IV : Hasil Temuan Penelitian

Dalam bab ini akan diuraikan hasil temuan dilapangan yang menjawab rumusan masalah berupa “Motivasi Santri dalam Mengaji di Pesantren Luhur Sabilussalam”.

BAB V : Analisis Penelitian

Dalam bab ini akan diuraikan hasil analisis penelitian terkait temuan penelitian yang menjawab rumusan masalah berupa Peran Asatidz dalam memberikan motivasi santri untuk mengaji serta analisis dalam usaha meningkatkan motivasi santri untuk mengaji kaitannya dengan teori Fundamental Interpersonal Relationship Orientation (FIRO).

(37)

BAB VI : Penutup

Dalam bab ini penulis memberikan kesimpulan dan pembahasan keseluruhan bab dan temuan hasil penelitian yang telah dilaksanakan. Kemudian juga menambahkan saran serta mencantumkan daftar pustaka yang digunakan sebagai rujukan.

(38)

BAB II

KAJIAN TEORITIS A. Tinjauan Komunikasi Antarpribadi

1. Definisi Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi di dalam berkehidupan merupakan aktivitas dasar yang dilakukan oleh manusia. Tidak ada seorangpun manusia yang tidak berkomunikasi. Manusia sangat membutuhkan komunikasi dan akan selalu terlibat dengan komunikasi. Dengan berkomunikasi, manusia bisa saling berhubungan langsung dengan manusia lainnya kapan saja dan dimana saja, baik di dalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun di lingkungan pekerjaan.

Komunikasi atau dalam bahasa Inggris disebut communication berasal dari kata latin communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna.15 Sebuah definisi singkat mengenai komunikasi dibuat oleh Harold D.

Laswell bahwa untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi secara tepat ialah dengan menjawab pertanyaan

“Siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya”.16

15 Effendy, Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya 2007), h. 9.

16 Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Ketiga (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2018), h. 25.

(39)

Komunikasi sejatinya memiliki berbagai macam bentuk, bentuk komunikasi dapat diklasifikasikan menurut jumlah orang yang terlibat dan tujuan dalam komunikasi tersebut.

Bentuk-bentuk komunikasi meliputi komunikasi antarpribadi, komunikasi intrapersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa.

Secara umum komunikasi antarpribadi atau komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi.

Pengertian proses mengacu pada perubahan dan tindakan (action) yang berlangsung terus-menerus. Komunikasi antarpribadi juga merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. Sedangkan makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut adalah kesamaan pemahaman diantara orang- orang yang berkomunikasi terhadap pesan- pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.17

Menurut Deddy Mulyana bahwa komunikasi antarpribadi atau komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal.18

17 Sendjaja, Teori Komunikasi (Jakarta: Universitas Terbuka, 1994), h. 41.

18 Suranto, Komunikasi Antarpribadi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 3.

(40)

R. Wayne Pace berpendapat bahwa “antarpribadi communication is involving two or more people in a face to face setting”. Komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka.19

Komunikasi antarpribadi pada hakikatnya merupakan komunikasi yang paling efektif untuk merubah sikap dan tingkah laku komunikan karena bentuknya dialog dan 6 langsung mendapatkan umpan balik.20

Berdasarkan definisi yang telah disebutkan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang berjalan dua arah yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan di dalamnya terdapat umpan balik (feedback). Komunikasi antarpribadi juga dapat merubah perasaan, pemikiran dan perilaku seseorang karena interaksi yang dilakukan secara lebih personal dan lebih mendalam.

2. Unsur-Unsur Komunikasi Antarpribadi

Proses komunikasi tidak akan berjalan dengan sendirinya, terdapat beberapa unsur atau persyaratan tertentu agar komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Lima komponen atau elemen dalam komunikasi yang menjadi persyaratan terjadinya komunikasi yaitu komunikator atau

19 Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Ketiga (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2018), h. 66.

20 Hardjana, Audit Komunikasi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 84.

(41)

pengirim (source), pesan (message), saluran atau media (channel), komunikan atau penerima (receiver), dan efek atau pengaruh.21

Pertama, komunikator atau pengirim yaitu orang yang berperan menyampaikan pesan kepada komunikan.

Komunikator atau pengirim yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu ustadz/asatidz di Pesantren Luhur Sabilussalam.

Kedua, pesan yaitu sesuatu yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Pesan yang disampaikan oleh ustadz/asatidz biasanya bercirikan pesan-pesan mengenai keagamaan atau pesan pesan yang mengandung ilmu pengetahuan tentang keagamaan.

Ketiga, saluran atau media yaitu alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan. Dalam komunikasi antarpribadi yang dilakukan antara asatidz dengan dengan santri ini, saluran atau media yang digunakan berupa media langsung atau menggunakan bahasa lisan, karena santri mendapat pengarahan atau pelajaran langsung dari asatidz/ustadz, sehingga jika terdapat sesuatu yang belum dipahami dapat langsung ditanyakan kepada guru mengaji tersebut.

Keempat, komunikan atau penerima yaitu orang yang berperan menerima pesan yang disampaikan oleh

21 Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Ketiga (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2018), h. 29.

(42)

komunikator. Komunikan dalam penelitian ini adalah mahasantri yang menuntut ilmu di pesantren luhur sabilussalam.

Kelima, efek atau pengaruh yaitu usaha asatidz dalam memberikan motivasi kepada santri untuk terus mengaji.

Efek yang diinginkan oleh ustadz/asatidz yaitu santri diharapkan sadar akan pentingnya menuntut ilmu tanpa harus di paksa-paksa, dan pentingnya ilmu agama, agar kedepannya para santri di Pesantren Luhur Sabilussalam ini dapat menerapkan ilmunya di kehidupan sehari hari, dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

3. Tujuan dan Fungsi Komunikasi Antarpribadi

Dalam pelaksanaan proses komunikasi antarpribadi, komunikasi antarpribadi mempunyai beberapa tujuan yaitu:22

a. Menemukan Diri Sendiri

Salah satu tujuan komunikasi antarpribadi adalah menemukan personal atau pribadi. Bila kita terlibat dalam pertemuan antarpribadi dengan orang lain kita belajar banyak sekali tentang diri kita maupun orang lain.

Komunikasi antarpribadi memberikan kesempatan kepada kita untuk berbicara tentang apa yang kita sukai, atau mengenai diri kita. Adalah

22 Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 117.

(43)

sangat menarik dan mengasyikkan bila berdiskusi mengenai perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita sendiri. Dengan membicarakan diri kita dengan orang lain, kita memberikan sumber balikan yang luar biasa pada perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita.

b. Menemukan Dunia Luar

Hanya komunikasi antarpribadi menjadikan kita dapat memahami lebih banyak tentang diri kita dan orang lain yang berkomunikasi dengan kita. Banyak informasi yang kita ketahui datang dari komunikasi antarpribadi, meskipun banyak jumlah informasi yang datang kepada kita dari media massa hal itu seringkali didiskusikan dan akhirnya dipelajari atau didalami melalui interaksi antarpribadi.

c. Membentuk Dan Menjaga Hubungan Yang Penuh Arti

Salah satu keinginan orang yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan dengan orang lain. Banyak dari waktu kita pergunakan dalam komunikasi antarpribadi diabadikan untuk membentuk dan menjaga hubungan sosial dengan orang lain.

d. Berubah Sikap dan Tingkah Laku

Banyak waktu kita pergunakan untuk mengubah sikap dan tingkah laku orang lain dengan

(44)

pertemuan antarpribadi. Kita boleh menginginkan mereka memilih cara tertentu, misalnya mencoba diet yang baru, membeli barang tertentu, melihat film, menulis membaca buku, memasuki bidang tertentu dan percaya bahwa sesuatu itu benar atau salah.

e. Untuk Membantu Proses Penyembuhan

Ahli-ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi menggunakkan komunikasi antarpribadi dalam kegiatan profesional mereka untuk mengarahkan kliennya. Kita semua juga berfungsi membantu orang lain dalam interaksi antarpribadi kita sehari-hari.

Dapat disimpulkan dari tujuan yang telah disebutkan di atas bahwa pada dasarnya tujuan komunikasi antarpribadi untuk mencapai kedekatan dalam berkomunikasi sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima oleh orang-orang di lingkungan sekitar kita.

Sedangkan fungsi komunikasi antarpribadi menurut Miller & Steinberg yang dikutip oleh Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem bahwa fungsi utama komunikasi adalah mengendalikan lingkungan guna memperoleh imbalan- imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi dan sosial. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa komunikasi insani atau human communication baik yang non-antarpribadi maupun antarpribadi

(45)

semuanya mengenai pengendalian lingkungan guna mendapatkan imbalan seperti dalam bentuk fisik, ekonomi dan sosial.23

Fungsi komunikasi lainnya menurut Dasrun Hidayat yaitu:24

1. Pembentukan konsep diri

Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Konsep diri kita yang paling dini umumnya dipengaruhi oleh keluarga dan orang- orang dekat lainnya di sekitar kita, temasuk kerabat.

2. Pernyataan eksistensi diri

Eksistensi bertujuan agar orang lain mengetahui dan mengakui keberadaannya.

3. Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan dan memperoleh kebahagiaan.

Sejatinya, dapat disimpulkan bahwa fungsi komunikasi antarpribadi tidak hanya sebatas mengenai proses pertukaran pesan saja, tetapi juga untuk mendapatkan respon. Adanya respon merupakan syarat efektifnya suatu proses

23 Budyatna dan Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi (Jakarta:

Kencana, 2011), h. 27.

24 Hidayat, Komunikasi Antarpribadi dan Medianya (Yoyakarta:

Graha Ilmu, 2012), h. 24-28.

(46)

komunikasi. Dengan respon tersebut diharapkan dapat tecapai tujuan komunikasi sesuai yang diharapkan.

4. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi

dalam mendeskripsikan karakteristik komunikasi antarpribadi menyatakan bahwa, terdapat lima karakteristik komunikasi antarpribadi yaitu:25

1. keterbukaan (openness)

Keterbukaan atau openness adalah suatu sikap dimana tidak ada perasaan tertekan ketika melakukan kegiatan komunikasi yang ditandai dengan kesediaan untuk jujur dalam menyampaikan apa yang sedang dirasakan dan sedang dipikirkan.

2. Empati

Empati, adalah suatu sikap ikut merasakan apa yang dirasakan oleh lawan bicara, yang ditandai dengan kesediaan mendengarkan dengan sepenuh hati, merespon secara tepat setiap perilaku yang muncul dalam kegiatan komunikasi.

3. Dukungan

Dukungan yaitu suatu sikap memberikan respon balikan terhadap apa yang

25 Hidayat, Komunikasi Antarpribadi dan Medianya (Yoyakarta:

Graha Ilmu, 2012), h. 44-49.

(47)

dikemukakan dalam kegiatan komunikasi, sehingga dalam kegiatan komunikasi terjadi pola dua arah.

4. Rasa Positif (positiveness)

Rasa positif, adalah suatu perasaaan memandang orang lain dalam kegiatan komunikasi sebagai manusia. Hal ini ditandai dengan sikap tidak mudah men judge dalam setiap kegiatan interaksi dalam komunikasi.

5. Kesamaan (equality).

Kesamaan, adalah suatu kondisi dimana dalam kegiatan komunikasi terjadi posisi yang sama antara komunikan dankomunikator, tidak terjadi dominasi antara satu dengan yang lain.

hal ini ditandai arus pesan yang dua arah.

5. Faktor Penghambat dan Pendukung Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat mendukung atau malah menghambat keberhasilan komunikasi antarpribadi tersebut. Faktor pendukung dan penghambat komunikasi antarpribadi diuraikan sebagai berikut:

1. Faktor Penghambat

Setiap komunikasi selalu memiliki hambatan, begitupula dengan komunikasi antarpribadi, hambatan- hambatan ini dapat membuat proses komunikasi tidak

(48)

berjalan dengan lancer, berikut hambatan komunikasi antarpribadi: 26

1. Labelling, yaitu jika seseorang memberikan atribut mengenai sifat tertentu pada orang lain dengan berpendapat bahwa orang tersebut bertanggung jawab atas atribut itu.

2. Blame placing, yaitu menimpakan kesalahan pada orang lain.

3. Punctuating, yaitu menimpakan kesalahan pada orang lain dengan tidak berkesudahan.

4. Dichotomiying, yaitu menduakan alternatif dalam menilai diri sendiri atau menilai orang lain.

5. Assuming inflexibility, menganggap seseorang tidak fleksibel atau kaku.

Sedangkan menurut Suranto AW. Ada 9 faktor yang menjadi penghambatan efektifitas komunikasi antarpribadi yaitu27:

1. Kredibilitas komunikator rendah

Komunikator yang tidak berwibawa di hadapan komunikan, menyebabkan kurangnya perhatian komunikan terhadap komunikator.

2. Kurang memahami latar belakang sosial dan budaya

26 Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 56

27 Suranto, Komunikasi Antarpribadi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 86-87.

(49)

Nilai-nilai sosial budaya yang berlaku di suatu komunitas atau di masyarakat harus diperhatikan, sehingga komunikator dapat menyampaikan pesan dengan baik, tidak bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku. Sebaliknya, pihak- pihak yang berkomunikasi perlu menyesuaikan diri dengan kebiasaan yang berlaku.

3. Kurang memahami karakteristik komunikan

Karakteristik komunikan meliputi tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, dan sebagainya perlu dipahami oleh komunikator. Apabila komunikator kurang memahami, cara komunikasi yang dipilih mungkin tidak sesuai dengan karakteristik komunikan dan hal ini dapat menghambat komunikasi karena dapat menimbulkan kesalahpahaman.

4. Prasangka buruk

Prasangka negatif antara pihak-pihak yang terlibat komunikasi harus dihindari, karena dapat mendorong ke arah sikap apatis dan penolakan.

5. Verbalistis

Komunikasi yang hanya berupa penjelasan verbal berupa kata-kata saja akan membosankan dan mengaburkan komunikan dalam memahami makna pesan.

6. Komunikasi satu arah

(50)

Komunikasi berjalan satu arah, dari komunikator kepada komunikan terus-menerus dari awal sampai akhir menyebabkan hilangnya kesempatan komunikan untuk meminta penjelasan terhadap hal-hal yang belum dimengerti.

7. Tidak digunakan media yang tepat

Pilihan penggunaan media yang tidak tepat menyebabkan pesan yang disampaikan sukar dipahami oleh komunikan.

8. Perbedaan Bahasa

Perbedaan bahasa menyebabkan terjadinya perbedaan penafsiran terhadap simbol-simbol tertentu. Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dapat menjadi penghambat bila dua orang mendefinisikan kata, frasa, atau kalimat tertentu secara berbeda.

9. Perbedaan persepsi

Apabila pesan yang dikirim oleh komunikator dipersepsi sama oleh komunikan, maka keberhasilan komunikasi menjadi lebih baik.

Namun perbedaan latar belakang sosial budaya, seringkali mengakibatkan perbedaan persepsi, karena semakin besar perbedaan latar belakang budaya semakin besar pula pengalaman bersama.

Berdasarkan hambatan-hambatan komunikasi di atas, dapat di artikan bahwa dalam komunikasi

(51)

antarpribadi tidak selalu berjalan dengan lancar, terdapat berbagai permasalahan atau hambatan yang menyebabkan komunikasi tidak selalu berjalan dengan baik.

2. Faktor Pendukung

Dalam berkomunikasi juga terdapat faktor pendukung yang dapat memperngaruhi suatu hubungan komunikasi antarpribadi semakin erat, misalnya dari kualitas itu sendiri. Faktor pendukung tersebut antara lain :28

1. Percaya (trust), Percaya nerupakan faktor yang paling penting agar komunikasi antarpribadi dapat berjalan dengan efektif. Sikap percaya berkembang apabila setiap komunikan lainnya berlaku jujur. Terdapat 3 faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya yaitu menerima, empati dan kejujuran.

2. Sikap suportif, Sikap suportif merupakan sikap yang mengurangi sikap defensive dalam komunikasi. Komunikasi defensive dapat terjadi karena faktor-faktor personal seperti ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensive dan sebagainya atau faktor-faktor situasional.

28 Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), cet-27 h. 127-136.

(52)

3. Sikap terbuka, Sikap terbuka juga sangat berpengaruh dalam komunikasi antarpribadi.

Untuk memahami sikap terbuka, terlebih dahulu harus mengidentifikasi orang dogmatis.

Karena lawan dari sikap terbuka adalah sikap dogmatisme.

Menurut Suranto ada beberapa faktor pendukung keberhasilan komunikasi dilihat dari sudut komunikator, komunikan, dan pesan, sebagai berikut :29 1. Komunikator memiliki kredibilitas/kewibawaan

yang tinggi, dayatarik fisik maupun nonfisik yang mengundang simpati, cerdas dalam menganalisis suatu kondisi, memiliki integritas/keterpaduan antara ucapan dan tindakan, dapat dipercaya, mampu memahami situasi lingkungan kerja, mampu mengendalikan emosi, memahami kondisi psikologis komunikan, bersikap supel, ramah, dan tegas, serta mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat dimana ia berbicara.

2. Komunikan memiliki pengalaman yang luas, memiliki kecerdasan, menerima dan mencerna pesan, bersikap ramah, supel dan pandai bergaul, memahami dengan siapa ia berbicara, bersikap bersahabat dengan komunikator.

29 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011) hal. 15-18

(53)

3. Pesan komunikasi dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, disampaikan secara jelas sesuai kondisi dan situasi, lambang- lambang yang digunakan dapat dipahami oleh komunikator dan komunikan, dan tidak menimbulkan multi interpretasi/penafsiran yang berlainan.

B. Tinjauan Ustadz/Guru Mengaji 1. Definisi Ustadz/Guru Mengaji

Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut

dengan “murobbi, mu‟allim, mu‟addib” yang ketiga nama tersebut mempunyai arti penggunaan tersendiri menurut peristilahan yang dipakai dalam “pendidikan dalam konteks Islam”. Di samping itu, istilah pendidik kadang kala disebut melalui gelarnya, seperti istilah “Al-Ustadz dan Asy- Syaikh”.30

Seorang pendidik tidak hanya mentransfer keilmuan (knowledge), tetapi juga mentransformasikan nilai-nilai (value) pada anak didik. Untuk itu, guna merealisasikan tujuan pendidikan, manusia sebagai khalifah yang punya tanggung jawab mengantarkan manusia ke arah tujuan tersebut, cara yang ditempuh yaitu menjadikan sifat-sifat

30 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya), (Bandung:

Trigenda Karya, 1993). hal. 167

(54)

Allah sebagai bagian dari pribadinya.31 Manusia selaku cendekiawan dan intelektual muslim dituntut untuk mengembangkan serta menempuh dengan berbagai jalan untuk melestarikan misi tersebut. Dalam kaitan pendidikan, misi tersebut dapat dilakukan dalam proses belajar mengajar, yang satu pihak menjadi pendidik dan dipihak lainnya menjadi anak didik.

Para pendidik memperoleh keutamaan karena Rasulullah SAW, adalah pimpinan mereka dan orang pertama yang membawa panji pembebasan dari kebodohan dan kesesatan.32

Kiai atau Ustaz di pesantren bisa menempatkan diri dalam dua karakter, yaitu sebagai model dan sebagai terapis.

Sebagai model, Kiai atau Ustaz adalah panutan dalam setiap tingkah-laku dan tindak tanduknya. Sebagai terapis, Kiai dan Ustaz memiliki pengaruh terhadap kepribadian dan tingkah laku sosial santri. Semakin intensif seorang ustadz terlibat dengan santrinya semakin besar pengaruh yang bisa diberikan. Ustaz bisa menjadi agen kekuatan dalam mengubah perilaku dari yang tidak diinginkan menjadi perilaku tertentu yang diinginkan. Dan juga seorang santri semestinya senantiasa mengikuti atau menuruti atas apa

31 Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), hal. 83-84

32 Sholihat, (ed.), Muhammad Ajaj Al-Khatib, Hadits Nabi Sebelum Dibukukan, terj. AH. Akrom Fahmi, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hal. 64

(55)

yang di perintahkan oleh ustaz. Ustaz adalah orang tua anak didik ketika di Pesantren. Semua prilaku ustadz yang baik maupun buruk akan dicontoh oleh anak didiknya. Anak didik lebih banyak menilai apa yang ustadz lakukan dalam pergaulan di sekolah dan di masyarakat dari pada apa yang ustadz katakan. Akan tetapi baik perkataan ataupun yang dilakukan, keduanya menjadi penilaian bagi anak didik.

Sehingga apa yang ustadz katakan harus pula ustadz praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.33

Dari uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar sosok pengajar atau ustadz sangat dibutuhkan, sebab jika tidak ada ustadz kegiatan belajar mengajar tidak akan dapat terlaksana dengan baik. Istilah ustadz yang disandang seseorang memberikan gambaran bahwa orang tersebut memiliki ilmu, ilmu yang diharapkan dapat dimanfaatkan ataupun untuk dibagikan kepada orang lain melalui kegiatan belajar mengajar/mengaji.

2. Syarat Ustadz

Dilihat dari ilmu pendidikan Islam, maka secara umum untuk menjadi ustad yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya, di antaranya:

1. Takwa kepada Allah SWT.

33 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 31

(56)

Sesuai dengan tujuan Ilmu Pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak agar bertakwa kepada Allah SWT, jika ia sendiri tidak bertakwa kepada-Nya.

2. Berilmu

Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukan untuk suatu jabatan.

3. Sehat jasmani

Seorang ustadz yang berpenyakitan biasanya kurang bergairah untuk mengajar, jelas sekali ustadz yang sakit- sakit kerapkali terpaksa absen dan tentunya merugikan anak didiknya/santrinya.

4. Berkelakuan baik

Di antara tujuan pendidikan adalah membentuk akhlak baik pada anak dan ini hanya mungkin jika ustadz itu berakhlak baik pula. Ustadz yang tidak berakhlak baik tidak mungkin dipercayakan pekerjaan mendidik. Yang dimaksud dengan akhlak baik dalam Ilmu Pendidikan Islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti dicontohkan oleh pendidik utama yaitu Muhammad SAW. Di antara akhlak ustadz tersebut adalah :

1. Mencintai jabatannya sebagai ustadz.

2. Bersikap adil terhadap semua anak didiknya.

3. Berlaku sabar dan tenang.

Gambar

Gambar  1  Hirarki  Kebutuhan  Menurut  Abraham  H.
Tabel 3.1 Para pendiri Yayasan Sabilussalam

Referensi

Dokumen terkait

Jadi intinya dalam hal ini adalah kita harus memperhatikan etika, baik itu mengambil, menggunakan, dan mempublikasikan data dan informasi ke dalam dunia internet seperti

Kebiasaan rekrutmen pada masa lalu yang dianggap sudah baku dan dilakukan berulang-ulang akan mampuh meningkatkan keahlian seorang perekrut dalam menilai calon

• Dari tulisannya tersebut kita melihat bahwa pada awal abad pertama setelah masehi, Pliny berhasil mengidentifikasi adanya bahaya debu di tempat kerja dan menuliskan

Animal biology learning application for Android is an application that displays a variety of information about the Animalia that exists in animal kingdom.. It is made for

Bidang PBB & BPHTB Bidang Pajak Daerah & Pendapatan Lain- lain Subbag Umum & Kepegawaian Bidang Anggaran UPT Bidang Akuntansi & Perbendaharaan Seksi

Dalam penelitian terdahulu, yang dilakukan oleh Hidayat dkk (2016) menunjukan hasil bahwa CSR berpengaruh positif signifikan terhadap ETR sebagai proxy tax avoidance

Referring to the functions F and G in the preceding section, old-time Lispers would say ‘‘the symbol A is bound to 3 by F.’’ This is not proper language if you are speaking

GAMBAR A-11 : Lampu Halogen (1000 W) pada Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi.. GAMBAR A-12 : Memasukan Metanol kedalam