• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL

6.2 Keluhan Kelelahan Mata

Kelelahan mata dikenal sebagai tegang mata atau astenopia, yaitu kelelahan ocular atau ketegangan pada organ visual dimana terjadi gangguan pada mata dan sakit kepala berhubungan dengan penggunaan mata secara intensif (Hanum, 2008). Menurut Ilmu Kedokteran, kelelahan mata adalah gejala yang diakibatkan oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan.

Kelelahan mata banyak diderita oleh orang yang menggunakan komputer dalam waktu lama (Santoso dan Widajati, 2011). Banyak membaca juga dapat menimbulkan kelelahan pada mata. Lelah pada mata bukan saja timbul karena huruf yang kecil, melainkan dapat juga disebabkan oleh cahaya yang kurang atau tidak baik dalam meletakkan lampu, salah memilih lampu, perbandingan pencahayaan antara latar dan objek yang tidak seimbang, atau warna-warna yang menyilaukan (Akbar dan Hawadi, 2011).

Hasil penelitian yang dilakukan di Call Center PT. AM tahun 2016 menunjukkan bahwa dari 170 pekerja yang diteliti, diketahui sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata. Dari sepuluh keluhan yang disebutkan oleh Sheedy dan Shaw-McMinn (2003), jenis keluhan kelelahan mata yang paling banyak dikeluhkan oleh pekerja adalah sakit pada leher dan bahu. Hasil pada penelitian ini juga dapat menggambarkan keluhan-keluhan yang umumnya terjadi pada penderita CVS menurut AOA (2017), dimana mata tegang sebesar 70%, sakit kepala sebesar 64,7%, penglihatan kabur sebesar 47,6-57,1%, mata kering sebesar 45,3%, sakit leher dan bahu sebesar 74,1%.

Keluhan-keluhan tersebut dapat disebabkan oleh pencahayaan yang buruk, tidak adanya filter screen, jarak pandang yang tidak sesuai, postur duduk yang buruk, kelainan refraksi mata yang tidak terkoreksi, dan kombinasi dari berbagai faktor (AOA, 2017).

Namun, keluhan-keluhan yang disebutkan oleh Sheedy dan Shaw-McMinn (2003) maupun AOA (2017) tidak dijelaskan apakah ada hubungan atau tingkat keparahan antara keluhan yang satu dengan keluhan lainnya.

Menurut Mario (2015), ketika bekerja terlalu lama di depan komputer akan membuat syaraf pada mata menjadi tegang sehingga bisa memicu munculnya sakit kepala. Dari sini, dapat diketahui bahwa keluhan mata tegang lebih dulu terjadi sebelum seseorang mengalami sakit kepala. Menurut dr. Puspita Komala Sari dari website klikdokter, pada keluhan iritasi mata, keluhan mata kering lah yang menyebabkan terjadinya keluhan mata merah. Hal ini disebabkan karena ketika seseorang menatap layar komputer, kemampuan mata untuk berkedip akan berkurang menjadi setengahnya. Mata yang jarang mengedip menyebabkan terlalu banyak air mata yang menguap ke udara dan membuat mata menjadi kering serta iritasi, sehingga mata terlihat merah.

Keluhan mata kering pun mendahului terjadinya keluhan pandangan kabur.

Menurut ahli penyakit mata, penglihatan mata kabur bukan kondisi medis, melainkan gejala dari masalah yang mendasarinya, salah satunya adalah gangguan mata kering. Keluhan penglihatan kabur pun dapat menyebabkan gejala mata kabur lain, di antaranya sakit kepala, silau, mata lelah, mata merah, dan lain sebagainya.

Pada dasarnya, ketegangan kepala, mata, dan leher sering terjadi secara bersamaan. Ketegangan ini sering disebabkan oleh berbagai aktivitas yang memerlukan konsentrasi atau ketelitian dalam jangka waktu lama, salah satunya adalah pengoperasian komputer yang dilakukan terlebih pada kondisi yang tidak ideal. Berkonsentrasi selama berjam-jam, tanpa disadari akan memaksa kontraksi otot-otot kelopak mata, otot-otot penggerak luar bola mata, otot akomodasi (otot siliaris) di dalam bola mata, otot-otot wajah dan pelipis hingga mengalami kelelahan (fatique). Sakit kepala, kelelahan pada mata, rasa tidak nyaman di wajah dan kekakuan di area sekitar leher dapat terjadi akibat adanya kontraksi otot yang tidak beraturan, disertai dengan berkurangnya aliran darah, menimbulkan kekurangan oksigen, merangsang saraf sekitar untuk mengirimkan sinyal rasa sakit (Pardianto, 2015).

Berdasarkan analisis multivariat diketahui bahwa kelainan refraksi dan tingkat pencahayaan berpengaruh terhadap keluhan kelelahan mata. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa kelainan refraksi mata dapat memperberat ketegangan mataa, terutama jika kelainan refraksi tersebut tidak terkoreksi dengan tepat atau kacamata tidak digunakan sebagaimana mestinya (Pardianto, 2015). Pada penelitian ini diketahui dari 157 pekerja yang mengalami keluhan kelelahan mata, sebanyak 97,8% memiliki kelainan refraksi mata. Kelainan refraksi mata, seperti miopia, hiperopia, astigmatisma, dan presbiopia dapat menyebabkan kelelahan mata karena terus menerus berakomodasi untuk dapat melihat subjek yang lebih jelas (Roestjawati, 2007). Sebuah penelitian di Amerika Serikat menganjurkan untuk menghindari penggunaan lensa kontak atau kacamaat saat bekerja di

depan komputer. Penggunaan lensa kontak dan kacamata menyebabkan kelelahan mata akan lebih cepat terasa. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahman dan Sanip (2011). Penelitian tersebut juga menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara kejadian CVS pada pengguna dan bukan pengguna kacamata/ lensa kontak.

Selain kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan juga sangat berpengaruh dan merupakan faktor yang paling dominan dalam terjadinya keluhan kelelahan mata. Penerangan yang tidak didesain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja (Tarwaka, 2004). Pada penelitian ini diketahui dari 157 pekerja yang mengalami keluhan kelelahan mata, sebanyak 95,3% meja kerja memiliki pencahayaan yang tidak standar. Kurangnya pencahayaan dapat mengakibatkan kelelahan mata, sebab orang akan lebih mendekatkan matanya ke objek dengan tujuan memperbesar ukuran benda. Hal ini membuat proses akomodasi mata lebih dipaksa dan dapat menyebabkan penglihatan rangkap atau kabur (Notoatmodjo, 2003).

Dalam penelitian ini diketahui bahwa pekerja yang bekerja dengan jarak yang tidak ideal (< 50 cm), seluruhnya mengalami keluhan kelelahan mata dan yang bekerja dengan jarak ideal (≥ 50 cm) juga sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja yang tidak menggunakan maupun yang menggunakan alat pelindung mata, baik pekerja yang tidak cukup maupun cukup mengistirahatkan matanya, dan pekerja berjenis kelamin perempuan maupun laki – laki, sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata. Untuk tingkat pencahayaan, sebagian besar bekerja pada tingkat pencahayaan yang tidak standar dan mengalami keluhan kelelahan

mata. Bahkan pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan standar juga seluruhnya mengalami keluhan kelelahan mata. Dalam penelitian ini, seluruh responden berusia kurang dari 40 tahun dan sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kelelahan mata, yaitu pengaturan pencahayaan agar tidak terlalu tajam atau terlalu lemah, melihat ke layar secara keseluruhan, jangan terpaku pada huruf atau cursor, istirahatkan mata dengan mengedipkan mata dan melihat ke arah lain, gerakkan bagian-bagian dan otot-otot tubuh setiap setengah jam, letakkan komputer sedemikian rupa sehingga jarak mata ke layar kurang lebih 55 cm, hindari pantulan, posisikan layar monitor komputer berada di bawah level mata, bersihkan layar monitor untuk mengurangi muatan elektrostatik, dan istirahat setiap dua jam, karena setiap bekerja di depan komputer selama satu sampai dua setengah jam, mata perlu istirahat 10-20 menit (Soedarso, 2000).

Pada penelitian ini, pengukuran keluhan kelelahan mata hanya menggunakan kuesioner sehingga keluhan kelelahan mata yang terjadi bersifat subjektif. Peneliti selanjutnya disarankan dapat melakukan pengukuran keluhan kelelahan mata dengan metode lain sehingga lebih objektif, seperti Photostress Recovery Test, Flicker Fusion Eye Test, atau Tes Uji Waktu Reaksi. Dimana setiap metode memiliki kelebihan yang berbeda.

a. Photostress Recovery Test merupakan tes dengan teknis klinis sederhana dan berguna untuk berbagai diagnosis yang berbeda-beda.

b. Flicker Fusion Eye Test merupakan tes yang sering digunakan untuk tujuan penelitian dan juga diagnostik dalam praktek klinik.

c. Tes Uji Waktu Reaksi memiliki banyak metode yang dapat digunakan, seperti nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan, sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.

6.3. Faktor -Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata