• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.7 Analisis Data

a. Analisis Uniavariat

Analisis univariat merupakan suatu analisis untuk mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti. Analisis yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi masing-masing variabel, yaitu keluhan kelelahan mata, perangkat kerja, karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja, dan karakteristik pekerja.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen pada penelitian ini terdiri dari jarak monitor, alat pelindung mata, istirahat mata, tingkat pencahayaan, usia, jenis kelamin, dan kelainan refraksi mata, serta variabel dependen, yaitu keluhan kelelahan mata. Analisis menggunakan uji statistik Chi-Square (X2) dengan α = 0,05. Jika PValue ≤ 0,05 artinya secara statistik terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, sedangkan jika PValue > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Rumus Chi-Square yang digunakan adalah:

X2 = (O − E)2 E Keterangan:

X2 = Chi-Square O = efek yang diamati E = efek yang diharapkan

c. Analisis Multivariat

Analisis multivariat merupakan analisis yang menghubungkan beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen dalam waktu bersamaan. Pada penelitian ini, analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik berganda karena variabel dependen berupa data kategorik. Uji regresi logistik berganda yang digunakan adalah uji logistik berganda dengan pemodelan prediksi.

Model prediksi ini merupakan proses yang bertujuan untuk memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap tepat untuk memprediksi variasi yang terjadi pada variabel dependen (Amran, 2012).

Langkah awal untuk melakukan analisis multivariat adalah dengan melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen. Apabila hasil uji bivariat mempunyai nilai p <

0,25, maka variabel tersebut dapat masuk analisis multivariat. Langkah selanjutnya adalah pembuatan model untuk menentukan variabel independen yang paling berpengaruh dengan variabel dependen.

Pembuatan model faktor penentu ini dilakukan menggunakan analisis regresi logistik berganda. Apabila hasil uji menunjukkan terdapat variabel yang memiliki nilai PValue > 0,05, maka variabel tersebut harus dikeluarkan dari pemodelan. Uji logistik berganda dilakukan secara bertahap hingga tidak terdapat variabel yang memiliki PValue > 0,05.

Setelah itu, dilakukan uji interaksi yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antar variabel independen. Apabila nilai PValue

< 0,05 berarti terdapat interaksi antar variabel independen tersebut, begitupun sebaliknya. Apabila terdapat interaksi, maka pemodelan akhir yang digunakan adalah pemodelan multivariat dengan interaksi. Apabila tidak terdapat interaksi, maka pemodelan akhir yang digunakan adalah pemodelan multivariat tanpa interaksi.

75 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

PT. AM didirikan pada tahun 2002. AM melayani jutaan anggota dengan berbagai layanan yang komprehensif yang mencakup layanan manajemen Klaim Kesehatan, Manajemen Risiko Kesehatan (Health Risk Management), Sistem Informasi Kesehatan dan layanan Bantuan Darurat.

Sebagai perusahaan berbasis teknologi, layanan di AM selalu didukung dengan teknologi terkini. Infrastruktur jaringan EDC AM mencakup ribuan penyedia layanan kesehatan di seluruh Indonesia dan negara-negara tetangga.

Klien AM terdiri dari perusahaan asuransi di Indonesia, perusahaan dengan pengelolaan kesehatan karyawan mandiri (self-healthcare-managed), perusahaan TPA dan juga Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sejak berdiri pada tahun 2002 hingga sekarang, layanan inti dari AM adalah Business Process Outsourcing di industri kesehatan yang biasa disebut Third Party Administrator (TPA) yang mengelola klaim jaminan kesehatan.

TPA adalah perusahaan atau pihak yang menyediakan layanan atas nama perusahaan lain untuk mengelola fungsi-fungsi tertentu yang tidak menjadi bisnis inti mereka. Di sektor Asuransi Kesehatan, TPA memberikan pelayanan kepada pemegang polis dari Perusahaan Asuransi dengan menyediakan layanan yang meliputi penerbitan identitas keanggotaan, memfasilitasi pengobatan rawat jalan, memfasilitasi rawat inap dan administrasi klaim yang disesuaikan dengan kontrak polis yang bersangkutan.

AM menggunakan terminal EDC untuk menangkap informasi klaim di provider. Jaringan provider AM yang dimaksud adalah rumah sakit atau klinik yang memiliki kontrak dengan AM untuk memberikan pelayanan kesehatan cashless. Proses administrasi jaminan kesehatan AM didukung oleh sebuah sistem terpadu untuk mengelola, memantau dan melakukan proses klaim secara online dan realtime.

PT. AM memiliki visi menjadi penyedia layanan administrasi jaminan kesehatan terbesar di regional. Misi yang dimiliki oleh PT. AM, yaitu menjadi mitra jaminan kesehatan terbaik yang memberikan nilai yang maksimum kepada para stakeholder. Obyektif PT. AM adalah Menjadi pemimpin pasar dengan menyediakan layanan administrasi kesehatan terpadu untuk sektor swasta dan publik.

Untuk mencapai visi, misi, dan obyektif perusahaan, Call Center berperan penting di perusahaan ini. Call Center bertugas mengidentifikasi dan mengambil semua informasi yang relevan tentang peserta dari database perusahaan dari setiap panggilan telepon. Dalam melakukan layanan ini, pekerja sangat bergantung pada komputer dengan pemakaian waktu yang lama dan terus menerus, yaitu selama 8 jam kerja/hari. Setiap ruangan di Call Center PT. AM sudah menggunakan Air Conditioner (AC) yang diatur secara sentral sehingga temperatur di setiap ruangan relatif sama, yaitu 21ºC.

5.2. Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

Keluhan kelelahan mata merupakan keluhan gangguan kesehatan mata akibat penggunaan otot mata secara berlebihan yang dirasakan pekerja yang sebelumnya telah dilakukan screening, dinyatakan sehat, dan bebas dari gejala oleh peneliti. Seseorang dapat dikatakan mengalami keluhan kelelahan mata apabila orang tersebut mengalami minimal 2 gejala atau lebih. Gejala-gejala keluhan tersebut dapat berupa mata tegang (mata sakit atau mata lelah), sakit kepala, pandangan kabur saat melihat dekat, fokus mata berubah perlahan, pandangan kabur saat melihat jauh setelah melakukan pekerjaan dengan jarak dekat, sensitif terhadap cahaya, iritasi mata (mata perih, mata kering, mata merah), lensa kontak tidak nyaman, sakit pada leher dan bahu, dan sakit pada punggung.

Untuk mengetahui gambaran keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016 dilakukan penyebaran kuesioner pada pekerja. Analisis univariat gambaran keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

Variabel Kategori Jumlah

(N) (%)

Berdasarkan Tabel 5.1, didapatkan hasil bahwa sebagian besar pekerja mengalami keluhan kelelehan mata. Jenis keluhan yang dirasakan bervariasi.

Dari 170 pekerja, yang mengalami keluhan kelelahan mata adalah sebanyak 157 orang (92,4%), sedangkan pekerja yang tidak mengalami keluhan kelalahan mata adalah sebanyak 13 orang (7,6%).

Distribusi jenis keluhan kelelahan mata yang dikeluhkan oleh pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016 dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1

Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

Berdasarkan Gambar 5.1, diketahui jenis keluhan kelelahan mata yang paling banyak dikeluhkan oleh pekerja adalah berupa sakit pada leher dan bahu, yaitu sebesar 74,1%, sedangkan jenis keluhan kelelahan mata yang paling sedikit dikeluhkan oleh pekerja adalah lensa kontak tidak nyaman, yaitu sebesar 15,3%. Jenis keluhan lainnya yang paling banyak dikeluhkan adalah sakit pada punggung sebesar 71,2% dan mata tegang (mata sakit atau mata lelah) sebesar 70%. Dari data yang ada, diketahui bahwa keluhan bukan

70

Mata Tegang (Mata Sakit atau Mata Lelah) Sakit Kepala Pandangan Kabur Saat Melihat Dekat Fokus Mata Berubah Perlahan Pandangan Kabur Saat Melihat Jauh Sensitif Terhadap Cahaya Iritasi Mata (Mata Perih, Mata Kering, Mata Merah) Kontak Lensa Tidak Nyaman Sakit pada Leher dan Bahu Sakit pada Punggung

Persentase (%)

hanya terletak pada bagian mata saja. Keluhan justru paling banyak terjadi pada bagian leher, bahu, dan punggung. Hal ini dapat disebabkan karena adanya kontraksi otot yang tidak beraturan, disertai dengan berkurangnya aliran darah, menimbulkan kekurangan oksigen, merangsang saraf sekitar untuk mengirimkan sinyal rasa sakit.

5.3. Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT.

AM Tahun 2016

Berdasakan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner dan pengukuran langsung, didapatkan bahwa gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut :

Tabel 5.2

Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna

Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

No Varibel Kategori Jumlah

No Varibel Kategori Jumlah

1. Variabel Jarak Monitor

Jarak pandang mata dengan monitor yang salah dapat mengakibatkan mata cepat lelah dan sakit. Pada penelitian ini, distribusi frekuensi berdasarkan variabel jarak monitor diperoleh dengan pengukuran langsung pada sampel menggunakan instrumen mistar dengan kategori pekerja yang bekerja dengan jarak monitor tidak ideal (< 50 cm) dan jarak monitor ideal (≥ 50 cm). Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.2, diketahui bahwa pekerja dengan jarak monitor yang tidak ideal (< 50 cm) adalah sebanyak 9 orang (5,3%), sedangkan pekerja dengan jarak monitor ideal (≥ 50 cm) adalah sebanyak 161 orang (94,7%).

2. Variabel Alat Pelindung Mata

Seiring dengan meningkatnya aktivitas di depan komputer membuat mata semakin lelah dan kering, sehingga alat pelindung mata dibutuhkan untuk mengurangi kejadian keluhan kelelahan mata tersebut. Pada penelitian ini, distribusi frekuensi berdasarkan variabel alat pelindung mata diperoleh dengan penyebaran kuesioner kepada para pekerja dengan

kategori pekerja yang bekerja dengan menggunakan dan tidak menggunakan alat pelindung mata. Alat pelindung mata yang dimaksud dapat berupa kacamata khusus anti radiasi ataupun kontak lensa berbahan silikon hydrogel. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.2, diketahui bahwa pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung mata, yaitu sebanyak 137 orang (80,6%), sedangkan pekerja yang menggunakan alat pelindung mata, yaitu sebanyak 33 orang (19,4%).

3. Istirahat Mata

Istirahat mata harus dilakukan salah satunya dikarenakan keluhan kelelahan mata dapat timbul saat aliran air mata ke mata berkurang yang disebabkan oleh besarnya refleksi atau silaunya layar komputer. Pada penelitian ini, distribusi frekuensi berdasarkan variabel istirahat mata diperoleh dengan penyebaran kuesioner kepada para pekerja dengan kategori pekerja yang tidak cukup dan cukup mengistirahatkan matanya.

Pekerja dikatakan tidak cukup mengistirahatkan matanya jika berpaling dari layar komputer dan melihat jauh, diikuti dengan mengedipkan mata cepat selama beberapa detik setiap >10-20 menit dan/atau berdiri, bergerak, dan melakukan sesuatu yang lain selain menggunakan komputer setiap >30-60 menit dan/atau latihan cepat peregangan otot setiap >1-2 jam. Lalu dikatakan cukup mengistirahatkan matanya jika berpaling dari layar komputer dan melihat jauh, diikuti dengan mengedipkan mata cepat selama beberapa detik setiap 10-20 menit dan/atau berdiri, bergerak, dan melakukan sesuatu yang lain selain menggunakan komputer setiap 30-60 menit dan/atau latihan cepat peregangan otot setiap 1-2 jam. Berdasarkan

hasil penelitian pada Tabel 5.2, diketahui bahwa pekerja yang tidak cukup mengistirahatkan matanya adalah sebanyak 56 orang (32,9%), sedangkan pekerja yang cukup mengistirahatkan matanya adalah sebanyak 114 orang (67,1%).

4. Tingkat Pencahayaan

Pencahayaan yang sesuai dapat mencegah terjadinya keluhan kelelahan mata, sedangkan pencahayaan yang kurang baik dapat menimbulkan kelelahan mata namun, bukan penyakit mata. Pada penelitian ini, distribusi frekuensi berdasarkan variabel tingkat pencahayaan diperoleh dengan pengukuran langsung dengan instrumen Lux Meter pada meja kerja dengan kategori tingkat pencahayaan tidak standar (< 315 atau > 385 lux) dan standar (315-385 lux). Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.2 diketahui bahwa terdapat 149 meja kerja (87,6%) dengan tingkat pencahayaan yang tidak memenuhi standar, sedangkan hanya terdapat 21 meja kerja (12,4%) dengan tingkat pencahayaan yang telah memenuhi standar.

5. Usia

Distribusi frekuensi berdasarkan variabel usia diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada para pekerja dengan kategori pekerja dengan usia berisiko (≥ 45 tahun) dan pekerja dengan usia tidak berisiko (< 45 tahun). Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.2, diketahui bahwa seluruh pekerja (100%) berusia di bawah 45 tahun atau masuk ke dalam kategori usia tidak berisiko dengan rata-rata usia pekerja adalah 26,7.

Variabel ini bersifat homogen, sehingga tidak dilakukan analisis lebih lanjut atau tidak dibivariatkan.

6. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko keluhan kelelahan mata atau CVS. Kelelahan mata ini lebih berisiko dan lebih sering terjadi pada perempuan. Pada penelitian ini, distribusi frekuensi berdasarkan variabel jenis kelamin diperoleh dengan penyebaran kuesioner dan observasi langsung kepada para pekerja dengan kategori pekerja berjenis kelamin perempuan dan laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.2, diketahui bahwa terdapat pekerja berjenis kelamin perempuan sebanyak 150 orang (88,2%), sedangkan pekerja berjenis kelamin laki-laki sebanyak 20 orang (11,8%).

7. Kelainan Refraksi Mata

Kelainan refraksi mata dapat menyebabkan kelelahan mata dan memperberat ketegangan pada mata, leher, dan bahu karena mata terus menerus berakomodasi untuk dapat melihat subjek yang lebih jelas. Pada penelitian ini, distribusi frekuensi berdasarkan variabel kelainan refraksi mata diperoleh dengan pemeriksaan langsung dengan Snellen Chart kepada para pekerja dengan kategori pekerja memiliki dan tidak memiliki kelainan refraksi mata. Kelainan refraksi mata merupakan ada atau tidaknya gangguan mata yang berupa gangguan penglihatan, sehingga penglihatan menjadi kabur, seperti miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), astigmatisme, dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.2, diketahui bahwa terdapat pekerja yang mengalami

kelainan refraksi mata sebanyak 93 orang (54,7%), sedangkan pekerja yang tidak mengalami kelainan refraksi mata sebanyak 77 orang (45,3%).

5.4. Hubungan antara Variabel Independen dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (jarak monitor, alat pelindung mata, istirahat mata, tingkat pencahayaan, usia, jenis kelamin, dan kelainan refraksi mata) dengan variabel dependen (keluhan kelelahan mata) pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM Tahun 2014, dilakukan analisis bivariat dengan metode statistik uji Chi- Square. Berikut hasil uji untuk masing-masing variabel.

Tabel 5.3

Analisis Hubungan antara Variabel Independen dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM

Tahun 2016

No Variabel Hasil Ukur

pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016 Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui bahwa dari 9 pekerja yang bekerja dengan jarak yang tidak ideal (< 50 cm) terhadap komputer, seluruhnya mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja yang bekerja dengan jarak ideal (≥ 50 cm) terhadap komputer juga sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata, yaitu sebanyak 148 pekerja (91,9%). Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square, diketahui bahwa PValue = 1 atau (p > 0,05) sehingga pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata.

2. Hubungan antara Alat Pelindung Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui bahwa pekerja yang tidak menggunakan maupun yang menggunakan alat pelindung mata, sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung dan mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 125 pekerja (91,2%), sedangkan pekerja yang menggunakan alat pelindung dan mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 32 (97%).

Dari hasil uji statistik Chi-Square, diketahui bahwa pada derajat kemaknaan 5%, tidak ada hubungan signifikan antara alat pelindung mata dengan keluhan kelelahan mata, dimana PValue = 0,467 atau (p > 0,05).

3. Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui bahwa baik pekerja yang tidak cukup maupun cukup mengistirahatkan matanya, sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata. Terdapat 53 pekerja (94,6%) yang tidak cukup mengistirahatkan matanya dan mengalami keluhan kelelahan mata. Lalu, terdapat 104 pekerja (91,2%) yang mengistirahatkan matanya dengan cukup dan tetap mengalami keluhan kelelahan mata. Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square, diketahui bahwa pada α = 5%, istirahat mata tidak memiliki hubungan yang signifikan (p > 0,05) dengan kejadian keluhan kelelahan mata, PValue = 0,549.

4. Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 5.3, dapat diketahui bahwa pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan yang tidak standar sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata, yaitu sebanyak 142 pekerja (95,3%). Bahkan pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan standar juga seluruhnya mengalami keluhan kelelahan mata. Berdasarkan hasil uji Chi-Square, diketahui bahwa pada α = 5%, ada hubungan yang signifikan (p > 0,05) antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata, PValue = 0,002.

5. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui bahwa hampir seluruh pekerja berjenis kelamin perempuan dan laki – laki mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja berjenis kelamin perempuan yang mengalami keluhan kelelahan mata, yaitu sebanyak 140 pekerja (93,3%), sedangkan terdapat 17 pekerja (85%) berjenis kelamin laki – laki yang mengalami keluhan kelelahan mata. Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square, diketahui bahwa pada derajat kemaknaan 5%, antara jenis kelamin dan keluhan kelelahan mata, tidak ada hubungan yang signifikan, PValue = 0,184 (p >

0,05).

6. Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT.

AM Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 5.3, dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerja, baik pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata maupun tidak, keduanya mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata dan mengalami keluhan kelelahan mata berjumlah 91 orang (97,8%). Sebanyak 66 pekerja (85,7%) juga mengalami keluhan kelelahan mata meskipun tidak memiliki kelainan refraksi mata.

Berdasarkan hasil uji Chi-Square, diketahui bahwa pada derajat kemaknaan 5%, ada hubungan signifikan (p < 0,05) antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata, PValue = 0,007.

5.5. Faktor Paling Dominan yang Berpengaruh dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

Untuk mengetahui faktor paling dominan yang berpengaruh dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT.

AM Tahun 2014, dilakukan analisis multivariat dengan metode statistik uji Regresi Logistik Berganda dengan model prediksi. Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Seleksi Kandidat Model Analisis Multivariat

Seleksi kandidat model analisis multivariat dilakukan dengan cara melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen

dengan variabel dependen. Apabila hasil analisis bivariat mempunyai nilai p < 0,25, maka variabel tersebut dapat masuk analisis multivariat dan sebaliknya. Hasil analisis bivariat antar variabel independen dan variabel dependen adalah sebagai berikut.

Tabel 5.4

Hasil Analisis Bivariat antar Variabel Independen dan Variabel Dependen

Variabel PValue

Jenis Kelamin 0,184

Tingkat Pencahayaan 0,002

Kelainan Refraksi Mata 0,007

Berdasarkan Tabel 5.4, diketahui bahwa hanya terdapat tiga variabel yang memiliki nilai PValue < 0,25. Dengan demikian hanya ketiga variabel tersebut yang dapat menjadi kandidat model dalam analisis multivariat.

2. Pembuatan Model Faktor Paling Dominan yang Berpengaruh dengan Keluhan Kelelahan Mata

Pada tahap ini, dilakukan analisis multivariat yang bertujuan untuk mendapatkan model yang dianggap tepat untuk memprediksi variasi yang terjadi pada faktor dependen yaitu keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016. Analisis multivariat yang dilakukan adalah uji regresi linier berganda model prediksi. Apabila hasil uji menunjukkan terdapat variabel yang memiliki nilai PValue > 0,05, maka variabel tersebut harus dikeluarkan dari pemodelan. Uji logistik berganda dilakukan secara bertahap sesuai dengan nilai probabilitas variabel tertinggi. Setelah variabel tersebut dikeluarkan, uji kembali dilakukan hingga tidak terdapat variabel yang memiliki PValue > 0,05. Hasil pembuatan model faktor paling dominan adalah sebagai berikut.

Tabel 5.5

Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Berganda antara Variabel Independen dan Variabel Dependen

Variabel PValue

Model 1 Model 2

Jenis Kelamin 0,426 -

Tingkat Pencahayaan 0,001 0,001

Kelainan Refraksi Mata 0,014 0,011

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.5, diketahui bahwa terdapat dua variabel yang memiliki nilai pValue < 0,05, yaitu tingkat pencahayaan (0,001) dan kelainan refraksi mata (0,011). Hasil ini menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut memiliki hubungan yang signifikan terhadap keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016. Hasil pembuatan model faktor paling dominan adalah sebagai berikut.

Tabel 5.6

Hasil Analisis Multivariat Pembuatan Model antara Tingkat Pencahayaan dan Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center

PT. AM Tahun 2016 selanjutnya adalah memeriksa apakah terdapat interaksi antar variabel independen dalam model dengan cara melakukan uji interaksi. Uji interaksi dilakukan pada variabel independen yang diduga secara substansi

terdapat interaksi di dalam model multivariat tersebut. Apabila nilai PValue

< 0,05 berarti terdapat interaksi antar variabel independen tersebut, begitupun sebaliknya. Apabila terdapat interaksi, maka pemodelan akhir yang digunakan adalah pemodelan multivariat dengan interaksi. Apabila tidak terdapat interaksi, maka pemodelan akhir yang digunakan adalah pemodelan multivariat tanpa interaksi.

Berdasarkan hasil uji, hanya terdapat dua variabel yang masuk ke dalam model untuk analisis multivariat. maka kedua variabel tersebut, yaitu tingkat pencahayaan dan kelainan refraksi mata akan dilakukan uji interaksi. Hasil uji interaksi adalah sebagai berikut.

Tabel 5.7

Hasil Uji Interaksi antara Tingkat pencahayaan dan Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja

Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016

Interaksi PValue

Kelainan Refraksi Mata*Tingkat

pencahayaan 0,915

Dari hasil uji interaksi pada Tabel 5.7, diketahui bahwa tidak terlihat adanya interaksi antara kedua variabel tersebut (PValue > 0,05). Maka, model akhir faktor paling dominan keluhan kelelahan mata pada pekerja

Dari hasil uji interaksi pada Tabel 5.7, diketahui bahwa tidak terlihat adanya interaksi antara kedua variabel tersebut (PValue > 0,05). Maka, model akhir faktor paling dominan keluhan kelelahan mata pada pekerja