• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016. Penelitian ini perlu dilakukan karena setiap harinya pekerja bekerja dengan menggunakan komputer sebagai alat bantu dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga pekerja memiliki risiko yang besar terhadap terjadinya kelelahan mata. Penelitian akan dilakukan pada bulan September sampai Oktober 2016. Sasaran penelitian ini adalah pekerja pengguna komputer di bagian Call Center PT. AM. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross sectional. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer yang diperoleh dengan cara pengisian kuesioner, observasi, pengukuran jarak monitor dan pencahayaan tempat kerja serta pemeriksaan kelainan refraksi mata dengan Snellen Chart sedangkan sumber data sekunder berupa data profil Call Center PT. AM beserta jumlah karyawan.

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelelahan Mata

Kelelahan mata menurut Ilmu Kedokteran adalah gejala yang diakibatkan oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan.

Kelelahan mata dikenal sebagai tegang mata atau astenopia, yaitu kelelahan ocular atau ketegangan pada organ visual dimana terjadi gangguan pada mata dan sakit kepala berhubungan dengan penggunaan mata secara intensif (Hanum, 2008).

Kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi penglihatan. Lelah penglihatan menggambarkan seluruh gejala-gejala yang terjadi sesudah stress berlebihan terhadap setiap fungsi mata, di antaranya adalah tegang otot siliaris yang berakomodasi saat memandang objek yang sangat kecil dan pada jarak yang sangat dekat dalam jangka waktu yang lama (Hanum, 2008).

Menurut Departemen Kesehatan, kelelahan mata dapat menyebabkan iritasi, seperti mata berair, dan kelopak mata berwarna merah. Penglihatan rangkap, sakit kepala, ketajaman mata merosot, dan kekuatan konvergensi serta akomodasi menurun (Depkes, 2003). Gejala-gejala tersebut diikuti oleh pegal di sekitar leher, bahu, dan punggung (Sheedy dan Shaw-McMinn, 2003).

Pada dasarnya, ketegangan kepala, mata, dan leher sering terjadi secara bersamaan. Ketegangan ini sering disebabkan oleh berbagai aktivitas yang memerlukan konsentrasi atau ketelitian dalam jangka waktu lama, salah satunya adalah pengoprasian komputer yang dilakukan terlebih pada kondisi yang tidak ideal. Berkonsentrasi selama berjam-jam, tanpa disadari akan memaksa kontraksi otot-otot kelopak mata, otot-otot penggerak luar bola mata, otot akomodasi (otot siliaris) di dalam bola mata, otot-otot wajah dan pelipis hingga mengalami kelelahan (fatique). Sakit kepala, kelelahan pada mata, rasa tidak nyaman di wajah dan kekakuan di area sekitar leher dapat terjadi akibat adanya kontraksi otot yang tidak beraturan, disertai dengan berkurangnya aliran darah, menimbulkan kekurangan oksigen, merangsang saraf sekitar untuk mengirimkan sinyal rasa sakit (Pardianto, 2015).

Walaupun kelelahan mata tidak menyebabkan kerusakan mata yang permanen namun, kelelahan mata dapat mengakibatkan aktivitas seseorang menjadi tidak produktif, kualitas kerja menurun, mudah membuat kesalahan, timbulnya keluhan tentang mata, bahkan mudah terjadinya kecelakaan (Akbar dan Hawadi, 2011).

Kelelahan mata banyak diderita oleh orang yang menggunakan komputer dalam waktu lama (Santoso dan Widajati, 2011). Banyak membaca juga dapat menimbulkan kelelahan pada mata. Lelah pada mata bukan saja timbul karena huruf yang kecil, melainkan dapat juga disebabkan oleh cahaya yang kurang atau tidak baik dalam meletakkan lampu, salah memilih lampu, perbandingan pencahayaan antara latar dan objek yang

tidak seimbang, atau warna-warna yang menyilaukan (Akbar dan Hawadi, 2011).

Gangguan penglihatan yang disebabkan karena penggunaan komputer oleh The American Optometric Association dinamakan Computer Vision Syndrom (CVS). Gejala yang paling umum terjadi terkait CVS adalah mata tegang, sakit kepala, pandangan buram, mata kering, dan sakit pada leher serta bahu. Gejala-gejala tersebut dapat disebabkan oleh pencahayaan yang buruk, tidak adanya filter screen, jarak pandang yang tidak sesuai, postur duduk yang buruk, kelainan refraksi mata yang tidak terkoreksi, dan kombinasi dari berbagai faktor (AOA, 2017). Sheedy dan Shaw-McMinn (2003) juga mengungkapkan bahwa CVS adalah suatu gejala yang dapat menyebabkan berbagai keluhan antara lain mata tegang (mata sakit atau mata lelah), sakit kepala, pandangan kabur saat melihat dekat, fokus mata berubah perlahan, pandangan kabur saat melihat jauh setelah melakukan pekerjaan dengan jarak dekat, sensitif terhadap cahaya, iritasi mata (mata perih, mata kering, mata merah), lensa kontak tidak nyaman, sakit pada leher dan bahu, serta punggung.

Salah satu cara yang paling mudah untuk mengetahui gejala CVS adalah mengamati / memperhatikan bahwa frekuensi kedipan mata berkurang ketika menatap layar komputer dibandingkan dengan sebelum menggunakan komputer. Apabila gejala-gejala tersebut diabaikan, bisa mengarah kepada gangguan mata yang serius. Dr. Masayuki Tatemichi, dari Toho University School of Medicine, Jepang, bersama timnya pernah melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa CVS bisa menjadi

glaukoma (kerusakan syaraf optik mata) yang dapat berujung kepada kebutaan (Koto, 2012).

Menurut Putra (2008), komputer dapat menyebabkan mata lelah karena pancaran radiasi elektromagnetik yang dihasilkan oleh layar komputer tersebut. Selain radiasi elektromagnetik, radiasi yang dihasilkan pada komputer dapat berupa sinar-X, sinar ultraviolet, dan gelombang mikro. Radiasi yang dihasilkan komputer tersebut dapat menimbulkan pengaruh jangka pendek bahkan jangka panjang bagi penggunanya.

Pengaruh jangka pendek dapat berupa mata menjadi berair dan lelah, mempengaruhi produktivitas hormon melatonin dalam tubuh, dan astenopia atau kelelahan mata. Pengaruh dalam jangka panjang dapat berupa katarak, dermatitis pada muka, iritasi kulit, epilepsi dan cacat bawaan pada bayi serta gangguan seksual, yaitu berkurangnya tingkat kesuburan baik bagi pria maupun wanita (Suhendi, 2013).

Selain itu, penyebab CVS adalah karena ada perbedaan antara huruf dan gambar di kertas biasa, dengan huruf dan gambar pada layar komputer.

Huruf dan gambar pada layar komputer tersusun atas titik-titik/pixels.

Sehingga, mata harus berakomodasi, dan terjadilah Eye Strain atau ketegangan pada mata. Pencahayaan ruangan yang kurang baik dan kurang sering berkedip dapat memperparah kondisi tersebut.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kelelahan mata, yaitu pengaturan pencahayaan agar tidak terlalu tajam atau terlalu lemah, melihat ke layar secara keseluruhan, jangan terpaku pada huruf atau cursor, istirahatkan mata dengan mengedipkan mata dan melihat ke arah

lain, gerakkan bagian-bagian dan otot-otot tubuh setiap setengah jam, letakkan komputer sedemikian rupa sehingga jarak mata ke layar kurang lebih 55 cm, hindari pantulan, posisikan layar monitor komputer berada di bawah level mata, bersihkan layar monitor untuk mengurangi muatan elektrostatik, dan istirahat setiap dua jam, karena setiap bekerja di depan komputer selama satu sampai dua setengah jam, mata perlu istirahat 10-20 menit (Soedarso, 2000).

2.1.1. Patofisiologis Kelelahan Mata

Kelelahan mata atau astenopia merupakan gangguan fungsi penglihatan dengan penyebab dan gejala-gejala yang majemuk yang melibatkan faktor fisik, fisiologis, psikologis, bahkan faktor sosial.

Astenopia adalah gejala-gejala yang diakibatkan oleh adanya upaya berlebihan untuk memperoleh ketajaman binokuler yang sebaik-baiknya dari sistem penglihatan yang berada dalam keadaan kurang sempurna. WHO sendiri mengungkapkan bahwa astenopia merupakan keluhan atau kelelahan visual subjektif atau keluhan-keluhan yang dialami seseorang akibat menggunakan matanya. Istilah lain yang dapat digunakan untuk kelelahan mata selain astenopia adalah Eye Strain, Visual Discomfort, dan Ocular Fatigue (Bidakara Medical Center, 2017).

Astenopia terjadi karena gangguan yang komplek dan saling mempengaruhi pada proses sistem penglihatan seperti tidak cukupnya cahaya yang masuk ke mata dari benda yang dilihat, pemusatan

cahaya pada retina mata tidak sempurna, mekanisme penggabungan bayangan (fusi) oleh sistem penglihatan yang lebih sentral (otak), dan upaya untuk mempertahankannya tidak memadai. Kecukupan cahaya dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik, yaitu keadaan iluminasi dan obyek yang dilihat. Kuantitas, kualitas, dan distribusi iluminasi yang mengakibatkan cahaya terlalu terang atau redup, berfluktuasi, arah yang miring, dan menyilaukan dapat mengurangi daya sensifitas retina. Obyek berukuran kecil, bentuk yang tidak teratur, dan kurang kontras atau bergerak, ternyata juga memudahkan timbulnya astenopia (Bidakara Medical Center, 2017).

Pemfokuskan cahaya terganggu bila terjadi kelelahan otot siliaris dan otot-otot luar bola mata (faktor intristik). Kelelahan otot siliaris terjadi pada penggunaan kacamata yang tidak sesuai ukurannya yang menyebabkan kelemahan akomodasi dan konvergensi. Selain itu, gangguan oleh masalah fusi dapat terjadi bila bayangan pada kedua mata tidak sama besar akibat perbedaan ukuran kacamata kanan dan kiri terlalu besar (anisometropia) (Bidakara Medical Center, 2017).

Faktor intristik lainnya selain faktor okular (mata) adalah faktor konstitusi. Keadaan tersebut adalah kelelahan umum, kurang sehat, bekerja dibawah tekanan (under pressure), kurang tidur, pemakaian obat-obatan, kelainan emosi dan gangguan psikogenik lainnya. Selain orang yang berbakat neurotik, orang yang sehat pun (terorginisis baik kepribadiannya), terutama jika mereka bergerak di bidang kehidupan intelektual, dan selalu terus menerus meningkatkan dan memperbaiki

diri, dapat kehilangan sebagian energi kehidupannya yang akhirnya dapat mengalami kondisi kelelahan (Bidakara Medical Center, 2017).

Beberapa hasil penelitian memperlihatkan adanya perubahan temporer tonus akulomotorius dan meningkatnya tonus parasimpatis pada penderita astenopia. Hal tersebut menyokong adanya hubungan antara astenopia dengan gangguan-gangguan akomodasi dan konvergensi. Meningkatnya tonus parasimpatis terlihat dengan adanya diameter pupil yang lebih kecil pada penderita astenopia dan lebih lemahnya akomodasi dibandingkan dengan orang normal. Tonus parasimpatis yang meningkat merupakan dasar beberapa keluhan pada penderita astenopia (Bidakara Medical Center, 2017).

Penggunaan komputer sendiri menunjukkan meningkatnya kejadian astenopia. Kelelahan mata akibat penggunaan komputer disebut sebagai Computer Vision Syndrom yang sering disingkat CVS.

CVS sering terjadi karena mata tidak terlalu cocok untuk menatap layar monitor. Mata tidak dapat lama berfokus pada pixel atau titik kecil yang membentuk bayangan pada layar monitor. Seorang pengguna komputer harus terus-menerus memfokuskan matanya untuk menjaga agar gambar tetap tajam. Proses tersebut mengakibatkan timbulnya stress yang berulang-ulang pada otot mata.

Apalagi setelah lama menggunakan komputer, frekuensi berkedip berkurang dan mata menjadi kering dan perih. Akibatnya, kemampuan untuk memfokuskan diri berkurang dan penglihatan bisa menjadi buram serta timbul sakit kepala. Karena arah tatapan ke arah atas,

pengguna komputer sering terpaksa beristirahat dengan menurunkan kepala mereka yang menyebabkan postur tubuh menjadi buruk dan leher menjadi sakit (Affandi, 2005).

2.1.2. Pengukuran Kelelahan Mata

Pengukuran kelelahan mata dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

a. Photostress Recovery Test

Photostress Recovery Test, yaitu teknik klinis sederhana yang dapat membedakan antara retina dan pasca retina. Tes ini bertujuan untuk mengukur waktu yang dibutuhkan ketajaman mata untuk kembali ke keadaan semula sebelum pemucatan. Subjek dengan fungsi mata yang normal dan sehat harus dapat membaca di detik ke 50-60, sedangkan subjek dengan masalah mata memiliki waktu pemulihan yang berlangsung selama 1,5 sampai 3 menit atau lebih.

Pengukuran dilakukan dengan memberikan penyinaran pada mata menggunakan senter atau (penlight) berkekuatan 3 volt dengan jarak 2-3 cm dari mata selama 10 detik. Stimulasi ini akan memucatkan 24%-86% pigmen penglihatan (Patel, 2014).

b. Tes Frekuensi Subjek Kelipan Mata (Flicker Fusion Eye Test) Frekuensi kerlingan mulus (flicker fusion Frequency) dari mata adalah kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip dengan cahaya kontinue. Tes dilakukan dengan cara menguji responden melalui kemampuan kedipan yang dimulai dari lambat (frekuensi rendah), kemudian perlahan-lahan dinaikkan semakin

cepat dan cahaya tersebut dianggap bukan cahaya kedipan lagi, melainkan sebagai cahaya yang kontinue (mulus). Frekuensi ambang/batas dari kelipan itulah disebut “frekuensi kelipan mulus”.

Jika seseorang dalam keadaan lelah, maka angka frekuensi berkurang dari 2 Hertz atau 0,6 Hertz. Pada seseorang yang lelah sekali atau setelah menghadapi pekerjaan monoton, angka frekuensi kerling mulus bias antara 0,5 Hertz atau lebih dibawah frekuensi kerling mulus dari orang yang sedang dalam keadaan tidak lelah. Seseorang dalam keadaan tidak lelah memiliki frekuensi ambang 2 Hertz jika memakai cahaya pendek atau 0,6 Hertz jika memakai cahaya siang (day light) (Tarwaka dkk, 2004).

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, selain untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka dkk, 2004).

Sumber: Tarwaka, dkk (2004)

Gambar 2.1

Alat Uji Hilang Kelipan (Flicker Fusion Eye Test)

c. Tes Uji Waktu Reaksi

Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Uji waktu reaksi dapat menggunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Waktu reaksi reseptor sendiri dapat menggunakan waktu reaksi terhadap sinar.

Waktu reaksi terhadap sinar juga dapat digunakan untuk menguji pengolahan informasi sistem syaraf dan penghantaran sinyal hingga terjadinya gerak oleh sistem motorik. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara 150 – 200 milidetik. Waktu reaksi terantung dari stimuli yang dibuat, intensitas dan lamanya perangsangan, umur subjek, dan perbedaan individu lainnya. Uji waktu reaksi terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut dikarenakan stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya. Alat ukur waktu reaksi yang telah dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli (Tarwaka dkk, 2004).

Sumber: Tarwaka, dkk (2004)

Gambar 2.2

Alat Uji Waktu Reaksi (Reaction Timer)

Tabel 2.1

Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran Kelelahan Mata

No diagnosis yang berbeda-beda (Miller, dkk, 2005).

Tidak adanya teknik standar dalam melakukan tes (Sherman

Sering digunakan untuk tujuan penelitian dan juga untuk tujuan diagnostik dalam praktek klinik (Bharathi dan Reddy, 2015).

Tes sebagian besar dilakukan oleh dokter mata atau orang digunakan, seperti nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau sebagai stimuli yang dikembangkan di Indonesia (Tarwaka dkk, 2004)

Selain menggunakan tiga tes tersebut, kelelahan mata juga dapat didiagnosis dari keluhan berupa penglihatan kabur, penglihatan ganda, mata terasa panas, nyeri, gatal, dan berair, nyeri kepala, pusing, dan ingin muntah, penglihatan warna berubah atau menurun. Untuk gejala objektif berupa mata merah akan ditemukan pada kelelahan mata (NIOSH, 1999).

Setelah dilakukan berbagai pertimbangan dari beberapa metode pengukuran kelelahan mata yang ada (tabel 2.1), metode berdasarkan keluhan merupakan metode yang paling memungkinkan untuk dilakukan pada penelitian ini. Berikut adalah keluhan−keluhan kelelahan mata menurut beberapa sumber:

Tabel 2.2

Lensa kontak tidak nyaman √

Sakit pada leher dan bahu √

Sakit pada punggung √

Sensitif terhadap cahaya √

Ketajaman mata merosot √

Mengantuk √

Dari sekian banyak keluhan yang disebutkan pada tabel 2.2, keluhan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah mata tegang (mata sakit atau mata lelah), sakit kepala, pandangan kabur saat melihat dekat, fokus mata berubah perlahan, pandangan kabur saat melihat jauh setelah melakukan pekerjaan dengan jarak dekat, sensitif terhadap cahaya, iritasi mata (mata perih, mata kering, mata merah), lensa kontak tidak nyaman, sakit pada leher dan bahu, serta sakit pada punggung. Sepuluh keluhan tersebut merupakan hal yang paling sering dikeluhkan pada pengguna komputer dan memiliki prevalensi tertinggi di antara yang lainnya (Sheedy dan Shaw-McMinn, 2003).

Gejala-gejala serupa juga disebutkan oleh AOA (2017). Gejala yang paling umum terjadi terkait CVS adalah mata tegang, sakit kepala, pandangan buram, mata kering, dan sakit pada leher serta bahu.

Pada dasarnya, sulit untuk menentukan apakah seseorang terkena CVS atau tidak dari gejala-gejala yang ada. Untuk beberapa orang, gangguan penglihatan jelas merupakan penyebabnya. Namun, untuk orang lain, kondisi lingkungan tertentulah yang menyebabkan gejala-gejala tersebut. Untuk menegakkan diagnosis kelelahan mata, biasanya seseorang akan mengalami minimal dua gejala utama gangguan penglihatan dan juga memiliki dua atau tiga masalah di lingkungan tempat kerjanya. Diagnosis itu lah yang terbaik untuk menyelesaikan semua kondisi penyebab dan faktor-faktor yang ada (Sheedy dan Shaw-McMinn, 2003).

2.1.3. Sifat Melihat (Visibilitas)

Mata dapat melihat ketika suatu bayangan yang terkena cahaya tertangkap mata. Pada mata normal, berkas-berkas cahaya atau bayangan benda jatuh tepat di bintik kuning pada retina. Rangsangan cahaya yang diterima retina akan diteruskan oleh saraf penglihatan ke pusat penglihatan di otak untuk diterjemahkan. Akhirnya, kedua daerah visual menerima berita dari kedua mata akan timbul lukisan atau bentuk benda, sehingga mata dapat melihat benda tersebut (Pearce, 2011).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi visibilitas antara lain ukuran objek, posisi, dan tampilan layar, pencahayaan ruangan, jarak

objek, durasi melihat objek, kelainan mata, atau kombinasi dari seluruh faktor (OSHA, 1997). Kemampuan seseorang dalam melihat objek berbeda-beda. Tidak semua benda yang dapat dilihat akan dapat dilihat dengan kejelasan yang sama. Ada yang bisa melihat dengan mudah dan cepat, ada yang berusaha dengan keras, dan ada yang tidak melihat sama sekali.

2.1.4. Faktor-Faktor Penyebab Kelelahan Mata

A. Faktor Perangkat Kerja 1. Ukuran Objek

Ukuran objek berhubungan dengan kemampuan penglihatan.

Semakin besar ukuran suatu objek, maka semakin rendah kemampuan mata yang diperlukan untuk melihat objek tersebut.

Semakin kecil ukuran suatu objek, maka semakin tinggi kemampuan mata yang diperlukan agar dapat melihat dengan jelas dan fokus objek tersebut. Hal inilah yang menyebabkan akomodasi konvergensi bertambah, sehingga menimbulkan kelelahan mata (Pheasant, 1991).

2. Jarak Monitor

Ketika menggunakan komputer, jarak pandangan dengan layar monitor harus diperhatikan. Jarak pandang monitor jangan terlalu jauh atau terlalu dekat. Jarak pandang yang salah dapat mengakibatkan mata cepat lelah dan sakit. Jarak pandang yang nyaman dan aman untuk mata berkisar antara 18 dan 24 inci (45 dan 60 cm). Namun, jarak ideal minimal antara mata pengguna

dan layar monitor adalah 20 inci atau 50 cm. Selebihnya jarak pandang terhadap monitor komputer disesuaikan dengan diameter dan kedalaman layar itu sendiri. Posisi monitor juga harus diatur agar bagian tertinggi dari layar berada pada posisi yang sejajar dengan mata (OSHA, 1997).

Ketika seseorang bekerja dengan melihat objek bercahaya di atas dasar berwarna pada jarak dekat secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan mata harus terus berakomodasi. Mata yang terus menerus berakomodasi akan menyebabkan kelelahan mata. Hal ini disebabkan karena otot mata harus bekerja keras untuk melihat objek tersebut (Hanum, 2008). Oleh karena itu, semakin jauh jarak pandang terhadap objek maka kemungkinan terjadinya iritasi mata akan semakin kecil.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan kepada pekerja rental komputer di wilayah kampus UNNES ditemukan dari 22 responden yang jarak mata dengan monitor < 50 cm terdapat 21 responden (95,5%) mengalami CVS dan 1 responden (0,5%) tidak mengalami keluhan CVS, sedangkan 14 responden yang jarak mata dengan monitor > 50 cm terdapat 9 responden (64,5%) mengalami keluhan CVS dan 5 responden (35,7%) tidak mengalami keluhan CVS. Dari uji yang dilakukan, menunjukkan adanya hubungan antara jarak mata dengan keluhan CVS pada pekerja rental komputer di wilayah tersebut

dengan PValue = 0,012 (Permana, dkk, 2015). Hubungan antara jarak monitor dan keluhan kelelahan mata juga ditemukan pada penelitian pada pekerja pengguna komputer yang dilakukan oleh Dinesh J. Bhanderi, dkk pada tahun 2008 (Bhanderi dkk., 2008).

Hasil yang ditemukan berbeda pada penelitian yang dilakukan terhadap seluruh karyawan pengguna komputer PT.

Grapari Telkomsel Kota Kediri. Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada karyawan di PT tersebut dengan PValue = 0,346 (Sya’ban dan Riski, 2015).

3. Tampilan Layar

Kontras adalah hubungan antara cahaya yang dikeluarkan oleh suatu objek dan cahaya dari latar belakang objek tersebut.

Perbandingan pencahayaan antara latar dan objek yang tidak seimbang, atau warna-warna yang menyilaukan dapat mengakibatkan kelelahan mata (Akbar dan Hawadi, 2011).

Menurut dr. Edi Supiandi Affandi SpM dari Bagian Iimu Penyakit Mata FKUI, pada pengguna komputer, kelelahan mata terjadi karena mata memusatkan pandangan pada komputer dimana objek yang dilihat terlalu kecil, kurang terang, bergerak, dan bergetar. Mata yang berkonsentrasi kurang berkedip sehingga penguapan air mata meningkat dan mata menjadi kering.

Tingkat kenyamanan setiap individu terkait ukuran teks, warna layar, ketajaman, dan lain-lain relatif berbeda-beda sehingga disarankan tampilan layar ini disesuaikan dengan mata masing-masing individu. Namun, pengaturan warna terang dan gelap pada monitor harus tepat, begitu juga dengan resolusi monitor. Warna yang digunakan tidak terlalu terang atau terlalu gelap. Ketika nilai kontras negatif, dimana nilai kontras negatif dapat menyebabkan objek yang sesungguhnya “terserap” oleh latar belakang, sehingga objek menjadi tidak tampak, hal ini dapat menyebabkan kelelahan mata (Bidakara Medical Center, 2017).

Pada penelitian sebelumnya, ditemukan hubungan yang signifikan antara tampilan layar berupa brightness dengan keluhan kelelahan mata. Penelitian ini dilakukan terhadap 150 operator komputer di Teerthanker Mahaveer University, Moradabad, U.P. India dengan PValue = 0,004 (Agarwal dkk., 2013). Hubungan antara tampilan layar (contrast dan brightness) dengan keluhan kelelahan mata juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Dinesh J. Bhanderi, dkk (2008).

4. Karakteristik Monitor

Pemilihan jenis monitor berpengaruh pula terhadap kesehatan mata. Extremely Low Frequency (ELF) dan Very Low Frequecy (VLF) adalah dua tipe radiasi elektromagnetik yang ditimbulkan oleh monitor. Monitor dengan jenis tertentu akan memancarkan

radiasi yang tinggi sehingga dapat menyebabkan gatal-gatal pada mata. Bahkan beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa radiasi ini meningkatkan risiko kanker dan keguguran.

Oleh karena itu, mata harus dijauhkan dari monitor setidaknya sejauh 18 inci. Menggunakan monitor dengan radiasi yang rendah juga dapat mengurangi risiko-risiko tersebut. Monitor

Oleh karena itu, mata harus dijauhkan dari monitor setidaknya sejauh 18 inci. Menggunakan monitor dengan radiasi yang rendah juga dapat mengurangi risiko-risiko tersebut. Monitor