• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN STRATEGI GERAKAN PETANI DENGAN INDUSTRIALISASI, PENGALIHAN LAHAN DAN FAKTOR

INTERNAL

Peneliti ingin mengkaji hubungan seluruh variabel melalui uji statistik menggunakan software SPSS versi 21. Uji statistik melibatkan lima variabel yaitu tingkat industrialisasi, proses pengalihan kepemilikan lahan, tingkat dorongan faktor internal, dan strategi gerakan petani. Hipotesis yang akan diuji adalah: 1. Terdapat hubungan antara tingkat industrialisasi yang tinggi dengan

perubahan kepemilikan lahan.

2. Terdapat hubungan perubahan kepemilikan lahan dengan strategisnya gerakan petani.

3. Terdapat hubungan dorongan faktor internal yang tinggi dengan strategisnya gerakan petani.

Hubungan ketiga hipotesis tersebut akan diuji dengan menggunakan uji korelasi rank spearman. Penelitian ini hanya menghitung gambaran tingkat industrialisasi, perubahan kepemilkan lahan, dorongan faktor internal, dan strategi gerakan petani. Tidak menganalisis maupun mengolah data yang tidak ada hubungannya dengan gambaran yang tidak sesuai dengan hal tersebut.

Hubungan Tingkat Industrialisasi dengan Perubahan Kepemilikan Lahan

Tingkat industrialisasi yang tinggi di tiga desa diketahui berdasarkan hasil kuesioner yang indikator-indikator telah disusun dalam definisi operasional. Sedangkan perubahan kepemilikan lahan dilihat dari sebelum dan sesudah tepatnya saat eksekusi lahan pada tahun 2014. Hasil menyatakan terdapat perubahan kepemilikan lahan, artinya 100 persen responden menyatakan kepemilikan lahan mereka sangat tinggi. Tetapi sekarang mulai rendah karena beberapa indikator tidak terepenuhi di antaranya membangun di atas lahan, menanam di atas lahan, sebagai jaminan utang, sebagai tanah wakaf. Hasil analisis uji korelasi pada Tabel 14 akan menjelaskan hubungan tingkat industrialisasi dengan perubahan kepemilikan lahan.

Tabel 14 Hasil uji statistik hubungan tingkat industrialisasi dengan perubahan kepemilikan lahan Correlations Tingkat industrialis asi Perubahan kepemilika n lahan Spearman's rho Tingkat industrialisasi Correlation Coefficient 1.000 .156 Sig. (2-tailed) . .395 N 32 32 Perubahan kepemilikan lahan Correlation Coefficient .156 1.000 Sig. (2-tailed) .395 . N 32 32

Berdasarkan hasil uji kolerasi dari hubungan tingkat industriaisasi dengan perubahan kepemilikan lahan dengan nilai signifikansi 0.395. Nilai ini ternyata lebih besar dari taraf nyata 5 persen (0.395 > 0.05). Dari output tersebut dapat disimpulkan bahwa karena signifikansi > 0.05, maka H0 diterima sehingga tidak terdapat hubungan antara tingkat industrialisasi dengan perubahan kepemilikan lahan. Nilai korelasi pada siginifikan tersebut adalah 0.156 yang artinya tidak berhubungan. Kondisi di lapang memang Karawang memiliki pusat industri yaitu KIIC, tetapi industri-industri tersebut berjalan dengan baik tanpa ada gugatan masyarakat. Seperti halnya PT Maligi yang penah berurusan dengan lahan masyarakat tetapi karena proses pembebasan yang baik akhirnya proses usaha industri tersebut tidak terdapat kendala. Perubahan kepemilikan lahan selama ini yang terjadi lebih pada proses hukum yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Seperti pernyataan yang disampaikan informan bahwa.

“...bahwa semata-mata kasus ini bukan hanya urusan perusahaan yang datang kemari. Tetapi urusan dia yang belum sesuai dengan masyarakat. Tiba-tiba saja negerampas lahan kita. Padahal dia jual beli, ganti rugi, bahkan bukti kepemilikan. Urusan persoalan ini sangat panjang Mbak. Jadi tidak hanya adanya pembangunan dan lain-lain tetapi urusan hukum dan persoalan merampas yang belum diselesaikan SAMP” (HM, 24 Tahun, Anggota LSM)

Pernyataan tersebut mengargumentasi bahwa persoalan masuknya industri ke desa bukan berarti langsung mengakibatkan perubahan status kepemilikan lahan. Bahkan beberapa masyarakat masih menyatakan bahwa tanah di sana adalah milik mereka. Tetapi saat ini mereka tidak bisa memanfaatkan secara optimal seperti dulu sebelum dieksekusi. Pengalihan lahan dari perusahaan ke perusahaan lainya sesuai pembahasan pada kronologi lahan tiga desa merupakan proses rumit yang mengesampingkan girik atau bukti kepemilikan warga. Berawal dari PT Dasa Bagja yang menyewa lahan dengan membawa girik adalah awal proses sengketa lahan terjadi hingga jatuh kepada PT SAMP. Perusahaan yang

diakuisisi sekitar 50 persen oleh Agung Podomoro Land tiba-tiba melakukan pengajuan kepada Gubernur Jawa Barat untuk melakukan pembebasan. Proses- proses tersebut yang membuat masyarakat geram dan tidak menerima. Hingga pada puncaknya saat eksekusi lahan dengan menggunakan alat berat dan langsung membabi kebun kayu sengon milik warga. Mulai saat itu secara pasti masyarakat tidak lagi bisa menyentuh tanah tersebut. Sempat beberapa responden mengakui pernah menanam tanaman di sana tetapi dicabut keesokan harinya. Berdasarkan pengamatan memang adanya penjagaan yang ketat oleh pihak perusahaan. Tetapi belum ada bangunan apapun yang berdiri di sana. Hanya sekedar papan peringatan bahwa tanah tersebut dikuasai PT SAMP. Berikut gambaran melalui tabulasi silang antar dua variabel (lihat Tabel 15).

Tabel 15 Total tingkat industrialisasi dengan perubahan kepemilikan lahan di Desa Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya tahun 2015

Perubahan kepemilikan lahan Total

Tidak Ya n % n % n % Tingkat industrialisasi Rendah 1 20.0 4 80.0 5 100.0 Sedang 3 13.0 20 87.0 23 100.0 Tinggi 0 0.0 4 100.0 4 100.0 Total 4 12.5 28 87.5 32 100.0

Berdasarkan Tabel 15 menunjukkan bahwa sebesar 100.0 persen menyatakan bahwa industrialisasi yang tinggi memberikan perubahan kepemilikan lahan. Memang industrialisasi yang tinggi, sedang, maupun rendah lebih cenderung terdapat perubahan kepemilikan lahan. Tetapi di sisi lain juga tidak terdapat perubahan kepemilikan lahan saat industrialisasi sedang dan rendah. Tetapi tidak menunjukan sebaliknya industrialisasi yang tinggi tidak berhubungan sepenuhnya tidak ada perubahan kepemilikan lahan. Responden tidak menjawab demikian. Berdasarkan kondisi tersebut hubungan keduanya tidak ada karena industrialisasi yang tinggi pun belum bisa membuktikan perubahan kepemilikan tidak ada. Selain itu hubungan tidak ada karena perusahaan sendiri belum juga mendirikan usahanya. Hanya sekedar merampas dan menunjukkan bahwa tanah tersebut adalah milik mereka. Selain itu perubahan kepemilikan adalah suatu proses panjang yang diawali sewa menyewa oleh PT Dasa Bagja kepada masyarakat. Hingga akhirnya berujung PT SAMP tidak mengakui kepemilikan lahan masyarakat dan melakukan eksekusi.

Hubungan Perubahan Kepemilikan Lahan dengan Strategi Gerakan Petani Perubahan kepemilikan di tiga desa diketahui berdasarkan hasil kuesioner yang indikator-indikator telah disusun dalam definisi operasional. Sedangkan strategi gerakan petani juga telah ditentukan berdasarkan pertanyaan dalam kuesioner Hasil analisis uji korelasi pada Tabel 16 akan menjelaskan hubungan perubahan kepemilikan dengan strategi gerakan petani.

Tabel 16 Hasil uji statistik hubungan antara perubahan kepemilikan lahan dengan strategi gerakan petani

Correlations Perubahan kepemilikan lahan Strategi gerakan petani Spearman's rho Perubahan kepemilikan lahan Correlation Coefficient 1.000 -.155 Sig. (2-tailed) . .398 N 32 32 Strategi gerakan petani Correlation Coefficient -.155 1.000 Sig. (2-tailed) .398 . N 32 32

Berdasarkan hasil uji kolerasi hubungan perubahan kepemilikan lahan dengan strategi gerakan petani memiliki nilai signifikansi 0.398. Nilai ini ternyata lebih besar dari taraf nyata 5 persen (0.398 > 0.05). Dari output tersebut dapat disimpulkan bahwa karena signifikansi > 0.05, maka H0 diterima sehingga tidak terdapat hubungan antara perubahan kepemilikan lahan dengan strategi gerakan petani. Nilai korelasi pada siginifikan tersebut adalah -1.555 yang artinya salah satu variabel bertolak belakang dengan variabel lainnya. Kemungkinan besar teori yang sudah dirancang memang tidak sesuai dengan kondisi lapang. Perubahan kepemilkan lahan tidak memiliki hubungan dengan tidak adanya strategi gerakan para petani dalam gerakan. Begitu sebaliknya, tidak adanya perubahan kepemilikan lahan tidak memiliki hubungan dengan strategisnya gerakan petani. Tabel 17 Total perubahan kepemilikan lahan dengan strategi gerakan petani di

Desa Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya tahun 2015

Strategi gerakan petani Total Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n % Perubahan kepemilikan lahan Tidak 0 0.0 0 0.0 4 100.0 4 100.0 Ya 0 0.0 6 21.4 22 78.6 28 100.0 Total 0 0.0 6 18.8 26 81.2 32 100.0

Berdasarkan Tabel 23 menunjukkan tidak terdapat hubungan antara perubahan kepemilikan lahan dengan strategi gerakan petani. Karena justru strategi gerakan terlihat tinggi dalam kondisi berubah atau tidak penilaian kepemilikan lahan oleh masyarakat. Di samping itu adanya gerakan ini karena

lebih proses hukum yang tidak kunjung selesai antara kedua belah pihak. Seperti yang disampaikan oleh responden bahwa.

“...ngga ada ganti rugi apapun, tiba tiba saja mereka gusur ini lahan. Sudah lama lahan-lahan ini diperalihkan oleh mereka dari zaman kemerdekaan Mbak. Kami pun kecewa dengan proses yang ada, ketika perbandingan masyarakat dikalahkan, ketika ada Kapolres yang mendukung kami juga dikeluarkan. Kai tidak terima itu. Lantas apa buktinya mereka menguasai lahan ini...” (HM, 24 Tahun, Anggota LSM)

Masyarakat setempat mengakui proses panjang dari awal ketika PT Dasa Bagja masuk. Mereka melakukan gerakan atas dasar kekecewaan yang telah terjadi dan permainan politik. Lahan masyarakat masih dimiliki tetapi terlihat perusahaan yang memaksakan untuk menguasai. Hanya saja masyarakat tidak bisa memanfaatkan di atas lahan mereka secara optimal. Saat ini mereka menantikan proses hukum yang adil. Berbagai tuntuntan untuk perbandingan ke tingkatan yang tinggi mereka lakukan.

Hubungan Dorongan Faktor Internal dengan Strategi Gerakan Petani

Dorongan faktor internal di tiga desa diketahui berdasarkan hasil kuesioner yang indikator-indikator telah disusun dalam definisi operasional yang mencakup karakteristik individu. Sedangkan strategi gerakan petani juga telah ditentukan berdasarkan pertanyaan dalam kuesioner Hasil analisis uji korelasi pada Tabel 18 akan menjelaskan hubungan dorongan faktor internal dengan strategi gerakan petani.

Tabel 18 Hasil uji statistik hubungan dorongan faktor internal dengan strategi gerakan petani Correlations Faktor internal Strategi gerakan petani Spearman's rho Faktor internal Correlation Coefficient 1.000 .526** Sig. (2-tailed) . .002 N 32 32 Strategi gerakan petani Correlation Coefficient .526** 1.000 Sig. (2-tailed) .002 . N 32 32

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Berdasarkan hasil uji kolerasi dari hubungan dorongan faktor internal yang tinggi dengan nilai signifikansi 0.002. Nilai ini di atas yang ternyata lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0.002 < 0.05). Dari output tersebut dapat disimpulkan

bahwa karena signifikansi < 0.05, maka H0 ditolak sehingga terdapat hubungan antara dorongan faktor internal dengan strategisnya suatu gerakan. Nilai dari hasil uji korelasi tersebut yaitu 0.526. .Hal ini seperti yang disampaikan oleh Sarwono (2009) bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat korelasi yang sangat kuat.

Kondisi lapang di desa disesuaikan dalam pembuatan indikator faktor internal. Hasil memang menunjukan dorongan faktor internal dalam kategori sedang. Keduanya sangat berhubungan erat yaitu antara faktor internal dan strategi gerakan petani. Hal ini ditunjukan juga dalam tabulasi silang sebagai berikut.

Tabel 19 Jumlah dan persentase faktor internal dan strategi gerakan petani di Desa Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya Tahun 2015

Strategi gerakan Total

Tidak Cukup Strategis

n % n % n % n % Faktor internal Rendah 0 0.0 4 66.7 2 33.3 6 100.0 Sedang 0 0.0 2 9.5 19 90.5 21 100.0 Tinggi 0 0.0 0 0.0 5 100.0 5 100.0 Total 0 0.0 6 18.8 26 81.2 32 100.0

Berdasarkan tabulasi silang di atas bahwa apabila dorongan faktor internal dari masyarakat adalah tinggi, maka masyarakat sangat berstrategi dalam gerakan. Sebagian besar memang menunjukan bahwa terlihat strategis gerakan petani. Apabila dorongan faktor internal adalah tinggi dan sedang maka terdapat strategisnya gerakan yang dilakukan petani. Tetapi dorongan yang rendah hanya terbukti bahwa strategi gerakan tergolong cukup. Penelitian sebelumnya Ariendi (2011) membuktikan beberapa faktor internal yang memiliki hubungan ataupun tidak dengan keterlibatan masyarakat dalam gerakan. Misalnya untuk tingkat pendidikan dalam kasus penelitiannya tidak memiliki hubungan dengan keterlibatan gerakan masyarakat. Tidak menjamin bahwa pendidikan yang tinggi memiliki keterlibatan masyarakat dalam gerakan. Begitu sebaliknya pendidikan yang rendah tidak menjamin tidak terlibatnya masyarakat dalam gerakan. Semua hal tersebut terutama faktor internal tergantung dalam konteks atau kasus yang dihadapi masyarakat. Setiap tempat memiliki karakterikstik masing-masing yang menghubungkan dengan suatu adanya gerakan.

Ikhtisar

Pada bab ini, peneliti ingin mengkaji hubungan seluruh variabel yang melalui uji statistik menggunakan software SPSS versi 21. Seluruh variabel tingkat industrialisasi, faktor internal, perubahan kepemilikan lahan ditetapkan sebagai variabel X (independent). Masing-masing variabel tersebut dilihat hubungannya dengan strategi gerakan petani yang dihitung secara keseluruhan variable Y (dependent) yang meliputi: Dari variabel itu terdapat gambaran hubungan antara dorongan faktor internal dengan strategi gerakan petani yang diperoleh sebesar 0.526 yang menunjukkan bahwa dorongan faktor internal yang

tinggi memiliki hubungan atau berkorelasi tinggi dengan strategi gerakan petani. Sebaliknya dengan hubungan dua variabel lainnya, yaitu tingkat industrialisasi dengan perubahan kepemilikan lahan. Uji korelasi menunjukan nilai 0.246 yang artinya sangat rendah dan mempunyai galat > 0.05. Kemudian perubahan kepemilikan lahan yang tinggi tidak berhubungan juga dengan tingginya strategi gerakan petani. Hasil uji korelasi menunjukan bahwa keduanya berlawanan. Perubahan kepemilkan lahan yang tinggi tidak memiliki hubungan dengan tidak adanya strategi gerakan para petani dalam gerakan. Begitu sebaliknya, perubahan kepemilikan lahan yang rendah tidak memiliki hubungan dengan tingginya strategi gerakan petani.

Nilai-nilai tersebut jika dilihat di lapang memang tidak seluruhnya menggambarkan keadaan hubungan industrialisasi dengan strategi gerakan petani. Meskipun telah dihubungkan sebelumnya dengan proses perubahan kepemilikan lahan. Hal ini dikarenakan kondisi di lapang memandang seperti apapun bentuk industri atau investor datang ke desa tetapi menggunakan cara-cara yang sesuai hukum maka tidak akan terjadi masalah. Masyarakat tiga desa mengeluhkan sistem yang berlangsung selama membuktikan kepemilikan lahan mereka. Dari awal kasus sengketa lahan 1970-an masyarakat telah melampaui berbagai desakan dan tuntutan untuk melepaskan tanah milik mereka. Secara mereka melawan dengan membuktikan kepemilikan tanah mereka yaitu melalui surat kepemilikan tanah dan bukti pembayaran pajak setiap tahun. Amarah masyarakat berlangsung ketika eksekusi lahan pada tahun 2014 berlangsung. Sebelumnya meski dalam proses sengketa pihak perusahaan tidak berani menempati langsung tanah tersebut. Tetapi saat PK 160 diterbitkan perusahaan PT SAMP mulai membawa alat besar untuk meratakan tanah dari tanaman-tanaman milik masyarakat. Hingga saat ini masyarakat beserta beberapa pihak baik dari ormas, LSM, pengacara tetap berusaha membuktikan kepemilikan lahan tersebut.

Dokumen terkait