• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Industrialisasi Terhadap Strategi Gerakan Petani Kasus: Tiga Desa Di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Industrialisasi Terhadap Strategi Gerakan Petani Kasus: Tiga Desa Di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang)"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN INDUSTRIALISASI TERHADAP STRATEGI

GERAKAN PETANI

(Kasus: Tiga Desa di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang)

NASYI’ATUL LAILA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

HUBUNGAN INDUSTRIALISASI TERHADAP STRATEGI

GERAKAN PETANI

(Kasus: Tiga Desa di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang)

NASYI’ATUL LAILA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Industrialisasi terhadap Strategi Gerakan Petani (Kasus: Tiga Desa di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Nasyi’atul Laila NIM I34120031

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus

(6)
(7)

ABSTRAK

NASYI’ATUL LAILA. Hubungan Industrialisasi terhadap Strategi Gerakan Petani Kasus: Tiga Desa di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang). Di bawah bimbingan Ir MURDIANTO, MSi

Kasus sengketa lahan sejak tahun 1970-an, antara petani, pemerintah, dan swasta di wilayah Telukjambe Barat khususnya di Desa Wanakerta, Wanasari, dan Margamulya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat telah meresahkan dan menguras emosi rakyat tiga desa. Berdasarkan teori seharusnya industrialisasi tersebut mampu menaikkan derajat atau aspek kehidupan suatu masyarakat justru menimbulkan suatu gerakan yang memprotes. Maka tujuan penulisan adalah menganalisis hubungan industrialisasi dengan startegi gerakan petani. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif (analisis korelasi) yang didukung data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian masyarakat terhadap industrialisasi di tiga desa yaitu sedang dan tidak berhubungan langsung dengan perubahan kepemilikan lahan yang mengakibatkan strategi gerakan petani. Berdasarkan analisis kualitatif mereka mengakui melalui gerakan ini untuk menuntut proses hukum yang merugikan. Sengketa lahan tiga desa memang sudah berlangsung lama dan belum menemukan solusi antara dua pihak yaitu masyarakat dan perusahaan. Sejauh ini masyarakat semakin kuat karena ada dukungan beberapa pihak dalam gerakan ini.

Kata kunci: industrialisasi, strategi gerakan, petani

ABSTRACT

NASYI’ATUL LAILA. Industrialization Relationship with Farmer Movement Strategy (Studies: Three Rurals in District Telukjambe Barat, Karawang) Supervised by Ir MURDIANTO, MSi

Cases of land disputes since the 1970s, between farmers, government, andprivate sectors in the region, especially in the Village West Telukjambe Wanakerta, Wanasari, and Margamulya, Karawang, West Java. This has been unsettling and emotionally draining people of three villages. Based on the theory that industrialization should be able to raise degrees or aspects of the life of a society which raises a protest movement. So the purpose of writing is to analyze the relationship industrialization strategy peasant movement. This research is quantitative (correlation analysis) supported qualitative data. The results showed that the public's assessment of the industrialization in the three villages that were and are not directly related to changes in land ownership resulted in farmers' movement strategy. Based on qualitative analysis they admit through this movement to demand an adverse legal proceedings. Land dispute three villages had been longstanding and have yet to find a solution between the two parties, namely the public and companies. So far stronger community because there are several parties to support this movement.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

HUBUNGAN INDUSTRIALISASI TERHADAP STRATEGI

GERAKAN PETANI

(Kasus: Tiga Desa di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang)

NASYI’ATUL LAILA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(12)
(13)

Judul Skripsi : Hubungan Industrialisasi terhadap Strategi Gerakan Petani (Kasus: Tiga Desa di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang) Nama : Nasyi’atul Laila

NIM : I34120031

Disetujui oleh

Ir Murdianto, MSi Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen

(14)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September ini adalah Hubungan Industrialisasi terhadap Strategi Gerakan Petani (Kasus: Tiga Desa di Kecamatan Telukjambe, Karawang) ini dengan baik

Ucapan terima kasih penulis berikan kepada Bapak Ir Murdianto, MSi. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, saran, dan curahan waktunya kepada penulis selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga tercinta, yaitu Ibu, Bapak (alm), dan Kakak-Kakak atas segala doa, curahan kasih sayang, saran, motivasi dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Selain itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Sepetak beserta warga Desa Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya. Tak lupa juga teman-teman satu organisasi Forum Syiar Islam Fakultas Ekologi Manusia (Forsia) 1436 H, kepanitiaan Open House IPB, teman-teman KKNP Desa Gupit, omda Formala, donatur serta teman beaswan Karya Salemba Empat, teman satu bimbingan, kakak-kakak kelas, serta teman-teman satu departemen SKPM angkatan 49, atas kebersamaan dan kesediaannya berbagi pengalaman dan memberikan saran-saran dalam penulisan karya ilmiah ini.

Akhirnya, penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2016

(15)

DAFTAR ISI

Teknik Pengumpulan Data 22

Teknik Penentuan Responden dan Informan 23

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 23

GAMBARAN UMUM 25

Kondisi Geografis Tiga Desa 25

Kondisi Sosial 27

Gambaran Kondisi Desa dengan Lahan Sengketa 29

Ikhtisar 30

INDUSTRIALISASI DAN PERUBAHAN KEPEMILIKAN LAHAN DI TIGA

DESA 32

Kronologi Lahan Tiga Desa 32

Tingkat Industrialisasi 37

Perubahan Kepemilikan Lahan 40

Ikhtisar 41

FAKTOR-FAKTOR DAN STRATEGI GERAKAN PETANI 44

Faktor Internal 44

Faktor Eksternal 48

Strategi Gerakan Petani 51

Ikhtisar 53

HUBUNGAN STRATEGI GERAKAN PETANI DENGAN INDUSTRIALISASI

PENGALIHAN LAHAN DAN FAKTOR INTERNAL 54

Hubungan Tingkat Industrialisasi dengan Perubahan Kepemilikan Lahan 54 Hubungan Perubahan Kepemilikan Lahan dengan Strategi Gerakan Petani 56 Hubungan Dorongan Faktor Internal dengan Strategi Gerakan Petani 58

Ikhtisar 59

SIMPULAN DAN SARAN 62

Simpulan 62

Saran 62

(16)

LAMPIRAN 69

(17)

DAFTAR TABEL

1 Jarak Desa Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya menuju lokasi pemerintahan daerah, provinsi, dan pusat

24 2 Jumlah dan persentase penduduk Desa Wanasari, Wanakerta, dan

Margamulya berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2013

26 3 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan penduduk Desa Wanakerta dan

Margamulya tahun 2011

28 4 Jumlah dan persentase indikator dari tingkat industrialisasi menurut

responden di Desa Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya tahun 2015

37 5 Jumlah dan persentase tingkat industrialisasi Desa Wanasari, Wanakerta,

dan Margamulya tahun 2015

39 6 Jumlah dan persentase penilaian kepemilikan lahan oleh responden di Desa

Wanasari, Wanakerta, Margamulya sebelum eksekusi lahan tahun 2015

40 7 Jumlah dan persentase penilaian kepemilikan lahan oleh responden Desa

Wanasari, Wanakerta, Margamulya sesudah eksekusi lahan tahun 2015

41 8 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan responden di Desa Wanasari,

Wanakerta, dan Margamulya tahun 2015

44 9 Jumlah dan persentase beban keluarga responden di Desa Wanasari,

Wanakerta, Margamulya tahun 2015

46 10 Jumlah dan persentase jumlah dan pengalaman berkelompok responden

lahan di Desa Wanasari, Wanakerta, Margamulya tahun 2015

46 11 Jumlah dan persentase jumlah penyebaran media informasi responden di

Desa Wanasari, Wanakerta, Margamulya tahun 2015

47 12 Jumlah dan persentase dorongan faktor internal responden di Desa

Wanasari, Wanakerta, Margamulya tahun 2015

48 13 Jumlah dan persentase strategi gerakan petani di Desa Wanasari, Desa

Wanakerta, dan Margamulya tahun 2015

51 14 Hasil uji statistik hubungan tingkat industrialisasi dengan perubahan

kepemilikan lahan

55 15 Jumlah dan persentase tingkat industrialisasi dengan perubahan kepemilikan

lahan di Desa Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya tahun 2015

56 16 Hasil uji statistik hubungan antara perubahan kepemilikan lahan dengan

strategi gerakan petani

57 17 Jumlah dan persentase oerubahan kepemilikan lahan dengan strategi gerakan

petani di Desa Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya tahun 2015

57 18 Hasil uji statistik hubungan dorongan faktor internal dengan strategi gerakan

petani

58 19 Jumlah dan persentase faktor internal dan strategi gerakan petani di Desa

Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya tahun 2015

(18)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 14

2 Metode pengambilan sampel 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jadwal kegiatan skripsi tahun 2015-2016 71

2 Peta Desa Wanasari, Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat

72 3 Peta Desa Margamulya, Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten

Karawang, Provinsi Jawa Barat

73 4 Peta Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa

Barat

74

5 Kerangka sampling 75

6 Dokumentasi 77

(19)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Abad ke-19 dan awal abad ke-20 di Indonesia secara terus menerus muncul pemberontakan yang cukup menggoncangkan masyarakat dan pemerintah. Tidak dapat disangkal, bahwa dominasi ekonomi, politik, dan kultural oleh pihak tertentu membuka peluang masyarakat (rakyat) melakukan pemberontakan sosial. Kajian Fauzi (2005) tentang gerakan rakyat beberapa negara dunia ketiga berhasil memotret bentuk-bentuk karakter perlawanan1. Perlawanan dimulai dengan konfrontasi terhadap dominasi pemerintah dan swasta. Strategi yang dikembangkan adalah mobilisasi rakyat dilakukan dengan cara mengkonstruksi kembali identitas etnis. Dominasi tersebut akan atau telah mengakibatkan beberapa perubahan sosial di masyarakat yang tidak diinginkan oleh masyarakat.

Gerakan Samin merupakan salah satu fakta pergolakan sosial di pedesaan. Gerakan ini memiliki ciri-ciri gerakan pedesaan yang lain, seperti pelakunya adalah para petani. Gerakan Samin dimulai kira-kira akhir abad 19 lalu berhasil mencapai puncaknya yaitu dengan berhasil membuat kecemasan pada pemerintah Hindia Belanda (Subarkah dan Anggit 2014)2. Fakta lain, gerakan petani dalam melawan tuan tanah yang terjadi di Ciomas pada tahun 18863. Peristiwa ini merupakan suatu pertentangan antara petani, tuan tanah dan pemerintah, dan dengan jelas menampilkan situasi ricuh. Peristiwa tersebut menggambarkan lemahnya kaum petani dalam menghadapi hegemoni kaum penguasa. Para petani mampu membangun perlawanan terhadap hegemoni negara atau penguasa.

Upaya menjelaskan timbulnya protes petani dapat dilihat dari tiga faktor, yaitu a) meluasnya komersialisasi pertanian yang mengakibatkan kemerosotan ekonomi petani; b) pembentukan organisasi politik yang berasal dari luar masyarakat petani mengembangkan tuntutan ekonomi, perlindungan, keahlian berorganisasi, dan sistem niali baru; c) respons dari pilihan antara reformasi dan penindasan yang menimbulkan dampak penting dan intensitas mobilisasi petani. Para petani bersedia mengambil resiko dengan mengadakan konfrontasi langsung bila mereka menganggap ketidakadilan tidak lagi dapat ditoleransi4.

Fakih (2000) juga mencoba menggambarkan perlawanan terhadap pemerintah dengan melihat keterkaitan antara arus besar model pembangunan dengan tumbuhnya gerakan sosial. Meski kajian keduanya menyandarkan pada kasus LSM bukan organisasi petani sebagai sumbangan pemikiran tentunya patut dipertimbangkan. Hanya, perlu merujuk pada kasus organisasi petani yang berpola gerakan rakyat. Fakih menggambarkan bahwa arus besar paradigma developmentalism turut membentuk karakter gerakan. Bentuk developmentalism 1Fauzi N. 2005. Memahami Gerakan-Gerakan Rakyat Dunia Ketiga.

2Subarkah. Anggit W. 2014. Perlawanan Masyarakat Samin (Sedulur Sikep) Atas Kebijakan Pembangunan Semen Gresik di Sukolilo Pati (Studi Kebijakan Berbasis Lingkungan dan Kearifan Lokal). 2014. Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.Vol.26 No.2

3 Perlawanan…. [Tidak ada tahun].Perlawanan Rakyat Ciomas terhadap Pemerintahan Hindia Belanda.Dapat diunduh dari: http://www.bogorheritage.net/2013/11/perlawanan-rakyat-ciomas-terhadap.html.

4Ibid

(20)

dapat berupa upaya modernisasi. Seperti telah disebutkan termasuk komersialisasi pada para petani di pedesaan. Secara sederhana modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju, di mana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, pendapat Korten yang dikutip Purwandari (2012) menggarisbawahi masalah pembangunan seringkali dalam perspektif dialektis menunjukkan saling keterkaitan antara persoalan eksploitasi, dominasi dan penindasan politik. Dengan demikian, gerakan sosial para petani di pedesaan berupaya melakukan transformasi hingga mencapai alternatif pembangunan berorientasi rakyat (people centered developmet).

Adapun kasus sengketa lahan sejak tahun 1970-an, antara petani, pemerintah, dan swasta di wilayah Telukjambe Barat khususnya di Desa Wanakerta, Wanasari, dan Margamulya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat telah meresahkan dan menguras emosi rakyat tiga desa. Selain dijebak dalam drama prosesi hukum formal yang melelahkan dan sesat, sehari-hari para petani juga dihantui oleh teror dan intimidasi. Para petani terpaksa kehilangan lahan pertanian karena dirampas oleh perusahaan besar di bidang properti di Indonesia, Agung Podomoro Land. Mereka berusaha bersatu dan berjuang untuk merebut kembali lahan mereka yang telah dirampas. Konflik lahan ini berawal sejak PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP) mengklaim menguasai lahan 350 hektar. Dalam persidangan gugatan rekovensi di Pengadilan Negeri Karawang, pihak PT SAMP yang kini sahamnya diakuisisi oleh Agung Podomoro Land itu berhasil menang. Eksekusi lahan secara brutal yang dipimpin oleh Juru Sita Pengadilan Negeri Karawang itu merupakan pelaksanaan putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 160.PK/PDT/2011 (tertanggal 25 Mei 2011, selanjutnya disebut PK 160). PK 160 telah memenangkan PT SAMP untuk mengusai lahan seluas 350 hektar dari rakyat. Meskipun sempat ditunda lantaran berada pada sengketa yang rumit, PK 160 akhirnya dilaksanakan berdasarkan surat Ketua Muda Perdata MA No.04/PAN.2/XII/357SPK/PDT/2012 tanggal 15 Januari 2013, surat Pengadilan Tinggi Bandung tanggal 28 November 2012, surat Plt Ketua PT Bandung tanggal 12 Februari 2013, surat Ketua PT Bandung tanggal 11 April 2013, serta hasil pemeriksaan Badan Pengawas MA, yang semuanya berisi petunjuk dan perintah pelaksaan eksekusi.

(21)

Rumusan Masalah

Secara historis gerakan sosial adalah fenomena universal. Masyarakat yang melakukan aksi ini tentu mempunyai alasan untuk bergabung dan berjuang mencapai tujuan kolektif mereka dan menentang orang yang menghalagi mereka mencapai tujuan itu. Sejarawan telah melukiskan pemberontakan dan ledakan ketidakpuasan di zaman kuno, pemberontakan petani yang hebat di tahun 1381 dan 1525, reformasi dan gerakan kultural, etnis dan nasional sejak zaman Renaisan. Strategi gerakan kini telah berkembang, para pengamat setuju bahwa gerakan sosial muncul paling banyak dalam masyarakat modern. Tentunya ada berbagai sebab yang memunculkan adanya suatu gerakan sosial. Kondisi munculnya bentuk modernisasi yaitu industrialisasi seharusnya dapat membantu aspek kehidupan masyarakat lebih baik, namun hal ini direspon berbeda oleh masyarakat khususnya para petani setempat yang mana wilayahnya digunakan untuk usaha industri. Oleh karena itu penelitian ini ingin mengetahui bagaimana kronologi lahan tiga desa yang akan dijadikan usaha industri oleh perusahaan?

Lahan pertanian merupakan alat produksi para petani tetapi mereka harus dijauhkan dengan lahannya untuk dijadikan industri. Industrialisasi pada masyarakat pertanian (agraris) di pedesaan merupakan salah satu penyebab perubahan sosial yang mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakatnya. Para petani yang kehilangan lahannya berani bersama melawan dan menggugat berdirinya industri. Sehingga muncul pertanyaan kedua, faktor-faktor apa saja yang mendorong para petani di wilayah Telukjambe Barat melakukan strategi gerakan dalam melawan perusahaan?

Selanjutnya para petani yang melakukan upaya melawan industrialisasi di wilayah Telukjambe Barat akan dapat dianalisis strategi yang digunakan untuk mencapai keberhasilan tujuan gerakan petani. Maka perlu dianalisis bagaimana strategi gerakan para petani Telukjambe Barat dalam melawan perusahaan? Seperti halnya yang dilakukan perlawanan Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) dan organisasi yang ada di bawahnya adalah bentuk perlawanan tersembunyi melalui strategi kemandirian produksi atau pun Petani Desa Cisarua tidak melakukan upaya untuk mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan dengan tindak kekerasan, demo, ataupun reclaiming (ambil paksa) karena petani tahu bahwa lahan yang mereka inginkan merupakan lahan yang legal secara hukum merupakan HGU milik perkebunan dan masih berlaku.

Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengkaji permasalahan yang telah dipaparkan yaitu melihat hubungan industrialisasi dengan strategi gerakan petani, tujuan khususnya ialah menjawab pertanyaan permasalahan, yakni:

1. Mengetahui kronologi lahan tiga desa yang akan dijadikan usaha industri oleh perusahaan.

(22)

3. Menganalisis strategi para petani Telukjambe dalam gerakannya untuk melawan perusahaan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna untuk berbagai pihak khususnya mengenai hubungan industrialisasi terhadap strategi gerakan para petani di wilayah Telukjambe Barat, Karawang. Secara umum karya ilmiah ini tentu ada keterbatasan dengan melihat kondisi lapang yang mungkin bisa berbeda dengan teori. Selain itu homogenitas jawaban pertanyaan dari petani karena yang mereka rasakan adalah sama.

1. Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan khususnya bagi para petani dalam persoalan sengketa lahan dengan pihak-pihak swasta ataupun pemerintah. Tentunya juga dapat mempelajari kasus konflik perebutan tanah sebelumnya yang terjadi sehingga dapat melakukan strategi yang tepat untuk mencapai tujuan.

2. Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam membuat keputusan yang tegas dan adil mengenai kasus industrialisasi dan gerakan petani. Antara swasta ataupun masyarakat diharapkan dapat memperoleh keputusan yang sesuai konstitusi atau kebijakan yang ada.

3. Peneliti dan Akademisi

(23)

PENDEKATAN TEORITIS

Konsep Modernisasi

Pada dasarnya semua bangsa dan masyarakat di dunia ini senatiasa terlibat dalam proses modernisasi, meskipun kecepatan dan arah perubahannya berbeda-beda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain (Suwarsono dan Y So 1994). Proses modernisasi itu sangat luas, hampir-hampir tidak bisa dibatasi ruang lingkup dan masalahnya, mulai dari aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, dan seterusnya. Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu arah perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju, di mana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Modernisasi merupakan salah satu teori pembangunan. Terdapat beberapa konsep kunci sosiologi yang berhubungan dengan proses-proses modernisasi seperti industrialisasi, pertumbuhan ekonomi, kapitalisasi, perubahan struktur masyarakat baik melalui kemajuan politik maupun mobilitas penduduk, perkembangan serta teknologi.

Menelusuri sejarah panjang cikal bakal teori modernisasi lahir sebagai produk sejarah tiga peristiwa penting dunia setelah masa Perang Dunia II. Pertama, munculnya Amerika Serikat sebagai kekuatan dominan dunia. Sekalipun negara-negara Barat lainnya, seperti Inggris, Perancis, dan Jerman semakin melemah setelah Perang Dunia II. Pada tahun 1950-an secara praktis Amerika Serikat mengambil peran sebagai pengendali percaturan dunia.

Kedua, pada saat yang hampir bersamaaan, terjadi perluasan gerakan komunis sedunia. Uni Soviet mampu memperluas pengaruh politiknya tidak saja sampai Eropa Timur tetapi juga sampai di Asia, antara lain Cina dan Korea. Ini secara tidak langsung mendorong Amerika Serikat untuk berusaha memperluas pengaruh politiknya pada belahan dunia lain, selain Eropa Barat.

Ketiga, lahirnya negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, yang sebelumnya merupakan daerah jajahan negara-negara Eropa. Negara-negara baru ini secara serempak mencari model-model pembangunan yang hendak digunakan sebagai contoh untuk membangun ekonominya dan dalam usaha untuk mempercepat pencapaian kemerdekaan politiknya. Situasi dunia seperti ini wajar jika elit politik Amerika Serikat memberikan dorongan dan fasilitas bagi ilmuwan sosialnya untuk mempelajari permasalahan Dunia Ketiga.

Jika pada masa sebelum Perang Dunia II, persoalan pembangunan negara Dunia Ketiga hanya sedikit sekali mendapat perhatian para ilmuwan Amerika Serikat, namun keadaan yang sebaliknya terjadi setelah Perang Dunia II. Dengan bantuan melimpah dari pemerintah Amerika Serikat dan organisasi swasta, satu generasi baru ilmuwan politik, ekonomi, dan para ahli sosiologi, psikologi, antropologi, serta kependudukan menghasilkan karya-karya disertasi dan monograf tentang Dunia Ketiga.

(24)

dan politik negara Indonesia. Hingga pada akhirnya saat ini Indonesia menganut sistem demokratisasi dengan dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Di sisi lain Indonesia juga memperkuat investasi dalam negeri berupa industrialisasi dan pasar untuk mempercepat pertumbuhan ekonominya. Kondisi ini menurut Boeke5 sebenarnya terdapat perbedaan mendasar antara tujuan-tujuan kegiatan ekonomi Barat dan Timur. Ada dorongan di satu pihak dan pengutamaan keperluan sosial di pihak lain. Percuma berusaha memasukkan teknologi dan kelembagaan modern dari Barat ke pedesaan Indonesia. Lebih tepat mempertahankan pola lama perekonomian desa. Pemikiran ini disebut “dualism statis” yaitu apa yang baik untuk sektor modern belum tentu baik pula untuk sektor tradisional, maka waspadalah dalam membina hubungan antara keduanya. Bentuk-bentuk modernisasi inilah yang biasa terjadi dalam masyarakat berupa industrialiasasi, urbanisasi, kapitalisasi, pertumbuhan ekonomi. Unsur-unsur kegiatan memodernkan suatu masyarakat mengadopsi apa yang dilakukan oleh Barat kemudian diterapkan di Indonesia. Tetapi tidak semua industrialisasi adalah bentuk dari modernisasi. Negara yang tidak menganut perspektif modernisasi di sisi lain juga menerapkan industrialisasi negara.

Industrialisasi

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, produk setengah jadi, dan atau produk jadi menjadi produk dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Industrialisasi sebagai bentuk strategi modernisasi hadir dalam bentuk kegiatan ekonomi Barat untuk mempengaruhi ekonomi Timur yang ada di pedesaan. Melalui industrialisasi ini perubahan-perubahan yang luas dalam kehidupan masyarakat diharapkan terjadi sesuai pernyataan Purwanto (2005) yang dikutip oleh Vanadiani (2011).

Berkembangnya masyarakat dan maraknya program pembangunan membawa konsekuesi semakin pesat dan perubahan pada masyarakat pedesaan. Hal yang paling sering dijumpai dalam kehidupan pedesaan di Jawa adalah adanya industrialisasi seiring dengan tujuan negara untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi. Industrialisasi pedesaan didasarkan pada model transformasi teknologi dan pengetahuan dengan sebesar-besarnya memanfaatkan sumberdaya lokal. Industri pedesaan adalah transisi dari industri yang bersifat warisan dengan industri modern. Melalui industri ini dapat berfungsi sebagai alat pertumbuhan ekonomi. Dengan industrialisasi, kualitas dan produktivitas terjaga sehingga desa mampu bersaing di dalam sistem ekonomi yang modern.

Berkembangnya industri di pedesaan tidak terlepas dari alasan yang menganggap industri lebih penting untuk dikembangkan, terutama dibandingkan dengan bidang pertanian. Industrialisasi pedesaan juga berfungsi meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi, dan hal ini dapat diukur antara lain dari segi pendapatan dan lapangan kerja baru. Secara sempit industrialisasi pedesaan bertujuan menganekaragamkan peningkatan pendapatan dan peningkatan

5J. H. Boeke dalam Sajogyo.Lapisan Masyarakat yang Paling Lemah di Pedesaan Jawa. 1978. Prisma. 7(3): 3-14.

(25)

produktivitas ekonomi masyarakat pedesaan6. Pada perkembangannya keberadaan industri di pedesaan seringkali untuk mendapatkan tenaga murah, menghindari protes dan sekaligus karena diletakkan di pedesaan oleh peraturan pemerintah. Selain itu juga diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 daerah diberi kewenangan dan menjalankan kekuasanan ekonominya. Sehingga mendorong upaya pemerintah daerah setempat untuk membangun industri-industri di pedesaan dan kota-kota kecil.

Menurut Purwanto (2005) seperti yang dikutip oleh Vanadiani (2011) bahwa industrialisasi menyebabkan penyempitan lahan pertanian, peningkatan arus migrasi, terbukanya kegiatan ekonomi dan munculnya peluang kerja di bidang non pertanian. Di kawasan industri lahan pertanian dialihfungsikan untuk pembangunan industri. Selain itu, tenaga kerja merupakan input utama dalam proses produksi industri yang dapat ditemukan di pedesaan. Dalam kaitannya dengan input produksi lahan, pengembangan industri mengharuskan terjadinya konversi atau alihfungsi lahan dari kegiatan pertanian ke non pertanian. Konversi lahan menjadi aktivitas utama yang menandai berdirinya industri di kawasan pedesaan. Akibat lebih lanjut adalah terkonsentrasinya penguasaan lahan di tangan petani lapisan atas serta pemilik modal. Lahan tidak hanya diubah menjadi kawasan industri, namun setelahnya diikuti pula oleh berubahnya lahan menjadi unit usaha lain di pedesaan. Selain konversi lahan, timbul pula gejala komersialisasi lahan yang meluas cepat di daerah pedesaan. Lahan yang semula menjadi faktor penghasil komoditas pertanian berubah menjadi komoditas itu sendiri. Semakin sempit lahan garapan untuk bertani dan semakin terpusatnya penguasaan lahan di kalangan petani lapisan atas dan pemilik modal, dapat mempengaruhi aktivitas pertanian di pedesaan. Lahan yang semula menjadi faktor penghasil komoditas pertanian berubah menjadi komoditas itu sendiri. Menurut Schneider (1993) yang dikutip oleh Hasan et al. (2014) salah satu akibat yang terpenting dari timbulnya industrialisasi adalah terbentuknya komunitas-komunitas baru, atau perubahan serta pertumbuhan yang cepat dari komunitas-komunitas yang sudah ada. Masuknya para pekerja pendatang dalam jumlah yang banyak dan menetap di desa, pada akhirnya menyebabkan peningkatan jumlah tenaga kerja dan pertumbuhan komunitas di sekitar industri. Kehadiran para pendatang ini kemudian akan mempengaruhi proses sosial, terutama pada relasi sosial yang terjadi di kalangan masyarakat desa.

Konsep Hak Atas Tanah

Hukum tanah nasional Indonesia diatur di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria atau UUPA. Dalam konteks reforma agraria, tanah memiliki posisi penting. Artian tanah tidak semata-mata tanah tetapi juga air, udara, dan ruang angkasa serta segala sesuatu yang terkandung di dalamnya.

Tanah menempati kedudukan strategis dalam kehidupan petani, karena tanah merupakan modal utama, di sanalah tempat atau pangkal dari budaya petani itu sendiri. Ketika kemudian tanah dapat dimiliki dan diwariskan oleh para petani, 6 Konsep ini merupakan pemikiran yang dikemukakan oleh Profesor Sarbini Sumawinata, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

(26)

tanah memiliki nilai yang begitu besar. Tanah adalah permukiman bumi demikian dinyatakan dalam Pasal 4 UUPA.

Menurut Harsono (2007) hak atas tanah dengan demikian mengandung kewenangan, sekaligus kewajiban bagi pemegang haknya untuk memakai dalam arti menguasai, menggunakan dan mengambil manfaat dari satu bidang tanah tertentu yang dihaki. Adapun pemakaiannya tidak mungkin terbatas pada permukaan bumi tanahnya saja. Untuk keperluan apapun selalu diperlukan penggunaan sebagian tubuh bumi di bawahnya dan atau sebagian ruang di atasnya. Maka hak atas tanah bukan saja memberi wewenang untuk memakai bidang tanah yang dihaki. Tetapi kewenangan pemakaian itu meliputi juga sebagian tubuh bumi di bawahnya sebagian ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan pemakaian tanah yang dihaki. Sedalam dan setinggi dalam batas kewajaran, sesuai tujuan penggunaan dan kemampuan fisik tanahnya serta ketentuan hukum yang berlaku, biarpun bumi, air, dan ruang tersebut tidak termasuk obyek haknya. Tanah mempunyai fungsi sosial yaitu mengandung unsur kebersamaan dan keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Penerapannya menghormati hak dan martabat pemegang hak yang bersangkutan. Jika tanah yang dihaki karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalur air. Pemegang hak atas tanah yang bersangkutan wajib membrikan jalan keluar atau kemudahan lain dari bidang tanah yang terkurung.

Hak-hak atas tanah yang ketentuan hukumnya diatur dalam UUPA adalah hak milik, hak guna, hak usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai. Tetapi untuk ukuran pada taraf individu hanya akan dibahas mengenai hak milik. Ketiga hak lainnya memiliki kriteria peruntukkan untuk usaha dan kegiatan pemerintahan. Hak milik bersifat khusus yang bukan sekedar berisikan kewenangan untuk memakai suatu bidang tanah tertentu yang dihaki tetapi juga mengandung hubungan psikologis-emosional antara pemehang hak. Dalam hukum tanah nasional, hak milik diperuntukkan khusus bagi warga negara Indonesia saja yang yang berkewarganegaraan tunggal, baik untuk keperluan membangun sesuatu di atasnya, tidak terbatas jangka waktu berlakunya. Dapat beralih warisan atau pindah tangan kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hal tanggungan. Hanya tanah hak milik yang dapat diwakafkan, setelah diwakafkan tanah yang bersangkutan tidak lahi berstatus hak milik. Hak milik ini apabila dimiliki oleh individu akan mampu memberikan akses bagi individu untuk memanfaatannya seperti yang telah diatur dalam UUPA.

Konsep Gerakan Sosial

(27)

ini dicirikan oleh bersatunya orang-orang untuk mengorganisir diri dalam tujuannya membuat perubahan dalam masyarakat.

Menurut Sztompka terdapat empat komponen penting dari gerakan sosial yaitu: 1) kolektivitas orang yang bertindak bersama; 2) tujuan bersama adalah perubahan tertentu; 3) kolektivitas relatif tersebar namun lebih rendah derajatnya; dan 4) tindakannya mempunyai derajat spontanitas yang tinggi tetapi tak terlembaga. Pernyataan ini didukung juga oleh Mc Adam dan Snow seperti yang dikutip Sztompka (2005) bahwa gerakan sosial adalah aksi kolektif, kesinambungan (temporal), hilang-muncul lagi, dan berada di luar jalur kelembagaan.

Dalam perubahan sosial, gerakan sosial bisa menjadi penyebab, efek maupun mediator yang mempengaruhi jalannya perubahan sosial. Selama ini penelitian banyak membahas mengenai gerakan sosial adalah menuntut suatu perubahan, jarang sekali sebagai dampak dari perubahan sosial. Apabila dilihat memang seperti siklikal tetapi tergantung melihatnya dari segi mana.

Sedangkan menurut Mc Adam et al. seperti yang dikutip Ariendi (2011) gerakan sosial terjadi pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan, transisional menuju perubahan sosial karena terbukanya kesempatan aktor untuk merespon, memobilisasi struktur-struktur sosial dan budaya. Sehingga memungkinkan dilakukannya komunikasi, koordinasi, dan komitmen di antara para aktor sehingga menghasilkan kesamaan pengertian dan memunculkan kesadaran bersama tentang apa yang sedang terjadi. Ada sebuah tesis yang dikutip oleh Sztompka (2005) dari Nedihhart dan Rucht yang mengatakan semakin modern suatu kehidupan semakin tinggi adanya gerakan sosial. Masyarakat yang sangat modern cenderung menjadi masyarakat gerakan.

Keduanya memiliki hubungan karena modernitas adalah bagian dari adanya perubahan sosial. Kembali kepada konsep industrialisasi pedesaan yang berfungsi meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi, dan hal ini dapat diukur antara lain dari segi pendapatan dan lapangan kerja baru. Secara sempit industrialisasi pedesaan bertujuan menganekaragamkan peningkatan pendapatan dan peningkatan produktivitas ekonomi masyarakat pedesaan. Sehingga muncul berbagai pendapat munculnya gerakan sosial di zaman modern, yaitu:

a. Tema Emile Durkheim: kepadatan penduduk di Jawa;

b. tema Ferdinand Tonnies: masyarakat guyub (gemenshaft)  tidak guyub (gessellschaft);

c. tema Marxian: adanya ketimpangan antara lapisan atas dan bawah; d. tema Weberian: transformasi sistem politik menjadi lebih demokratis; e. Auguste Comte dan Saint Simon: penaklukan, kontrol, dominasi; f. peningkatan pendidikan dan kultur umum akan kesadaran; g. kemunculan dan penyebaran media massa.

(28)

sebuah pandangan hidup mengenai kearifan lokal, khususnya masyarakat Sedulur Sikep. Hubungan keduanya memunculkan suatu gerakan sosial yaitu gerakan Sedulur Sikep.

Faktor-Faktor Keterlibatan Gerakan Petani

Faktor Internal

Pembahasan sebelumnya menyatakan bagaimana keterlibatan masyarakat khususnya para petani dalam suatu gerakan sosial. Dalam konteks penelitian ini adalah gerakan petani. Terdapat berbagai alasan selain contoh yang diungkapkan dalam kasus masyarakat Sedulur Sikep sesuai yang dikatakan Pangestu (1995) yang dikutip oleh Febriana (1995) dari Keterlibatan seseorang dalam suatu program atau kegiatan tergantung pada faktor-faktor internal. Hal-hal yang mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu tersebut mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah dan pengalaman berkelompok, dan jumlah penyebaran media informasi.

Sesuai pernyataan Ajiswarman (1996) yang dikutip oleh Wicaksono (2010) bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap sesuatu hal yang baru. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah baginya untuk menerima hal-hal baru yang ada di sekitarnya.

Jumlah beban tanggungan juga dinyatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi. Seperti yang diungkapkan Ajiswarman (1996) dikutip oleh Febriana (2008) bahwa semakin besar jumlah beban keluarga menyebabkan waktu untuk berpatisipasi dalam kegiatan akan berkurang karena sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga. Faktor Eksternal

Faktor-faktor eksternal berdasarkan sejarah perlawanan petani di Indonesia yang dapat mempengaruhi keterlibatan petani dalam gerakan adalah kesempatan politik menjadi salah satu pokok terjadinya gerakan sosial dan terjadinya protes berhubungan dengan lingkungan dari kesempatan politik yang ada disuatu kota. Saat awal abad 19 mereka bergantung pada organisasi kepartaian seperti SI, IP, dan ISDP. Sementara pada awal kemerdekaan bergantung pada partai politik, dan masa orde baru bergantung kepada mahasiswa dan LSM atau organisasi pendukung para petani. Seperti Petani Pasundan (SPP) memiliki keterkaitan dengan gerakan mahasiswa di Kota Ciamis, gerakan petani Desa Keprasan Kabupaten Blitar memiliki keterkaitan dengan LBH Surabaya.

(29)

dengan gerakan mahasiswa di Kota Ciamis, gerakan petani Desa Keprasan Kabupaten Blitar memiliki keterkaitan dengan LBH Surabaya. Hal itulah yang menjadi dasar bahwa strategi gerakan petani dalam melawan kekuasaan yang ada berbeda-beda tergantung dari dukungan yang mereka dapatkan dalam melawan arus ketidakadilan.

Gerakan Petani di Indonesia

Tanpa adanya pemberontakan petani, radikalisme di negara-negara agraris dan semi agraris tak akan mampu menuntaskan sebuah transformasi sosial sesuai pernyataan Bahri (1999) yang dikutip Fajrin (2011). Begitu juga aksi-aksi pemberontakan petani banyak bermunculan juga di Indonesia. Seperti gerakan Samin di Jawa Tengah (akhir abad 19), gerakan petani melawan tuan tanah di Ciomas (1886), Kartosuro (1886), dan pemberontakan petani Banten (1888) . Gerakan-gerakan petani ini merupakan salah satu bentuk dari gerakan sosial (Handayani 2004). Gerakan tersebut bersifat sangat lokal, sporadis, dan tidak memiliki hubungan antara gerakan yang satu dengan yang lain. Mereka memiliki tujuan dalam satuan kelompok gerakan.

Pada tahun 1912 terjadi pengorganisasian petani secara masif di Sumatera, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera. Serikat Islam (SI) merupakan organisasi yang sangat berpengaruh saat itu berhasil mempertemukan gerakan petani di pedesaan dengan gagasan revolusioner kemerdekaan. Membentuk tatanan masyarakat untuk terbebas dari kolonial. Organisasi ini berhasil memperkenalkan aksi perlwanan yang berbeda, sepeti boikot dan pemogokan. Aksi perlawanan ini diadopsi untuk menentang pemilik modal dan pemerintah yang saat itu marak terjadi di Eropa. Tak heran organisasi SI, Indische Partij (IP), dan Indische Social-Democratische Partij (ISDP) melakukan hal itu bersama para petani karena banyak di antara mereka bersekolah di Eropa.

Pasca kemerdekaan, khususnya pada periode waktu 1950–1965, hampir seluruh organisasi petani yang ada merupakan perpanjangan tangan dari berbagai partai politik di tingkat nasional. Kehadiran organisasi tani seperti Serikat Tani Islam Indonesia (STII) yang bernaung di bawah Masyumi, Persatuan Tani Nahdatul Ulama (PETANU) yang bernaung di bawah NU, Persatuan Tani Indonesia (PETANI) yang bernaung di bawah PNI, serta Barisan Tani Indonesia (BTI) yang memiliki hubungan yang erat dengan PKI, menjadi peta gerakan petani pasca kemerdekaan hingga tahun 1965. PKI mengklaim dirinya sebagai perwakilan dari para petani tak bertanah. Tetapi justru mentah dengan sendirinya. BTI malah melindungi tuan tanah yang menjadi simpatisan dari PKI.

Pemerintahan Presiden Soeharto melarang seluruh kegiatan organisasi petani yang ada di masa pemerintahan Presiden Soekarno. Para petani mulai kehilangan kekuatan politik karena banyak para pemimpin gerakan yang dibunuh dan mendapatkan tekanan hidup dari rezim orde baru. Kembali pada kehidupan semula petani adalah jalan keluar saat itu, mereka berusaha memperthankan hidup dengan berbagai intervensi Rezim Orde Baru.

(30)

sosial politik, pendidikan, kesehatan, dan advokasi. Mahasiswa yang dibungkam saat Pemerintahan Soeharto mulai turun ke jalan, begitu juga LSM yang sudah berpengalaman dalam menangani permasalahan lebih petani lebih banyak mengambil jalan pembelaan di peradilan atau mengirim surat protes ke pemerintah. Para petani mulai mengenal aksi massa dan demonstrasi setelah menjalin hubungan dengan mahasiswa, kelompok gerakan perkotaan. Pada awal 1990-an terjadi aliansi gerakan petani dengan mahasiswa dalam bentuk demonstrasi ke DPRD dan kantor-kantor gubernur.

Strategi Gerakan Petani

Scott (1993) menjelaskan perbedaan antara perlawanan “sungguh-sungguh” dengan perlawanan yang bersifat “insidental”. Perlawanan “insidental” ditandai oleh: (a) tidak terorganisasi, tidak sistematis, dan individual, (b) bersifat untung-untungan dan pamrih, (c) tidak mempunyai akibat-akibat revolusioner, dan (d) dalam maksud dan logika mengandung arti penyesuaian dengan sistem dominan yang ada. Sebaliknya perlawanan “sungguh-sunguh” ditandai dengan: (a) lebih teroganisasi, sistematis, dan kooperatif, (b) berprinsip atau tanpa pamrih, (c) mempunyai akibat-akibat revolusioner, dan (d) mengandung gagasan atau tujuan yang meniadakan dasar dari dominasi. Scott juga mengatakan bahwa apapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh petani dapat dilihat sebagai perlawanan seperti aksi mencuri hasil panen jika hal tersebut sesuai dengan tujuan definisi perlawanan. Perlawanan petani juga tidak harus dalam bentuk aksi bersama.

Untuk mencapai tujuan, petani perlu menyusun strategi gerakan yang tepat. Terdapat dua bentuk strategi umum yang dapat dilakukan oleh petani, yaitu: (1) melalui jalur hukum dan (2) aksi massa secara langsung oleh petani. Aksi massa menurut Aji (2005), dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: (1) reklaiming; (2) ekspansi anggota baru; (3) dukungan terhadap organisasi tani lokal; dan (4) aksi demonstrasi.

Menurut Sitorus (2006), berdasarkan moda gerakan reklaim tanah, tipologi reforma agraria dibagi menjadi tiga yaitu: (1) aneksasi, (2) integrasi, dan (3) kultivasi. Pembagian tipologi reforma agraria dari bawah ini merujuk pada cara mendapatkan akses terhadap tanah. Tipe aneksasi dimana masyarakat secara langsung menempati kawasan hutan negara secara paksa dan illegal untuk kegiatan pertanian. Tipe kedua ialah tipe integrasi di mana gerakan yang dilakukan masyarakat mengkolaborasikan negara dan komunitas lokal dalam manajemen sumberdaya hutan. Tipe yang ketiga ialah tipe kultivasi, menggabungkan kedua tipe aneksasi dan integrasi. Pada satu sisi, tanah direklaim dan secara faktual ditanami atau diusahakan oleh penduduk tapi di sisi lain tanah juga masih diklaim dan juga secara faktual dikelola sebagai bagian dari taman nasional seperti di Sintuwu di mana penduduk merambah kawasan hutan negara dan melakukan aksi unjuk rasa untuk memperjuangkan hak mereka.

Konsep Petani

(31)

bidang pertanian disebut dengan petani. Tetapi terdapat perbedaan dalam definisi petani itu sendiri dari berbagai sudut pandang. Sjaf (2010) menyatakan bahwa petani tergolong menjadi dua yaitu peasant dan farmer. Sifat usaha pertanian peasant berupa pengolahan lahan dengan bantuan keluarga sendiri untuk menghasilkan bahan makanan bagi keperluan hidup sehari-hari keluarga petani tersebut atau disebut cara hidup subsisten. Sedangkan, farmer melakukan pengolahan lahan pertanian dengan bantuan tenaga buruh tani, dan menjalankan produksi dalam rangka untuk mencari keuntungan dengan cara hasil produksi pertanian mereka dijual ke pasar.

Scott menyatakan tentang relasi sosial yang dibangun petani dengan aktor lain melahirkan prinsip “savety first” untuk menyelamatkan diri dari kekuatan lain. Kritik Popkin terhadap Scott yang dikutip Purwandari et al. (2012) menyatakan bahwa petani memiliki aspek-aspek rasionalitas untuk menunjang kelangsungan kehidupan mereka. Selama masih ada tingkat-tingkat ekonomi ganda, keinginan untuk maju dari satu tingkat ke tingkat selanjutnya, dan keinginan untuk menghindari kejatuhan, para petani akan selalu terlibat baik dalam asuransi maupun dalam perjudian yakni investasi yang aman atau penuh resiko. Meskipun secara teoritis paparan Popkin merupakan kritik atas tesis Scott, namun prakteknya, masih terdapat prinsip “mencari aman” yang muncul dalam investasi yang dijalankan di mana petani cenderung akan memilih investasi pribadi untuk kesejahteraan masa depan melalui anak dan tabungan daripada berinvestasi, dan mengandalkan resiprositas dan asuransi masa depan yang berasal dari desa.

Kerangka Pemikiran

Masuknya bentuk modernisasi berupa industrialisasi di pedesaan dengan dominasi kehidupan para petani akan memberikan perubahan kepada kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi bagi para petani di desa. Biasanya upaya modern yang ditanam di daerah pedesaan dalah sebuah industri ataupun perluasan areal perkebunan baik dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Pada penelitian ini akan dibahas suatu pengembangan industri yang masuk ke wilayah Telukjambe Barat ditandai dengan adanya konversi dan komersialisasi lahan, serta ketenagakerjaan. Industrialisasi tersebut memiliki hubungan dengan proses pengalihan kepemilikan lahan. Lahan pertanian yang dimiliki para petani berubah secara hak dan penguasaanya. Kemudian munculah reaksi yang berhubungan dengan berdirinya industri di pedesaan. Para petani melawan dan mempertahankan kehidupan lama mereka. Dalam penelitian yang akan diungkap adalah strategi petani ketika melawan arus modernisasi yang masuk ke desa mereka. Upaya yang mereka lakukan adalah aksi kolektif dari bawah yang tidak terlembaga dan bersifat spontanitas untuk mencapai tujuan perubahan sosial yang dikehendaki. Sehingga nilai-nilai tradisi mereka tetap bertahan atau kehidupan sejahtera mereka tidak terganggu.

(32)

Gambar 1 Kerangka pemikiran

Terdapat juga faktor-faktor yang membuat para petani untuk ikut serta dalam gerakan petani kemudian mengatur strategi yang mereka gunakan untuk mencapai tujuan bersama. Faktor-faktor tersebut terdiri dari internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah dan pengalaman dan berkelompok, serta tingkat penyebaran media informasi. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari kesempatan politik dan organisasi pendukung.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis

(33)

Hipotesis pengarah

Dari kerangka pemikiran di atas maka dapat disusun hipotesis pengarah yaitu terdapat hubungan faktor eksternal dengan keterlibatan petani dalam gerakan yang kemudian memicu para petani untuk berstrategi dalam gerakan tersebut apakah secara bentuk dan sifat.

Hipotesis Uji

1. Terdapat hubungan antara tingkat industrialisasi yang tinggi dengan perubahan kepemilikan lahan.

2. Terdapat hubungan perubahan kepemilikan lahan dengan strategisnya gerakan petani.

3. Terdapat hubungan dorongan faktor internal yang tinggi dengan strategisnya gerakan petani.

Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional yang digunakan untuk mengukur variabel. Masing-masing variabel diberi batasan terlebih dahulu agar dapat ditentukan indikator pengukurannya. Istilah-istilah yang digunakan adalah:

Tingkat Industrialisasi

Konversi lahan

Konversi lahan adalah perubahan fungsi peruntukkan lahan. Sementara tingkat konversi lahan menunjukkan laju alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dari waktu ke waktu. Konversi lahan berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan pertanian. Konversi lahan ditandai dengan:

1. Terjadi perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian sejak ada industri hingga saat ini.

2. Perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian sejak berkembangnya industri hingga saat ini dalam kurun waktu 5 tahun meningkat.

Komersialisasi lahan

Komersialisasi lahan adalah suatu proses menjadikan lahan sebagai komoditas ekonomi atau barang dagangan. Sementara tingkat komersialisasi lahan menunjukkan laju pengalihan kepemilikan lahan dari satu orang ke orang lainnya yang dilakukan atas dasar ekonomi. Komersialisasi lahan ditandai dengan:

1. Pemilikan atau penguasaan lahan responden diperoleh dari hasil jual beli.

Penyerapan tenaga kerja

Penyerapan tenaga kerja (TK) adalah kesempatan kerja yang diberikan sektor industri pada masyarakat, serta sejauh mana masyarakat dapat memanfaatkan kesempatan kerja tersebut. Tingkat penyerapan tenaga kerja d ditandai dengan: 1. Ketersediaan TK untuk usaha non pertanian lebih tinggi dari ketersediaan TK

untuk usaha pertanian.

(34)

3. Permintaan TK di sektor non pertanian lebih tinggi dari permintaan dan penawaran TK di sektor pertanian.

4. Penawaran TK di sektor non pertanian lebih tinggi dari permintaan dan penawaran TK di sektor pertanian

Variabel ini diukur dengan menggunakan skala Likert, yaitu: (i) Sangat sesuai (skor 5)

(ii) Sesuai (skor 4)

(iii)Ragu-ragu (skor 3) (iv)Tidak sesuai (skor 2) (v) Sangat tidak sesuai (skor 1)

Data diukur menggunakan skala ordinal. Dihitung dengan rumus : (nilai maksimal-nilai minimal):3. Jika diklasifikasikan berdasarkan total jumlah indikator yang digunakan, maka tingkat industrialisasi dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu:

Hak milik bersifat khusus yang bukan sekedar berisikan kewenangan untuk memakai suatu bidang tanah tertentu yang dihaki tetapi juga mengandung hubungan psikologis-emosional antara pemehang hak. Hak milik tanah dapat diketahui dengan indikator berikut ini:

1. Hak milik diperuntukkan khusus bagi warga negara Indonesia saja yang berkewarganegaraan tunggal.

2. Tanah untuk keperluan membangun sesuatu di atasnya 3. Tidak terbatas jangka waktu berlakunya.

4. Dapat beralih warisan atau pindah tangan kepada pihak lain yang memenuhi syarat.

5. Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hal tanggungan. 6. Hanya tanah hak milik yang dapat diwakafkan.

Variabel ini diukur dengan menggunakan:

(i) Ya (Skor 2)

(ii)Tidak (Skor 1)

Data diukur menggunakan skala ordinal. Dihitung dengan rumus : (nilai maksimal-nilai minimal):3. Menggunakan ukuran waktu sebelum dan sesudah proses industri masuk. Jika diklasifikasikan berdasarkan total jumlah indikator yang digunakan, maka penilaian terhadap kepemilikan tanah dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

Tinggi : skor 10 < x ≤ 12 Sedang : skor 8 < x ≤ 10 Rendah : skor 6 ≤ x ≤ 8

(35)

Faktor-Faktor Internal 1. Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah baginya untuk menerima hal-hal baru yang ada di sekitarnya. Kondisi ini akan disesuaikan dengan rata-rata tingkat pendidikan para responden.

Data diukur menggunakan skala ordinal. Jika diklasifikasikan berdasarkan total jumlah indikator yang digunakan, maka tingkat pendidikan dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

Tinggi : 75 ≤ x ≤ 100 Sedang : 50 ≤ x < 75 Rendah : 25 ≤ x < 50. 2. Jumlah beban keluarga

Jumlah beban tanggungan juga dinyatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi. semakin besar jumlah beban keluarga menyebabkan waktu untuk berpatisipasi dalam kegiatan akan berkurang karena sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga. Kondisi ini akan disesuaikan dengan rata-rata tingkat pendidikan para responden.

Data diukur menggunakan skala ordinal. Jika diklasifikasikan berdasarkan total jumlah indikator yang digunakan, maka jumlah beban keluarga dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

Tinggi : x�+ sd < x

Sedang : x� −sd≤x≤ x�+ sd

Rendah : x < x� −sd

3. Jumlah dan pengalaman berkelompok

Keikutsertaan petani dalam mengikuti kegiatan baik organisasi, lembaga, atau perkumpulan lainnya. Kondisi ini akan disesuaikan dengan rata-rata jumlah dan pengalaman berkelompok para responden.

Data diukur menggunakan skala ordinal. Jika diklasifikasikan berdasarkan total jumlah indikator yang digunakan, maka jumlah dan pengalaman berkelompok dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

Tinggi : x�+ sd < x

Sedang : x� −sd≤x≤ x�+ sd

Rendah : x < x� −sd

4. Tingkat penyebaran media Informasi

Muncul berbagai pendapat munculnya gerakan sosial di zaman modern karena terdapat penyebaran media informasi. Penyebaran informasi melalui media informasi telah seperti surat kabar, radio, televisi dan film telah membentuk pengetahuan dan pendapat manusiadalam kehidupan. Bahkan dari orang di sekitar kita.

Data diukur menggunakan skala ordinal. Jika diklasifikasikan berdasarkan total jumlah indikator yang digunakan, maka tingkat penyebaran media informasi dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

(36)

Sedang : x� −sd≤ x≤x�+ sd

Rendah : x < x� −sd

Strategi Gerakan

Strategi Gerakan, menurut Scott (1993) menjelaskan perbedaan antara perlawanan “sungguh-sungguh” dengan perlawanan yang bersifat “insidental”. Untuk mencapai tujuan, petani perlu menyusun strategi gerakan yang tepat.

Perlawanan sungguh-sungguh

Perlawanan “sungguh-sunguh” ditandai dengan: 1. lebih teroganisasi, sistematis, dan kooperatif, 2. berprinsip atau tanpa pamrih,

3. mempunyai akibat-akibat revolusioner atau perubahan yang berarti banyak, dan

4. mengandung gagasan atau tujuan yang meniadakan dasar dari dominasi, 5. untuk mencapai tujuan, petani perlu menyusun strategi gerakan yang tepat. Sedangkan untuk insidental dapat diukur melalui kebalikan dari perlawanan sungguh-sungguh.

Bentuk strategi

Berdasarkan bentuk terdapat dua strategi umum yang dapat dilakukan oleh petani, yaitu:

1. Melalui jalur hukum:

Strategi melalui jalur hukum dilakukan dengan mengirim surat dan melakukan berbagai pertemuan dengan pejabat dan instansi terkait.

2. Aksi massa secara langsung oleh petani.

Aksi massa menurut Aji (2005), dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: Reklaiming, moda gerakan reklaim tanah dibagi menjadi tiga yaitu:

- Masyarakat secara langsung menempati kawasan hutan negara secara paksa dan illegal untuk kegiatan pertanian.

- Gerakan yang dilakukan masyarakat mengkolaborasikan negara dan komunitas lokal dalam manajemen sumberdaya hutan.

- Menggabungkan kedua tipe, pada satu sisi tanah direklaim dan secara faktual ditanami atau diusahakan oleh penduduk tapi di sisi lain tanah juga masih diklaim dan juga secara faktual dikelola oleh pihak selain penduduk.

Ekspansi anggota baru;

Dukungan terhadap organisasi tani lokal; dan Aksi demonstrasi.

Variabel ini diukur dengan menggunakan skala Likert, yaitu: (i) Sangat sesuai (skor 5)

(ii) Sesuai (skor 4)

(37)

(v) Sangat tidak sesuai (skor 1)

Data diukur menggunakan skala nomina. Dihitung dengan rumus : (nilai maksimal-nilai minimal):3. Jika diklasifikasikan berdasarkan total jumlah indikator yang digunakan, maka strategi petani dapat dibagi kedalam tiga kategori, yaitu:

(38)
(39)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang didukung data kualitatif untuk memperkaya data dan informasi yang diperoleh. Sehingga hasil penelitian ini dapat lebih memahami fenomena sosial yang terjadi di lapang. Penelitian kuantitatif diperoleh dengan menggunakan metode survei menggunakan instrumen kuesioner. Hal ini sesuai dengan pandangan Singarimbun et al. (1989), “penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok”. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan menetapkan terlebih dahulu konsep sebagai variabel-variabel yang berhubungan berdasarkan teori yang sudah ada. Kemudian variabel-variabel tersebut dicari dan ditetapkan indikator-indikatornya. Hasil dari indikator yang telah ditetapkan tersebut kemudian dibuat dalam bentuk kuesioner yang terdiri dari pilihan jawaban dan skor-skor yang telah di tentukan peneliti.

Pendekatan penelitian kuantitatif digunakan untuk menguji konsep industrialisasi, perubahan kepemilikan lahan, faktor-faktor internal yang berhubungan dengan keterlibatan petani , serta strategi gerakan para petani yaitu secara bentuk dan sifat. Sedangkan penelitian kualitatif dilakukan dengan cara wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumentasi terkait. Data kualitatif digunakan untuk menjelaskan atau menggambarkan mengenai kronologi lahan tiga desa di wilayah Telukjambe Barat, faktor-faktor eksternal terdiri dari organisasi pendukung dan kesempatan politik para petani berhubungan dengan keterlibatan gerakan sehingga mengatur strategi gerakan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi pengumpulan data untuk keperluan penelitian ini adalah di wilayah Telukjambe Barat. Terdapat tiga desa yang lahan pertaniannya dalam kasus ini akan dijadikan indsutri yaitu Desa Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja atau purposive, yaitu berdasarkan data bahwa para pemilik lahan di tiga desa tersebut melakukan gerakan untuk mempertahankan kepemilikan lahan mereka dari industri. Selain itu, sengketa lahan ini telah berlansung selama 20 tahun lebih yaitu berawal sejak PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP) mengklaim menguasai lahan 350 hektar. Kemudian diakuisisi sekitar 50 persen sahamnya oleh Agung Podomoo Land untuk dijadikan wilayah industri.

(40)

pengambilan data lapangan, draft skripsi, uji petik, sidang skripsi dan perbaikan laporan skripsi (lihat Lampiran 1).

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan langsung di lapangan dengan cara observasi, survei, serta wawancara mendalam yang dilakukan langsung kepada respondern maupun informan. Alat ukur yang digunakan dalam mengumpulkan data kuantitatif adalah kuesioner yang ditujukan kepada responden. Pengisian kuesioner dipandu oleh peneliti untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pengisian jawaban.

Sedangkan data sekunder diperoleh melalui informasi tertulis di kantor desa, data-data dan literatur-literatur yang mendukung kebutuhan data mengenai fokus penelitian seperti sejarah lahan di Telukjambe Barat, profil desa, monografi, daftar pemilik lahan yang lahannya terkena sengketa. Adapun juga berupa literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian seperti buku-buku mengenai gerakan sosial, industrialisasi, serta literatur-literatur terkait.

Responden adalah orang yang memberikan keterangan mengenai informasi ataupun data di sekitar lingkungannya yang berhubungan dengan penelitian ini. Populasi dalam penelitian terdiri yaitu para petani pemilik lahan sengketa dengan PT SAMP di wilayah Telukjambe Barat, yaitu di Desa Wanasari, pada blok 14, Desa Wanakerta pada blok 9, dan Margamulya pada blok 3.

Teknik Penentuan Responden dan Informan

(41)

Gambar 2 Metode pengambilan sampel

Total populasi adalah 278 orang yang menyebar di tiga desa yaitu Wanasari berjumlah 131 orang, Wanakerta berjumlah 48 orang, dan Margamulya berjumlah 99 orang. Secara keseluruhan daftar pemilik lahan blok-blok tertentu dari setiap desa telah direduksi dari nama pemilik yang lebih dari satu. Hal ini agar memiliki peluang yang sama. Desa Wanasari memang terpilih lebih banyak dibandingkan dua desa lainnya. Selain itu, beberapa pemilik lahan sudah ada yang pergi keluar desa sehingga membutuhkan beberapa pergantian responden. Sebelumnya telah dilakukan pengambilan lebih dari 32 sampel untuk antisipasi hal tersebut. Sementara itu, pemilihan terhadap informan akan dilakukan secara sengaja (purposive) dan jumlahnya tidak ditentukan. Informan adalah pihak yang memberikan keterangan dan informasi yang dibutuhkan dan digunakan sebagai pendukung data penelitian. Orang-orang yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini adalah aparatur desa, tokoh masyarakat, LSM, ormas yang mengetahui jelas perkembangan sengketa lahan di wilayah Telukjambe Barat.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini memiliki dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2007 dan SPSS. for windows 21.0. Pembuatan tabel fekruensi serta tabel tabulasi silang untuk melihat data awal responden masing-masing variabel secara tunggal menggunakan Microsoft Excell 2007. Selanjutnya dan SPSS. for windows 21.0 digunakan untuk membantu dalam uji statistik yang akan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan antara industrialisasi dengan strategi gerakan para petani.

(42)
(43)

GAMBARAN UMUM DESA

Kondisi Geografis Tiga Desa

Desa Wanasari merupakan sebuah desa yang terletak di wilayah Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang. Desa Wanasari dipimpin oleh kepala desa. Saat ini Desa Wanasari dipimpin oleh Bapak SWK, yang kini memasuki masa periode jabatan yang terakhir. Sesuai dengan database Desa Wanasari, luas wilayah Desa Wanasari sekitar 889.563 hektar. Geografis Desa Wanasari berada di ketinggian 51 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sebelah utara Desa Wanasari berbatasan dengan Desa Karangmulya, Kecamatan Telukjambe Barat, sisi selatan berbatasan dengan Desa Wanakerta, Kecamatan Telukjambe Barat, sisi barat berbatasan dengan Sungai Cibeet Kecamatan Cikarang Pusat, Bekasi, dan sisi timur berbatasan dengan Desa Margamulya, Kecamatan Telukjambe Barat. Desa Wanasari terdiri atas dua dusun, antara lain Dusun Baregbeg, dan Dusun Nyabolog. Secara administratif Wanasari terbagi ke dalam empat Rukun Warga (RW) dan sembilan belas Rukun Tetangga (RT).

Suhu rata-rata harian di Desa Wanasari adalah 320C. Sedangkan iklim desa sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia yaitu kemarau dan penghujan. Umumnya kondisi geografis Desa Wanasari sebagai daerah agraris pertanian karena kesuburan tanahnya.

Tabel 1 Jarak tiga desa menuju lokasi pemerintahan daerah, provinsi, dan pusat Lokasi Jarak tempuh (km) setiap desa

Wanasari Wanakerta Margamulya

Ibukota Kecamatan Telukjambe Barat 4 8 6

Ibukota Kabupaten Karawang 15 18 8

Ibukota Provinsi Jawa Barat, Bandung 98 98 92 Ibukota Negara Indonesia, Jakarta 42 46 40 Sumber: Data monografi Desa Wanasari, 2013; Data monografi Desa Wanakerta, 2013; Data https://desawanakerta.wordpress.com/, 2011

Berdasarkan kondisi di lapang bahwa pusat-pusat gerakan ada di beberapa desa yaitu Margamulya dan Wanasari. Terdapat base camp atau rumah tokoh bahkan warung yang menjadi tempat penyusunan strategi gerakan. Tempat tersebut berada di dua desa karena jangkauan yang lebih dekat dengan kawasan eksekusi dan kota, selain itu paling mudah ditempuh. Lokasi desa yang paling jauh adalah Desa Wanakerta biasanya juga berkumpul ke Wanasari. Sepanjang jalan utama ketiga desa tersebut posisi base camp di Wanasari dan Margamulya mudah ditempuh dengan kendaraan bermotor. Selain masyarakat beberapa pihak yang pro juga turut serta dalam diskusi-diskusi kecil di tempat tersebut.

(44)

Desa Wanakerta merupakan sebuah desa yang terletak di wilayah Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang. Desa Wanakerta dipimpin oleh kepala desa. Saat ini Desa Wanakerta dipimpin oleh Bapak KNT. Luas wilayah Desa Wanakerta sekitar 572 hektar. Bentuk wilayah berombak 35 persen dan berombak sampai berbukit 65 persen. Jumlah bulan hujan 3 bulan dengan suhu rata-rata harian 270C. Umumnya kondisi geografis Desa Wanakerta sebagai daerah agraris pertanian karena kesuburan tanahnya. Geografis Desa Wanasari berada di ketinggian 77 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sebelah utara Desa Wanakerta berbatasan dengan Desa Wanasari, Kecamatan Telukjambe Barat, sisi selatan berbatasan dengan Desa Wanajaya, Kecamatan Telukjambe Barat, sisi barat berbatasan dengan Desa Bangbeur Kecamatan Telukjambe Barat, dan sisi timur berbatasan dengan Desa Margamulya, Kecamatan Telukjambe Barat.

Desa Wanakerta terletak pada jarak delapan kilo meter dari Ibu Kota Kecamatan Telujambe Barat Lokasi desa dari kecamatan, waktu yang dapat ditempuh adalah sekitar lima belas menit, baik dengan menggunakan sepeda motor maupun angkutan umum. Bila ingin menuju Ibu Kota Kabupaten Karawang waktu yang dapat ditempuh berkisar setengah jam perjalanan dengan jarak tempuh sejauh 18 km dengan menggunakan kendaraan bermotor.

Desa Margamulya merupakan sebuah desa yang terletak di wilayah Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang. Desa Margamulya dipimpin oleh kepala desa. Saat ini Desa Margamulya dipimpin oleh Bapak IMN. Sesuai dengan database Desa Margamulya, luas wilayah Desa Margamulya sekitar 670 hektar. Sebelah utara dan barat Desa Margamulya berbatasan dengan Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat, sisi selatan berbatasan dengan Desa Wanajaya, Kecamatan Telukjambe Barat, dan sisi timur berbatasan dengan Desa Margakaya, Kecamatan Telukjambe Barat. Desa Margamulya terdiri atas empat dusun, yaitu Dusun Jati, Kalijati, Cibogo, dan Kiarajaya. Secara administratif Margamulya terbagi ke dalam empat Rukun Warga (RW) dan tiga belas Rukun Tetangga (RT).

Mengenai iklim suhu rata-rata harian Desa Margamulya adalah 320C. Geografis Desa Margamulya berada di ketinggian 18 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sedangkan iklim desa sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia yaitu kemarau dan penghujan. Topografi desa berbukit-bukit seluas 150 hektar dan dataran tinggi pegunungan seluas 520 hektar.

Desa Margamulya terletak pada jarak enam kilo meter dari Ibu Kota Kecamatan Telukjambe Barat. Lokasi desa dari kecamatan, waktu yang dapat ditempuh adalah sepuluh hingga sepuluh menit, baik dengan menggunakan sepeda motor. Bila ingin menuju Ibu Kota Kabupaten Karawang waktu yang dapat ditempuh berkisar lima belas menit dengan jarak tempuh sejauh 8 kilo meter dengan menggunakan kendaraan bermotor.

(45)

beberapa RT dan RW terpisah oleh sungai. Ketiga desa sangat dekat dengan akses jalan tol Karawang. Sehingga tidak heran saat eksekusi tahun 2014 mereka sempat menutup jalan tol. Perjalan menuju Jakarta pun dapat ditempuh sekitar satu jam, terdapat angkutan umum seperti bus yang dapat dengan mudah dijangkau masyarakat.

Sedangkan cuaca ketiga desa memiliki sebaran suhu 27º - 32ºC serta iklim kemarau dan penghujan. Topografi desa terutama Margamulya cenderung berbukit-bukit dibandingkan kedua desa lainnya. Di antara ketiga desa yang memliki wilayah terluas adalah Desa Wanasari. Tetapi wilayah administratif dusun terdiri hanya dua. Berbeda dengan Margamulya yang memiliki luasan 670 hektar tetapi memiliki empat dusun. Sedangkan Desa Wanakerta tidak diperoleh data jumlah dusun, RT, dan RW. Tetapi Desa Wanakerta memiliki luasan wilayah yang paling sempit dibandingkan kedua desa lainnya. Berdasarkan pengamatan di lapang, selain sepanjang jalan adalah sungai irigasi dan perumahan warga terdapat juga bentangan padi sawah ketika menuju ke Desa Wanasari dan Wanakerta. Lokasi yang paling dekat dengan kawasan industri adalah Wanasari. Oleh karena itu akses jalan sering dipenuhi oleh aktivitas perusahaan seperti pengangkutan barang dengan truk-truk besar. Selain itu, terdapat juga lapangan golf yang bersebelahan dengan rumah warga di Desa Margamulya. Hal ini juga dapat ditemukan di sepanjang jalan menuju Desa Wanasari dan Wanakerta.

Kondisi Sosial

Berdasarkan Data Base Desa Wanasari, jumlah penduduk di desa ini adalah 4 577 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1 489 KK. Penduduk laki-laki berjumlah 2 288 jiwa atau berjumlah sekitar 49.9 persen dan penduduk perempuan berjumlah 2 289 jiwa atau sekitar 50.1 persen. Berdasarkan Data Base Desa Wanakerta, jumlah penduduk di desa ini adalah 3 506 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1 244 KK. Penduduk laki-laki berjumlah 1 796 jiwa atau berjumlah sekitar 51.2 persen dan penduduk perempuan berjumlah 1 710 jiwa atau sekitar 48.8 persen. Berdasarkan Data Base Desa Margamulya, jumlah penduduk di desa ini adalah 4 805 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1 728 KK. Penduduk laki-laki berjumlah 2 530 jiwa atau berjumlah sekitar 52.7 persen dan penduduk perempuan berjumlah 2 275 jiwa atau sekitar 47.3 persen (lihat Tabel 2).

Tabel 2 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya

Jenis kelamin

Wanasari Wanakerta Margamulya

n % n % n %

Laki-laki 2 288 49.9 1 796 51.2 2 530 52.7 Perempuan 2 289 50.1 1 710 48.8 2 275 47.3 Total 4 577 100.0 3 506 100.0 4 805 100.0 Sumber: Data monografi Desa Wanasari, 2013; Data monografi Desa Wanakerta, 2013; Data https://desawanakerta.wordpress.com/, 2011

(46)

sejumlah 3 506 jiwa. Meskipun luasan wilayah Desa Wanasari lebih luas dibanding dua desa tetapi jumlah pendudukya tidak juga lebih tinggi. Sedangkan penyebaran laki-laki dan perempuan, untuk desa yang memiliki jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan paling tinggi adalah Desa Wanasari sejumlah 2 289 jiwa. Meskipun dalam satu lingkupan Desa Wanasari jumlah penduduk laki-laki dan perempuan mendekati seimbang. Sedangkan jumlah penduduk jenis kelamin laki-laki paling tinggi di Desa Margamulya yaitu 2 530 jiwa. Secara keseluruhan jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki sejumlah 6 614 jiwa sedangkan perempuan sejumlah 6 274 jiwa. Memang secara keseluruhan jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki dan perempuan didominasi oleh laki-laki yaitu Desa Margamulya dan Wanakerta. Sedangkan Desa Wanasari hampir seimbang antara laki-laki dan perempuan. Secara keseluruhan saat berdiskusi dengan anggota gerakan memang terlihat peranan laki-laki lebih terlihat. Beberapa responden juga sebagian besar adalah laki-laki. Jumlah penduduk Margamulya dan Wanasari yang lebih tinggi ternyata juga pemilik lahan sengketa yang lebih tinggi. Aksi yang terlihat juga menunjukan Wanasari dan Margamulya lebih banyak penduduknya terlibat.

Selanjutnya adalah mata pencaharian setiap desa. Penduduk Desa Wanakerta yaitu petani sejumlah 142 jiwa, buruh tani sejumlah 220 jiwa, buruh swasta sejumlah 735 jiwa, pegawai/PNS sejumlah 139 jiwa, dan wiraswasta 203 jiwa. Mengamati data tersebut mata pencaharian warga Desa Wanekerta paling banyak sebagai buruh swasta. Hal ini dimungkinkan karena lokasi berdekatan dengan pabrik-pabrik atau industri besar. Sedangkan Desa Margamulya memiliki jumlah rumah tangga petani sebesar 382 keluarga atau 1 210 anggota, jumlah rumah tangga perkebunan 12 keluarga atau 46 anggota, jumlah rumah tangga industri 210 keluarga atau 75 anggota, jumlah sektor rumah tangga sektor jasa dan perdagangan 8 keluarga atau 12 anggota. Masyarakat Desa Margamulya lebih mengandalkan usaha bercocok tanam dibandingkan Desa Wanakerta. Saat melihat kondisi lapang memang terlihat adanya sawah dan ladang. Apalagi didukung dengan sungai irigasi sepanjang Desa Margamulya. Lokasi Margamulya memang yang tidak berdekatan langsung dengan usaha kawasan industri. Sedangkan Desa Wanasari tidak diperoleh data mengenai mata pencaharian warga. Karena pada saat turun lapang pihak desa sedang membuat keluaran terbaru potensi desa. Jadi yang diberikan hanya sekedar kondisi geografis saja.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran
Gambar 2 Metode pengambilan sampel
Tabel 1 Jarak tiga desa menuju lokasi pemerintahan daerah, provinsi, dan pusat
Tabel 2 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya
+7

Referensi

Dokumen terkait

usaha untuk Al-Busyro Florist berdasarkan analisis lingkungan internal danl eksternal, dan (3) Membuat Rancangan Arsitektur Strategik untuk mengimplementasikan strategi yang

Dalam penentuan Nilai suatu barang atau jasa, konsumen membandingkan Kemampuan suatu barang atau jasa dalam memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan barang atau jasa

- Siswa bersama dengan guru melakukan tanya jawab mengenai materi yang kurang dipahami. - Siswa diminta menyanyikan lagu- lagu bernada mayor, membuat teks nonfiksi

Berdasarkan data penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa profil penggunaan antibiotik di ruang rawat inap RS Husada Utama Surabaya periode Oktober-Desember 2016

Pada pengamatan warna diperoleh data yaitu untuk semua bahan mengalami penurunan warna baik yang dibungkus plastik maupun yang tidak dibungkus plastik

Oleh karena itu, gagasan Islamisasi tidak hanya melakukan kritik terhadap ilmu pengetahuan modern, tetapi juga berusaha memasukkan nilai- nilai Islam yang universal untuk

 Apabila peserta responsi mengumpulkan format Laporan Resmi yang tidak sesuai dengan ketentuan maka akan dilakukan pengurangan nilai sebesar 100%... Objek amatan

Saran yang diberikan kepada Perumda BPR X di Sukabumi dalam mengatasi kredit macet yang terjadi dapat dilakukan dengan jalan menerapkan asas manajemen kredit