• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini akan meninjau sejauhmana faktor-faktor yang mendorong strategi gerakan yang dilakukan oleh masyarakat dalam melawan pengalihan kepemilikan lahan yang dilakukan PT SAMP. Faktor-faktor yang akan dianalisis terdiri dari dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari karakteristik setiap individu, terdiri dari tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah dan pengalaman berkelompok, dan jumlah media informasi yang didapatkan. Sedangkan faktor eksternal yaitu hal-hal yang mendorong masyarakat bertindak karena dorongan dari luar diri mereka, yaitu adanya kesempatan politik dan terdapat dukungan organisasi lokal dalam aksi mereka. Penilaian ini dilakukan melalui pengisian kuesioner oleh responden dan wawancara mendalam terhadap informan. Kecuali faktor eksternal yang diukur berdasarkan wawancara mendalam dan diskusi dengan beberapa informan.

Setiap orang cenderung memiliki karakteristik-karakteristik tertentu yang berbeda. Keterlibatan seseorang dalam suatu program atau kegiatan tergantung pada dorongan masing-masing. Khususnya dalam gerakan petani ini dalam mempertahankan tanahnya. Beberapa pertanyaan yang telah disusun dari variabel akan disampaikan sesuai hasil penelitian di lapangan.

Faktor Internal

Faktor internal ada dalam setiap individu, terkait dengan karakteristik dirinya. Semakin tinggi faktor internal yang ada dalam dirinya akan mendorong individu untuk melakukan aktivitas dalam suatu kegiatan. Responden ditanya beberapa hal terkait dengan tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah dan pengalaman berkelompok, dan jumlah media informasi yang didapatkan. Berikut persentase dari setiap indikator.

Tabel 8 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan responden di Desa Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya tahun 2015

Berdasarkan tabel di atas bahwa tingkat pendidikan masyarakat pada kategori sedang sebesar 46.9 persen. Penentuan kategori disesuaikan dengan rata- rata pendidikan responden atau berdasarkan data lapang (emik). Data ini berjenis ordinal dan bersifat kategori sehingga penentuannya berbeda dari data numerik biasanya. Indikator tingkat pendidikan berdasarkan pendidikan terakhir yang ditempuh oleh responden. Dalam kuesioner terdapat enam jawaban dari tingkat pendidikan yaitu tidak tamat Sekolah Dasar (SD), tamat SD, Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Perguruan Tinggi, dan lainnya. Hasil jawaban responden terkait pendidikan yang paling tinggi ditempuh adalah

Kategori Tingkat pendidikan

n %

Tinggi 11 34.4

Sedang 15 46.9

Rendah 6 18.8

SMA, sedangkan yang paling rendah adalah tidak tamat SD. Jawaban yang ada dari responden bervariasi sejumlah empat. Maka perhitungan jumlah variasi jawaban dikalikan jumlah sampel yaitu 32 orang. Hasilnya adalah 128, lalu hasil tersebut menjadi pembagi skor terendah dan skor tertinggi yaitu 1 (tidak tamat SD) dan 4 (SMA). Perbandingan yang diperoleh adalah 25:100 selanjutnya menjadi range sebesar 75. Untuk menentukan interval sesuai kategori yang akan dibuat, kasus ini menggunakan tiga kategori. Sehingga range dibagi tiga menghasilkan selang 25 setiap kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Nilai- nilai setiap tingkatan yaitu tidak tamat SD memiliki nilai 25; SD memiliki nilai 50; SMP memiliki nilai 75; dan SMA memiliki nilai 100. Rentang kategori yang

didapatkan adalah tinggi jika nilainya 75 ≤ x ≤ 100; sedang jikanilainya 50 ≤ x < 75; dan rendah jika nilainya 25 ≤ x < 50.

Cara ini dipilih karena untuk menghindari ketidaksesuaian teori dengan kondisi lapang yang sebenanya karena obyek penelitian memiliki karakteristik tersendiri. Selain itu juga bermanfaat untuk menggambarkan penyebaran dalam setiap kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan pernyataan responden terkait tingkat pendidikan bahwa.

“…sekolah mah dulu ya sebisanya neng, saya saja tidak tamat SD tapi banyak belajar dari yang lain. Alhamdulillah masih bisa membantu masyarakat di sini sebagai RT toh meski sekolah engga lulus. Karena sekolah dulu sama sekarang beda neng, sekarang mah apapa istilahnya lebih mudah…” (KS, 63 Tahun, Ketua RT)

Secara umum mereka berada pada tingkat SD dan SMP, adapun yang paling tinggi adalah SMA yaitu sebesar 34.4 persen. Melihat kembali hasil wawancara sebagian lulusan SMA memiliki pengaruh yaitu aparat desa dan tokoh. Selain itu mereka yang berpendidikan tinggi adalah golongan muda, sekitar usia 30 dan 40 tahun. Tetapi sesuai pernyataan di Bapak KS bahwa masyarakat dapat belajar dari luar pendidikan formal.

Selanjutnya adalah gambaran jumlah dari beban keluarga para pemilik tanah. Para responden harus menjawab jumlah keluarga yang berada dalam satu Kartu Keluarga (KK). Indikator ini juga menggunakan data berdasarkan pengamatan di lapangan (emik). Langkah awal adalah menentukan rata-rata nilai dan simpangan bakunya. Menggunakan rumus Microsoft Excell 2007 diperoleh rata-rata nilai sebesar 4.125 dan simpangan baku sebesar 1.3137. Untuk mengetahui batasan kategori rendah dan tinggi, berarti jika kategori tinggi rata- rata nilai dijumlahkan dengan simpangan baku yaitu 5.4387 dibulatkan menjadi 5. Sebaliknya jika kategori rendah berlaku pengurangan antara rata-rata nilai dengan simpangan baku yaitu 2.8113 dibulatkan menjadi 3. Pembulatan dilakukan karena dalam satuan jiwa. Berhubung akan dibuat tiga kategori maka dikatakan tinggi apabila 5 < x; sedang apabila 3 ≤ x ≤ 5; dan rendah apabila x < 3. Sehingga diperoleh hasil data berikut ini.

Tabel 9 Jumlah dan persentase beban keluarga responden di Desa Wanasari, Wanakerta, Margamulya tahun 2015

Secara umum jumlah beban keluarga para pemilik lahan berada pada kategori sedang sebesar 75 persen. Artinya mereka mempunyai anggota keluarga antara tiga sampai lima orang. Jumlah beban keluarga menjadi faktor internal karena berdasarkan penelitian sebelumnya seseroang mengikuti kegiatan melihat seberapa banyak waktu luang setelah urusan untuk keluarga.

Selanjutnya adalah gambaran dari indikator jumlah dan pengalaman berkelompok. Pengalaman berkelompok terdiri dari keanggotaan formal maupun informal. Indikator ini juga menggunakan data berdasarkan pengamatan di lapangan (emik). Langkah awal adalah menentukan rata-rata nilai dan simpangan bakunya. Menggunakan rumus Microsoft Excell 2007 diperoleh rata-rata nilai sebesar 1.093 dan simpangan baku sebesar 0.856. Untuk mengetahui batasan kategori rendah dan tinggi, berarti jika kategori tinggi rata-rata nilai dijumlahkan dengan simpangan baku yaitu 1.949 dibulatkan menjadi 2. Sebaliknya jika kategori rendah berlaku pengurangan antara rata-rata nilai dengan simpangan baku yaitu 0.237 dibulatkan menjadi 1. Pembulatan dilakukan karena dalam satuan mutlak kelompok. Berhubung akan dibuat tiga kategori maka dikatakan tinggi apabila 2 < x; sedang apabila 1 ≤ x ≤ 2; dan rendah apabila x < 1. Sehingga diperoleh hasil data berikut ini.

Tabel 10 Jumlah dan persentase pengalaman berkelompok responden di Desa Wanasari, Wanakerta, Margamulya tahun 2015

Secara umum jumlah dan pengalaman berkelompok para pemilik lahan pada kategori sedang yaitu 68.7 persen. Artinya masyarakat umumnya mengikuti satu atau dua jenis kegiatan berkelompok baik secara formal maupun informal. Kegiatan berkelompok formal yaitu aparat desa, Ketua RT/RW, BPD, LSM, PKK atau lainnya. Sedangkan kegiatan berkelompok informal adalah arisan, majelis taklim, dan berbagai kumpulan lainnya. Hasil dari responden ada yang mengikuti pemerintahan desa, Ketua RT/RW, arisan, pengajian, dan berbagai kegiatan LSM seperti organisasi petani dan Angkatan Muda Siliwangi (AMS).

Selanjutnya adalah gambaran dari indikator jumlah penyebaran media informasi yang didapatkan oleh masyarakat. Zaman sekarang berbagai media dapat dengan mudah diakses. Oleh karena itu sejauh mana keterdedahan

Kategori Jumlah beban keluarga

n %

Tinggi 4 12.5

Sedang 24 75.0

Rendah 4 12.5

Total 32 100.0

Kategori Jumlah dan pengalaman berkelompok

n %

Tinggi 2 6.3

Sedang 22 68.7

Rendah 8 25.0

masyarakat dalam mendapatkan informasi tentang berbagai kejadian yang ada di sekitar mereka. Pilihan jawaban terdiri dari radio, televisi, surat kabar, film, dan lainnya. Indikator ini juga menggunakan data berdasarkan pengamatan di lapangan (emik). Karena belum tentu standar keterdedahan dari peneliti sama dengan apa yang didapatkan masyarakat. Langkah awal adalah menentukan rata- rata nilai dan simpangan bakunya. Menggunakan rumus Microsoft Excell 2007 diperoleh rata-rata nilai sebesar 1.937 dan simpangan baku sebesar 0.840. Untuk mengetahui kategori rendah dan tinggi, berarti jika kategori tinggi rata-rata nilai dijumlahkan dengan simpangan baku yaitu 2.777 dibulatkan menjadi 3. Sebaliknya jika kategori rendah berlaku pengurangan antara rata-rata nilai dengan simpangan baku yaitu 1.097 dibulatkan menjadi 1. Pembulatan dilakukan karena dalam satuan mutlak kelompok. Berhubung akan dibuat tiga kategori maka dikatakan tinggi apabila 3 < x; sedang apabila 1 ≤ x ≤ 3; dan rendah apabila x < 1. Sehingga diperoleh hasil data berikut ini.

Tabel 11 Jumlah dan persentase penyebaran media informasi responden di Desa Wanasari, Wanakerta, Margamulya tahun 2015

Secara umum jumlah penyebaran media informasi para pemilik lahan pada kategori sedang yaitu 96.9 persen. Pada kategori rendah sebesar 0 persen dimungkinkan karena sekarang kemudahan informasi yang didapatkan oleh masyarakat. Seperti pernyataan responden bahwa.

“…sekarang pun dari mulut ke mulut informasi apapun sangat mudah tersebar neng. Kadang pun banyak kumpulan yang membuat masyarakat jadi tahu informasi apa yang terjadi saat ini. Apalagi sekarang ada sms atau internet yang memudahkan kita. Meski engga banyak orang tua di sini yang ngerti sebenernya…” (UD, 65 Tahun, Anggota Masyarakat)

Perkembangan media yang cukup pesat meski beberapa warga terutama kalangan orang tua seperti pernyataan Bapak UD tidak begitu bisa mengoperasikan internet tidak membatasi penyebaran media informasi. Saat pertemuan juga menjadi salah satu sarana bagi masyarakat untuk berbagi informasi. Seperti pengajian dan kumpulan bapak-bapak menjadi sarana bagi masyarakat tiga desa. Beberapa responden juga mengakui dengan begitu mereka jadi mengetahui dan dapat mengikuti perkembangan yang terjadi di luar.

Secara umum apabila dijadikan satu maka faktor-faktor internal yang mendorong masyarakat melakukan kegiatan terlihat pada tabel berikut ini.

Kategori Jumlah penyebaran media informasi

n %

Tinggi 1 3.1

Sedang 31 96.9

Rendah 0 0.0

Tabel 12 Jumlah dan persentase dorongan faktor internal responden di Desa Wanasari, Wanakerta, Margamulya tahun 2015

Dorongan yang dimiliki oleh masyarakat dari setiap individu secara umum termasuk dalam kategori sedang sebanyak 65.6 persen. Dari indikator-indikator yang telah diketahui persentasenya yaitu tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah penyebaran media informasi, dan jumlah dan pengalaman berkelompok kemudian digabungkan menjadi satu yaitu tingkat dorongan faktor internal. Karakteristik dalam individu dari penelitian sebelumnya mengatakan berhubungan dengan aktivitas kegiatan seseorang.

Faktor Eksternal

Faktor-faktor eksternal berdasarkan sejarah perlawanan petani di Indonesia yang dapat mempengaruhi keterlibatan petani dalam gerakan adalah kesempatan politik menjadi salah satu pokok terjadinya gerakan sosial dan terjadinya protes berhubungan dengan lingkungan dari kesempatan politik yang ada disuatu kota. Analisis faktor eksternal diperoleh melalui wawancara mendalam beberapa informan. Kesempatan politik artinya gerakan tersebut mampu mengantarkan seseorang dalam tataran politik atau pembuat kebijakan.

“…untuk itu sih kami bergerak sudah dalam bidang apapun Mbak. Bahkan banyak para pimpinan di atas yang turut serta mendukung kami seperti Kapolres dan pihak pengadilan. Tapi ya sekarang mereka diturunkan,Kapolres saja cuma 6 bulan, biasa permainan antara kongkalikong yang di atas. Masyarakat sendiri pasti kalah Mbak kalo mau ke politik tapi tidak punya modal. Makanya beberapa pihak yang punya hati lah yang membela kami atas kemauan sendiri...” (BC 50 Tahun, Tokoh Masyarakat)

Pihak masyarakat secara pribadi tidak ada kesempatan dalam pembuatan keputusan. Tetapi beberapa pihak dari pemerintah seperti Kapolres Karawang dan beberapa pihak pengadilan mendukung masyarakat. Dari usulan yang dilakukan oleh masyarakat ke pemerintah daerah sudah pasti diterima bahkan berkali-kali tetapi tidak ada aksi nyata untuk menyelesaikan masalah. Pemerintahan di tiga desa turut serta saat ini berpihak kepada masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh informan bahwa.

“…semua pihak desa mendukung masyarakat termasuk lurahnya. Apalagi lurah Wanakerta. Mereka mendukung dalam mengakui kepemilikan lahan oleh warga dengan bukti buku bayar pajak. Mereka mengetahui secara pasti daftar nama...” (KS, 63 Tahun, Anggota Masyarakat)

Kategori Tingkat dorongan faktor internal

n %

Tinggi 6 18.8

Sedang 21 65.6

Rendah 5 15.6

Peran keterlibatan pemerintah desa yaitu mengetahui bahwa lahan-lahan dalam blok-blok sengketa di tiga desa adalah milik masyarakat. Tetapi saat dikonfirmasi kepada aparatur desa setempat mereka sebagian tidak mengetahui secara jelas sengketa lahan tersebut. Aparatur desa yang dianggap paling mengerti adalah kepala desa. Hal ini dimungkinkan banyak aparatur desa yang masih baru sedangkan kasus ini sudah mulai sejak lama. Seperti yang disampaikan oleh aparatur Desa Wanakerta bahwa.

“…saya sendiri di sini tidak mengetahui banyak kasus ini Bu. Saya memang ditugaskan untuk menarik pajak orang-orang yang punya lahan di sini dan ini adalah daftar namanya. Mungkin yang lebih tahu adalah lurah karena sudah lama beliau tahu dan kadang ada kumpulan terkait kasus ini...” (UC, 40 Tahun, Aparatur Desa)

Peranan kepala desa memang terlihat dalam upaya penyelesaian masalah sengketa lahan ini. Bahkan ada kepala desa yang menjadi saksi di pengadilan atas kasus ini. Di sisi lain mereka juga harus bersikap profesional dalam penyelesaian masalah antara perusahaan dan masyarakat. Para kepala desa turut serta dalam kasus ini karena mengetahui bahwa masyarakat terdaftar namannya dalam bukti buku bayar pajak desa. Sejauh ini para aparatur desa secara umum berusaha bersikap melayani masyarakat tetapi juga tidak berpihak ke salah satu artinya melihat kondisi yang terjadi mereka berusaha bersikap profesional.

Dukungan dari beberapa organisasi lokal sudah cukup banyak seperti dari Serikat Petani Karawang (Sepetak), Lembaga Bantuan Hukum (LBH), mahasiswa, dan berbagai organisasi masyarakat lainnya. Melalui dukungan ini cukup berarti bagi masyarakat karena awal mula bertahan dalam memperjuangkan tanah mereka karena ada pihak-pihak yang membela masyarakat. Kalau masyarakat sendiri tidak akan banyak berpengaruh, bahkan sudah mendapat dukungan dari organisasi masyarakat masalah ini tak cukup terselesaikan. Pada kasus ekesukusi lahan tahun 2014 masyarakat berjumlah 500 orang terdiri dari banyak pihak. Oleh karena itu dukungan-dukungan tersebut sangat berarti bagi masyarakat. Alasan mengenai pihak-pihak tersebut mendukung masyarakat adalah merasa peduli dan sudah menjadi kewajiban kegiatan mereka dalam membela masyarakat. Salah satunya adalah Sepetak, berikut penuturan anggota Sepetak.

“…Sepetak di sini berusaha mengadvokasi masyarakat yang lahannya terampas oleh perusahaan. Bahkan kami seringkali menjadi sasaran balasan dari pihak yang menentang kami. Sekret kami pernah dilempari peledak kecil di atas genteng. Tapi ya itu masalah kecil, toh nanti tinggal lapor kalo kayak gitu siapa coba yang berusaha menyerang. Kami semua tergabung di Sepetak ingin membantu fasilitasi masalah ini sesuai visi dan misi kami...” (NG, 32 Tahun, Anggota Sepetak)

Bahkan Sepetak telah menganalisis kasus ini dari kronologi konflik dan penguasaan lahan 350 hektar tersebut. Mereka memaparkan aktor-aktor yang terlibat dalam konflik lahan 350 hektar. Lahan yang diakui oleh PT SAMP memiliki luasan 350 hektar ternyata setelah dicek kembali yaitu 286 hektar. PT SAMP mengakui lahan tersebut sudah dibebaskan dari para penggarap dan

menjadi milik PT SAMP. Akan tetapi di dalamnya terdapat Amen yaitu pemilik lahan 140 hektar, PT Canggih yaitu perusahaan yang memiliki lahan 20 hektar. Berarti sisanya sekitar 120 hektar yang 70 hektar pernah berkonflik langsung dengan PT SAMP. Awal mulanya mereka menang mempertahankan lahannya. Tetapi PT SAMP mengajukan gugatan sehingga pada akhirnya PT SAMP menang dan langsung mengeksekusi. Di dalam 70 hektar tersebut terdapat 48 orang petani. Orang-orang yang mempeloporinya atau disebut biong yaitu Amandus, mantan anggota DPRD Karawang yang mempelopori para petani di Telukjambe Barat untuk melawan PT SAMP. Selain Amandus juga ada H. Dodo, H. Minda, Poncos, dan WK.

Sepetak mengatakan bahwa orang-orang tersebut adalah orang dibalik Amen yang dikerjakan untuk mengajak para petani melawan PT SAMP. Namun kondisi para petani di sana juga terjebak, dari pada mereka harus tergusur melawan PT SAMP akhirnya mereka mengikuti Amandus. Disinyalir jika nanti Amandus dan kawan-kawan (dkk) menang, perlahan-lahan para petani akan dibujuk untuk menjualkan tanahnya ke Amen.

Sedangkan Sepetak awal mulanya hanya mengadvokasi 35 orang petani di Margamulya yang memiliki lahan seluas 43 hektar. Tetapi mereka berpikiran karena kuatnya tekanan dari pihak lawan akhirnya mereka bersekutu dengan para petani yang tergabung dengan Amandus dan kawan-kawan. Sehingga para petani yang difasilitasi meluas ke tiga desa. Bukan tetapi Sepetak mendukung upaya Amen di balik Amandus, mereka berpihak kepada para petani terutama yang terjebak dengan tekanan PT SAMP dan tidak punya pilihan untuk bertahan. Jika suatu saat nanti PT SAMP yang telah diakusisi oleh Agung Podomoro Land kalah, artinya pihak Amandus beserta Amen menang maka suatu saat Sepetak dan para petani akan berjuang benar-benar mempertahankan tanahnya dari Amen. Di sini PT Canggi tidak terlibat dalam koflik lahan. Selama ini yang sering disiarkan di media pihak yang terlibat adalah petani, PT SAMP, Agung Podomoro Land, dan Amen.

Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini yaitu petani, PT SAMP, Agung Podomoro Land, Amandus beserta biong, Amen, Sepetak, dan masyarakat sekitar. Kasus ini bukan hanya persoalan konflik lahan biasa, sudah berlangsung sejak lama dan banyak pihak yang terlibat. Para petani mengalami kondisi terjebak dengan perlawanan PT SAMP. Akhirnya Amandus dkk berusaha membantu petani melawan PT SAMP, namun di baliknya ada Amen yang disinyalir menginginkan lahan petani untuk dibelinya. Sepetak berusaha tetap di pihak para petani untuk mempertahankan lahan miliknya dari para pemilik modal (borjuis).

Hal tersebut yang menggambarkan kuatnya dukungan beberapa pihak dalam kasus pembelaan masyarakat. Bahkan selain organisasi terdapat pihak-pihak pengacara ahli yang terlibat.

“…akhir tahun kemarin Pak Johsons pengacara kondang terlibat dan ingin membantu masyarakat. Secara pribadi Pak Johnsons merasa kasihan kenapa kasus ini tidak selesai dan apa yang membuatnya. Pak Johsons itu pengacara terkenal yang dulu pernah nyelesain masalah Rawagede bahkan tarifnya miliaran. Sekarang beliau bergabung dan mulai

mendalami satu per satu kejadian kasus ini...” (BC, 50 Tahun, Tokoh Masyarakat)

Selain Bapak Johnsons masih terdapat juga bebrapa pengacara yang terlibat mendukung petani yaitu Moris, Amandus, dan pengacara-pengacara dari LBH. Masyarakat merasa terbantu dengan adanya dukungan ini. Seringkali mereka melakukan pertemuan dengan pengacara-pengacara tersebut yang mengatur rencana ke depan untuk tetap mempertahankan lahan masyarakat. Kalangan dari mereka berusaha membantu atas dasar pribadi masing-masing untuk menolong para masyarakat. Jika membayar pengacara tentunya masyarakat mampu saja tetapi untuk kontrak berapa lama pasti akan tidak sanggup masyarakat apalagi saat ini materi yang diandalkan.

Strategi Gerakan Petani

Gerakan-gerakan petani ini merupakan salah satu bentuk dari gerakan sosial (Handayani 2004). Gerakan tersebut bersifat sangat lokal, sporadis, dan tidak memiliki hubungan antara gerakan yang satu dengan yang lain. Mereka memiliki tujuan dalam satuan kelompok gerakan. Pada tahun 1912 terjadi pengorganisasian petani secara masif di Sumatera, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera. Mengamati kasus tiga desa termasuk ke dalam suatu gerakan sosial karena memiliki sekumpulan masyarakat khususnya para petani yang lahannya terkena sengketa dengan PT SAMP untuk mencapai tujuan mereka. Mempertahankan kepemilikan lahan adalah tujuan bersama mereka. Secara aksi- aksi yang mereka lakukan telah mensyaratkan untuk dikatakan sebagai gerakan. Berbagai aksi yang terlihat menonjol adalah proses menghadang eksekusi lahan tahun 2014 dengan aparat. Tindakan mereka juga bukan dasar organisasi formal yang memiliki struktur hirarki. Mereka bertindak atas spontanitas perampasan lahan oleh PT SAMP. Tetapi bukan berarti tidak ada organisasi atau pihak formal yang mendukung masyarakat. Beberapa organisasi formal juga terlibat dalam aksi gerakan ini. Secara kuantitatif hasil dari wawancara kuesioner menggambarkan bahwa (lihat Tabel 13).

Tabel 13 Jumlah dan persentase strategi gerakan petani di Desa Wanasari, Desa Wanakerta, dan Margamulya tahun 2015

Secara umum masyarakat menagkui bahwa mereka menyiapkan strategi untuk melakukan gerakan. Hasil dari Tabel 13 menunjukkan gerakan petani berada pada kategori rstrategis sebesar 81.3 persen. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan informan bahwa.

Kategori Strategi gerakan petani

n %

Strategis 26 81.3

Cukup 6 18.7

Tidak Berstrategi 0 0.0

“...kami semua siapin dan ikut beberapa organisasi jadi lebih teratur dalam aksi, kejadian kemarin saja yang tahun 2014 kami 500 orang aksi ya tentu ada pengorganisasian. Hal lain juga misalnya ada kumpulan- kumpulan kecil untuk diskusi. Semua usaha pun sudah kami lakukan baik ke pemerintah” (BC, 50 Tahun, Tokoh Masyarakat)

Mengenai bentuk dan sifat gerakan masyarakat telah melakukan berbagai upaya baik aksi massa maupun hukum. Bahkan secara hukum mereka mendapatkan bantuan dari lembaga hukum berupa pengacara. Gerakan ini sungguh-sungguh dilakukan masyarakat untuk mencapai tujuan bersama. Berbagai upaya seperti mengadukan ke pemerintah daerah hingga pusat telah dilakukan. Tetapi melawan PT SAMP yang berkedok dengan Agung Podomoro Land cukup sulit bagi mereka untuk membuktikan bahwa hak atas tanah tetap berada bagi masyarakat. Saat isu ini tidak lagi menjadi perhatian pemerintah mereka akan tetap bertahan dan tidak ingin selanjutnya proses ini berlangsung kepada anak-anak mereka. Agenda ke depan setelah pengacara Bapak Johnsons bergabung dengan masyarakat adalah mengajukan surat kuasa khusus yang diwakili oleh bebrapa ahli hukum untuk membuktikan tanah-tanah dan kepemilikan mereka. Masyarakat mengakui tanpa bantuan hukum dan organisasi mungkin tidak akan dapat mengajukan ke tingkatan yang lebih tinggi dalam proses pengaduan. Bahkan banyak muncul sukarelawan yang ingin membanu kasus ini baik dari organisasi masyarakat, mahasiwa Universitas Negeri

Dokumen terkait